POKOK BAHASAN I
I. PENDAHULUAN
Uraian Materi :
Peternakan adalah kegiatan usaha dalam meningkatkan kekayaan alam biotik
berupa ternak dengan cara produksi untuk memenuhi perkembangan kebutuhan
manusia dengan memperhatikan keseimbangan ekologi dan kelestarian alam.
Untuk mendalami produktivitas komoditas ternak potong, perlu mengetahui
penampilan maupun sejarah dan manfaat komoditi ternak tersebut. Hal ini perlu
diketahui karena peternakan merupakan sub sistem pertanian dalam artian yang luas
dan merupakan suatu proses biologis yang dikendalikan oleh manusia dan banyak
unsur yang terlibat. Juga merupakan suatu ekosistem dimana manusia sebagai
subyek, dilain pihak ternak sebagai obyek, tanah sebagai basis ekologi sumber
pakan dan teknologi sebagai alat ketrampilan untuk mencapai tujuan produksi
(daging, telur dan susu). Ketimpangan salah satu unsur dalam mata rantai sistem
tersebut akan berpengaruh terhadap produksi baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
2
Konsep swasembada daging sapi tentu bukanlah hal yang tidak mungkin
dicapai jika ada kesungguhan dari pemerintah untuk membangun agribisnis ternak
sapi potong dalam negeri. Potensi pasar dan sumber daya yang mendukung
seharusnya menjadi peluang untuk pengembangan ternak sapi potong dengan
keunggulan komparatif dan kompetitif dipasar lokal maupun ekspor.
Menurut keterangan dari blue print program swasembada daging sapi 2014,
swasembada daging sapi merupakan suatu keadaan dimana kebutuhan akan daging
sapi dalam negeri itu dapat dipenuhi oleh produksi lokal sebesar 90%, dan sisanya
10% itu berasal dari produk impor dari luar.
Padahal jika dicermati dengan bijak, kebijakan impor itu hanya akan
menyelesaikan masalah sesaat saja. Namun akan menambah ketergantungan
negara terhadap negara lain dalam pemenuhan pangan nasional. Kebijakan
importasi merupakan suatu tantangan untuk negara indonesia dalam mewujudkan
swasembada daging sapi nasional tahun 2014 selama pasokan impor masih di atas
angka 10%.
Bila disandingkan dengan data populasi sapi potong di Jawa dan Sumatera
yang diperkirakan berjumlah 8,6 juta ekor (69,09 persen dari total populasi sapi
potong), mestinya kebutuhan konsumsi daging sapi di kedua lokasi tersebut dapat
dipenuhi sendiri.
Kelebihan potensi populasi sapi potong di Bali dan Nusa Tenggara yang cukup
besar sulit untuk disalurkan ke Jawa dan Sumatera akibat sistem logistik yang belum
cukup baik. Tata niaga daging sapi domestik masih mengandalkan pada pengiriman
6
sapi hidup dan masih memiliki hambatan yang cukup banyak sehingga belum efisien.
Penyebab inefisiensi itu utamanya adalah karena belum memadainya jumlah dan
kapasitas alat angkut (truk dan kapal) dan minimnya kualitas sarana angkutan baik
truk maupun kapal yang digunakan.
POLA PRODUKSI
Terbentuknya pola produksi dipengaruhi:
1. Segi wilayah.
2. Skala usaha.
3. Pola usaha.
4. Tujuan usaha/cara produksi.
SEGI WILAYAH
Kondisi wilayah dibagi 2 :
Intensif, – wilayah padat penduduk, sapi dikandangkan (Jawa, Madura, Bali
dan Lombok )
Ekstensif, – wilayah jarang penduduk (Sumatra, NTT, Sulawesi Selatan),
digembalakan di padang rumput
SKALA USAHA
Ditinjau dari besarnya usaha :
Skala usaha besar,- sapi > 40 AU.
Skala usaha sedang,- sapi 10 sampai 40 AU.
Skala usaha kecil,- sapi < 10 AU
9
POLA USAHA
Ditinjau dari pola usaha :
Peternakan tradisional,
Tidak memperhitungkan input output usaha, ternak kerja dan penghasil pupuk.
Peternakan semi komersial
Tambahan pendapatan dan konsumsi keluarga.
Peternakan komersial,
Keuntungan optimal
TIPOLOGI USAHA
Sambilan, (kontribusi < 30 %)*
Cabang Usaha, (kontribusi 30 – 70 %)*
Usaha Pokok, (kontribusi 70 – 100 %)*
Industri, (kontribusi 100 % )*
*(kontribusi usaha ternak terhadap pendapatan keluarga)
TUJUAN USAHA
Ditinjau dari tujuan usaha :
Usaha peternakan utama, menggantungkan hidupnya dari usaha .
Usaha peternakan tambahan, usaha ternak sebagai usaha sambilan.
Pembinaan melalui 3 pola:
Pola Unit Pelayanan Proyek (UPP) : Oleh pemerintah
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) : kerjasama (INTI) dengan (PLASMA)
Pada sapi potong :
PIR Penggemukan
PIR Pakan
PIR bakalan
PIR Saham
Kendala PIR:
Penyempurnaan sistem agribisnis (bakalan, budidaya dan pemasaran)
Penyempurnaan sarana dan prasarana (RPH, pengolahan daging, ketentuan).
Tenaga ahli dan pengawasan mutu.
10
Pedet bersama induk tanpa bijian s/d disapih (± 6 bl). Kemudian diberi
bijian (Dry lot fattening).
Menggunakan “creep-feed”. waktu lebih pendek. BB 650 kg umur 12-15
bulan.
Kelahiran tepat, BB 300 – 375 kg umur 10-11 bulan.
Baby Beef cara ini disebut Ultra Baby Beef Daging disukai konsumen
karena empuk dan sedikit lemak.
3. Yearling
Digemukkan umur 1 th selama 4 – 6 bulan.
Dry Lot Fattening diberi bijian (jagung, kedelai atau biji kapas).
Dagingnya empuk, warna kemerahan dan serat daging lebih kasar.
Lemak relatif sedikit dan flavor daging lebih terasa.
4. Two Years Old
Digemukan umur 2 th, lama 6 – 8 bulan.
Pasture Fattening dengan “Rotation system” di pastura.
Serat daging diliputi jaringan lemak (marbling), lemak extra musculair (lemak
tubuh) cukup banyak.
Daging lebih merah dan seratnya sudah kasar
VI. Pure Breed Program
Memproduksi bangsa-bangsa sapi murni
Membentuk bangsa baru atau meningkatkan nilai genetik
Seleksi ketat dan individu punya catatan tersendiri,
Tenaga khusus berpengalaman.
Sapi yang dihasilkan nilai ekonomis tinggi (mahal)
Latihan-latihan :
1. Jelaskan fungsi ternak bagi masyarakat petani di Indonesia!
2. Jelaskan mengapa ternak sapi keberadaannya masih tetap dipertahankan oleh
masyarakat petani di pedesaan?
3. Jelaskan keterkaitan masing-masing unsur pada segitiga produksi peternakan!
12
RANGKUMAN SINGKAT :
Populasi ternak potong di Indonesia baik ternak ruminansia besar, ternak
ruminansia kecil maupun non ruminansia saat ini cukup besar. Khususnya ternak
potong ruminansia besar (sapi), hampir 99% berada di tangan petani ternak,
sehingga berkembang tidaknya ternak tersebut berada ditangan petani yang cara
pemeliharaannya masih bersifat tradisional.
Untuk mencapai produksi ternak yang baik, para petani harus meninggalkan
cara-cara lama, beralih ke pemeliharaan yang lebih maju. Oleh karena itu para petani
ternak harus diperkenalkan pada ilmu yang menunjang upaya pengembangan dan
mutu ternak potong seperti breeding (bibit), feeding (pakan) dan manajemen.
Dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak potong, khususnya
penggemukan, ternyata ketiga hal tersebut di atas (breeding, feeding dan
manajemen) masing-masing mempunyai penekanan yang sama seperti segitiga
sama sisi, satu sama lain saling menunjang karena bila salah satu unsur ditiadakan
maka unsur yang lain akan sia-sia.