Antropologi Hukum
Antropologi Hukum
ttp://roufibnumuthi.blogspot.com/2012/11/hukum-dalam-perspektif-antropologi.html
diakses tgl 31/10/2018
1. Antropologi Hukum
Antropologi hukum itu adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang manusia (antropos)
yang bersangkutan dengan hukum. Manusia yang dimaksud adalah manusia yang hidup
bermasyarakat, bergaul antara yang satu dan yang lain, baik masyarakat yang masih
sederhana budayanya (primitif) maupun yang sudah modern (maju) budayanya. Budaya
yang dimaksud adalah budaya hukum, yaitu segala bentuk perilaku budaya manusia yang
mempengaruhi atau yang berkaitan dengan masalah hukum.
Masalah hukum yang dimaksud ialah bukan saja hukum dalam arti dan bentuk
perilaku sebagai kebiasaan yang berulangulang terjadi, sebagaimana dalam hukum adat;
atau hukum dalam arti dan bentuk kaidah peraturan dan bentuk kaidah peraturan
perundangan; jika demikian hukum dengan pendekatan yang normatif. Tetapi juga
masalah hukum yang dilihat dari segi-segi kecendikiawan (intelektual), filsafat, ilmu jiwa
dan lainnya yang melatar belakangi hukum itu serta cara-cara menyelesaikan sesuatu
perselisihan yang timbul dalam masyarakat.
Sasaran pokok dalam antropologi adalah manusia, baru kemudian perilaku
budayanya, tidaklah sebaliknya sebagaimana dalam ilmu yang lain. Dikarenakan
perbedaan tempat dan lingkungan, perbedaan sejarah dan asal-usulnya, perbedaan
semangat dan jiwanya, perbedaan akal dan cara berpikirnya, perbedaan budaya dan agama
yang mempengaruhinya, maka perilaku budaya manusia itu berbeda-beda antara yang satu
dan yang lain. Jadi tidak ada suatu sistem pola perilaku manusia yang seragam, dan oleh
karenanya tidak ada pula sistem pola kepribadian manusia itu yang sama.
Antropologi melihat hukum itu hanya sebagai suatu aspek dari kebudayaan yaitu
suatu aspek yang digunakan oleh kekuasaan masyarakat yang teratur dalam mengatur
perilaku manusia dan masyarakat agar tidak terjadi penyimpangan dan agar penyimpangan
yang terjadi dari norma-norma sosial yang telah ditentukan dapat diperbaiki. Dengan
demikian adat masyarakat yang menjadi suatu sistem kontrol sosial itu akan mempunyai
kekuatan hukum, apabila ia digunakan oleh kekuasaan masyarakat. Sebagaimana
dikatakan Hoebel: “Hukum itu ada pada masyarakat yang sederhana dengan hukumnya
yang sederhana atau primitive law, hukum itu ada pada masyarakat purba dengan
hukumnya yang purba atau archaic law, dan hukum itu ada pada masyarakat yang telah
maju dan hukumnya yang modern.
Maka sebagaimana telah diuraikan di atas dapatlah diketahui bahwa antropologi
hukum adalah ilmu tentang manusia dalam kaitannya dengan kaedah-kaedah sosial yang
bersifat hukum, sedangkan kaedah-kaedah sosial yang tidak bersifat hukum bukanlah
sasaran pokok dalam penelitian antropologi hukum.
Antropologi hukum sebagai ilmu tidak mungkin dibatasi pada suatu bentuk atau
bidang khusus hukum. Bentuk-bentuk seperti hukum negara, hukum adat atau hukum
agama, serta bidang-bidang seperti hukum publik atau hukum privat yang terdiferensiasi
dalam ilmu-ilmu hukum dogmatik. Penelitian antropologi hukum berhubungan dengan
semua hukum yang relevan bagi masalah penelitian khusus yang dikaji. Dalam mengkaji
hukum dalam masyarakat, antar hubungan serta interdependensi berbagai bentuk
normative serta lembaga-lembaga, serta hubunganhubungannya dengan perilaku,
manusialah yang merupakan tema pusat dalam penelitian antropologi hukum.
Antropologi hukum pada dasarnya mempelajari hubungan timbal-balik antara
hukum dengan fenomena-fenomena sosial secara empiris dalam kehidupan masyarakat;
bagaimana hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau bagaimana hukum bekerja
sebagai alat pengendalian sosial (social control) atau sarana untuk menjaga keteraturan
sosial (social order) dalam masyarakat.
2. Sosiologi Hukum
Definisi Sosiologi Menurut Para Pakar antara lain: Piritim Sorokin Sosiologi adalah
suatu ilmu yang mempelajari :
1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social
(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan
ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dsb.)
2. Hubungan dan pengaruh timbale balik antara gejala social dengan gejala-gejala non-
sosial (misalnya gejala geografis, biologis, dsb.
3. Cirri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
Roucek dan Warren Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia
dalam kelompok-kelompok. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi Sosiologi atau
ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses social,
termasuk perubahan-perubahan sosial.
Definisi hukum menurut para pakar, Mochtar Kusumaatmadja Hukum adalah keseluruhan
azas-azas dan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan masyarakat, termasuk didalamnya
lembaga dan proses untuk mewujudkan hukum itu kedalam kenyataan.
Roscoe Pound, memaknai hukum dari dua sudut pandang, yakni:
1. Hukum dalam arti sebagai tata hukum (hubungan antara manusia dengan individu
lainnya, dan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya, atau tata
sosial, atau tata ekonomi).
2. Hukum dalam arti selaku kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan
pengadilan dan tindakan administratif (harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh
manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi
hubungan mereka atau menentukan tingkah laku mereka).
Definisi Sosiologi Hukum Menurut Para Pakar, Soerjono Soekanto Sosiologi hukum
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau
mempelajari hubungan timbale balik antara hukum dengan gejala-gejala social lainnya.
Satjipto Rahardjo Sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengetahuan hukum terhadap
pola prilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.R. Otje Salman Sosiologi hukum adalah
ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara hukum dengan gejala-gejala social
lainnya secara empiris analitis.
Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum
dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Menurut Brade Meyer
1. Sociology af the law – Menjadikan hukum sebagai alat pusat penelitian secara sosiologis
yakni sama halnya bagaimana sosiologi meneliti suatu kelompok kecil lainnya. Tujuan
penelitian adalah selain untuk menggambarkan betapa penting arti hukum bagi masyarakat
luas juga untuk menggambarkan proses internalnya hukum.
2. Sociology in the law – Untuk memudahkan fungsi hukumnya, pelaksanaan fungsi hukum
dengan dibantu oleh pengetahuanatau ilmu sosial pada alat-alat hukumnya.
3. Gejala social lainnya – Sosiologi bukan hanya saja mempersoalkan penelitian secara
normatif (dassollen) saja tetapi juga mempersoalkan analisa-analisa normatif didalam rangka
efektifitas hukum agar tujan kepastian hukum dapat tercapai.
B. Hukum Persefektif Antropologi dan Sosiologi Hukum
1. Hukum Persefektif Antropologi Hukum
Awal kelahiran antropologi hukum biasanya berkaitan dengan karya klasik Sir Henry
Maine yang bertajuk “The Ancient Law”, yang secara ringkas menyatakan hukum
berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan masyarakat, dari masyarakat yang
sederhana (primitive), tradisional, dan kesukuan (tribal) ke masyarakat yang kompleks dan
modern, dan hukum yang inheren dengan masyarakat semula menekankan pada status
kemudian wujudnya berkembang ke bentuk kontrak.1[13]
Manusia sebagai pelaku-pelaku hukum dan objek hukum tidak lagi memiliki identitas
alami yang lama, melainkan berubah menjadi (hasil) konstruksi. Hasil konstruksi tersebut
adalah seperti subjek hukum, hak hukum, asas hukum, proses hukum, hubungan hukum dan
akibat hukum. Kendati demikian, masyarakat tempat hukum itu ada dan bekerja tidak
sepenuhnya ikut direkonstruksi bahkan untuk sebagian besar tetap menjalani kehidupannya
yang biasa, yaitu yang alami.2[14]
Hukum dalam perspektif antropologi dipelajari sebagai bagian yang integral dari
kebudayaan secara keseluruhan, dan karena itu hukum dipelajari sebagai produk dari
interaksi sosial yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kebudayaan yang lain, seperti politk,
ekonomi, ideologi, religi, struktur sosial, dan lain-lain atau hukum dipelajari sebagai proses
sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, hukum dalam
perspektif antropologi bukan semata-mata berwujud peraturan perundang-undangan yang
diciptakan oleh negara (state law), tetapi juga hukum dalam wujudnya sebagai peraturan-
peraturan lokal yang bersumber dari suatu kebiasaan masyarakat (customary law/folk law),
termasuk pula di dalamnya mekanismemekanisme pengaturan dalam masyarakat (self
regulation) yang juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (legal order).3[15]
Menurut pandangan antropologi, tempat hukum di dalam budaya masyarakat adalah
sangat luas. Hukum mencakupi suatu pandangan masyarakat tentang kebutuhannya untuk
survival, hukum juga merupakan aturan yang mengatur produksi dan distribusi kekayaan dan
metode untuk melindungi masyarakat terhadap kekacauan internal dan musuh dari luar.
Oleh karena itu, para antropolog mempunyai pengertian tersendiri tentang apa yang
mereka pandang sebagai hukum, yaitu antara lain:
1[13] I Nyoman Nurjaya, “Perkembangan Tema Kajian, Metodologi dan Model Penggunaannya
Untuk Memahami Fenomena Hukum di Indonesia”,
http://editorsiojo85.wordpress.com/2009/03/31/antropologi-hukum/, diakses pada tanggal 18 November
2012
2[14] Satjipto Rahardjo, 2006, Hukum dalam Jagad Ketertiban, Uki Press, Jakarta, hlm. 142
5[17] Soerjono Soekanto, 1984, Antropologi Hukum Materi Pengembangan Ilmu Hukum
Adat, C.V. Rajawali, Jakarta, h 160.
Di bawah ini akan diuraikan pandangan beberapa sarjana tentang apakan hukum itu,
berdasarkan hasil-hasil penelitian mereka di berbagai suku-suku bangsa atau masyarakat yang
kehidupan budayanya masih sederhana, di antaranya:
1. Bronislaw Malinowski
Sarjana Antropologi hukum bernama Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang pernah
melakukan pada masyarakat Trobian di Kepulauan Solomon Papua Nugini mengemukakan
bahwa untuk membedakan antara aturan hukum dengan aturan kemasyarakatan yang lain
ialah dilihat dari mekanisme kekuatan mengikat. Bahwa ciri-ciri aturan hukum itu dapat
dirinci pengertiannya sebagai berikut:
a. Dikatakan aturan-aturan hukum apabila aturan itu dirasakan dan dianggap menimbulkan
kewajiban di satu pihak dan hak-hak di lain pihak.
b. Aturan hukum itu mempunyai sanksi negatif atau sanksi positif berdasarkan kejiwaan dan
adanya mekanisme (cara bekerja) kekuatan yang mengikat.
c. Kekuatan mengikat itu terwujud dari adanya hubungan timbal balik karena proses tukar
menukar jasa.
d. Kekuatan mengikat itu didasarkan pada adanya hak untuk saling menuntut dalam hubungan
yang bersifat ganda.
e. Kekuatan mengikat itu bertambah kuat dengan adanya upacara dalam proses transaksi,
karena dengan diadakan upacara berarti umum mengetahui dan terbuka mengemukakan
pendapatnya.
Dengan demikian yang pertama, bukan rasa kebersamaan atau tanggung jawab bersama
yang menjadi sebab dan menjamin ketaatan terhadap adat sehingga timbul sifat mengikat,
sehingga adat itu menjadi hukum adat. Kedua tidaklah benar jika dikatakan dengan adanya
kepercayaan yang supernatural dan kemungkinan terhadap si pelaku pelanggaran hukum akan
dikucilkan, merupakan tindakan yang sudah cukup untuk mencegah seseorang melakukan
pelanggaran. Ketiga bahwa setiap pelanggaran adat itu dijatuhi pidana, bahkan menurut
mekanisme yang berlaku dapat diketahui yang mana yang merupakan hukum pidana dan
yang mana yang hukum perdata. Begitu pula halnya dengan masyarakat Melanesia
menurutnya:
Hukum itu tidaklah berproses dalam lembaga yang mandiri.
Hukum itu adalah suatu aspek dari kehidupan masyarakat sederhana yang sekaligus sebagai
bagian dari susunan masyarakat, dan tidak terpisahkan sebagai lembaga sendiri.
Hukum tidaklah terdapat dalam bentuk keputusan yang berkaitan dengan pelanggaran yang
akan terjadi kemudian dan kemudian baru diatur penanggulangannya.
Hukum adalah hasil dari susunan hak dan kewajiban yang mencegah seseorang untuk
menghindari tanggung jawab dari pelanggaran, oleh karenanya ia harus menanggung
akibatnya.7[19]
Teori yang dikembangkan Malinowski terhadap hukum adalah adanya prinsip timbal-
balik (principle of reciprocity) dan prinsip publisitas (principle of publicity) yang secara
empiris berlangsung dalam kehidupan masyarakat, maka semua bentuk masyarakat
betapapun sederhananya memiliki hukum dalam bentuk mekanisme-mekanisme yang
diciptakan untuk menjaga keteratuan sosial atau sebagai sarana pengendalian sosial.8[20]
2. E. Adamson Hoebel
Sarjana Antropologi Amerika E. Adamson Hoebel adalah antropolog pertama yang
melakukan kerja sama antar disiplin sarjana hukum Karl Llewellyn sehingga melahirkan
antropologi hukum. Mereka antara lain melakukan penelitian lapangan terhadap orang-orang
Indian Comanche, Chyenne, ueblos Keresan (New Mexico).
Dia memulai pengertian hukum itu dengan pengertian suatu definisi, karena suatu
definisi hanya menguraikan kata-kata sedangkan fakta-fakta adalah kenyataan yang terjadi;
memang suatu definisi adalah sekunder, tetapi gunanya bersifat fungsional.
Dalam buku mereka (Hoebel dan Karl Llewellyn) “Cheyenne Way” mereka
mengemukakan adanya empat unsur hakiki dari hukum yang mengelompok sebagai suatu
7[19] Hilman Hadikusuma, 1986, Antropologi Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 47-
50.
9[21] Teguh Prasetyo, 2007, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum Studi Pemikiran Ahli Hukum Sepanjang
Zaman, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h, 115-117.
4. P. J. Bohannan
P.J.Bohannan, bukunya berjudul ”Justice and Judgement Among the Tiv”,
mengemukakan sebagai berikut:
1) Orang-orang yang terlibat dalam suatu peristiwa sosial akan menafsirkan peristiwa itu,
2) Mereka akan menyusun sistem-sistem yang berarti dalam hubungan sosial itu,
14[26] Teguh Prasetyo, 2007, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum Studi Pemikiran Ahli, h. 117.
5. Leopold J. Pospisil
Leopold J. Pospisil berasal dari Cekoslovakia, bukunya yang terkenal adalah
“Anthropology of Law: a Comparative Theory”. Menurutnya hukum dikenal Melalui
identitas yang mempergunakan atribut-atribut atau ciri-ciri yang dapat dipergunakan untuk
membedakan hukum dari gejala-gejala sosial lainnya (misalnya ekonomi, politik dan lain-
lain). Di dalam penelitiannya terhadap berbagai masyarakat, ia membuat suatu analisa
perbandingan, sehingga menghasilkan 4 atribut hukum, yakni:
1. wewenang (authority), merupakan kekuasaan yang diakui, sehingga keputusan- keputusan
yang dihasilkan oleh pihak yang berwenang diikuti oleh pihak- pihak lainnya.
2. tujuan agar hukum diperlakuakn secara universal (intention of universal application), apabila
ada masalahmasalan di kemudian hari, maka hal itu akan diputuskan berdasarkan prinsip-
prinsip yang sama, walaupun kemungkinan terjadinya variasi tentu ada.
3. hak dan kewajiban (obligation), ini harus ada di dalam setiap keputusan pihak yang
berwenang. Di dalam keputusan-keputusan yang menyangkut hubungan antara pihak-pihak
tertentu, maka salah satu pihak mempunyai hak atau wewenang, sedangkan pihak lain
mendapat kewajiban atau tugas. Hak dan kewajiban tersebut hanyalah menyangkut pribadi-
pribadi yang masih hidup.
19[31] Ali, Achmad., Menguak Tabir Hukum “Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis”,( PT.
Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002), h. 9
Disadari bahwa hukum merupakan salah satu dari pranata-pranata yang bersifat sentral
bagi sifat sosial manusia dan yang tanpa pranata-pranata itu, maka manusia akan menjadi
suatu makhluk yang sangat berbeda. Banyak bidang pemikiran dan tindakan, yang di
dalamnya hukum, ditelaah dan terus memainkan peran besar dalam kegiatan manusia.
Pemikiran tentang hukum telah berkembang sepanjang sejarah umat manusia. Para filosof
mulai dari Plato hingga Marx telah menegaskan betapa hukum adalah sesuatu yang buruk,
yang menjadikan umat manusia akan melakukan dengan baik untuk mengendarai cirinya
sendiri. Namun demikian, terhadap semua keraguan filosofis tersebut, pengalaman telah
membuktikan bahwa hukum merupakan salah satu dari kekuatan-kekuatan besar yang
menciptakan peradaban dalam masyarakat manusia, di mana perkembangan peradaban
umumnya telah dikaitkan dengan perkembangan gradual suatu sistem aturan-aturan hukum,
bersama-sama dengan mekanisme untuk penegakannya yang teratur dan efektif.
Namun demikian, seperti yang pernah dikemukakan oleh Prof. Dennis Lloyd (1982),
ketentuan hukum tidak berada dalam suatu ruang kosong, tetapi ditemukan berdampingan
dengan aturan-aturan moral dengan kompleksitas atau kurang-lebih yang berwujud kepastian.
Di lain pihak, hukum juga merupakan salah satu “gejala sosial” , yang diterapkan di dalam
masyarakat yang berbeda-beda satu sama lain. Olehnya, kitapun tak dapat menafikan wujud
hukum sebagai “realitas sosial”.
Dalam perkembangannya, paling tidak ada tiga jenis kajian yang dapat digunakan
dalam mempelajari ilmu hukum, yaitu : (a) Kajian normatif, yang memandang hukum hanya
dalam wujudnyasebagai aturan dan norma; (b) Kajian filosofis, yang memandang hukum
sebagai pemikiran, dan (c) Kajian sosiologis, yang memandang hukum sebagai perilaku.
Kajian sosiologis terhadap hukum menunjukkan karakter pandangan empiris. Mereka
ingin melakukan pemahaman secara sosiologis terhadap fenomna hukum. Jadi,
“interpretative understanding of sosial conduct” ( suatu usaha untuk memahami objeknya dari
segi tingkah laku sosial), meliputi : “ causes, its course, and its effects”. Fenomena hukum
dari sudut pandangan aliran sosiologis ini adalah gejala-gejala yang mengandung streotip
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Kebangkitan kembali kajian-kajian sosial mengenai hukum pada dekade 1960-1970 an,
diikuti juga dengan kelahiran critical legal thought generasi baru, seperti studi hukum kritis
(critical legal studies-CLS). Menurut Erlyn Indarti CLS adalah salah satu dari 4 paradigma
utama yaitu: Positivisme,Post-positivisme,Critical Theory et al dan
Kontruktivisme20[32].CLS atau Critical Theory et al sebagai salah satu aliran atau mashab
dalam pemikiran hukum, kehadirannya telah menginspirasi jurisprudence-jurisprudence baru
semacam feminist jurisprudence dan critical race theories. Sebagian orang menilai CLS
bukan sebagai aliran pemikiran hukum melainkan hanya gerakan dalam pemikiranhukum.
Sementara realisme hukum, menurut Karl Llewellyn bukan sebuah filsafat melainkan
teknologi. Realisme hukum tidak lebih dari hanya sekedar teknologi.
Baik kajian-kajian sosial mengenai hukum maupun pemikiran kritis mengenai hukum
sama-sama berasumsi bahwa hukum tidak terletak di dalam ruang hampa. Hukum tidak dapat
eksis, dan oleh karena itu tidak dapat dipelajari, dalam ruang yang vakum.21[33]
Hukum terletak dalam ruang sosial yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan di luar
hukum. Bagi kalangan instrumentalis, hukum bahkan dianggap hanya sebagai instrumen yang
mengabdi kepada kepentingan kelompok berkuasa. Pendapat ini sedikit berbeda dengan
kelompok strukturalis yang , sekalipun mengakui pengaruh kekuatan di luar hukum terhadap
hukum, namun menganggap hukum masih memiliki otonomi relatif. Sekalipun demikian,
terdapat sedikit perbedaan antara kajian-kajian sosial terhadap hukum dengan pemikiran
kritis mengenai hukum. Studi hukum perspektif sosiologis melihat hukum sebagai salah satu
faktor dalam sistem sosial yang dapat menentukan dan ditentukan. Ada sejumlah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan hal ini, seperti: apply sosial science to law, sosialscientific
approaches to law, disciplines that apply sosial scientific perspective to study of law.
Sedangkan critical legal thought, mencoba menjelaskan hukum dengan meminjam bantuan
dari ilmu-ilmu sosial.
Terdapat perbedaan mengenai daftar ilmu-ilmu sosial yang dimasukkan ke dalam
cakupan studi hukum perspektif sosiologis. Sekalipun demikian, ada 5 disiplin ilmu yang
selalu masuk ke dalam daftartersebut, yakni sosiologi hukum, antropologi hukum, sejarah
hukum, politik hukum (hubungan politik dengan hukum) dan psikologi hukum. Terus
berkembangnya minat untuk mengkaji hukum menyebabkan lahirnya disiplin-disiplin baru
yang masuk ke dalam cakupan studi hukum perspektif sosiologis seperti administrasi publik.
Ilmu-ilmu sosial yang masuk ke dalam studi hukum perspektif sosiologis tergolong
sebagai ilmu hukum (dalam arti luas). Ilmu hukum pun dibagi ke dalam 2 kelompok yakni:
ilmu hukum normatif, yang juga popular disebut sebagai dogmatika hukum dan ilmu hukum
20[32] http://kukuhtirtas.blogspot.com/2012/02/studi-hukum-dalam-perspektif-ilmu.html
21[33] http://kukuhtirtas.blogspot.com/2012/02/studi-hukum-dalam-perspektif-ilmu.html
empirik. Kelompok disiplin ilmu yang masuk ke dalam socio-legal studies, masuk ke dalam
kelompok ilmu hukum empirik. Dalam konsepsi Meuwissen, ilmu hukum atau dogmatika
hukum adalah disiplin hukum yang paling rendah tingkat abstraksinya. Sedangkan filsafat
hukum adalah disiplin hukum yang tingkat abstraksinya paling tinggi. Di tengah-tengah ilmu
hukum dan filsafat hukum terdapat teori hukum (jurisprudence). Penggolongan yang
dirumuskan oleh Meuwissen tentulah bertetangan dengan pendapat yang mengatakan bahwa
hampir semua disiplin ilmu yang masuk ke dalam studi hukum perspektif sosiologis adalah
anak dari induknya yang nota bene adalah ilmu sosial. Sosiologi hukum adalah anak dari
ilmu sosiologi. Antropologi hukum adalah anak dari antrpologi budaya dan sejarah hukum
adalah anak dari ilmu sejarah.
Di awal-awal kemunculannya, studi hukum perspektif sosiologis banyak dipengaruhi
oleh aliran pemikiran kiri. Teori Kritis dari Mazhab Frankfurt dan new left berkontribusi
banyak pada socio-legal studies. Sekalipun ada anggapan bahwa studi hukum perspektif
sosiologis banyak dipengaruhi teori-teori berhaluan kiri, namun kajian ini justru menuai kritik
dari kelompok kiri sendiri. Adalah kelompok Marxist legal sociologist dari Inggris yang
menuding pemikir studi hukum perspektif sosiologis sebagai kaum liberal yang karya-
karyanya defisit dan konservatif. Mulai dekade 1980-an, studi hukum perspektif sosiologis
banyak diwarnai juga oleh kajian-kajian post-modernisme. Studi hukum perspektif sosiologis
mengembangkan konsep anti metanarasi, anti totalitas dan anti universalitas ke dalam kajian-
kajian mengenai hukum. Studi hukum perspektif sosiologis mempertanyakan tafsir monolitik
dari pengambil kebijakan, universalitas dari pemberlakukan undang-undang dan kebenaran
dari doktrin-doktrin (metanarasi) klasik seperti rule of law dan equality before the law.22[34]
Studi sosiologi berbeda dengan sosiologi hukum, dimana sosiologi hukum benih
intelektualnya terutama berasal dari sosiologi arus utama, dan bertujuan untuk dapat
mengkonstruksi pemahaman toritik dari sistem hukum. Ha itu dilakukan oleh para sosiolog
hukum dengan cara menempatkan hukum dalam kerangka struktur sosial yang luas.
Hukum sebagai mekanisme regulasi sosial dan hukum sebagai sesuatu profesi dan
disiplin, menjadi perhatian dalam studi ini. Studi ini banyak memusatkan perhatian kepada
wacana hukum yang merupakan bagian dari pengalaman dalam kehidupan keseharian
masyarakat. Hukum yang dimaksud adalah kaidah atau norma sosial yang telah ditegaskan
sebagai hukum dalam bentuk perundang-undangan. Lingkup kajiannya adalah mengenai
berfungsi atau tidaknya hukum dalam masyarakat dengan melihat aspek struktur hukum, dan
22[34] http://kukuhtirtas.blogspot.com/2012/02/studi-hukum-dalam-perspektif-ilmu.htm
aparat penegak hukum. Beberapa konsep penting yang dikaji adalah mengenai pengendalian
sosial, sosialisasi hukum, stratifikasi, perubahan hukum dan perubahan sosial.
a. Ruang lingkup Sosiologi Hukum, Dasar sosial dari hukum dengan anggapan bahwa hukum
timbul dan tumbuh dari proses sosial lainnya (the genetic sociology of law), Efek hukum
terhadap gejala-gejala social lain (the operational sociology of law);
Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan penyelesaiannya
pada masyarakat sederhana dan modern sesuai dengan budaya masing-masing
Psikologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu
perwujudan jiwa manusia dengan tujuan penyerasian terhadap hukum
Perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang memperbandingkan sistem hukum yang
berlaku didalam satu atau beberapa mayarakat dengan tujuan melakukan pembinaan hukum
Sejarah hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum masa lampau (masa
penjajahan kolonial belanda) sampai dengan sekarang dengan tujuan pembinan terhadap
hukum
Politik hukum adalah memilih nilai-nilai dan menerapkannya dalam kehidupan
Nilai yaitu konsepsi abstrak dalam pikiran manusia tentang sesuatu hal yang baik atau buruk
Disiplin yaitu suatu ajaran yang menentukan apakah yang seharusnya atau seyogyanya
dilakukan dalam menghadapi kenyataan
b. Perihal perspektif dari pada sosiologi hukum, maka secara umum ada dua pendapat utama,
yaitu sebagai berikut :
Pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa kepada sosiologi hukum harus diberikan suatu
fungsi yang global, artinya sosiologi hukum harus menghasilkan suatu sintesa antara hukum
sebagai sarana organisasi sosial dan hukum sebagai sarana dari keadilan. Didalam fungsi
tersebut maka hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum
didalam mengidentifikasi konteks sosial dimana hukum tadi diharapkan berfungsi.
Pendapat-pendapat lain menyatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum adalah justru dalam
bidang penerangan dan pengkaidahan, dimana sosiologi hukum dapat mengungkapkan data
tentang keajegan-keajegan mana didalam masyarakat yang menuju pada pembentukan hukum
(baik melalui keputusan penguasa maupun melalui ketetapan bersama dari para warga
masyarakat terutama yang menyangkut hukum fakultatif).
Dari perspektif sosiologi hukum tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa kegunaan
sosiologi hukum adalah sebagai berikut :
Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman
terhadap hukum didalam konteks sosial.
Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan kemampuan
untuk mengadakan analisa terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana
untuk mengubah masyarakat atau sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai
keadaan-keadaan sosial tertentu.
Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk
mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum didalam masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Antropologi hukum pada dasarnya adalah subdisiplin ilmu hukum empiris yang
memusatkan perhatiannya pada studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan
antropologis. Kendati demikian, darisudut pandang antropologi, sub disiplin antropologi
budaya yang memfokuskankajiannya pada fenomena empiris kehidupan hukum dalam
masyarakat secaraluas dikenal sebagai antropologi hukum. Antropologi hukum pada dasarnya
mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum dengan fenomena-fenomenasosial secara
empiris dalam kehidupan masyarakat; bagaimana hukum berfungsidalam kehidupan
masyarakat, atau bagaimana hokum bekerja sebagai alatpengendalian sosial ( social control )
atau sarana untuk menjaga keteraturansosial ( social order ) dalam masyarakat. Dengan kata
lain, studi-studiantropologis mengenai hokum memberi perhatian pada segi-segi
kebudayaanmanusia yang berkaitan dengan fenomena hukum dalam fungsinya sebagaisarana
menjaga keteraturan sosial atau alat pengendalian social.
Sedangkan sosiologi sendiri merupakan Studi hukum dalam perspektif ilmu sosial
merupakan sebuah ikhtiar melakukan konstuksi hukum yang didasarkan pada fenomena
sosial yang ada. Prilaku masyarakat yang dikaji adalah prilaku yang timbul akibat
berinteraksi dengan sistem norma yang ada. Interaksi itu muncul sebagai bentuk reaksi
masyarakat atas diterapkannya sebuah ketentuan perundang-undangan positif dan bisa pula
dilihat prilaku masyarakat sebagai bentuk aksi dalam memengaruhi pembentukan sebuah
ketentuan hukum positif.
Dengan demikian, kajian sosiologi hukum adalah suatu kajian yang objeknya
fenomena hukum, tetapi menggunakan optik ilmu sosial dan teori-teori sosiologis, sehingga
sering disalahtafsirkan bukan hanya oleh kalangan non hukum, tetapi juga dari kalangan
hukum sendiri. Yang pasti Kajian yang digunakan dalam kajian sosiologi hukum berbeda
dengan Kajian yang digunakan oleh Ilmu Hukum seperti Ilmu Hukum Pidana, Ilmu Hukum
Perdata, Ilmu Hukum Acara, dan seterusnya. Persamaannya hanyalah bahwa baik Ilmu
Hukum maupun Sosiologi Hukum, obyeknya adalah hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Hilman Hadikusuma, Pengantar Antropologi Hukum, (PT.Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung, 2004).
Ali, Achmad., Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis”, (PT. Gunung Agung Tbk,
Jakarta,
2002)
Soerjono Soekanto, 1984, Antropologi Hukum Materi Pengembangan Ilmu Hukum Adat, (C.V. Rajawali,
Jakarta, TT).
_______________, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1982)
_______________, “Mengenal Sosiologi Hukum”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989)
Satjipto rahardjo, “Ilmu Hukum” (Bandung: Alumni, 1982)
_____________, 2006, Hukum dalam Jagad Ketertiban, (Uki Press, Jakarta,TT)
R.Otje Salman, “Sosiologi Hukum : Suatu Pengantar, ( Bandung: Armico, 1992) .
Ali, Achmad., Menguak Tabir Hukum “Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis”,( PT. Gunung Agung Tbk,
Jakarta, 2002).
http://kukuhtirtas.blogspot.com/2012/02/studi-hukum-dalam-perspektif-ilmu.html
http://adikanina1987.wordpress.com/2012/05/14/ruang-lingkup-antropologi-hukum/
http://abdulganilatar.blogspot.com/2011/05/sejarah-pemikiran-hukum-responsif.html
http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/
Nyoman Nurjaya, “Perkembangan Tema Kajian, Metodologi dan Model Penggunaannya Untuk Memahami
Fenomena Hukum di Indonesia”,
http://editorsiojo85.wordpress.com/2009/03/31/antropologi-hukum/, diakses pada tanggal 18
November 2012
23[1] http://adikanina1987.wordpress.com/2012/05/14/ruang-lingkup-antropologi-
hukum/
24[2] http://abdulganilatar.blogspot.com/2011/05/sejarah-pemikiran-hukum-
responsif.html
25[3] Ali, Achmad., Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal. 9,