Anda di halaman 1dari 14

ACARA III

NATA DE COCO

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Fermentasi merupakan suatu teknik pengolahan pangan yang dilakukan
dengan memanfaatkan mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, dan kapang.
Tujuan dari pengolahan fermentasi ini yakni antara lain untuk menghasilkan
produk yang sulit dihasilkan melalui reaksi kimia, merubah bahan baku atau
limbah menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi. Selain itu perlakuan
fermentasi juga digunakan untuk pengawetan dan pengolahan serta meningkatkan
flavor, warna, daya cerna dan daya simpan produk pangan. Salah satu produk
yang dihasilkan atau dibuat melalui proses fermentasi adalah Nata.
Nata adalah lapisan polisakarida ekstraseluler (selulosa) yang dibentuk
oleh kumpulan sel bakteri pembentuk kapsul. Lapisan ini mempunyai tekstur
kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata
tidak akan tumbuh di dalam cairan). Nata dikenal sebagai salah satu produk
makanan fermentasi yang berbentuk gelatin seperti agar – agar atau kolang- kaling
yang dapat dipakai sebagai bahan pengisi es krim, pencampur fruit cocktail, dan
yoghurt.
Nata dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan
yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies
yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini
yang paling banyak di pelajari adalah Acetobacter xylinum. Metabolisme bakteri
ini menghasilkan enzim katalase 5-ketoglukonic acid dari D-glukosa, yaitu hasil
ketogenesis dari gliserol. Bakteri Acetobacter xylinum dapat membentuk lapisan
nata jika ditumbuhkan pada medium air kelapa yang sudah diperkaya dengan
Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol (Kirana, 2016).
Kualitas nata yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan yang mengandung
gula, selain dipengaruhi oleh bakteri asam asetat juga sangat dipengaruhi oleh
kualitas bahan bakunya. Nata yang sering dijumpai yaitu nata yang terbuat dari
kelapa sehingga bernama Nata de coco. Selain kelapa nata juga dapat dibuat dari
bahan lain yang mengandung gula tinggi seperti kedelai (Nata de soya), nenas
(nata de pina) dan dari bahan lain. Untuk menentukan kualitas nata terbaik dari
bahan baku yang berbeda maka perlu dilakukan pengembangan nata dari bahan
lain. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui pengaruh
bahan baku dalam pembuatan Nata.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh
bahan baku terhadap mutu organoleptik Nata.
TINJAUAN PUSTAKA

Nata de coco adalah makanan fungsional yang merupakan dietary fiber.


Nata merupakan polisakarida yang menyerupai gel yang terapung di permukaan
yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Pertumbuhan Acetobacter
xylinum dalam medium yang cocok seperti air kelapa menghasilkan massa berupa
selaput tebal pada permukaan medium. Selaput tersebut mengandung 35-62 %
sellulosa. Lapisan tebal pada permukaan medium tersebut merupakan hasil
akumulasi polisakarida ekstraselluler (Nata). Nata tersusun oleh jaringan
mikrofibril/pelikel yang merupakan tipe sellulosa yang mempunyai struktur kimia
seperti sellulosa yang dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi (Hamad, 2013).
Nata dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan
yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies
yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini
yang paling banyak di pelajari adalah Acetobacter xylinum. Metabolisme bakteri
ini menghasilkan enzim katalase 5-ketoglukonic acid dari D-glukosa, yaitu hasil
ketogenesis dari gliserol. Bakteri Acetobacter xylinum dapat membentuk lapisan
nata jika ditumbuhkan pada medium air kelapa yang sudah diperkaya dengan
Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Pada kondisi
demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat
menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat selulosa, dari jutaan renik yang
tumbuh pada air kelapa tersebut akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang
selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang
disebut sebagai nata (Kirana, 2016).
Nitrogen yang ditambahkan ke dalam air kelapa berasal dari nitrogen
organik seperti protein dan ragi. Namun, dapat juga menggunakan nitrogen non
organik seperti urea, amonium sulfat [(NH4)2SO4] dan ammonium fosfat
(NH4)3PO4. Jika dibandingkan dengan nitrogen organik, biaya penggunaan
nitrogen non organik lebih murah dan kualitasnya pun cukup baik. Bahkan
amonium sulfat sangat baik dijadikan bahan tambahan pembuat nata de coco
karena harganya sangat ekonomis, mudah larut dalam larutan lain dan sangat
selektif terhadap pertumbuhan mikroba lain. Asam cuka atau asam asetat yang
ditambahkan dalam air kelapa berfungsi untuk mengurangi atau meningkatkan
derajat keasaman (Sihmawati, 2014).
Bakteri Accetobacter xylinum menghasilkan enzim ekstraseluler yang
dapat menyusun (mempolimerisasi) zat gula (glukosa) menjadi ribuan rantai
(homopolimer) serat atau selulosa. Dari jutaan jasad renik yang tumbuh dalam
media, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya
nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata yang
termasuk metabolit sekunder. Ketebalan nata dipengaruhi oleh jumlah intensitas
cahaya. Nata yang tebal, intensitas cahaya yang masuk dan diserap semakin
banyak sehingga semakin gelap (keruh), sebaliknya pada nata yang tipis,
intensitas cahaya yang masuk dan diserap semakin sedikit sehingga warna
semakin terang (putih). Pada nata yang tebal pembentukan jaringan selulosa
semakin banyak dan rapat (Putriana, 2013).
Ketebalan nata merupakan banyaknya gula (sukrosa) yang dapat diubah
menjadi selulosa oleh Acetobacter xylinum sehingga serat yang terbentuk juga
semakin tinggi. Serat kasar yang terbentuk merupakan hasil perombakan gula
pada medium fermentasi oleh aktivitas Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum
mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak
membentuk prekursor pada membrane sel. Prekursor ini keluar bersama – sama
enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel, jadi dengan
adanya penambahan gula (sukrosa) akan meningkatkan jumlah lapisan – lapisan
selulosa (serat) yang dihasilkan oleh Acetobacter xylinum. Selulosa yang
terbentuk didalam media berupa benang - benang yang bersama dengan
polisakarida membentuk jaringan yang terus menebal menjadi lapisan nata (Rizal,
2013).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 20 April 2018 di
Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat praktikum yang digunakan antara lain timbangan
analitik, gelas ukur, labu ukur, kain saring, pipet mikro, baskom, pisau, sendok,
piring, aluminium foil, blender, kertas karton.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan praktikum yang digunakan antara lain air kelapa,
air nira, nanas, pepaya, kedelai, cuka, MgSO4, NaSO4, (NH4)2SO4, gula pasir,
Accetabter xylinum.

Prosedur kerja
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Nata
Warna Ketebalan Tekstur
Nama
Nira Kelapa Kedelai Pepaya Nanas Nira Kelapa Kedelai Pepaya Nanas Nira Kelapa Kedelai Pepaya Nanas
Ayudia 3 4 4 2 4 2 3 4 2 2 3 3 4 2 1
Oyan 3 4 4 3 2 3 4 4 3 3 4 4 4 3 2
Lia 2 4 3 4 2 2 4 4 1 2 2 4 4 1 2
Yayak 3 3 4 2 2 3 4 4 2 2 3 4 4 3 3
Fitrah 3 4 3 2 2 3 4 4 2 1 3 4 4 2 1
Eni 4 4 5 3 2 4 4 5 2 2 4 4 4 2 3
Maya 3 4 3 2 3 3 4 3 2 2 2 4 2 2 3
Juna 3 4 3 4 4 3 5 5 1 2 3 3 2 4 4
Mimi 4 4 3 2 3 3 4 3 2 2 3 3 2 4 4
Mutia 3 4 5 3 3 3 4 4 2 2 3 2 4 4 3
Asri 4 5 5 4 4 4 5 5 3 3 4 5 4 4 4
Rizmana 2 2 4 2 3 4 5 4 2 2 2 1 2 3 4
Wiwik 2 3 4 3 3 3 4 4 2 2 2 3 2 3 3
Dian 3 4 4 3 2 3 4 4 3 4 4 4 3 3 2
Arin 2 4 4 3 3 3 4 5 2 3 2 4 3 2 2
Warda 3 4 4 3 3 4 5 4 3 2 2 2 3 4 3
Wazi 3 4 5 2 2 3 4 5 2 2 3 2 1 4 4
Rika 4 3 4 2 2 5 5 5 1 1 2 2 2 2 2
Dinda 2 5 4 1 1 3 5 3 2 1 3 5 2 4 4
Widi 4 4 4 3 4 4 5 4 2 2 3 4 3 2 3
Keterangan:
Warna Ketebalan Tekstur
1. Sangat Bening 1. Sangat Tidak Tebal 1. Sangat Tidak Kenyal
2. Bening 2. Tidak Tebal 2. Tidak Kenyal
3. Agak Putih 3. Agak Tebal 3. Agak Kenyal
4. Putih 4. Tebal 4. Kenyal
5. sangat Putih 5. Sangat Tebal 5. Sangat Kenyal

Hasil Perhitungan
a. Warna
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan ANOVA Uji Organoleptik Warna Nata

Sumber db JK KT FHitung FTabel Signifikan


Perlakuan 4 31,46 7,865 13,772811 2,467494 S
Galat 95 54,25 0,5710526
Total 99 85,71

Kesimpulan
FHitung > FTabel maka H0 ditolak (Signifikan). Artinya, terdapat pengaruh nyata perlakuan
terhadap warna nata yang dihasilkan.

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) Warna Nata

No Nama Rerata n Signifikan


1 Kedelai 3,95 20 A
2 Kelapa 3,85 20 A
3 Nira 3 20 b
4 Nenas 2,7 20 b
5 Pepaya 2,65 20 b

Kesimpulan
 Perlakuan Kedelai tidak berbeda nyata dengan perlakuan Kelapa, tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan Nira, Nenas dan Pepaya terhadap warna nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Kelapa berbeda nyata dengan perlakuan Nira, Nenas dan Pepaya, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan Kedelai terhadap warna nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Nira tidak berbeda nyata dengan perlakuan Nenad dan Pepaya, tetapi berbeda
nyata dengan perlakuan Kedelai dan Kelapa terhadap warna nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Nenas tidak Berbeda nyata dengan perlakuan Pepaya dan Nira, tetapi berbeda
nyata dengan perlakuan Kedelai dan Kelapa terhadap warna nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Pepaya berbeda nyata dengan perlakuan Kedelai dan Kelapa, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan Nira dan Nenas terhadap warna nata yang dihasilkan.
b. Ketebalan
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan ANOVA Uji Organoleptik Ketebalan Nata
Sumber db JK KT FHitung FTabel Signifikan
Perlakuan 4 9,.86 23,215 53,464848 2,467494 S
Galat 95 41,25 0,4342105
Total 99 134,11

Kesimpulan
FHitung > FTabel maka H0 ditolak (Signifikan). Artinya, terdapat pengaruh nyata perlakuan
terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Uji Lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) Ketebalan Nata
No Nama Rerata n Signifikan
1 Kelapa 4,3 20 A
2 Kedelai 4,15 20 A
3 Nira 3,25 20 b
4 Nenas 2,1 20 c
5 Pepaya 2,05 20 c

Kesimpulan
 Perlakuan Kelapa tidak berbeda nyata dengan perlakuan Kedelai, tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan Nira, Nenas dan Pepaya terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Kedelai berbeda nyata dengan perlakuan Nira, Nenas dan Pepaya, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan Kelapa terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Nira berbeda nyata dengan perlakuan Nenas, Pepaya, Kelapa dan Kedelai
terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Nenas tidak berbeda nyata dengan perlakuan Pepaya, tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan Kelapa, Kedelai dan Nira terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.
 Perlakuan Pepaya berbeda nyata dengan perlakuan Kelapa, Kedelai dan Nira, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan Nenas terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.

c. Tekstur
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan ANOVA Uji Organoleptik Tekstur Nata
Sumber db JK KT FHitung FTabel Signifikan
Perlakuan 4 3,56 0,89 0,956448 2,467494 NS
Galat 95 88,4 0,9305263
Total 99 91,96

Kesimpulan
FHitung < FTabel maka H0 diterima (Non-Signifikan). Artinya, terdapat pengaruh nyata perlakuan
terhadap ketebalan nata yang dihasilkan.
PEMBAHASAN

Nata merupakan hasil olahan pangan secara fermentasi dengan bantuan bakeri
Acetobacter xylinum, bakteri ini akan menghasilkan suatu lapisan putih yang terapung di
atasnya. Lapisan putih ini merupakan hasil perubahan gula, dalam hal ini sukrosa menjadi
selulosa secara ekstraseluler. Selulosa tersebut berbentuk partikel yang tebal. Besar felikel Nata
yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh aktivitas bakteri tersebut. Sedangkan aktivitas bakteri
dipengaruhi oleh kadar gula dan lama fermentasi (Nurhayati, 2006).
Nata merupakan hasil fermentasi dari Starter Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan
pada media yang mengandung glukosa. Bakteri Acetobacter xylinum dapat membentuk nata jika
ditumbuhkan dalam media yang sudah diperkaya karbon (C) dan nitrogen (N) melalui proses
yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasikan enzim ekstraseluler
yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai homopolimer atau selulosa. Dari jutaan
jasad renik yang tumbuh dalam media tersebut, akan dihasilkan lembar benang–benang selulosa
yang akhirnya nampak padat putih hingga transparan yang disebut sebagai nata. Sebagai
makanan berserat nata memiliki kandungan selulosa 2,5%, serat kasar 2,75%, protein 1,5 – 2,8
%, lemak 0,35 dan sisanya air 95%. Nata dapat digambarkan sebagai sumber makanan rendah
energi untuk keperluan diet karena nilai gizi produk ini sangat rendah (Sari dkk, 2017).
Praktikum kali ini tentang pembuatan nata dari berbagai macam bahan seperti kelapa,
kedelai, nira, nanas dan pepaya. Persyaratan media untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum adalah sumber karbon glukosa atau sukrosa 5 – 10 persen, sumber nitrogen amonium
sulfat 0,5 persen, tingkat keasaman (pH) 4 - 5, suhu 28 - 32 0C dan lama inkubasi 1 - 2 minggu.
Sumber gula dapat berasal dari glukosa, sukrosa, fruktosa ataupun maltosa. Asam asetat glasial
dapat ditambahkan untuk mengatur keasaman media (Lapuz dkk., 1967; Herman, 1979 dan
Jagannath dkk., 2008). Proses pembuatan nata dilakukan dengan cara merebus bahan terlebih
dahulu dan menambahkan bahan-bahan lain sebagai sumber nitrogen, karboh, glukosa dan lain-
lain yang dibutuhkan oleh bakteri sebagai media pertumbuhannya.
Media yang diperlukan untuk pembentukan Nata antara lain: gula yang digunakan
sebagai sumber karbon yang berperan penting pada pertumbuhan mikroba. Menurut
Suratiningsih (1994), bahwa bakteri Acetobacter mampu mensintesis Nata dari glukosa, maltosa,
maupun gliserol. Macam dan kadar gula yang ditambahkan akan mempengaruhi ketebalan dan
sifat Nata yang terbentuk. Sukrosa sering digunakan sebagai sumber karbon, karena merupakan
gula lokal, harganya murah dan menghasilkan Nata yang tebal dan keras. Kadar sukrosa 5-10%
pada media fermentasi akan menghasilkan Nata yang tebal dan keras. Selain gula, nutrisi lain
yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri adalah nitrogen, vitamin, dan mineral dan biasanya
digunakan yeast ekstrak, natrium nitrat, Mg SO4 2H2O dan (NH4) SO4. Nitrogen sangat penting
dalam pembentukan Nata. Kadar Nitrogen yang digunakan 0,25 persen. Di dalam fermentasi
apabila tidak tersedia Nitrogen maka Nata tidak akan terbentuk. Suhu juga merupakan faktor
yang penting untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter, hal ini mengingat bahwa mikroba tertentu
mempunyai suhu optimum untuk bisa hidup. Menurut Sunarso (1992) suhu inkubasi fermentasi
sangat berpengaruh terhadap pembentukan Nata. Suhu inkubasi 28-31 0C merupakan suhu
optimal bagi pembentukan Nata yang akan menghasilkan Nata yang tebal dan keras. Menurut
Bhakti (1974) umur bakteri yang digunakan juga akan mempengaruhi ketebalan dan sifat Nata
yang dihasilkan. Semakin tua umur kultur akan semakin menurunkan hasil bobot dan ketebalan.
Umur bakteri 7 hari masih dapat membentuk Nata yang baik, sehingga koleksi kultur murni
bakteri tersebut dalam laboratorium perlu pemindahan untuk permudaan setiap tujuh hari.
Keasaman media fermentasi juga berpengaruh terhadap hasil Nata. Menurut Sunarso (1992)
semakin rendah pH media fermentasi diperoleh Nata yang semakin tebal. Hal ini disebabkan
semakin terseleksinya pertumbuhan mikroba akibat turunnya pH, maka Acetobacter xylinum
akan semakin sedikit mendapat saingan dengan mikroba yang lain untuk mendapat nutrien dari
media pertumbuhannya. PH optimal untuk menghasilkan Nata yang tebal adalah 3,5.
Hasil pengamatan parameter warna menunjukkan hasil FHitung > FTabel maka H0 ditolak
(Signifikan). Artinya, terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap warna nata yang dihasilkan.
Sehingga harus di uji lanjut menggunakan uji BNJ. Nira, nanas dan pepaya menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata terhadap aroma nata yang dihasilkan sedangkan kelapa dan kedelai
juga tidak berbeda nyata terhadap aroma nata yang dihasilkan. Perbedaan hasil antara kelima
jenis bahan terhadap pembentukan warna nata disebabkan karena pengaruh jenis bahan yang
berbeda. Pada parameter warna ini warna yang yang paling putih menurut panelis yaitu nata dari
bahan baku kedelai dengan rerata 3,95 kategori putih dan warna paling kurang putih menurut
panelis yaitu nata dari bahan baku pepaya dengan rerata 2,65 kategori agak putih. Hal ini terjadi
karena perbedaan bahan baku yang digunakan Jika bahan baku berwarna hijau atau kuning maka
hasil nata berwarna putih keruh. Warna nata juga dipengaruhi oleh gula yang mengalami reaksi
pencoklatan non enzimatis sewaktu sterilisasi (Sari dkk, 2017).
Hasil pengamatan parameter ketebalan menunjukkan hasil F Hitung > FTabel maka H0 ditolak
(Signifikan). Artinya, terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap ketebalan nata yang
dihasilkan. Sehingga harus di uji lanjut menggunkana uji lanjut BNJ. Hasil uji lanjut skoring
pada ketebalan nata tertinggi yaitu pada bahan baku kelapa dengan rerata 4,3 kategori sangat
tebal dan paling terendah yaitu nata dari bahan baku pepaya dengan rerata 2,05 kategori agak
tebal. Pengamatan ketebalan nata bertujuan untuk mengetahui pembentukan selulosa. Bakteri
nata mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa ekstraseluler dan secara bertahap menutupi
permukaan. Selulosa tersebut berbentuk fibril submikroskopik yang kemudian saling terikat
tidak beraturan membentuk membran tergelatinasi sehingga mengakibatkan memerangkap air
dalam jumlah banyak, disebut pelikel nata (Effendi, 2009). Perbedaan ketebalan nata yang
dihasilkan yaitu karena pengaruh Kandungan air produk nata yang berkaitan dengan kadar serat.
Semakin tinggi kadar serat maka air yang terperangkap dalam lapisan nata semakin menurun.
Menurut Efendi (2009) kadar serat nata de coco sekitar 8,84 persen. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Widia (1984) bahwa penambahan glukosa ke dalam media akan meningkatkan
serat dalam nata yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya aktifitas Acetobacter
xylinum dalam membentuk selulosa yang merupakan polisakarida dengan berat molekul yang
besar. kandungan serat produk nata de coco adalah paling tinggi. Hal tersebut disebabkan karena
kandungan nutrisi air kelapa lebih lengkap. Air kelapa mengandung gula sukrosa, sumber
mineral yang beragam, serta adanya faktor pendukung pertumbuhan bakteri penghasil nata.
Hasil pengamatan parameter tekstur menunjukkan hasil FHitung < FTabel maka H0 diterima
(Non-Signifikan). Artinya, terdapat pengaruh nyata perlakuan terhadap ketebalan nata yang
dihasilkan. Sehinnga tidak perlu diuji lanjut. Hal ini terjadi karena pengaruh konsentrasi starter
yang digunakan pada setiap sampel sama yaitu 12,5 ml. menurut Sari dkk (2017) tekstur yang
dihasilkan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi starter karena dipengaruhi oleh
proses pembentukan selulosa oleh Acetobacter xylinum. Oleh karena itu tekstur pada nata yang
dihasilkan untuk semua sampel non-signifikan atau tidak berbeda nyata, tekstur yang dihasilkan
oleh produk nata adalah kenyal dan tidak keras.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan nata pada praktikum ini yaitu jenis
bahan yang digunakan, kualitas starter yang digunakan. Penggunaan starter merupakan syarat
yang sangat penting yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah koloni A. xylinum yang
menghasilkan enzim pembentuk nata. Disamping itu starter juga berguna untuk adaptasi bakteri
sebelum proses fermentasi nata de coco (Iguchi, Yamanaka et al. 2000). Lama waktu fermentasi,
semakin lama waktu fermentasi maka persediaan nutrisi mulai berkurang sehingga akan
meningkatkan persaingan antar bakteri untuk mempertahankan hidup, akibatnya akan terjadi
kematian bakteri yang menyebabkan penurunan jumlah bakteri yang dihasilkan, akhirnya dapat
menyebabkan penurunan bobot Nata yang dihasilkan. Suhu fermentasi/inkubasi erat kaitannya
dengan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Hal tersebut mengingat bahwa mikrobia
tertentu mempunyai suhu optimum tertentu pula. Menurut Sunarso (1992) Suhu inkubasi 28-31
0
C merupakan suhu yang optimal pembentukan felikel Nata yang mempunyai sifat tebal dan
keras. Apabila suhu di bawah atau di atas suhu optimum maka menyebabkan hasil Nata yang
diperoleh juga kurang optimum.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Nata merupakan hasil olahan pangan secara fermentasi dengan bantuan bakeri Acetobacter
xylinum, bakteri ini akan menghasilkan suatu lapisan putih yang terapung di atasnya.
2. Hasil pengamatan parameter warna yang paling putih menurut panelis yaitu nata dari bahan
baku kedelai dengan rerata 3,95 kategori putih.
3. Hasil pengamatan parameter ketebalan nata tertinggi yaitu pada bahan baku kelapa dengan
rerata 4,3 kategori sangat tebal.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan nata yaitu, jenis bahan baku yang
digunakan, suhu fermentasi, umur starter dan lama waktu fermentasi.
5. Perlakuan terbaik pada praktikum pembuatan nata yaitu dari bahan baku kelapa yang
menghasilkan warna 3,85 kategori putih dan ketebalan 4,3 kategori sangat tebal.

Anda mungkin juga menyukai