Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan merupakan keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta
tidak sedang menderita sakit atau kelemahan. Kata sosial disini erat kaitannya
dengan kesehatan suatu komunitas atau kelompok masyarakat yang hidup
bersama dan saling membutuhkan satu sama lain (World Health Organization,
2013). Terapi humor adalah suatu media yang digunakan untuk menstimulasi
tubuh seseorang untuk membantu mengurangi rasa nyeri pada pasien serta
membantu proses penyembuhan sehingga terjadi peningkatan kualitas diri
(Kisner dalam Franzini, 2001). Humor merupakan suatu stimulus, sedangkan
tertawa adalah respon dari humor yang menimbulkan perasaan bahagia
(Lipmann & Dunn, 2000). Fahruliana (2011), dalam penelitiannya yang
berjudul Pengaruh Pemberian Terapi Humor Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan pada Narapidana Menjelang Masa Pembebasan Di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Malang menunjukkan bahwa terapi humor
berpengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan.
Berdasarkan fenomena latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
melakukan intervensi tentang terapi humor terhadap penurunan tingkat
kecemasan lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta. Hal ini penulis lakukan
karena di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta belum ada intervensi yang berupa
terapi humor untuk menangani kecemasan pada lansia. Terapi humor ini juga
tidak memerlukan pendampingan khusus dari tenaga kesehatan maupun tenaga
sosial sehingga tidak mengganggu dari kinerja petugas yang ada di BPSTW
Budi Luhur Yogyakarta dan diharapkan berjalan dengan efektif

1
2

B. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh terapi humor television sketches terhadap
kecemasan pada lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi BPSTW Budi Luhur Yogyakarta
Memberikan masukan dan evaluasi tentang intervensi relaksasi terapi
humor television sketches sebagai upaya menurunkan kecemasan lansia
2. Bagi penulis
Meningkatan pengetahuan dan critical thinking dalam bidang ilmiah
khususnya terapi humor television sketches terhadap lansia .
3. Bagi institusi pendidikan atau profesi
Sebagai bahan daftar refrensi untuk mengembangkan keilmuan dalam
sistem pendidikan keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan
gerontik.
4. Bagi masyarakat dan penulis selanjutnya
Sebagai informasi untuk bahan yang dapat dikembangkan atau diteliti
lebih lanjut tentang pengaruh terapi humor television sketches terhadap
penurunan tingkat kecemasan lansia
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Lansia
a. Pengertian lansia
Tahmer dan Noorkasiani (2012) menjabarkan definisi lanjut

usia dalam beberapa literatur, yaitu sebagai berikut;


1) Smith dan Smith, menggolongkan lanjut usia menjadi tiga,

yaitu: young old (65-74), middle age (75-84), dan old-old

(lebih dari 85 tahun).


2) Setyonegoro, menggolongkan bahwa yang di sebut lanjut usia

(geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun.

Selanjutnya terbagi ke dalam usia 70-75 tahun (young age); 75-

80 tahun (old); dan lebih dari 80 tahun (very old)


3) Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 1998

tentang kesejahteraan Usia Lanjut, lansia adalah seseorang

yang mencapi usia 60 tahun ke atas.


b. Teori-teori Proses Menua
Menurut Maryam et al. (2008) ada beberapa teori yang

berkaitan dengan proses menua, yaitu teori biologi, teori psikologi,

teori sosial, dan teori spritual.

1) Teori biologi
Teori biologi mencangkup teori ginetik dan mutasi,

immunology slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan

teori rantai silang.


2) Teori psikologi
4

Pada usia lanjut, proses menua terjadi secara alamiah seiring

dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi

dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan

keadaan fungsional yang efektif.


3) Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses

penuaan yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory),

teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas

(activity theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori

perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia

(age stratification theory).


4) Teori spritual
Komponen spritual dan tumbuh kembang merujuk pada

pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan

persepsi individu terhadap arti kehidupan.

c. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Menurut Nugroho (2008) perubahan yang terjadi pada lansia

akibat proses menua meliputi:


1) Perubahan fisik dan fungsi
Perubahan fisik dan fungsi cendrung mengalami penurunan

dimulai dari tingkat sel, sistem persyarafan, sistem

pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem

pengaturan suhu tubuh, sistem pernapasan, sistem pencernaan,

sistem reproduksi, sistem endokrin, sistem integumen, dan

sistem muskuloskeletal.
2) Perubahan mental
5

Pada bidang mental atau psikis lanjut usia perubahan dapat

berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga,

bertambah pelit atau tamak apabila memiliki sesuatu. Faktor

yang mempengaruhi perubahan mental diantaranya perubahan

fisik khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat

pendidikan, keturunan , dan lingkungan.


3) Perubahan psikososial
Nilai seseorang diukur melalui produktifitasnya dan

identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila

mengalami pensiun seseorang akan mengalami kehilangan

antara lain kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan

teman, dan kehilangan pekerjaan.


4) Perkembangan spiritual
a) Agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam

kehidupan.
b) Lanjut usia semakin matur dalam kehidupan keagamaanya.

Hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.


c) Perkembangan spritual yang dicapai pada tingkat ini adalah

berfikir dan bertindak dengan cara memberi contoh cara

mencintai dan keadilan.


d. Tugas Perkembangan Lansia
Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri

terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses

tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.


Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
6

5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial atau

masyrakat secara santai


6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan

(Maryam et al.,2008).

2. Kecemasan
a. Definisi
Ansietas atau kecemasan adalah suatu perasaan kekhawatiran,
ketidak berdayaan yang dapat menyebar dan tidak jelas pada diri
seseorang yang dikomunikasikan secara interpersonal dan tidak
memiliki objek yang spesifik (Stuart, 2006).
b. Tingkat kecemasan
Menurut (Stuart, 2006) kecemasan dibagi menjadi empat
tingkatan, yaitu:
1) Kecemasan ringan
Kecemasan pada tingkat ini adalah tingkat yang dapat
menyebabkan orang menjadi melakukan sesuatu dengan hati-
hati dan memacu tumbuh dan berkembang kreativitas maupun
produktivitas. Tingkat kecemasan ini sangat mudah ditemukan
karena berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
2) Kecemasan sedang
Dalam tingkatan ini individu mencoba untuk menfokuskan
dengan hal-hal penting lain sehingga terjadi lapang persepsi
yang tidak luas. Disini individu perhatiannya tidak selektif
terhadap suatu masalah namun jika diarahkan individu akan
berfokus pada beberapa objek.
3) Kecemasan berat
Individu memiliki lapang persepsi yang lebih spesifik dan
rinci dan semua prilaku ditujukan agar ketegangan berkurang.
Hal ini terjadi karena untuk mengurangi suatu ketegangan
7

untuk dapat berfokus ke arah yang lain individu memerlukan


banyak arahan.
4) Panik
Kecemasan pada tingkat ini sudah berhubungan dengan hal
ketakutan akan bahaya dari luar. Kontrol diri tidak terkedali,
individu mengalami ketidakmampuan dalam melakukan
sesuatu walaupun telah dengan arahan. Disorganisasi
kepribadian yang timbul karena panik Sehingga menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik dan menurunkan kualitas untuk
berhubungan dengan orang lain dan terjadi penyimpangan
persepsi karena hilangnya pemikiran rasional.
Rentang respon kecemasan
Respon adaptif respon maladaptif

Antisipasi ringan sedang berat panik


Skema 2.1 Rentang respon kecemasan (Stuart, 2006)

c. Tanda dan gejala dari kecemasan


Menurut Hawari (2013) gejala dari kecemasan bisa dilihat dari
beberapa keluhan yang sering muncul secara klinis:
1) Pencemas, diliputi rasa khawatir, firasat buruk yang selalu
timbul, merasa takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung dan marah.
2) Ada ketegangan, gelisah, tidak tenang, mudah untuk terkejut.
3) Takut bila sendirian, takut pada banyak orang.
4) Pola tidur yang terganggu, mimpi buruk.
5) Sulit konsentrasi dan gangguan daya ingat.
6) Keluhan-keluhan somatik, seperti nyeri pada otot dan tulang,
tinitus, jantung berdebar-debar, kesulitan bernafas, gangguan
pada pencernaan, gangguan dalam berkemih, sakit kepala.
8

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan


Menurut teori yang dikemukakan oleh Stuart (2006)
kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Faktor predisposisi
a) Pandangan psikoanalitis
Dalam pandangan ini kecemasan dapat diartikan sebagai
kejadian konflik yang dapat mempengaruhi emosional hal
ini tidak dapat terlepas dari dua elemen kepribadian, yaitu
elemen kepribadian id dan elemen kepribadian superego. Id
disini adalah yang dapat mendorong kemampuan insting
dan impuls primitif, sedangkan ego fungsinya adalah
menengahi dari adanya tuntutan yang timbul dari kedua
elemen tersebut dan kaitannya dengan kecemasan yaitu
kecemasan merupakan pengingat bagi ego jika suatu saat
ada bahaya yang mengancam.
b) Pandangan interpersonal
Dalam pandangan ini kecemasan dikaitkan dengan perasaan
takut yang menjadi penyebab dari kecemasan itu sendiri
karena adanya penolakan dan ketidaksetujuan interpersonal.
Trauma seperti perpisahan, kehilangan dan kerentanan
tertentu merupakan suatu hal yang berhubungan dengan
kecemasan.
c) Pandangan prilaku
Dalam hal pandangan ini kecemasan merupakan segala
sesuatu yang dapat mengganggu dan menghambat semua
tujuan yang akan dicapai oleh seseorang. Ahli teori
mengemukakan bahwa sesuatu kecemasan yang timbul
adalah suatu fungsi pendorong untuk menghilangkan
maupun menghindari kepedihan yang dimiliki seseorang
dari keinginan pribadi.
d) Kajian keluarga
9

Cemas dan depresi merupakan suatu gangguan yang


saling berkaitan dan biasanya dapat terjad didalam
keluarga.
e) Kajian biologis
Dalam kajian ini otak berperan menghasilkan suatu
reseptor yang ditujukan untuk benzodiazepin dan berbagai
macam obat yang dapat meningkatkan atau neuroregulator
inhibisi asam gama-amino butirat (GABA) yang hal
tersebut berperan utama sebagai terjadinya mekanisme
kecemasan secara biologis.

2) Faktor presipitasi
Adapun faktor yang menjadi pencetus dari kecemasan
adalah:
a) Ancaman terhadap integritas fisik
Kelemahan atau ketidakmampuan fisik merupakan
suatu faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
kecemasan, karena dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seseorang tidak dapat melakukan aktivitas dengan baik
akan terjadi konflik emosional.
b) Ancaman terhadap sistem diri
Manusia akan dapat berperilaku yang membahayakan
bagi konsep dirinya dan membahayakan bagi fungsi sosial
disekitarnya.

e. Cara mengukur kecemasan


1) Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)
Kecemasan dapat diukur dengan skala Hamilton Rating Scale
for Anxiety (HRS-A). Instrument ini terdiri dari 14 kelompok
gejala masing. Dan setiap kelompok terperinci secara spesifik.
Penilaian terdirir dari 0 hingga 4. Skor 0 berarti tidak ada gejala
10

atau keluhan, skor 1 berarti ringan (1 gejala dari pilihan yang


ada), skor 2 berarti sedang (separuh dari gejala yang ada), skor
berat (lebih dari separuh yang ada) dan skor 4 berarti Sangat
Berat (semua gejala ada). Penilaian dengan instrument ini
dilakukan oleh psikiater atau orang yang sudah terlatih melalui
teknik wawancara. Masing-masing nilai angka dari ke 14
kelompok gejala tersebut dijumlahkan sehingga derajat
kecemasan dapat diketahui. Nilai kurang dari 14 = tidak ada
kecemasan, 14-20 = kecemasan ringan, 21-27 =kecemasan
sedang, 28-41 = kecemasan berat, 42-56 = kecemasan sangat
berat (Hawari, 2013).
2) Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS)
Spence Children’s Anxiety Scale adalah alat ukur untuk
mengukur kecemasan pada anak. instrumen ini menggunakan
skala kecemasan Spence Children's Anxiety Scale (SCAS)
Instrumen ini terdiri dari 32 pertanyaan, yang memiliki total
skor 96. Responden diminta untuk menunjukkan frekuensi
setiap gejala yang terjadi pada empat skala poin mulai dari
tidak pernah (skor 0) sampai poin selalu (skor 3). Hasil
kuesioner akan menjadi kriteria tingkat kecemasan anak: ringan
(skor <16), sedang (skor 17-32), berat (skor 33-48), dan berat
ssekali/panik (skor >49) (Spence, 2003).
3) Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) untuk preschool
Instrumen ini digunakan untuk anak usia prasekolah. Skala
dalam instrumen ini terdiri dari 28 pertanyaan kecemasan,
Skala ini dilengkapi dengan meminta orang tua untuk
mengikuti petunjuk pada lembar instrumen. Jumlah skor
maksimal pada skala kecemasan SCAS Preschool adalah 112.
28 item kecemasan tersebut memberikan ukuran keseluruhan
kecemasan, selain nilai pada 6 sub-skala masing-masing
menekankan aspek tertentu dari kecemasan anak, yaitu
11

kecemasan umum, kecemasan sosial, gangguan obsesif


kompulsif, ketakutan cedera fisik dan kecemasan pemisahan.
Hasil total skor kuesioner akan menjadi kriteria tingkat
kecemasan anak, dengan rentang skor kecemasan sebagai
berikut: ringan (skor < 28), sedang (skor 28-56), berat (skor 57-
84), dan sangat berat/panik (skor >85). Jumlah pertanyaan
dalam instrumen ini terdiri dari 6 sub-skala kecemasan dan
pada item pertanyaan sebagai berikut:
a) Kecemasan umum (1, 4, 8, 14 dan 28)
b) Kecemasan sosial (2, 5, 11, 15, 19 dan 23)
c) Gangguan obsesif kompulsif (3, 9, 18, 21 dan 27)
d) Ketakutan cedera fisik (7, 10, 13, 17, 20, 24 dan 26)
e) Kecemasan pemisahan (6, 12, 16, 22 dan 25) (Spence,
2001)
4) Faces anxiety scale for children (FACES)
Instrumen ini digunakan untuk kecemasan pada anak yang
menjalani perawatan di ruang perawatan intensif. Anak-anak
sering diminta untuk melaporkan kecemasan sebelum dan
selama prosedur medis yang menyakitkan, sebelumnya
dilakukan penyelidikan awal dari sifat psikometri dari skala
kecemasan wajah. Faces anxiety scale for children
menunjukkan berbagai tingkat kecemasan. Skor 0 memberikan
gambaran tidak ada kecemasan sama sekali, skor 1
(menggambarkan lebih sedikit kecemasan), skor 2
(menggambarkan sedikit kecemasan), skor 3 (menggambarkan
kecemasan) dan skor 4 (menggambarkan kecemasan yang
ekstrim pada anak) (Mc. Murty et al., 2011).
5) Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS).
Dalam penelitian ini digunakan instrumen pengukur
kecemasan Taylor Minnesota Anxiety Scale (TMAS) dari Janet
Taylor. Tingkat kecemasan akan diketahui dari tinggi
12

rendahnya skor yang didapatkan. TMAS berisi 50 butir


pertanyaan dimana responden menjawab keadaan “ya” atau
“tidak” sesuai dengan keadaan dirinya, dengan memberi tanda
(X) pada kolom yang disediakan. TMAS terdiri dari 13
pertanyaan unfavourable dan 37 pertanyaan favourable. Setiap
jawaban dari pertanyaan favourable bernilai 1 untuk jawaban
“ya” dan 0 untuk jawaban “tidak”. Sedang pada pertanyaan
unfavourable bernilai 1 untuk jawaban “tidak” dan 0 untuk
jawaban “ya”. Responden dinyatakan cemas jika memiliki nilai
≥ 21 dan tidak cemas jika nilai total < 21. TMAS mempunyai
derajat validitas yang cukup tinggi, akan tetapi dipengaruhi
juga oleh kejujuran dan ketelitian responden dalam mengisinya
(Taylor, 1953).
f. Dampak dari kecemasan
Menurut Handerson, (2005 dalam Simanjutak, 2012), dampak
kecemasan dapa berupa dampak positif atau negatif. Dampak
positif dapat memberikan motivasi kepada seseorang sehingga
kecemasan tersebut dapat menjadikan seseorang menjadi kuat
menghadapi tantangan. Sedangkan dampak negatifnya adalah rasa
takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi
yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini
tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang
sesungguhnya, emosi ini menjadi maladaptif. Kecemasan yang
berlebihan mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta
tubuh.
g. Penatalaksanaan kecemasan
Menurut Hawari (2013) manajemen dari kecemasan bersifat
menyeluruh antara lain:
1) Farmakologi:
Menggunakan obat-obatan berupa obat anti cemas
(anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam,
13

lorazepam, buspirone Hydrogen Cloride, meprobamate dan


alprazolam.
2) Non-farmakologi:
a) memenuhi asupan makanan yang bergizi
b) tidur yang cukup
c) olahraga teratur
d) mengurangi kebiasaan merokok
e) tidak meminum minuman yang beralkohol
f) berat badan ideal
g) memperbanyak kegiatan sosial
h) menggunakan waktu dengan baik
i) memperbaiki pola ibadah
j) mencari hiburan yang sehat
k) mengatur keuangan dengan bijak
l) terapi somatik untuk menghilangkan keluhan-keluhan pada
fisik
m)terapi supportif untuk memberikan motivasi
n) terapi edukatif untuk memberikan pemahaman tentang
kecemasan
o) terapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki
kembali (re-konstruksi) kepribadian akibat stress
p) terapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien.
q) terapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial
sehingga mengalami kecemasan
r) terapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor
pendukung.
14

3. Terapi humor television sketches


a. Definisi
Menurut Taber et al, (2007), humor adalah suatu yang dapat
menghasilkan kebahagiaan dan rasa senang melalui respon tertawa,
stimulus dari luar, proses berfikir dari dalam, karakter kepribadian
positif dan intervensi terapeutik. Terapi humor adalah suatu
stimulasi yang diberikan kepada seseorang untuk membantu
meringankan beban masalah fisik maupun psikis yang dihadapi
sehingga diharapkan masalah dapat diselesaikan dengan tanpa ada
masalah penyerta lainnya (Zajonc dalam Terapi Tawa, 2010)
b. Tipe-tipe humor
Menurut Setiawan (1990), jenis humor dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Humor personal, yaitu sebuah humor yang kecenderungannya
timbul dari kita sendiri. Misalkan seseorang yang melihat
sebatang pohon seperti melihat orang yang sedang buang air
besar.
2) Humor dalam pergaulan, yaitu segala sesuatu humor yang
muncul dari interaksi sehari-hari dengan teman. Misalkan suatu
sindiran kepada teman melalui ceramah, pidato dan kontes
lainnya yang mengarah pada sesuatu yang dapat membuat
tertawa.
3) Humor dalam kesenian, yaitu humor yang menjadi objek seni
yang dapat dinikmati bersama maupun sendiri. Misalkan cerita
humor, drama komedi dan semacamnya.
c. Tayangan humor television sketches
Ross (1999) tayangan humor television sketches merupakan
komedi yang ditanyangkan dengan waktu yang singkat dengan isi
yang berbeda-beda. Adapun Bell (2014) sketsa komedi adalah
acara komedi yang berdurasi pendek, disebut sketsa adalah yang
berlangsung sekitar 3-10 menit. Tidak seperti drama sinetron,
15

komedi sketsa umumnya tidak memiliki karakter yang sedang


berlangsung dan situasi, dan disetiap episodenya sketsa komedi
memiliki karakter aktor yang berbeda. Adapun penelitian ini akan
menggunakan tayangan komedi sketsa (television sketches) yang
berdurasi 30 menit
d. Fungsi humor
Danandjaja (dalam Suhadi, 1989), fungsi humor adalah
sebagai suatu sarana untuk membuat nyaman seseorang karena
adanya perasaan tertekan yang disebabkan berbagai macam
stressor seperti konflik sosial-ekonomi yang timbul dari luar.
Humor dapat dilakukan sehari-hari dan dapat dilakukan secara
rutin yang bersifat hiburan saja maupun untuk tujuan pemulihan
kesehatan. Selain itu menurut Setiawan (1990), humor dapat
berfungsi sebagai hiburan sehari-hari, penghilang stress dan
perasaan tertekan akan beban hidup seseorang.

4. Hubungan terapi humor dengan tingkat kecemasan


Secara fisiologis, tertawa yang dihasilkan oleh humor merupakan
aspek emosi yang di atur oleh sistem limbik (limbic system). Sistem
limbik berasal dari kata “limbus” yang berarti batas. Beberapa
komponen yang membentuk limbik antara lain hippocampus, gyrus
limbic, dan amygdale. Sistem limbik ini berperan dalam mengatur
emosi manusia baik itu emosi positif ataupun negatif (Aswin, 2005 &
Pasiak, 2004). Menurut Bark (2011) dalam konsep psiko
neuroimunologi bahwasanya semua emosi yang bersumber dari emosi
negatif akan melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh yang
sakit akan menjadi mudah terinfeksi. Dengan tertawa, tubuh dapat
menghasilkan sel pembunuh alami semacam sel putih yang dapat
meningkatkan kekebalan tubuh.
Menurut Prasetyo dan Nurtjahjanti (2011) dalam jurnal
penelitiannya yang berjudul “pengaruh penerapan terapi tawa
16

terhadap penurunan tingkat stres kerja pada pegawai kereta api”,


Kesuksesan secara psikologis seperti merasakan kepuasan,
kenyamanan dan kebahagiaan dalam bekerja dibutuhkan oleh setiap
pekerja, akan tetapi dalam kenyataan banyak pekerja yang mengalami
stres kerja. Salah satunya pegawai PT. Kereta Api bagian SDM DAOP
IV Semarang yang memiliki tuntutan harus menangani masalah-
masalah pengembangan sistem dan tata kelola ketenagakerjaan di
perusahaan. Penanganan stres dapat menggunakan terapi tawa, yaitu
metode terapi dengan humor dan tawa untuk membantu individu
menyelesaikan masalah dan gangguan fisik maupun mental.Analisis
data penelitian menggunakan statistik nonparametrik Mann-Whitney
U-Test. Terlihat bahwa nilai p hitung berdasarkan statistik z adalah
0,000 yang lebih kecil dari taraf nyata (p<0,05). Hal ini menunjukkan
data posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
memiliki perbedaan yang signifikan, dengan demikian hipotesis
penelitian dapat diterima. Berdasarkan hasil analisis data peneliti dan
evaluasi pelaksanaan terapi tawa, dapat disimpulkan bahwa terapi tawa
dapat diberikan untuk menurunkan stres kerja yang dialami oleh
pegawai PT. KAI. Penurunan stres kerja tersebut dipengaruhi oleh
komitmen dan kesediaan subyek penelitian dalam menerapkan terapi
tawa. Terapi tawa juga akan lebih efektif memberikan manfaat jika
diterapkan sebagai program yang kontinu.
Menurut Fahruliana (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Pemberian Terapi Humor Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan pada Narapidana Menjelang Masa Pembebasan Di
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Malang “ menunjukkan
bahwa, pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan terapi humor
menunjukkan adanya penurunan kecemasan pada 5subjek dari 7 subjek
yang terdapat pada kelompok eksperimen (71,4%). Sedangkan pada
kelompok kontrol, yang tidak diberikan perlakuan apapun,
menunjukkan bahwa terdapat 4 subjek (57,1%) yang mengalami
17

kenaikan skor kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa terapi humor


dapat berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
narapidana menjelang masa pembebasan,namun tidak signifikan.
Karena tidak semua subjek dalam kelompok eksperimen mengalami
penurunan kecemasan.
18

BAB III

PERENCANAAN PROGRAM

A. Pemaparan program
Kegiatan ini akan di laksanakan di Wisma Cempaka panti sosial
unit Budi Luhur Yogyakarata pada tanggal 10 Oktober 2016 dengan
melibatkan tiga belas orang lansia yang ada di wisma cempaka unit Budi
Luhur Yogyakarta dengan skenario sebagai berikut:
1. Tahap pra interaksi
mengecek perlengkapan alat berupa laptop maupun lcd monitor
pada pukul 8.00 Wib dini hari, melakukan pendataan nama
lansia. Pada pukul 08.15 Wib
2. Orientasi
Pengenalan terapi humor, penjelasan tentang kecemasan dan
terapi humor. Dilakukan pada pukul 08.15 s/d 08. 25 Wib
3. Tahap intervensi terapi humor
Pre terapi humor : melakukan identifikasi kecemasan dengan
instrument kecemasan
Terapi humor : terapi humor dilakukan dengan melihat
tayangan komedi yang di sediakan oleh mahasiswa berupa
tayangan komedi papua, warkop DKI, wayang asep, srimulat
dll.
Post terapi humor : melakukan pengecekan kembali tingkat
kecemasan pada lansia setelah intervensi terapi humor.
19

BAB IV

PEMBAHASAN PELAKSAAN PROGAM DAN EVALUASI PROGRAM

A. Pembahasan
Bab ini memuat tentang pembahasan mengenai hasil terapi humor
television sketches terhadap tingkat kecemasan pada lansia yang tersaji
dalam interpretasi dan diskusi hasil.

1. Tingkat Kecemasan Pada Lansia Sebelum Terapi Humor Television


Sketches
Tingkat kecemasan pada lansia sebelum diberikan terapi humor
television sketches, kategori terbanyak adalah responden dengan kategori
cemas sedang sebesar 50,0%. Hal ini menunjukan bahwa lansia dalam
terapi ini mengalami perasaan cemas saat di BPSTW Budi Luhur karna
multisebab seperti contoh penyakit yang diderita lansia.
Hal ini selaras menurut teori yang dikemukakan oleh Stuart (2006)
kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Faktor predisposisi
1) Pandangan psikoanalitis
Dalam pandangan ini kecemasan dapat diartikan sebagai
kejadian konflik yang dapat mempengaruhi emosional hal ini tidak
dapat terlepas dari dua elemen kepribadian, yaitu elemen
kepribadian id dan elemen kepribadian superego. Id disini adalah
yang dapat mendorong kemampuan insting dan impuls primitif,
sedangkan ego fungsinya adalah menengahi dari adanya tuntutan
yang timbul dari kedua elemen tersebut dan kaitannya dengan
kecemasan yaitu kecemasan merupakan pengingat bagi ego jika
suatu saat ada bahaya yang mengancam.
2) Pandangan interpersonal
Dalam pandangan ini kecemasan dikaitkan dengan perasaan
takut yang menjadi penyebab dari kecemasan itu sendiri karena
adanya penolakan dan ketidaksetujuan interpersonal. Trauma
20

seperti perpisahan, kehilangan dan kerentanan tertentu merupakan


suatu hal yang berhubungan dengan kecemasan.
3) Pandangan prilaku
Dalam hal pandangan ini kecemasan merupakan segala sesuatu
yang dapat mengganggu dan menghambat semua tujuan yang akan
dicapai oleh seseorang. Ahli teori mengemukakan bahwa sesuatu
kecemasan yang timbul adalah suatu fungsi pendorong untuk
menghilangkan maupun menghindari kepedihan yang dimiliki
seseorang dari keinginan pribadi.
4) Kajian keluarga
Cemas dan depresi merupakan suatu gangguan yang saling
berkaitan dan biasanya dapat terjadi didalam keluarga.
5) Kajian biologis
Dalam kajian ini otak berperan menghasilkan suatu reseptor
yang ditujukan untuk benzodiazepin dan berbagai macam obat
yang dapat meningkatkan atau neuroregulator inhibisi asam gama-
amino butirat (GABA) yang hal tersebut berperan utama sebagai
terjadinya mekanisme kecemasan secara biologis.
b. Faktor presipitasi
Adapun faktor yang menjadi pencetus dari kecemasan adalah:

c) Ancaman terhadap integritas fisik


Kelemahan atau ketidakmampuan fisik merupakan suatu faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya kecemasan, karena dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seseorang tidak dapat melakukan
aktivitas dengan baik akan terjadi konflik emosional.
d) Ancaman terhadap sistem diri
Manusia akan dapat berperilaku yang membahayakan bagi
konsep dirinya dan membahayakan bagi fungsi sosial disekitarnya.
21

2. Sesudah Terapi Humor Television Sketches


Tingkat kecemasan pada lansia di BPSTW Budi Luhur setelah
diberikan terapi humor television sketches, kategori terbanyak adalah
responden dengan kategori cemas ringan sebesar 44,4%. Hal ini dapat
dilihat bahwa terjadi penurunan dari kondisi cemas berat ke cemas sedang,
cemas sedang ke cemas ringan, dan cemas ringan ke tidak cemas. Ini dapat
menjelaskan bahwa terapi humor television sketches dapat mengurangi
kecemasan pada lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Fahruliana (2011) yang
menunjukkan bahwa, pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan
terapi humor menunjukkan adanya penurunan kecemasan pada 5 subjek
dari 7 subjek yang terdapat pada kelompok eksperimen. Sedangkan pada
kelompok kontrol, yang tidak diberikan perlakuan apapun, menunjukkan
bahwa terdapat 4 subjek yang mengalami kenaikan skor kecemasan. Hal
ini menunjukkan bahwa terapi humor dapat berpengaruh terhadap
penurunan tingkat kecemasan.
Secara fisiologis, tertawa yang dihasilkan oleh humor merupakan
aspek emosi yang di atur oleh sistem limbik (limbicsystem). Sistem limbik
berasal dari kata “limbus” yang berarti batas. Beberapa komponen yang
membentuk limbik antara lain hippocampus, gyrus limbic, dan amygdale.
Sistem limbik ini berperan dalam mengatur emosi manusia baik itu emosi
positif ataupun negatif (Aswin, 2005 &Pasiak, 2004). Menurut Bark
(2011) dalam konsep psikoneuroimunologi bahwasanya semua emosi yang
bersumber dari emosi negatif akan melemahkan sistem kekebalan tubuh
sehingga tubuh yang sakit akan menjadi mudah terinfeksi. Dengan
tertawa, tubuh dapat menghasilkan sel pembunuh alami semacam sel putih
yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh.
22

A. Evaluasi program
Pengaruh Pemberian Terapi Humor Television Sketches Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Lansia di BPSTW Budi Luhur Yogyakarta hasil
perlakuan menunjukan bahwa pemberian terapi humor television sketches
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kecemasan pada lansia di
BPSTW Budi Luhur Yogyakarta Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Fahruliana (2011) yang menunjukkan bahwa pada kelompok
eksperimen yang diberi perlakuan terapi humor menunjukkan adanya
penurunan kecemasan pada 5 subjek dari 7 subjek yang terdapat pada
kelompok eksperimen. Sedangkan pada kelompok kontrol, yang tidak
diberikan perlakuan apapun, menunjukkan bahwa terdapat 4 subjek yang
mengalami kenaikan skor kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa terapi
humor dapat berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan.
Pemberian terapi humor television sketches terhadap tingkat kecemasan
pada lansia ini berpengaruh secara bermakna. Namun terdapat faktor lain
yang dimungkinkan dapat mempengaruhi tingkat kecemasan adalah usia.
Usia yang dipilih dalam penulisan ini adalah random.
Bentuk dan tingkat kecemasan yang dialami lansia yang ada di
BPSTW masing-masing tidak sama. Hal ini karena kecemasan merupakan
perasaan subjektif yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang
bersangkutan. Secara umum perbedaan kecemasan pasien dipengaruhi
oleh ciri-ciri demografis, seperti usia dan jenis kelamin.

BAB VI
23

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh terapi humor
television sketches terhadap tingkat kecemasan pada lansia, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Ada pengaruh pemberian terapi humor television sketches terhadap tingkat
kecemasan pada lansia
2. Terdapat perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan
terapi humor television sketches yaitu adanya penurunan dari kondisi
cemas berat sebesar 22,2% menjadi 11,1% dan cemas sedang sebesar 50%
menjadi 22,2%.

B. Saran
Hasil penulisan di atas dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi profesi keperawatan
Diharapkan dapat terus meningkatkan pengetahuan tentang terapi
humor television sketches dan diimplementasikan untuk mengurangi
kecemasan khusus nya pada lansia
2. Bagi BPSTW Budi Luhur Yogykarta
Diharapkan dapat membantu program relaksasi dan meminimalisir
kecemasan lansia dengan terapi humor television sketches.
3. Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengendalikan faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian seperti partisipasi lansia,
umur lansia, keadaan fisik lansia untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat.

DAFTAR PUSTAKA
24

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik. Edisi Revisi.


Jakarta: Rineka Cipta.

Asih, P. S., Winarto, E., Sobihin. (2013). Pengaruh terapi humor terhadap
memori jangka pendek lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Dewanata
Cilacap. http://keperawatan.unsoed.ac.id/content/pengaruh-terapi-
humor-terhadap-memori-jangka-pendek-lansia-di-unit-rehabilitasi-
sosial. Diunduh 25 februari 2014
Bark, L. S (2011). Memperkuat sistem kekebalan tubuh dengan tertawa.
http://www.terapitertawa.com/?memperkuat-sistem-kekebalan-tubuh-
dengan-tertawa,58. Diunduh 11 Maret 2014
Bell, J. (2014). Sketch comedy.
http://tvcomedies.about.com/od/showsaz/g/sketchcome
dy.htm. Diunduh 11 Maret 2014
Fahruliana. (2011). Pengaruh pemberian terapi humor terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada narapidana menjelang masa pembebasan di
lembaga pemasyarakatan wanita kelas II A Malang. http://lib.uin-
malang.ac.id/files/thesis/introduction/07410083.PDF. Diunduh 9
Januari 2014
Hawari, D. (2013) Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta. Balai penebit
FKUI
Hidayat, A. A. A. (2007). Metode penelitian kesehatan & teknik analisa data.
Jakarta: Salemba Medika
Istirokhah, (2013). Pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Pegandan
Semarang.180.250.144.147/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/artic
le/.../172. Diunduh 25 Februari 2014
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Edisi revisi Ketiga.
Jakarta: Rineka Cipta.

Pasiak, T. (2004). Membangunkan raksasa tidur optimalkan kemampuan otak


anda dengan metode alissa. Jakarta: Gramedia.
Perry, G. A. & Potter, A. P (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep,
proses, dan praktik. Edisi 4. Volume 1. (Alih Bahasa: Renata
Komalasari). Jakarta: EGC

Prasetyo, & Nurtjahjanti (2012). Pengaruh penerapan terapi tawa terhadap


penurunan tingkat stress kerja pada pegawai kereta api.
ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/download/5149/4670.
Diunduh 19 Februari 2014
25

Pratiknya, A. W. (2008). Dasar-dasar metodelogi penelitian kedokteran dan


kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Riyanto. (2011). Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha


Medika

https://etd.ohiolink.edu/ap/0?0:APPLICATION_PROCESS
%3DDOWNLOAD_ETD_SUB_DOC_ACCNUM:::F1501_ID:osu11
86189837%2Cinline. Diunduh 21 Februari 2014
Rahmanadji. (2007). Sejarah, teori, jenis, dan fungsi humor.sastra.um.ac.id/wp-
content/.../Sejarah-Teori-Jenis-dan-Fungsi-Humor.pdf. Diunduh 4
Februari 2014
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan. Bagaimana cara mengatasinya. Edisi 1. Jakarta.
Pustaka poluler obor
Ross, A. (1999). The Language Of Humor. London: TJ International
Sari. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan orang tua
anak yang dirawat diruang rawat inap akut RSUP dr. MD Jamil
Padang. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
Sastroasmoro, S. & Ismail, S. (2008). Dasar – dasar metodologi penelitian klinis.
Edisi 3. Jakarta: CV. Sagung Seto

Stuart, G. W. (2007). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 5. Alih Bahasa: Romana
P. Kapoh. Jakarta: EGC

Setiawan, Arwah. (1990). Teori Humor. Jakarta: Majalah Astaga, No.3 

Sitanggang, A. P (2009). Pengaruh terapi humor terhadap peningkatan memori


pada mahasiswa fakultas
psikologi.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14526/1/09E
01123.pdf. Diunduh 25 Februari 2014

Spence, S.H., Rapee, R., McDonald, C., & Ingram, M. (2001). The structure of
anxiety symptoms among preschoolers. Behaviour research and
therapy, 39, 1293 - 1316.

Suhadi. (1989). Humor dalam Kehidupan. Jakarta: Gema Press.

Taber KH, Redden M, Hurley RA. (2007). Functional anatomy of humor: positive
affect and chronic mental illness. J Neuropsychiatry Clin Neurosci

Taylor, J. (1953). Biopsychosocial assessment tools for the elderly - assessment


summary sheet.
26

https://instruct.uwo.ca/kinesiology/9641/Assessments/Psychological/T
MAS.html. Diunduh 07 Maret 2014

Terapi Tawa. (2010). Terapi Tawa. Diunduh dari http://www.holistic-online. com/


Humor_Therapy/humor_therapy_introduction.htm.

Anda mungkin juga menyukai