Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radioaktif adalah kesimpulan beragam proses di mana sebuah inti atom yang
tidak stabil memancarkan partikel subatomik (partikel radiasi). Peluruhan terjadi pada
sebuah nukleus induk dan menghasilkan sebuah nukleus anak. Ini adalah sebuah
proses acak sehingga sulit untuk memprediksi peluruhan sebuah atom. Satuan
internasional (SI) untuk pengukuran peluruhan radioaktif adalah becquerel (Bq). Zat
radioaktif dan radioisotop berperan besar dalam ilmu kedokteran yaitu untuk
mendeteksi berbagai penyakit, diagnosa penyakit yang penting antara lain tumor
ganas. Kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat radioaktif dan radioisotop
memudahkan aktifitas manusia dalam berbagai bidang kehidupan.
Hal yang paling mendasar untuk mengendalikan bahaya radiasi adalah
mengetahui besarnya radiasi yang dipancarkan oleh suatu sumber radiasi (zat
radioaktif atau mesin pemancar radiasi), baik melalui pengukuran maupun
perhitungan. Keberadaan radiasi tidak dapat dirasakan secara langsung oleh sistem
panca indera manusia. Radiasi tidak bisa dilihat, dicium, didengar, maupun dirasakan.
Oleh sebab itu, untuk keperluan mengetahui adanya dan mengukur besarnya radiasi,
manusia harus mengandalkan pada kemampuan suatu peralatan khusus.
Pada prinsipnya, pendeteksian dan pengukuran radiasi dengan menggunakan
alat ukur radiasi memanfaatkan prinsip-prinsip kemampuan interaksi antara radiasi
dengan materi. Setiap alat ukur radiasi selalu dilengkapi dengan detektor yang
mampu mengenali adanya radiasi. Apabila radiasi melewati bahan suatu detektor,
maka akan terjadi interaksi antara radiasi dengan bahan detektor tersebut (terjadi
pemindahan energi dari radiasi yang datang ke bahan detektor). Perpindahan energi
ini menimbulkan berbagai jenis tanggapan (response) yang berbeda-beda dari bahan
detektor tersebut. Jenis tanggapan yang ditunjukan oleh suatu detektor terhadap
radiasi tergantung pada jenis radiasi dan bahan detektor yang digunakan.
Pendeteksian keberadaan dan atau besarnya radiasi dilakukan dengan mengamati
tanggapan yang ditunjukan oleh suatu detektor.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip kerja dari detektor radiasi?
2. Bagaimana detektor ionization chamber dapat mendeteksi adanya radiasi?

1.3 Tujuan
1. Memahami prinsip kerja detektor radiasi
2. Dapat mendeteksi adanya radiasi dengan ionization chamber
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peluruhan Radioaktif [1]

Peluruhan radioaktif (disebut juga peluruhan nuklir atau radioaktivitas) adalah


proses dimana sebuah inti atom yang tidak stabil kehilangan energi (berupa massa
dalam diam) dengan memancarkan radiasi, seperti partikel alfa, partikel
beta dengan neutrino, sinar gamma, atau elektron dalam kasus konversi internal.
Material yang mengandung inti tak stabil ini dianggap radioaktif. Beberapa inti nuklir
berwaktu paruh pendek dapat meluruh melalui emisi neutron atau emisi proton.

Gambar 2.1.1 Peluruhan Radioaktif

Peluruhan terjadi pada sebuah nukleus induk dan menghasilkan


sebuah nukleus anak. Peluruhan radioaktif adalah sebuah proses "acak" (stochastic)
dimana menurut teori kuantum, tidak mungkin untuk memprediksi kapan sebuah
sebuah atom akan meluruh, tidak peduli seberapa lama atom tersebut telah eksis.
Namun, untuk sekumpulan atom, kecepatan peluruhan yang diperkirakan dapat
dikarakterisasi melalui konstanta peluruhan atau waktu-paruh. Hal ini menjadi dasar
bagi pengukuran radiometrik. Waktu paruh atom radioaktif tidak memiliki batas,
terbentang sepanjang 55 tingkat besaran, dari mulai hampir spontan sampai jauh
melebihi usia alam semesta.
Satuan internasional (SI) untuk pengukuran peluruhan radioaktif
adalah becquerel (Bq). Jika sebuah material radioaktif menghasilkan 1 buah kejadian
peluruhan tiap 1 detik, maka dikatakan material tersebut mempunyai aktivitas 1 Bq.
Karena biasanya sebuah sampel material radioaktif mengandung banyak atom,1
becquerel akan tampak sebagai tingkat aktivitas yang rendah; satuan yang biasa
digunakan adalah dalam orde gigabecquerel.

2.2 Americium [4]

Americium adalah unsur transuranium sintetis keempat dari seri aktinida yang
telah ditemukan. Americium-241 pertama kali diidentifikasi pada tahun 1944 oleh
Seaborg, James dan Morgan di laboratorium metalurgi di University of
Chicago. Unsur ini diproduksi oleh peluruhan partikel beta plutonium-241, yang telah
diproduksi di reaktor nuklir oleh pemboman neutron plutonium-239.

Gambar 2.1.1 Americium

Para periset pada awalnya menyebut americium sebagai “kekacauan” karena


kesulitan yang mereka hadapi saat berusaha mengisolasinya dari elemen baru lainnya
yang dengannya sangat terkait erat, yaitu curium atau “delirium” seperti yang
pertama kali disebut. Americium pertama kali diisolasi sebagai senyawa murni oleh
Burris Cunningham pada tahun 1945, di University of Chicago. Unsur itu dinamai
menurut Amerika, karena terletak di bawah Europium (elemen 63) di tabel periodik,
yang diberi nama setelah Eropa.

Isotop 241Am digunakan (dalam bentuk americium dioxide) dalam jumlah


sangat kecil pada detektor asap ‘ruang ionisasi’. Satu gram americium dioxide
menyediakan bahan aktif yang cukup untuk lebih dari tiga juta detektor asap rumah
tangga. Americium digunakan sebagai sumber portabel sinar gamma dan partikel alfa
untuk digunakan dalam ilmu kedokteran, sains dan industri. Americium juga
digunakan sebagai bahan target dalam penelitian nuklir untuk membuat elemen yang
lebih berat.

Isotop 241Am digunakan (dalam bentuk americium dioxide) dalam jumlah


sangat kecil pada detektor asap ‘ruang ionisasi’. Satu gram americium dioxide
menyediakan bahan aktif yang cukup untuk lebih dari tiga juta detektor asap rumah
tangga. Americium digunakan sebagai sumber portabel sinar gamma dan partikel alfa
untuk digunakan dalam ilmu kedokteran, sains dan industri. Americium juga
digunakan sebagai bahan target dalam penelitian nuklir untuk membuat elemen yang
lebih berat.

2.3 Ionization Chamber [2]

Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila
dikenai radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah
dibahas sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap
suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai
contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron.

2.3.1 Detektor Isian Gas

Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk
mengukur radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta
berisi gas di antara kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda,
yang dihubungkan ke kutub listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut
sebagai katoda, yang dihubungkan ke kutub negatif. Kebanyakan detektor ini
berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi sebagai anoda dan dinding
silindernya sebagai katoda sebagaimana berikut.

Gambar 2.3.1 Detektor Radiasi

Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan


ion-ion positif dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan
tersebut sebanding dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya
ionisasi gas. Daya ionisasi gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang
dihasilkan di dalam detektor tersebut akan memberikan kontribusi terbentuknya
pulsa listrik ataupun arus listrik.
Gambar 2.3.2. Ion -ion yang dihasilkan dalam Detektor

Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda
yang sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik.
Pergerakan ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat
cukup medan listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-
ion tersebut akan semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.

Gambar 2.3.3. Kurva Karakteristik Gas

Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila
medan listrik di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan
oleh sebuah radiasi akan sangat banyak dan disebut proses ‘avalanche’.
2.3.2 Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)
Merupakan detector yang terdiri dari 2 elektroda yaitu positif dan negative.
Elektroda positif disebut sebagai anoda yang dihubungkan ke kutub listrik positif
sedangkan elektroda negative sebagai katoda. Detektor ini berbentuk silinder dengan
kawat sumbu sebagai anoda dan dinding silider sebagai katoda.
Pengukuran yang menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila
menggunakan detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang
sangat baik. Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang
memasukinya dan tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.

Gambar 2.3.4 Ionization Chamber[3]


BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


1. Resistor 4.7 Kohm (1 pcs)
2. Transistor BC237 (2 pcs)
3. Baterai 9V (2 pcs)
4. Kaleng (1 pcs)
5. Kawat Timah
6. Multimeter
7. Lampu LED

3.2 Prosedur Percobaan

1. Menghubungkan kaki emitor transistor BC237B dengan kaki base transistor


BC237B yang lainnya lalu solder.
2. Menghubungkan kedua kaki kolektor dari transistor BC237B dengan
menyoldernya.
3. Menghubungkan kaki base BC237B dengan kawat timah
4. Lalu lubangi kaleng untuk memasukkan kawat timah yang telah terhubung
dengan transitor
5. Kemudian, Solder resistor 4,7k pada kaleng
6. Menggunakan kabel penghubung capita buaya, hubungkan baterai 9V dengan
Emitor pada transistor ke-2, untuk kabel positif, dan untuk kabel negatif
dihubungkan pada ujung resistor
7. Lalu menyambungkan lampu dengan pertemuan kaki kolektor dan ujung
resistor.
BAB IV
PEMBAHASAN

Ionization chamber merupakan ruangan tertutup dimana ionisasi yang terjadi


oleh radiasi dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik didalam ruangan sensitif
menarik elektron-elektron bebas dan ion-ion positip ke elektroda-elektroda yang
berbeda dan muatan total atau arusnya dapat diukur. Seperti proses ionisasi tersebut
maka di dalam detektor akan terbentuk ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh
katoda di bagian dinding detektor dan ion-ion negatif atau elektron yang akan
dikumpulkan oleh anoda.

pada percobaan kali ini cara kerja pendeteksian dan pengukuran radiasi yaitu
dengan menggunakan alat ukur radiasi memanfaatkan prinsip-prinsip kemampuan
interaksi antara radiasi dengan materi. Setiap alat ukur radiasi selalu dilengkapi
dengan detektor yang mampu mengenali adanya radiasi. Apabila radiasi melewati
bahan suatu detektor, maka akan terjadi interaksi antara radiasi dengan bahan
detektor tersebut (terjadi pemindahan energi dari radiasi yang datang ke bahan
detektor). Perpindahan energi ini menimbulkan berbagai jenis tanggapan (response)
yang berbeda-beda dari bahan detektor tersebut. Jenis tanggapan yang ditunjukan
oleh suatu detektor terhadap radiasi tergantung pada jenis radiasi dan bahan detektor
yang digunakan. Pendeteksian keberadaan dan atau besarnya radiasi dilakukan
dengan mengamati tanggapan yang ditunjukan oleh suatu detektor.

dalam hal ini kita menggunakan LED sebagai indikator untuk mendeteksi
apakah ada radiasi atau tidak. percobaan kali ini LED menyala ketika amerecium
didekatkan, tetapi LED yang menyala sangat redup. hal ini dikarenakan kapasitas
baterai dan resistor yang kecil sehingga arus output pun kecil, hal ini dapat dibuktikan
sesuai dengan teori Hukum Ohm sebagai berikut.
V baterai = 9 volt

R resistor = 4700 Ω

𝑉 9
I output = 𝑅 = 4700 = 0,001915 𝐴 = 1,9 𝑚𝐴

Sedangkan arus maksimum LED sebesar 20 mA untuk hasil yang paling


terang.

Dari perhitungan tersebut, percobaan ini dapat dikatakan berhasil. Berikut adalah
hasil percobaan ionization chamber dengan variasi LED yang telah dilakukan.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pendeteksian dan pengukuran radiasi dengan menggunakan alat ukur radiasi


memanfaatkan prinsip-prinsip kemampuan interaksi antara radiasi dengan materi.
Setiap alat ukur radiasi selalu dilengkapi dengan detektor yang mampu
mengenali adanya radiasi. Apabila radiasi melewati bahan suatu detektor, maka
akan terjadi interaksi antara radiasi dengan bahan detektor tersebut (terjadi
pemindahan energi dari radiasi yang datang ke bahan detektor). Perpindahan
energi ini menimbulkan berbagai jenis tanggapan (response) yang berbeda-beda
dari bahan detektor tersebut. Jenis tanggapan yang ditunjukan oleh suatu detektor
terhadap radiasi tergantung pada jenis radiasi dan bahan detektor yang
digunakan. Pendeteksian keberadaan dan atau besarnya radiasi dilakukan dengan
mengamati tanggapan yang ditunjukan oleh suatu detektor.

2. Ionization chamber untuk mendeteksi radiasi yaitu dilihat adanya kenaikan


tegangan yang terbaca oleh multimeter. Kenaikan tegangan disini kita baca
dengan lampu yang terpasang pengganti dari multimeter. ketika sumber radiasi
diletakkan diantara katoda dan anoda atau pada alat ini kaleng sebagai katoda
dan kawat tembaga sebagai anoda. Sumber radiasi pada percobaan ini yaitu
americium
DAFTAR PUSTAKA

[1] Loveland, W.; Morrissey, D.; Seaborg, G.T. (2006). Modern Nuclear Chemistry.
Wiley-Interscience. hlm. 57. ISBN 0-471-11532-0.

[2] Batan. 2008. Jenis Detektor Radiasi.


http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04.htm
(Diakses pada tanggal 6 Oktober 2018 pukul 13.30 WIB)

[3] Images Scientific Instrument. Ionization Chamber.


https://www.imagesco.com/geiger/ionization_chamber.html (Diakses pada tanggal 6
Oktober 2018 pukul 13.30 WIB)

[4] Anwardah. 2017. Unsur Kimia: Americium. https://sainskimia.com/unsur-kimia-


americium/ (Diakses pada tanggal 6 Oktober 2018 pukul 13.30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai