Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH IMUNOLOGI

IMUNOMODULATOR

Dosen Pengampu : Siti Mutripah, M.Si

Disusun oleh :

1. Kurnia Rahayu Hanifah (15.02.00034)

2.Lika Pitriani (15.02.00036)

STIKES PAGUWARMAS MAOS CILACAP

PRODI S1 FARMASI

2018
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 3
II.1 Imunomodulator ....................................................................................................... 3
11.2 Sitokin ..................................................................................................................... 9
11.2.1 Mekanisme Sitokin dan Pembagiannya ........................................................... 9
11.2.3 Sitokin dan Penyakit....................................................................................... 13
11.3 Sifat Umum Sitokin ............................................................................................... 14
11.4.Kelompok Fungsional dari Sitokin ..................................................................... 14
11.5 Peran Sitokin dalam Mediasi Imunitas Innate dan Adaptif.... Error! Bookmark not
defined.
11.5.1 Sitokin pada Imunitas Non spesifik ....................Error! Bookmark not defined.
11.5.2 Sitokin pada Imunitas Spesifik ...........................Error! Bookmark not defined.
11.5.3 Sitokin dalam Stimulasi Pembentukan Sel Hemopoetik ...... Error! Bookmark not
defined.

i
i
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistim imun ialah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk


mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya
yang dapat ditimbulkan berbagai bahan di lingkungan. Fungsi sistem imun
antara lain adalah, melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit,
menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing
(bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam
tubuh, menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel)
untuk perbaikan jaringan, mengenali dan menghilangkan sel yang
abnormal.

Sistem imun, terdiri atas dua yaitu, Pertahanan lapis pertama ;


pertahanan fisik (physical barrier), dan sistem kekebalan tubuh, terbagi
dua yaitu Sistem kekebalan nonspesifik (alami) (innate immune system)
dan Sistem kekebalan spesifik (didapat/adaptif) (learned/adaptive immune
system). Semakin baik pertahanan suatu sistem imun, baik physical barrier
atau Sistem kekebalan nonspesifik maupun spesifik, maka makin baik
peran dan fungsi yang ditunjukkan oleh sel. Tetapi Pada keadaaan di mana
fungsi dan jumlah sel imunokompeten kurang adekuat, maka upaya
peningkatan melalui pemberian imunostimulator menjadi sangat vital.
Seiring dengan makin berkembangnya pemahaman mengenai
respon imun tubuh dalam menghadapi infeksi maupun penyakit lain,
makin berkembang pula penelitian mengenai komponen yang dapat
mempengaruhi respon imun tersebut. Adanya pengetahuan mengenai
bagaimana sel berkomunikasi (berinteraksi) memungkinkan kita untuk
mengembangkan cara memanipulasi jalur komunikasi tersebut. Bahan-
bahan yang dapat memodulasi sistim imun tubuh tersebut dikenal sebagai
imunomodulator. Imunomodulator ini terdiri atas imunostimulator,
imunorestorasi, dan imunosupresi.
Secara klinis imunomodulator digunakan pada pasien dengan
gangguan imunitas, antara lain pada kasus keganasan, HIV/AIDS,
malnutrisi, alergi, tuberkulosis dan lain-lain dengan meningkatkan,
menekan, ataupun mampu mengembalikan kekebalan daya tahan tubuh.
Dalam pengobatan Tuberkulosis tentunya peran obat ini adalah sebagai
tambahan disamping penggunaan obat anti Tuberkulosis.
Oleh karena itu, berdasarkan deskripsi diatas, dan sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai
kesehatan, produksi dan konsumsi berbagai bahan yang bekerja sebagai
imunomodulator ini juga meningkat. Saat ini di Indonesia beredar ratusan
produk berbahan herbal maupun sintetik baik dari dalam maupun luar
negeri yang dapat digunakan sebagai imunomodulator. Produk-produk
tersebut terdaftar sebagai obat dan suplemen makanan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Memahami apa yang dimaksud immunodulator


2. Memahami apa yang dimaksud dengan sitokin
3. Memahami tentang peran sitokin dalam mediasi imunitas innate dan
adaptif
4. Memahami sitokin dalam stimulasi pembentukan sel hemopoetik

i
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Imunomodulator

Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan


memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan
yang fungsinya berlebihan. Imunodulator adalah senyawa / zat yang
membantu memodulasi / meregulasi sistim imun. Regulasi adalah proses
menormalkan/mengoptimalkan (sistim imun).
Obat yang meregulasi sistem imun, bekerja menurut 3 (tiga) cara, yaitu
Imunorestorasi (mengembalikan), meningkatkan (imunostimulan), dan
menekan (imunosupresan).
a) Imunorestorasi
Ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang
terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun,
seperti: immunoglobulin dalam bentuk Immune Serum Globulin
(ISG), Hyperimmune Serum Globulin (HSG), plasma,
plasmapheresis, leukopheresis, transplantasi sumsum tulang, hati dan
timus.
ISG dan HSG
Diberikan untuk memperbaiki fungsi sistem imun pada penderita
dengan defisiensi imun humoral, baik primer maupun sekunder.
ISG dapat diberikan secara intravena dengan aman. Defisiensi
imunoglobulin sekunder dapat terjadi bila tubuh kehilangan Ig
dalam jumlah besar, misalnya pada sindrom nefrotik,
limfangiektasi intestinal, dermatitis eksfoliatif dan luka bakar.
Plasma
Infus plasma segar telah diberikan sejak tahun 1960 dalam usaha
memperbaiki sistem imun. Keuntungan pemberian plasma adalah

i
semua jenis imunoglobulin dapat diberikan dalam jumlah besar
tanpa menimbulkan rasa sakit.
Plasmapheresis
Plasmapheresis (pemisahan sel darah dari plasma) digunakan
untuk memisahkan plasma yang mengandung banyak antibodi
yang merusak jaringan atau sel, seperti pada penyakit: miastenia
gravis, sindroma goodpasture dan anemia hemolitik autoimun.
Leukopheresis
Pemisahan leukosit secara selektif dari penderita telah dilakukan
dalam usaha terapi artritis reumatoid yang tidak baik dengan cara-
cara yang sudah ada.
b) Imunostimulasi
Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara
memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang
merangsang sistem tersebut. Biological Response Modifier (BRM)
adalah bahan-bahan yang dapat merubah respons imun, biasanya
meningkatkan. Bahan yang disebut imunostimulator itu dapat dibagi
sebagai berikut :
i. Biologik
Hormon Thymus
Sel epitel timus memproduksi beberapa jenis homon yang
berfungsi dalam pematangan sel T dan modulasi fungsi sel T
yang sudah matang. Ada 4 jenis hormon timus, yaitu timosin
alfa, timolin, timopoietin dan faktor humoral timus. Semuanya
berfungsi untuk memperbaiki gangguan fungsi imun
(imunostimulasi non-spesifik) pada usia lanjut, kanker,
autoimunitas dan pada defek sistem imun (imunosupresi)
akibat pengobatan. Pemberian bahan-bahan tersebut jelas
menunjukkan peningkatan jumlah, fungsi dan reseptor sel T
dan beberapa aspek imunitas seluler. Efek sampingnya berupa
reaksi alergi lokal atau sistemik.
Limfokin

i
Disebut juga interleukin atau sitokin yang diproduksi oleh
limfosit yang diaktifkan. Contohnya ialah Macrophage
Activating Factor (MAF), Macrophage Growth Factor (MGF),
T-cell Growth Factor atau Interleukin-2 (IL-2), Colony
Stimulating Factor (CSF) dan interferon gama (IFN-γ).
Gangguan sintetis IL-2 ditemukan pada kanker, penderita
AIDS, usia lanjut dan autoimunitas.
Interferon
Ada tiga jenis interferon yaitu alfa, beta dan gama. INF-α
dibentuk oleh leukosit, INF-β dibentuk oleh sel fibroblas yang
bukan limfosit dan IFN-γ dibentuk oleh sel T yang diaktifkan.
Semua interferon dapat menghambat replikasi virus DNA dan
RNA, sel normal dan sel ganas serta memodulasi sistem imun.
Antibodi monoklonal
Diperoleh dari fusi dua sel yaitu sel yang dapat membentuk
antibodi dan sel yang dapat hidup terus menerus dalam biakan
sehingga antibodi tersebut dapat dihasilkan dalam jumlah yang
besar. Antibodi tersebut dapat mengikat komplemen,
membunuh sel tumor manusia dan tikus in vivo.
Transfer factor / ekstrak leukosit
Ekstrak leukosit seperti Dialysed Leucocyte Extract dan
Transfer Factor (TF) telah digunakan dalam imunoterapi.
Imunostimulasi yang diperlihatkan oleh TF yang spesifik asal
leukosit terlihat pada penyakit seperti candidiasis mukokutan
kronik, koksidiomikosis, lepra lepromatosa, tuberkulosis, dan
vaksinia gangrenosa.
Lymphokin-Activated Killer (LAK) cells
Adalah sel T sitotoksik singeneik yang ditimbulkan in vitro
dengan menambahkan sitokin seperti IL-2 ke sel-sel seseorang
yag kemudian diinfuskan kembali. Prosedur ini merupakan
imunoterapi terhadap keganasan.
Bahan Asal Bakteri

i
 BCG (Bacillus Calmette Guerin), memperbaiki produksi
limfokin dan mengaktifkan sel NK dan telah dicoba pada
penanggulangan keganasan (imuno-stimulan non-
spesifik).
 Corynebacterium parvum (C. parvum), digunakan sebagai
imunostimulasi non-spesifik pada keganasan.
 Klebsiella dan Brucella, diduga memiliki efek yang sama
dengan BCG.
 Bordetella pertusis, memproduksi Lymphocytosis
Promoting Factor (LPF) yang merupakan mitogen untuk
sel T dan imunostimulan.
 Endotoksin, dapat merangsang proliferasi sel B dan sel T
serta mengaktifkan makrofag.
Bahan asal jamur
Berbagai bahan telah dihasilkan dari jamur seperti lentinan,
krestin dan schizophyllan. Bahan-bahan tersebut merupakan
polisakarida dalam bentuk beta-glukan yang dapat
meningkatkan fungsi makrofag dan telah banyak digunakan
dalam pengobatan kanker sebagai imunostimulan non-
spesifik.5 Penelitian terbaru menemukan jamur Maitake
(Grifola frondosa) yang mengandung beta-glukan yang lebih
poten sebagai imunostimulan pada pasien dengan HIV-AIDS,
keganasan, hipertensi dan kerusakan hati (liver ailments).
ii. Sintetik
Levamisol
Merupakan derivat tetramizol yang dapat meningkatkan
proliferasi dan sitotoksisitas sel T serta mengembalikan anergi
pada beberapa penderita dengan kanker (imunostimulasi non-
spesifik). Telah digunakan dalam penanggulangan artritis
reumatoid, penyakit virus dan lupus eritematosus sistemik.
Isoprinosin

i
Disebut juga isosiplex (ISO), adalah bahan sintetis yang
mempunyai sifat antivirus dan meningkatkan proliferasi dan
toksisitas sel T. Diduga juga membantu produksi limfokin (IL-
2) yang berperan pada diferensiasi limfosit, makrofag dan
peningkatan fungsi sel NK.
Muramil dipeptida (MDP)
Merupakan komponen aktif terkecil dari dinding sel
mycobacterium. Pada pemberian oral dapat meningkatkan
sekresi enzim dan monokin. Bila diberikan bersama minyak
dan antigen, MDP dapat meningkatkan baik respons seluler
dan humoral.
Bahan-bahan lain :
Berbagai bahan yang telah digunakan secara eksperimental di
klinik adalah:
- Azimexon dan ciamexon: diberikan secara oral dan dapat
meningkatkan respons imun seluler.
- Bestatin: diberikan secara oral dan dapat meningkatkan
respons imun seluler dan humoral.
- Tuftsin: diberikan secara parenteral dan dapat
meningkatkan fungsi makrofag, sel NK dan granulosit.
- Maleic anhydride, divynil ether copolymer: diberikan secara
parenteral dan dapat meningkatkan fungsi makrofag dan sel
NK.
- 6-phenil-pyrimidol: diberikan secara oral dan dapat
meningkatkan fungsi makrofag dan sel NK.
c) Imunosupresi
Merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun.
Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah
reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang
menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau
auto-inflamasi.

i
Steroid
Steroid seperti glukokortikoid atau kortikosteroid (KS)
menunjukkan efek anti-inflamasi yang luas dan imunosupresi.
Efek ini nampak dalam berbagai tingkat terhadap produksi,
pengerahan, aktivasi dan fungsi sel efektor. Efek anti-inflamasi
dan efek imunosupresi KS sulit dibedakan karena banyak sel,
jalur dan mekanisme yang sama terlibat dalam kedua proses
tersebut. KS efektif terhadap penyakit autoimun yang sel T
dependen seperti tiroiditis Hashimoto, berbagai kelainan kulit,
polymiositis, beberapa penyakit reumatik, hepatitis aktif dan
inflammatory bowel disease.
Cyclophosphamide atau cytoxan dan chlorambucil
Merupakan alkylating agent yang dewasa ini banyak digunakan
dalam pengobatan imun, sebagai kemoterapi kanker dan pada
transplantasi sumsum tulang. Oleh karena efek toksiknya, hanya
digunakan pada penyakit berat.
Anatagonis purin: Azathioprine dan Mycophenolate Mofetil
Azathioprine (AT) digunakan di klinik sebagai transplantasi,
artritis reumatoid, LES, inflamatory bowel disease, penyakit saraf
dan penyakit autoimun lainnya. Mycophenolate Mofetil (MM)
adalah inhibitor iosine monophosphate dehydrogenase, yang
berperan pada sintetis guanosin. Digunakan pada transplantasi
(ginjal, jantung, hati), artritis reumatoid dan kondisi lain seperti
psoriasis.
Cyclosporine-A, Tacrolimus (FK506) dan Rapamycin
Ketiga obat di atas digunakan untuk mencegah reaksi penolakan
pada transplantasi antara lain: sumsum tulang dan hati.
Methotrexate (MTX)
Merupakan antagonis asam folat yang digunakan sebagai anti
kanker dan dalam dosis yang lebih kecil digunakan pada
pengobatan artritis reumatoid, juvenile artritis reumatoid,

i
polymyositis yang steroid resisten dan dermomyositis, sindrom
Felty, sindrom Reiter, asma yang steroid dependen dan penyakit
autoimun lain.
Imunosupresan lain
Radiasi, drainase duktus torasikus dan pemberian interferon dosis
tinggi telah digunakan secara eksperimental dalam klinik sebagai
imunosupresan. Di masa mendatang sudah dipikirkan penggunaan
prostaglandin, prokarbazin, miridazol dan antibodi anti sel T.
Antibodi monoklonal
Antibodi dapat merupakan suatu imunosupresan yang aktif baik
untuk sel B maupun sel T. Berbagai antibodi monoklonal seperti
terhadap Leucocyte Differentiation Antigen dapat menekan
imunitas spesifik dan non-spesifik seperti CD3 dan CD8. Dengan
diketahuinya peranan sitokin dan ditemukannya reseptor terhadap
sitokin yang larut, telah dipikirkan pula untuk menggunakan
mekanisme ini untuk mempengaruhi respons imun.

11.2 Sitokin

Leukosit dan sel-sel lain menghasilkan protein larut atau glikoprotein yang dipanggil
sitokin (cytokines) yang berfungsi sebagai pengutus kimia (chemical
messengers) antara sel. Fungsi utama sitokin adalah terlibat dalam pengaturan
perkembangan dan perilaku sel-sel yang terlibat dalam respon imun. Efek sitokin
terbagi atas tiga, yaitu autokrin (bertindak atas sel yang menghasilkan), parakrin
(bertindak atas sel lain yang dekat), endokrin (bertindak atas sasaran jauh). Sitokin
adalah monokin yang dihasilkan oleh makrofaj seperti interleukin-1, faktor nekrosis
tumor, interfenon 𝛼 dan 𝛽 . Sitokin adalah limfokin yang dihasilkan oleh sel T
tereaktif dab sel NK, seperti interleukin 2-6, interveron 𝛾, limfotoksin.

11.2.1 Mekanisme Sitokin dan Pembagiannya


Sitokin tidak memberikan efek spesifik ke atas hanya satu jenis sel
sasaran. Kebanyakan memiliki efek biologi pegunungan luas atas lebih dari satu

i
jenis sel atau tisu. Berbagai sitokin pula dapat berinteraksi dengan jenis sel yang
sama untuk menghasilkanefek yang sama (yaitu fungsi tindih).
Sebagian besar darinya dihasilkan oleh limfosit T. Ia mungkin
menekan atau merangsang sesuatu respon imun. Limfokin mungkin memudahkan
proliferasi, pertumbuhan atau diskriminasi sel, serta mungkin bertindak atas fatal gen
untuk mengontrol fungsi sel. Limfokin mungkin memiliki efek autokrin atau
parakrin. Monokin pula adalah sitokin yang dihasilkan oleh monosit (dan makrofaj).
Interleukin adalah sekelompok sitokin yang disintesis oleh limfosit,
monosit dan beberapa jenis sel lain yang meningkatkan pertumbuhan sel T, sel B,
sel pokok hematopoietik serta memilikibeberapa fungsi biologi lainnya. Ciri-ciri dan
aktiviti beberapa interleukin diterangkan di bawah:
1) Interleukin-1:
Dihasilkan oleh fagosit mononukleus teraktif yang distimulasi
olehlipopolisakarida atau interaksi dengan sel T CD4 +. Ia adalah sejenis
monokin danbahantara keradangan serta berkongsi banyak ciri-ciri dengan faktor
nekrosis tumor(TNF). Ia terdiri dari 2 rantai polipeptid (17 KD setiap), yang
disebut IL-1 𝛼 dan IL-1 𝛽 keduanya memiliki kegiatan yang serupa dan
bergabung dengan reseptor yang sama. IL-1 𝛼 adalah tergabung ke membran
tetapi IL-1 𝛽 terdapat bebas dalam peredaran. ReseptorIL-1 terdapat pada
banyak jenis sel. IL-1 bertindak apakah mengaktifkan adenilat siklasedan
meningkatkan tingkat Camp, atau mengaruh faktor-faktor nukleus yang
bertindak sebagai aktivator fatal gen. IL-1 bertindak sama ada mengaktifkan
adenilat siklase danmeningkatkan aras cAMP, atau mengaruh faktor-faktor
nukleus yang bertindak sebagaipengaktif transkripsi gen. Dampak tindakannya
tergantung konsentrasi. Kesantindakannya bergantung kepada kepekatan. Pada
konsentrasi rendah sebagian besardampaknya adalah imunokawalan dan
membantu proliferasi sel T CD4 + danpertumbuhan serta diskriminasi sel B.
Pada kepekatan rendah sebahagian besar kesannyaadalah imunokawalan dan
membantu proliferasi sel T CD4 + dan pertumbuhan serta pembezaan sel B.
Pada tingkat yang tinggi ia terdapat dalam peredaran darah perifer dan
menyebabkan kenaikan suhu (demam) dan meningkatkan pembentukan protein
fase akutkelenjar. Pada aras yang tinggi ia terdapat dalam peredaran darah

i
periferi danmenyebabkan kenaikan suhu (demam) dan meningkatkan
pembentukan protein fasa akutoleh hepar. Ia juga mengaruh cachexia. Ia juga
mengaruh cachexia.
2) Interleukin-2:
terdiri dari satu Glikoprotein 15.5 KD yang disintesis sebagian besar olehsel T
CD4 + dan sedikit oleh sel T CD8 +. Jumlah IL-2 yang disintesis oleh limfosit T
adalah satu faktor penting yangmenentukan kekuatan suatu respon imun. IL-2
juga membantu pembentukan sitokin lain oleh sel T termasuk interferon 𝛾 dan
limfotoksin. IL-2 berinteraksi dengan limfosit T melalui reseptor IL-2. IL-2 juga
meningkatkan pertumbuhan sel NKdan kegiatan sitolisis sel NK dalam
pembentukan sel LAK (lymphokine activated killer cells). Untuk sel B
pula, IL-2bertindak sebagai faktor pertumbuhan serta meningkatkan sintesis
antibodi.
3) Interleukin-3:
sejenis limfokin 20 KD yang disintesis oleh sel T CD4 + dan bertindak sebagai
faktor stimulasi koloni (Colony stimulating factor) yang membantu
proliferasibeberapa sel hematopoietik dan diskriminasi limfosit.
4) Interleukin-4 (faktor pertumbuhan sel b)
Interleukin-4 (faktor pertumbuhan sel b): sitokin 20 kd yang dihasilkan
oleh sel T CD4 + dan sel mast teraktif. oleh karena itu il-4 juga berfungsi sebagai
faktor pertumbuhan selmast dan aktivator makrofaj.
5) Interleukin-5 (Faktor diskriminasi eosinofil)
Dihasilkan oleh beberapa sel T CD4 + dan sel mast teraktif. Bertindak bersama
IL-2 dan IL-4 untuk mengaruh pertumbuhan dan diskriminasi sel B. IL-5 juga
merangsang pertumbuhan dandiskriminasi eosinofil. IL-5 juga merangsang
pertumbuhan dan pembezaan eosinofil.
6) Interleukin-6:
Dihasilkan oleh sel endotelium, fagosit mononukleus, fibroblas, sel Tteraktif dan
beberapa jenis sel lain.
IL-6 mengaruh sel heparmenghasilkan protein fasa akut. Ia penting untuk
diskriminasi sel B menjadi sel yangmenghasilkan antibodi dan bertindak
bersama IL-1 untuk mengaktifkan sel T.

i
7) Interleukin-8
IL-8 dikategorikan sebagai Kemokin (chemokine) berfungsi menarik leukosit
seperti neutrofil, sel T dan monosit. Ia dihasilkan oleh monosit, makrofaj, sel
fibroblas dan sel endotelium, dan mengaktifkan neutrofil serta mempromosikan
angiogenesis. Karena itu ia memainkan peran penting dalam respon peradangan
dan pemulihan otot.
8) Interleukin-10
Dalam manusia ia bertindak sebagai faktor perencat sintesis sitokin dan diekspres
oleh sel T CD4 + dan CD8 +, monosit, makrofaj, sel B teraktif dan lain-lain. Ia
merencatsintesis sitokin oleh sel Th1 dan pembentukan interferon 𝛾 IL-1, IL-6
dan TNF 𝛼 . Walaupun IL-10 menekan keimunan perantaraan sel, ia
merangsang limfosit B,IL-2 dan IL-4. Ia juga terlibat dalam kontrol produksi IgE.
Interferon (IFN), adalah sekelompok protein imunokawalan yang
dihasilkan oleh sel T, fibroblas dan beberapa jenis sellain setelah rangsangan oleh
virus, antigen, mitogen, DNA. IFN diklasifikasikansebagai 𝛼 atau 𝛽
(memiliki aktivitas anti-virus) dan 𝛾 (IFN imun). IFN memiliki fungsi kontrol
dan meningkatkan kemampuan makrofaj menghancurkan sel tumor, virus dan
bakteri.

1) Interferon 𝛼
Dihasilkan oleh makrofaj dan sel B. Dapat mencegah replikasi virus, memiliki
aktifitas anti-proliferasi,pirogen (mengaruh demam).
2) Interferon 𝛽
Protein antivirus (20 KD) yang dihasilkan oleh fibroblas dan mencegahreplikasi
virus.
3) Interferon 𝛾
limfokin Glikoprotein (21-24 KD) yang dihasilkan oleh sel T teraktif dansel
NK. Ia memiliki aktivitas anti-proliferasi dan antivirus serta sangat
kuatmengaktifkan fagosit mononukleus untuk memusnahkkan mikroorganisma
intrasel dansel tumor.
Faktor Nekrosis tumor
 Faktor Nekrosis tumor 𝛼 (TNF 𝛼)

i
Sel-sel yang menghasilkanTNF 𝛼 termasuk monosit, makrofaj, limfosit T dan
B, sel NK serta sel-sel lain yangdirangsang oleh lipopolisakarida dan produk-
produk mikroorganisma lain. TNF 𝛼 dapat bergabung dengan reseptor pada
beberapa jenis sel tumor dan menyebabkan lisis.
 Faktor Nekrosis tumor 𝛽 (TNF 𝛽)
Dihasilkan oleh limfosit teraktif. TNF 𝛽 dapat menghancurkan seltumor dalam
kultur, mengaruh Awal mula gen, merangsang proliferasi fibroblas dan
memamerkan banyak aktivitas sama seperti TNF 𝛼 terlibat dalam peradangan
dan penolakan cedung .

11.2.3 Sitokin dan Penyakit


Oleh karena sitokin memainkan peranan yang penting dalam pengaturan, jika
sitokin atau reseptornya diekspres pada tingkat yang rendah, penyakit dapat
dihasilkan. Beberapa penyakit yang melibatkan sitokin dijelaskan di bawah:
Beberapa penyakit yang melibatkan sitokin diterangkan di bawah :

1. Sindrom kejutan toksik: penyakit ini dimulai dengan pembebasan


superantigen (contoh: enterotoksin) oleh beberapa mikroorganisma. Oleh
karena ia bergabung ke banyak sel T, terlalu banyak sitokin dibebaskan terutama
IL-1dan TNF-𝛼 dan menganggu pengaturan jaringan sitokin. IL-1 dan TNF-𝛼
akan mengaruh reaksisitemik termasuk demam, diarea, pembekuan darah,
kejatuhan tekanan darah dan kejutan.
2. Kejutan septik bakteri: penyakit ini dikaitkan dengan penghasilan berlebihan
sitokinakibat infeksi bakteri Gram negatif.
3. Kanker: Beberapa kanker limfoid dan mieloid ditunjukkan memiliki kaitan
dengan Awalmula sitokin atau reseptor sitokin yang tinggi. Awal mula
berlebihan ini menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkendali dan
membawa ke kanker. Pengekspresan berlebihan ini menyebabkanpertumbuhan
sel yang tak terkendali dan membawa kepada kanser.
4. Penyakit autoimun: Sel T diketahui memainkan peranan penting dalam
pembangkit autoantibodi dan kontrol keautoimunan. Beberapa ketidaknormalan

i
sitokin dan reseptor sitokin dikaitkan dengan penyakit autoimun sistemik. SLE
telah dikaitkan dengan tingkat IL-10 yang tinggi.

11.3 Sifat Umum Sitokin

Sitokin dapat memberikan efek langsung dan tidak langsung

 Langsung :
 Lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleitropi)
 Autoregulasi (fungsi autokrin)
 Terhadap sel yang diletaknya tidak jauh ( fungsi parakin)
 Tidak langsung
 Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau
bekerja sama dengan sitokin lain dalam merangsang sel (
sinergisme)
 Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (
antagonisme)

11.4.Kelompok Fungsional dari Sitokin


Untuk pembahasan kita, kami mengelompokkan sitokin menjadi tiga
kelompok fungsional utama berdasarkan kerja biologis utama mereka:

1. Mediator dan regulator dari imunitas innate dihasilkan terutama oleh


fagosit mononuklear sebagai respon untuk agen infeksius. Produk bakteri,
misanya lipopolisakarida (LPS), dan produk virus, misalnya RNA rantai
ganda, secara langsung merangsang makrofag untuk mensekresi sitokin ini
sebagai bagian dari imunitas innate. Sitokin yang sama dapat juga
disekresi oleh makrofag yang diaktivasi oleh se T yang dirangsang oleh
antigen (misalnya sebagai bagian dari imunitas adaptif yang diperantarai
oleh sel). Sebagian besar anggota dari kelompok sitokin ini bekerja pada
sel endotelial dan leukosit untuk merangsang reaksi inflamasi dini untuk
mikroba, dan beberapa fungsi untuk mengatur respon ini. Sel NK juga
memproduksi sitokin selama reaksi imun innate.
2. Mediator dan regulator dari imunitas adaptif dihasilkan utamanya oleh
limfosit T sebagai respon untuk pengenalan spesifik dari antigen asing.
Beberapa sitokin sel T berfungsi secara primer untuk mengatur
pertumbuhan dan diferensiasi dari berbagai populasi limfosit dan dengan

i
demikian memiliki peranan yang penting dalam fase aktivasi dari respon
imun yang bergantung pada sel T. Sitokin lain yang diperoleh dari sel T
mengambil, mengaktivasi, dan mengatur sel efektor yang terspesialisasi,
misalnya fagosit mononuklear, neutrofil, dan eosinofil, untuk
mengeliminasi antigen pada fase efektor dari respon iimun adaptif.
3. Stimulator dari hematopoesis dihasilkan oleh sel stromal sumsum
tulang, leukosit, dan sel lain, dan merangsang pertumbuhan dan
diferensiasi dari leukosit imatur.
Pada umumnya, sitokin dari imunitas innate dan adaptif dihasilkan
oleh populasi sel yang berbeda dan bekerja pada sel target yang berbeda
9Namun, perbedaan ini tidak absolut karena sitokin yang sama dapat
dihasilkan selama reaksi imun innate dan adaptif, dan sitokin yang berbeda
dihasilkan selama reaksi tersebut dapat memiliki kerja yang tumpang
tindih.

i
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS (1994), Cytokines in Cellular an Molecular


Immunology, International edition, WB Sounders Co , Philadelphia ,
London , Toronto, Monreal, Sydney, Tokyo, p.240-260.

Baratawidjaja KG. 2012. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta : Balai penerbit
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.

Oppenheim JJ, Ruscetti FW (2001), Cytokines in Medical Immunology, tenth


edition by Parslow GT; Stites PD, Terr IA, Imboden BJ, LangeMedical
Book / Mc Graw-Hill, Medical Publishing Division, p.148-164.

Subowo. 2009. Imunobiologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto

Theze J (1999), The Cytokine Network and Immune Functions, Oxford University
Press, New York.

Anda mungkin juga menyukai