Riba dan bunga pada dasarnya memiliki perbedaan dan persamaan tertentu. Riba
merupakan hal yang haram, sedangkan bunga ada yang diharamkan, ada juga yang
tidak.
Riba merupakan transaksi yang terkait pinjaman keuangan atau barang. Misalnya,
dalam transaksi penukaran emas. Penukaran emas bisa disebut riba apabila ada
ketidaksamaan waktu atau penukaran dilebihkan dengan kesepakatan. “Kalau kita ingin
menukar emas dengan emas, harus sama waktunya dan sama beratnya. Kalau tidak
sama, maka akan ada riba. Tidak boleh ada kelebihan, disebut riba fadhal. Riba nasa’,
ada perbedaan waktu. Misal, punya dolar Amerika mau kita tukar uangnya tapi besok.
Tidak boleh, harus hari itu juga. Kalau tidak, itu namanya riba nasa’,”
Untuk menjadi riba ada 3 ketentuan, yakni (1) Ada kelebihan (ziyadah), misalnya,
pinjam uang Rp. 100.000 dikembalikan Rp. 150.000, (2) Harus dari pinjaman, jika
barang dibeli 10 juta kita dijual 11 juta dengan barang yang bersifat pinjaman, (3)
Pinjaman tersebut merupakan bagian dari persyaratan untuk membeli barang tersebut.
Jika tiga-tiganya tidak ada melainkan hanya salah satu, tidak riba. Allah berfirman,
‘Wahai orang-orang yang beriman, jangan lakukan dengan cara yang batil kecuali kamu
saling ridho.’ Tapi, kalau Akadnya sudah batil, ridho, maka tidak sah. Jadi
keridhoannya tidak berlaku, karena sistemnya batil. Jadi akadnya harus benar dulu,
begitu prinsipnya,”Pinjam bank konvensional, 10 juta diganti 11 juta. Akadnya riba.
Ridho di sini tidak berlaku. Keridhoan tidak berlaku dalam sistem yang tidak batil.
Bank Islam dianggap tidak memberikan bunga. Padahal tidak demikian, melainkan ini
disebut sebagai bunga tanpa riba. Karena ia memberi bunga, tetapi tidak ada
persyaratan sama sekali. “Jadi ini adalah interest tanpa riba. Bank Islam kurang tepat
disebut bank tanpa bunga. Karena dia ngasih bunga, tapi bukan riba”.
Keberadaan bunga tanpa riba, di dalam bank syariah sering disebut sebagai transaksi
murabahah. Bank Islam paling besar asetnya dari jual beli barang dengan harga yang
lebih mahal. Karena, hubungan nasabah dengan bank Islam adalah jual beli, sedangkan
bank konvensional, pinjam meminjam dengan nasabah.
Transaksi jual beli dengan menggunakan sistem MLM hukumnya haram. Alasan-alasannya
adalah sebagai berikut :
Alasan Pertama:
Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia
harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
Dalam Islam hal itu dilarang, ini berdasarkan hadist-hadist di bawah ini:
Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang
mengikat satu dengan yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.
Alasan Kedua:
Alasan Ketiga:
Perjudian juga seperti itu, yaitu seseorang menaruh sejumlah uang di meja
perjudian, dengan harapan untuk meraup keuntungan yang lebih banyak, padahal
keuntungan tersebut belum tentu bisa ia dapatkan.
Alasan Keempat:
Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar (spekulatif) atau sesuatu yang
tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli
produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak
mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.
Dan Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap
transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata :
سله َم ع َْن بَي ِْع ا ْل َحصَا ِة َوع َْن بَي ِْع ا ْلغَ َر ِر
َ علَ ْي ِه َو صلهى ه
َ َُّللا َ َِّللا ُ نَهَى َر
سو ُل ه
Alasan Kelima:
Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual
beli, seperti kaidah : Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu
sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM
ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling
bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru,
tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas.
Alasan Keenam:
Sementara produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain
hanya sebagai sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota,
sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.
Keharaman jual beli dengan sistem MLM ini, sebenarnya sudah difatwakan
oleh sejumlah ulama di Timur Tengah, diantaranya adalah Fatwa Majma’ Al-Fiqh Al-
Islamy Sudan yang dikeluarkan pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir 1424 H, bertepatan
dengan tanggal 17 Juni 2003 M pada majelis no. 3/24. Kemudian dikuatkan dengan
Fatwa Lajnah Daimah Arab Saudi pada tanggal 14/3/1425 dengan nomor (22935).
Wallahu A’lam.