Anda di halaman 1dari 8

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tebu termasuk
jenis rumput-rumputan dan dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang
mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai panen mencapai kurang lebih 1
tahun. Tebu dapat dipanen dengan cara manual atau menggunakan mesin-mesin
pemotong tebu. .
Proses pembuatan gula pasir atau gula kristal putih di PG pada dasarnya
adalah pemisahan sukrosa dari ampas tebu, kemudian diikuti dengan proses
pengkrisatalan sukrosa. Proses pembuatan gula pasir di PG meliputi beberapa
tahapan, yaitu penggilingan atau ekstraksi, pemurnian, pemanasan dan evaporasi,
kristalisasi, pemisahan kristal (sentrifugasi), serta pengeringan dan pengepakan.
Seiring dengan semakin berkembangnya mesin-mesin pembuat gula, maka
produksi gula semakin meningkat. Produksi gula saat ini jauh lebih baik dilihat
dari segi kualitas maupun kuantitas bila dibandingkan dengan produksi gula pada
waktu sebelum adanya mekanisasi.
Pabrik-pabrik gula tradisional biasanya hanya menghasilkan gula dalam
skala kecil. Hasil dari pembuatan gula tradisional kualitasnya lebih rendah, karena
gula yang dihasilkan berwarna kecoklatan atau kuning. Hal ini membuat
masyarakat enggan membeli dan distribusi gula tersebut dan hanya terbatas pada
masyarakat sekitar pabrik. Sementara itu, pabrik modern menghasilkan dalam
skala besar dengan gula berwarna putih dan memiliki mutu yang baik (Murniati,
2013).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kunjungan lapang ini yaitu:
1. Mengetahui proses pembuatan gula kristal putih dengan metode
karbonatasi di PG Semboro.
2. Mengetahui perbedaan proses pengolahan gula kristal putih pada PG
Semboro antara literatur dengan perkuliahan.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Proses Pengolahan GKP pada PG. Semboro


Tahap awal dari pembuatan gula kristal putih yang di lakukan oleh PG.
Semboroh PTPN XI yaitu tahap penggilingan. Penggilingan tebu pada PG.
Semboro dilakukan di stasiun penggilingan hingga terbentuk cairan nira mentah.
Pengoperasian stasiun penggilingan bertujuan untuk memperoleh nira pada tebu
sebanyak-banyaknya. Stasiun penggilingan adalah tahap tebu digiling,
dihancurkan , kemudian dilakukan imbibisi hingga didapatkan nira atau sukrosa
yang akan diolah menjadi bahan baku gula Kristal putih. Penggilingan tebu
dilakukan dengan menggunakan 5 mesin penggiling. Hasil proses penggilingan
pada mesin pertama, nira diambil menjadi nira mentah. Hasil dari pemerahan nira
tersebut akan menjadi bahan penggilingan Nira pada proses ketiga. Untuk hasil
dari proses penggilingan nira pada mesin kedua akan menjadi bahan penggilingan
pada nira di mesin keempat. Sementara untuk nira pada penggilingan ketiga akan
menjadi bahan baku dari proses penggilingan nira pada mesin ke kelima.
Kemudian dilakukan proses imbibisi pada penggilingan kedua dan ketiga.
Setelah nira mentah didapatkan melalui proses penggilingan, selanjutnya
nira dialirkan ke stasiun pemurnian. Fungsi dari stasiun pemurnian yaitu
memurnikan dan menghilangkan kotoran pada nira yang ditinggalkan dalam
proses penggilingan. Pada stasiun pemurnian nira mentah harus melalui proses
panas pendahuluan 1 menggunakan suhu 75o C. Kemudian nira ditambahkan susu
kapur dalam proses defekator sambil dilakukan pengadukan sampai PH mencapai
7,4 - 7,6. Setelah itu dilakukan panas pendahuluan 2 dengan suhu 105 o C . Tahap
pemurnian dilakukan menggunakan flash tank dengan penambahan flokulan.
Flokulan yang ditambahkan berupa bibit penggumpal yang akan menggumpalkan
atau mengendapkan kotoran yang terdapat di dalam Nira mentah. kemudian nira
dimasukkan ke dalam alat single tray untuk menghasilkan nira jernih dan kotoran.
Nira jernih akan dialirkan pada stasiun penguapan atau evaporator, sedangkan
kotoran akan dialirkan pada proses pembuangan lebih lanjut.
Setelah nira jernih didapatkan, nira akan diproses pada tahap penguapan.
Tahapan penguapan pada nira jernih dilakukan di stasiun penguapan atau
evaporator. PG Semboro memiliki 7 evaporator, tetapi dari 7 evaporator tersebut,
6 mesin evaporator dapat aktif digunakan, sedangkan 1 mesin evaporator yang
lain sebagai cadangan jika terjadi kerusakan pada mesin evaporator aktif. Proses
penguapan bertujuan menguapkan air hingga kadar air pada nira jernih turun
sehingga dapat menghasilkan nira kental. Apabila nira telah mengental maka nira
dalam keadaan mendekati jenuh.
Ketika nira dalam posisi mendekati jenuh maka dilakukan proses
kristalisasi, yaitu tahapan pemberian bibit gula yang disebut dengan fondan. Bibit
ini terlebih dahulu telah dilarutkan dengan air. Hasil dari tiap pan pada stasiun
kristalisasi adalah campuran gula kristal (bibit masakan) dan juga sirup nira.
Masakan A menggunakan gula C sebagai bibit masakan dan juga sirup nira.
Masakan C menggunakan gula D sebagai bibit dan juga sirup nira A. Sedangkan
masakan D menggunakan foundan sebagai bibit masakan / inti kristal, dan sirup
nira C. Hasil dari setiap pan dialirkan dengan pipa menuju stasiun putaran agar
dapat dipisahkan antara gula dan sirup nira.
Nira yang telah melalui proses kristalisasi dibawa ke stasiun karbonatasi
untuk diberi perlakuan lebih lanjut. Pada proses pemurnian nira menggunakan
teknologi karbonatasi bahan penolong yang digunakan yaitu kapur tohor. Menurut
Effendi (2009), kapur tohor yang digunakan dalam proses pemurnian harus
memiliki kemurnian yang baik dan harus memenuhi persyaratan sesuai standar
kapur tohor. Adanya kandungan impurities lebih tinggi seperti kandungan silikat
yang tinggi dapat mengganggu pengendapan pada proses klarifikasi di klarifier
dan menimbulkan kerak yang keras di juice heater dan evaporator. Tingginya
kandungan besi dan alumunium dapat menyebabkan warna nira lebih gelap,
sehingga gula yang akan terbentuk memiliki warna yang gelap pula, selain itu
garam-garam besi dan alumunium dapat menyebabkan kerak yang keras dan hasil
pemurnian nira kurang maksimal. Sedangkan apabila kandungan Mg tinggi
berpengaruh juga terhadap proses pengendapan dan penyaringan.
2.2 Proses Pengolahan GKP Berdasarkan Literatur
Proses pengolahan gula pasir putih diawali dengan tahap penggilingan
(ekstraksi). Sebelum masuk ke proses penggilingan, tebu diberi perlakuan
pendahuluan yaitu pengecilan ukuran menggunakan alat cane cutter/cane knife.
Alat penggilingan tebu terdiri dari 4-6 seri penggiling, setiap seri terdiri dari 3 rol
dengan susunan seperti segitiga. Proses penggilingan tebu dilakukan untuk
mengambil sukrosa pada tebu (nira mentah).
Menurut Reka (2012), proses penggilingan dilakukan di stasiun gilingan
dengan memecah tebu melalui proses penggilingan untuk diambil nira mentahnya.
Pengambilan sukrosa pada tebu akan meninggalkan ampas tebu yang kemudian
ampas tersebut akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar di stasiun ketel untuk
menghasilkan uap.
Pada proses penggilingan dilakukan imbibisi, yaitu penambahan air atau
nira pada ampas untuk meningkatkan efisiensi penggilingan. Penambahan air/nira
akan melarutkan gula sehingga gula dapat terekstrak maksimal. Penggilingan
terakhir imbibisi menggunakan air, kebutuhan air saat imbibisi bergantung pada
kapasitas penggilingan dan kadar serat tebu.
Nira yang diproses adalah nira dari gilingan pertama (terdapat campuran
dari gilingan satu dan dua), nira pada gilingan berikutnya digunakan untuk
imbibisi, nira yang diperoleh pada tahap ekstraksi disaring terlebih dulu,
kemudian masuk ke tahap pemurnian.
Tahapan pemurnian dilakukan untuk mendapatkan larutan sukrosa dengan
kemurnian tinggi melalui cara penghilangan sebanyak mungkin bahan bukan
sukrosa. Proses pemurnian dilakukan dengan cara sulfitasi dan karbonatasi. Proses
defekasi dilakukan dengan menggunakan kapur dan panas, kapur yang digunakan
berupa suspensi kapur Ca(OH)2 dalam air 12-15o Baume. PH nira yang semula 5,6
akan naik menjadi 7,2 atau lebih. Menurut Hartanto (2014), proses defekasi
merupakan proses pemurnian nira dengan penambahan susu kapur sampai PH
mencapai 7,2-7,4.
Pada proses defekasi, nira dipanaskan dengan suku 200 oF. Ion Ca dalam
kapur tersebut akan bereaksi dengan phospat dalam nira akan membentuk garam
phospat. Garam phospat kemudian akan menyerap dan memerangkap bahan non
gula membentuk flokulan. Sedangkan ion OH- akan bereaksi dengan Fe, Al, dan
Si, kemudian terjadi pengendapan. Buih atau kotoran yang lebih ringan dari nira
akan mengapung di atas, dan flokulan yang lebih berat akan mengendap di bawah.
Nira jernih yang diperoleh diharapkan memiliki PH 6,8-6,9. Apabila PH lebih
tinggi gula yang berbentuk akan berwarna kemerahan karena destruksi gula
reduksi naik membentuk pigmen coklat.
Proses selanjutnya yaitu sulfitasi, prinsipnya yaitu dengan penambahan
kapur sampai PH 8,5-10,5, sisa kapur diendapkan dengan gas SO2. Keuntungan
dari proses sulfitasi yaitu dapat memucatkan warna merah, ion sulfit mereduksi
ion Fe, menurunkan viskositas nira dan hal ini penting dalam kristalisasi. Menurut
Hartanto (2014), proses sulfitasi dilakukan dengan penambahan kapur yang
berlebih pada nira dan selanjutnya nira dinetralkan dengan gas belerang dioksida
(SO2) , maka akan diperoleh garam kapur yang mudah mengendap. Dari proses
tersebut akan terbentuk endapan CaCO3 dapat mengabsorbsi partikel koloid yang
ada disekitarnya sehingga kotoran yang diendapkan semakin banyak.
Kemudian dilakukan proses karbonatasi, prinsipnya yaitu pengendapan
nira dan kapur yang berlebihan sisa dari proses defekasi dan sulfitasi
menggunakan gas CO2, pada proses ini kapur yang digunakan lebih banyak dari
proses sulfitasi dan juga memerlukan banyak gas CO2 sehingga diperoleh endapan
yang banyak pula.
Tahap evaporasi yaitu pemekatan nira dengan menguapkan air dengan
porsi yang besar untuk mendapatkan konsentrasi jenuh. Alat yang digunakan yaitu
multiple effect evaporator dengan kondisi vakum. Kondisi vakum dapat
menurunkan titik didih nira pada suhu 70oC. Produk yang dihasilkan pada proses
ini yaitu nira kental atau sirup nira. Kemudian dilakukan tahap kristalisasi sukrosa
pada zona metastabil pada kejenuhan 1,25-1,4. Pada zona ini terjadi pertumbuhan
kristal dengan penambahan bibit gula.
Tahap terakhir yaitu pengeringan dan pengemasan, kristal gula yang telah
terbentuk dikeringkan dengan alat fluidized bed drier. Setelah itu dilakukan
pendinginan dan pengemasan.
2.3 Perbedaan Pemuatan GKP di PG Semboro dengan Pengolahan Dalam
Literatur
Perbedaan proses pembuatan GKP di PG semboro dengan pengolahan
dalam literatur yaitu pada proses imbibisinya. Di PG Semboro proses imbibisi
dilakukan dengan penambahan air dengan suhu 90oC pada penggilingan 1, 3, dan
4. Sedangkan dalam literatur, imbibisi dengan air biasa dilakukan pada
penggilingan ke 4. Di PG Semboro juga dilakukan remelting sebelum proses
kristalisasi, sedangkan pada literature tidak terdapat proses remelting. Di PG
Semboro, penambahan bibit gula dilakukan pada zona undersaturated, sedangkan
pada literatur penambahan bibit gula dilakukan pada zona metastabil dan proses
pemurnian di PG Semboro hanya menggunakan cara karbonatasi, sedangkan pada
literatur pemurniannya menggunakan cara sulfitasi dan karbonatasi.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada kunjungan lapang ini yaitu:
1. Pembuatan GKP dengan metode karbonatasi yaitu dengan pengendapan
nira dan kapur yang berlebih menggunakan gas CO2. Kapur yang
digunakan dalam bentuk alam, dengan proses pembakaran akan diperoleh
gas CO2 dan digunakan untuk karbonatasi.
2. Perbedaan proses pembuatan GKP di PG Semboro dan di literature yaitu
ada pada proses imbibisi, adanya remelting sebelum kristalisasi,
penambahan bibit di awal sebelum memasuki zona metastabil, dan metode
pemurnian GKP yang digunakan.

3.2 Saran
Sebaiknya saat melakukan kunjungan lapang, bis bisa datang tepat waktu
agar waktu yang ada tidak tebuang dengan percuma. Pada saat di PG seharusnya
instruktur PG bisa pemberian informasi lebih jelas lagi dengan menggunakan alat
pengeras suara, karena di dalam ruang produksi terdapat banyak mesin yang hidup
sehingga tidak dapat mendengarkan dengan jelas informasi yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, A. 2009. Teknologi Gula. Jakarta: Bee Marketer Institute. Cetakan


Pertama, hal 222 dan 223.
Hartanto, E. S. 2014. Peningkatan Mutu Produk Gula Kristal Putih Melalui
Teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi. Bogor: Balai Indutri Besar Agro.
Murniati, E. 2013. Proses Pembuatan Gula Pasir (Karbonatasi). Payakumbuh:
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh.
Reka, A. A. 2012. Pabrik Gula Kebon Agung. Malang: FTP Universitas
Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai