Materi Kasus 1 Gagal Nafas & Asma
Materi Kasus 1 Gagal Nafas & Asma
Disusun oleh:
Kelas Tutor B
S1 KEPERAWATAN
1. Gagal Nafas
Gagal nafas merupakan kondisi ketidakmampuan sistem respirasi untuk
memasukkan/mempertahankan kandungan oksigen yang cukup dan mengeliminasi
karbodioksida dari tubuh. (Bakhtiar, 2013).
2. Asma
Asma adalah inflamasi kronik saluran napas atas yang disebabkan oleh alergen sehingga
terjadi hiperesponsif jalan nafas yang menyebabkan obstruksi jalan napas sehingga timbul
gejala mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini
hari (GINA dan PDPI. 2016).
B. Klasifikasi
1. Gagal Nafas
a. Tipe I (hipoksemia)
• PaO2 rendah (<80mmHg),
• PaCO2 normal (35-45 mmHg) atau rendah (<35 mmHg),
• terjadi akibat kegagalan difusi oksigen dari alveolus ke sirkulasi
b. Tipe II (hiperkapnik)
Pada pengkajian primer sistem pernapasan pasien Asma dengan Gagal Nafas hampir sama
yaitu menggunkan pengkajian ABC, dimana pada sistem pernapasan airway (Jalan Nafas)
ditangani dan didahulukan terlebih dahulu baru setelah itu Breathing dan Circulation. Tetapi
dalam hakikatnya pengkajian ABC harus ditambahkan dengan D dan E.
a. Airway (A)
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
1. Chin lift / jaw trust
2. Suction / hisap
3. Guedel airway
4. Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral
Contohnya :
1. Peningkatan sekresi pernapasan
2. Bunyi nafas ronki dan mengi (wheezing)
3. Dapat disertai batuk dengan spuntum kental dan sulit dikeluarkan
b. Breathing (B)
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor,
stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada
Contohnya :
1. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu
2. Menggunakan otot aksesori pernapasan.
3. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation (C)
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat,
dingin, sianosis pada tahap lanjut
Contohnya :
1. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia, pulsus paradokus
2. Penurunan haluaran urine
d. Disability (D)
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang
cukup jelasa dan cepat adalah :
1. Awake :A
2. Respon bicara :V
3. Respon nyeri :P
4. Tidak ada respon :U
Contohnya : Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk, perasaan takut
e. Eksposure (E)
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi
in line harus dikerjakan
Contohnya : Tercekik kerah baju yang terlalu ketat
2. Pengkajian Sekunder
Pada pengkajian sekunder, anamnesa diperlukan untuk menegakkan masalah kesehatan
pasien secara menyeluruh dan dapat menentukan masalah apa saja yang dimiliki pasien.
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/
Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala
hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
a. Anamnesa
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan
frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh
apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami
kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah
(iritability), tanpak binggung (confusion), atau mengantuk (somnolent). Yang tak kalah
penting ialah kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu
diperhatikan karena gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan dalam
bentuk perubahan status mental. Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu, riwayat
penyakit keluarga, lingkungan serta habits/ kebiasaan dapat dikaji dari keterangan
pasien.
1. Riwayat penyakit masa lalu
Apakah pasien pernah mengalami Asma sebelumnya atau apakah pasien
pernah mengalami sesak nafas sebelumnya
2. Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga yang memiliki penyakit Asma
3. Lingkungan dan kebiasaan
Pasien tinggal ditempat yang banyak debunya, tidak ada ventilasi udara
dirumah, dan kebiasaan pasien yang suka merokok.
Anamnesa menurut format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal,
dan Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian)
1. Alergi = Apakah pasien alergi dengan obat tertentu atau suatu
objek tertentu?
2. Medikasi = Obat bantu nafas apa yang terakhir pasien pakai?
3. Post illness = Apakah penyakit pasien pernah terjadi dahulu, dan
bagaimana keparahannya?
4. Last meal = makanan yang terakhir pasien makan?
5. Event/Enviroment = Kejadian apa yang memyebabkan pasien terkena
penyakit tersebut?
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala (Hidung = Cuping hidung, Bibir = Sianosis)
2. Dada (Jantung = TD meningkat, Paru-paru = Retrasi otot dada, pergerakan
dada ansimetris, pernafasan dangkal, suara wheezing, atau ronhki)
3. Abdomen (Urinaria = oliguria)
4. Ekstremitas (Kaki & Tangan = Gemetar, lemas, dan kram otot)
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Spirometri
Merupakan cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma
dengan melihat respon respon pengobatan menggunakan bronkodilator. Pemeriksaan
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup golongan adrenergik beta.
Dinyatakan asma bila didapat peningkatan Volume ekspirasi paksa detik pertama / VEP1
sebanyak ≥ 12% atau ( ≥ 200ml ). Bila respon yang didapat ≤ 12% atau ( ≤ 200ml ) belum
pasti menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak menderita asma, hal tersebut dapat dijumpai
pada pasien yang sudah dalam keadaan normal atau mendekati normal.
Merupakan alat penunjang diagnosis dan monitoring asma. Alat ini relatif murah, praktis,
dan ideal digunakan pasien untuk menilai obstruksi jalan napas di rumah. Pemeriksaan
spirometri tetap lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif
dibanding spirometer untuk diagnosis obstruksi saluran napas. PFM mengukur terutama
saluran napas besar, PFM dibuat sebagai alat monitoring asma bukan sebagai alat diagnostik
utama.
Dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya
kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaa Farmakologi
a. Salbutamol
Salbutamol (Salbuterol) merupakan fast-acting bronchodilator golongan agonis
β2 yang banyak digunakan sebagai medikasi asma. Salbutamol tersedia dalam bentuk
sediaan oral, inhalasi, maupun injeksi. Bentuk inhalasi merupakan sediaan yang
paling sering digunakan karena obat dapat langsung bekerja dan masuk ke saluran
pernafasan. (DepKes RI, 2009)
Salbutamol diberikan kepada pasien tersebut dengan indikasi :
1. Pasien memiliki riwayat asma dengan pemakaian bronkodilatator yang jarang
2. Salbutamol berfunsi sebagai bronkodilatator sehingga dapat melebarkan
saluran pernafasan
b. Metilprednisolon (IV) Pengontrol
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas akibat penyempitan
saluran pernapasan. Metilprednisolon adalah obat jenis kortikosteroid yang
digunakan untuk mengurangi gejala inflamasi / peradangan.
Pasien yang memerlukan stabilisasi di UGD sebaiknya diberikan kortikosteroid IV.
Pemberian kortikosteroid IV digunakan pada ekserbasi asma yang berat yang, atau
akan, mengalami henti napas, pada pasien yang dirawat di ICU, ketika terapi oral tidak
dapat dimulai atau ditoleransi, atau absorpsi oral terganggu (DepKes RI, 2009).
c. Aminophiline
Aminofilin adalah obat untuk mengobati dan mencegah batuk dan kesulitan
bernapas karena penyakit paru-paru berkepanjangan (contohnya asma,
emphysema, bronkitis kronis). Obat ini bekerja dengan cara merelaksasi otot polos
dan menekan stimulan yang terdapat pada jalan nafas. Aminophiline IV diberikan
pada pasien tsb karena:Pasien mengalamai distress pernapasan yang mengakibatkan
kesulitan bernafas. (DepKes RI, 2009)
d. Epinephrin (IM)
Jika tidak ada perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua kali lagi dengan
interval dan dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat dan
diberikan steroid dan aminofilin (DepKes RI, 2009).
2. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
a. Asma
Edukasi, yang mencakup :
1. Kapan pasien berobat/mencari pertolongan
2. Mengenali gejala serangan asma secara dini dan mencegah eksaserbasi akut
3. Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaannya
4. Menghindari efek samping obat
5. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Kontrol teratur
8. Mencegah kematian karena Asma
9. Fisioterapi pernapasan ( termasuk Body Exercise Training (ET), Inspiratory
Muscle Training (IMT) )
10. Pengukuran sendiri PEFR/Peak Flow Meter
11. Menganjurkan untuk mengikuti senam asma
(Bruurs,etc.2013.)
(Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Asma di Indonesia)
Catatan :
b. Gagal Nafas
Tujuan terapi gagal napas adalah memaksimalkan pengangkutan oksigen
dan membuang CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan
oksigen arteri dan menyokong curah jantung serta ventilasi. Karena itu, dalam
tatalaksana terhadap gagal nafas, yang perlu segera dilakukan adalah: perbaikan
ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap penyakit primer penyebab gagal
nafas, tatalaksana terhadap komplikasi yang terjadi, dan terapi suportif.
Penyebab gagal nafas sangat banyak dan sering merupakan stadium akhir dari
suatu penyakit. Penyebab tersering adalah penyakit paru-paru, terutama
bronkhopneumonia dan bronkhiolitis, kemudian gangguan neurologis, penyakit
jantung dan neuromuskuler. Dalam tatalaksana gagal nafas, maka terapi
terhadap penyebab (penyakit primer) harus dilakukan, misalnya: pemberian
antibiotika, bronkhodilator dan mukolitik.
G. Triage
Triage adalah suatu cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan tingkat
kegawatan. Tujuannya untuk mempercepat dalam memberikan pertolongan terutama pada
para korban yang dalam kondisi kritis atau emergensi sehingga nyawa korban dapat
diselamatkan
Prinsip Triage
1. Penanganan yang segera dan tepat waktu
2. Pengkajian yang adekuat dan akurat
3. Keputusan didasarkan dari pengkajian
4. Intervensi dilakukan sesuai kondisi korban
5. Kepuasan korban harus dicapai
6. Dokumentasi dengan benar
6. Pada pasien gagal napas kronis, berikan terapi oksigen dengan sangat hati
hati
a. Umumnya pasien telah mengalami hipoksia dan hiperkapnia kronis
b. Pada keadaan ini, hipoksia menjadi respiratory drive pasien
c. Apabila memberikan oksigen dengan dosis tinggi secara tiba tiba,
pasien berisiko mengalami depresi napas dengan gejala hipoventilasi
alveolar sehingga memperparah retensi karbon dioksida.
2. Asma
a. jauhkan pasien dari kerumunan orang
b. Berikan posisi semifowler
c. Tenangkan pasien dan hindarkan dari allergen (dingin, debu, bulu kucing dll)
d. Ajararkan Batuk efektif
e. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat bronchodilator
Di dalam kasus disebutkan pasien sadar namun gelisah, tidak mampu berbaring Ortopnea
yang terjadi karena pada paru pada posisi terlentang, menyebabkan pembuluh darah pulmonal
mengalami kongesti secara kronisd dan aliran balik vena yang meningkat tidak diejeksikan
oleh ventrikel kiri, menunjukan tanda-tanda distress pernapasan dengan penggunaan otot
bantu pernapasan, pasien tidak mampu berbicara hanya dapat mengucapkan satu kata
Pada pasien:
V: suara: 2
Delirium adalah keadaan akut atau subakut neuropsikiatri berupa penurunan fungsi kognitif
dengan gangguan irama sirkadian dan bersifat reversibel. Penyakit ini disebabkan oleh
disfuglngsi serebral dan bermanifestasi klinis secara klinis berupa kelaian neuropsikiatri.
Dalam kasus, pasien masuk kedalam golongan kesadaran delirium karena salah satu etiologi
delirium adalah hipoksia.
L. Intrepetasi hasil TTV dan AGD
Pada kasus pasien tampak sadar namun gelisah, menunjukan tanda distress pernapasan
dengan penggunaan otot bantu pernapasan, hasil auskultasi napas ; bunyi napas menurun dan
bilateral wheezing pada kedua lapang paru, hasil TTV tekanan arteri 145/80 mmHg, nadi
140x/menit, spO2 70%, suhu 36 C, RR 40x/menit. hasil AGD ; pH 7,14, pCO2 77 mmHg, pO2
44,2 mmHg, HCO3 28,4 mEq/L, laktat 2,8 mg/dl.
Peningkatan tekanan darah dan nadi diakibatkan gangguan difusi oksigen dan
karbondioksida karena terhambatnya jalan nafas, menyebabkan oksigen di dalam tubuh
berkurang. Sehingga tubuh mengkonpensasi dengan meningkatkan kerja jantung.(Blacks &
Hawks, 2012)
Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami asidosis respiratorik
ditandai dengan pH menurun, paO2 menurun, paCO2 meningkat, HCO3 meningkat, laktat
meningkat. Asidosis Respiratork yang dialami dikarenakan pasien mengalami spasme
lumen akibat asma yang dialaminya, itu menyebabkan perfusi alveoli paru menurun
sehingga proses difusi O2 dan CO2 terganggu dan mengkibatkan O2 dalam darah
berkurang sedangkan CO2 terretensi dan tidak dapat dikeluarkan dari tubuh. Saat
darah mengalami kelebihan CO2 maka tubuh mengkompensasi dengan melakukan
metabolisme anaerob, hasil sampingan dari metabolisme ini adalah asam laktat, kondisi
ini mengakibtkan pH tubuh menurun. Jika masalah Asidosis respiratorik ini tidak ditangani
akan menyebabkan kelemahan otot pernafasan secara terus menerus yang dapat mengancam
jiwa jika tidak ditangani segera.
N. Asuhan Keperawatan
1. Data Fokus
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengeluh sesak napas berat 1. Klien tampak sadar namun gelisah,
2. Klien mengatakan memiliki riwayat tidak mampu untuk berbaring
asma dengan pemakaian 2. Klien menunjukkan tanda-tanda
bronchodilator yang jarang distress pernapasan
3. Klien tidak mampu untuk berbicara,
hanya mampu mengeluarkan satu
kata setiap bicara
4. Hasil aukskultasi napas : Bunyi
napas menurun dan bilateral
wheezing pada kedua lapang paru
5. Hasil TTV :
- Tekanan Arteri : 145/80 mmHg
- Nadi : 140x/menit
- SpO2 70% dengan oksigen
atmosphere
- Suhu : 36C
- Laju Pernapasan : 40x/menit
6. Hasil AGD :
- pH : 7,14
- pCO2 : 77 mmHg
- pO2 : 44,2 mmHg
- HCO3 : 28,4 mEq/l
- Lactat : 2,8 mg/dl
7. Klien tampak mentoleransi baik
terapi BIPAP
2. Analisa DAta
N DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
O
1 DS : Ketidakefektifan Hiperventilasi
1. Klien mengeluh sesak napas pola napas sekunder ; spasme
berat bronkus
2. Klien mengatakan memiliki
riwayat asma dengan
pemakaian bronchodilator
yang jarang
DO :
1. Klien tampak sadar namun
gelisah, tidak mampu untuk
berbaring
2. Klien menunjukkan tanda-
tanda distress pernapasan
3. Hasil aukskultasi napas :
Bunyi napas menurun dan
bilateral wheezing pada kedua
lapang paru
4. Hasil TTV :
- Tekanan Arteri : 145/80
mmHg
- Nadi : 140x/menit
- SpO2 70% dengan oksigen
atmosphere
- Suhu : 36C
- Laju Pernapasan :
40x/menit
5. Hasil AGD :
- pH : 7,14
- pCO2 : 77 mmHg
- pO2 : 44,2 mmHg
- HCO3 : 28,4 mEq/l
- Lactat : 2,8 mg/dl
6. Klien tampak mentoleransi
baik terapi BIPAP
1 DS : Ketidakefektifan Asma
1. Klien mengeluh sesak napas bersihan jalan napas
berat
2. Klien mengatakan memiliki
riwayat asma dengan
pemakaian bronchodilator
yang jarang
DO :
1. Klien tampak sadar namun
gelisah, tidak mampu untuk
berbaring
2. Klien menunjukkan tanda-
tanda distress pernapasan
3. Klien tidak mampu untuk
berbicara, hanya mampu
mengeluarkan satu kata setiap
bicara
1 DS : Hambatan Perubahan
3. Klien mengeluh sesak napas pertukaran gas membrane alveolar
berat (00030) kapiler
4. Klien mengatakan memiliki
riwayat asma dengan
pemakaian bronchodilator
yang jarang
DO :
7. Klien tampak sadar namun
gelisah, tidak mampu untuk
berbaring
8. Klien menunjukkan tanda-
tanda distress pernapasan
9. Hasil aukskultasi napas :
Bunyi napas menurun dan
bilateral wheezing pada kedua
lapang paru
10. Hasil TTV :
- Tekanan Arteri : 145/80
mmHg
- Nadi : 140x/menit
- SpO2 70% dengan oksigen
atmosphere
- Suhu : 36C
- Laju Pernapasan :
40x/menit
11. Hasil AGD :
- pH : 7,14
- pCO2 : 77 mmHg
- pO2 : 44,2 mmHg
- HCO3 : 28,4 mEq/l
- Lactat : 2,8 mg/dl
12. Klien tampak mentoleransi
baik terapi BIPAP
3. Diagnosa Keperawatan
N DIAGNOSA KEPERAWATAN
O
1 Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi sekunder ; spasme bronkus
2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstrusi jalan napas ; benda asing dalam
jalan napas
3 Hambatan pertukaran gas b.d perubahan alveolar kapiler
4. Intervensi
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN HASIL
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Monitor pernapasan
pola napas b.d keperawatan diharapkan masalah
1. Monitor kecepatan,
hiperventilasi ketidakefektifan pola napas dapat
irama, kedalaman, dan
sekunder ; spasme teratasi dengan kriteria hasil:
bronkus (NOC) kesulitan bernapas.
2. Catat pergerakan dada,
Status pernafasan (0415) hal 556
1. Frekuensi pernafasan ketidaksimetrisan,
skala 5 penggunaan otot-otot
2. Irama pernafasan skala 5 bantu napas, dan retraksi
3. Kedalaman inspirasi pada otot
skala 5 supraclavicular dan
4. Suara auskultasi nafas interkosta.
skala 5 3. Monitor suara napas
5. Penggunaan alat bantu tambahan (wheezing dan
nafas skala 5 ronkhi)
6. Restraksi dinding dada 4. Monitor pola napas
skala 5 (irama, frek.
7. Suara nafas tambahan Kedalaman).
5. Monitor saturasi oksigen.
skala 5
6. Palpasi kesimetrisan
8. Tanda-tanda vital skala 5
ekspansi paru.
7. Perkusi torak anterior
dan posterior dari apeks
ke basis paru kanan dan
kiri.
8. Monitor keluhan sesak
napas klien.
9. Monitor suara serak dan
perubahan suara.
2. PaCO235-45
3. Arteri pH 7,35-7,45
Daftar Pustaka
Bakhtiar. 2013. Aspek Klinis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala Vol 13 (3
Bruurs, M.L.J., van der Giessan, L.J, Moed, H., 2013. The Effectiveness of physiotherapy in
patients with asthma: a systematicreview of the literature. Respiratory Medicine. 107
(4), pp. 483-94.
Carima, A. 2016. Studi Penggunaan Obat Golongan β2-Agonis Pada Pasien Asma di Instalasi
Rawat Jalan Paru Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi: Universitas Airlangga Fakultas
Farmasi, Surabaya. Jawa Timur
DepKes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Dewanto, George, dkk. 2009. Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC
Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2016;
Available from: www.ginasthma.org
Lugogo N, Que LG, Gilstrap DL, Kraft M. Asthma: Clinical Diagnosis and Management. In:
Broaddus VC, Mason RJ, Ernst JD, King Jr TE, Lazarus SC, Murray JF, et al., editors.
Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 6th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders; 2016. p. 731–50.
Safer Care Victoria. Asthma acute [Internet]. The Royal Children’s Hospital Melbourne.
Available from: http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/Asthma_acute/