Anda di halaman 1dari 82

STUDI KUALITATIF MENGENAI

KUALITAS HIDUP PASIEN TB MDR


PUSKESMAS KUTABUMI TAHUN 2014-2016

Oleh:
Andhika Pangestu 1111103000066
Debtia Rahmah 1111103000063
Faris Muaz 1111103000019
Tiara Putri Methas 1111103000026
Vania Utami Putri 1111103000069

Pembimbing:
dr Munifatuzzahra
dr. Risahmawati, PhD
dr. Mas Nuriman Syah

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
2016
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah diagnosis komunitas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Komunitas Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di
Puskesmas Kutabumi, Tangerang.
Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW karena
telah membawa manusia menuju zaman yang penuh dengan cahaya ilmu.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Munifatuzzahra dan dr. Risahmawati selaku pembimbing kami dan juga dokter
pembimbing di Puseksmas Kutabumi yaitu dr. Mas Nuriman Syah serta seluruh staf
Puskesmas Kutabumi yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan
makalah diagnosis komunitas ini.
Kami sadari betul bahwa makalah studi kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan makalah yang kami buat ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, April 2016

Tim Penyusun

1
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................. 5

1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................ 5

1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 7

2.1 Landasan Teori ................................................................................................. 7

2.12 Kerangka Konsep ......................................................................................... 26

BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................................29

3.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 27

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 27

3.3 Populasi dan Sampel ...................................................................................... 27

3.4 Kriteria Sampel .............................................................................................. 27

3.5 Sumber Data .................................................................................................. 27

3.6 Alur Penelitian ............................................................................................... 28

3.7 Analisis Data .................................................................................................. 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 31

2
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 53

LAMPIRAN..................................................................................................................... 54

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan utama di
Negara berkembang. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendidikan, sosial dan
ekonomi. Faktor-faktor terkait penyakit menular adalah berhubungan dengan pola
hidup, perilaku dan lingkungan pasien. Salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan adalah tuberculosis paru. Di Indonesia, tuberculosis paru
masih menjadi suatu penyakit yang menimbulkan masalah kesehatan.1
Pada tahun 2009, WHO menyatakan bahwa Indonesia menuduki peringkat ke-
5 dengan penderita tuberculosis terbanyak. Pada tahun 2004 diperkirakan ada
539.000 kasus baru tuberculosis dengan kematian 101.000 jiwa di Indonesia. Data
dari departemen kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 menyatakan bahwa
insiden kasus tuberculosis dengan hasil pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA)
positif sekitar 110 per 100.000 penduduk di Indonesia.1
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Tb dapat menyerang organ paru dan di luar paru seperti
tulang, selaput otak, kelenjar getah bening, usus. Gejala umum dari TB paru adalah
batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan, seperti sesak
napas, batuk darah, nyeri, dada dan atau gejala tambahan, seperti tidak nafsu makan,
penurunan berat badan, keringat malam hari dan mudah lelah.2
Penanganan TB yang tidak adekuat dapat mengakibatkan kegagalan
pengobatan, transmisi kuman TB yang berkelanjutan pada anggota keluarga dan
anggota masyarakat serta menimbulkan resistensi berbagai obat atau dikenal dengan
kasus Tuberculosis Multi Drug Resistance (TB MDR). Kasus TB MDR merupakan
bentuk spesifik dari TB resisten obat yang terjadi jika kuman TB resisten setidaknya
terhadap regimen obat isoniazid dan rifampisin. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengobati TB MDR ini adalah sekitar 20 bulan. keadaan resistensi obat anti
tuberculosis ini akibat penggunaan yang tidak tepat pada pasien yang masih sensitif.1
Hal ini dapat terjadi berdasarkan dua faktor, yaitu dari segi tenaga kesehatan atau dari

4
pasien. Kesalahan dari tenaga kesehatan bisa berupa ketidaktelitian dalam pemberian
obat atau karena kegagalan dalam memastikan pasien menyelesaikan seluruh tahapan
pengobatan. Dari pasien bisa karena kurangnya pengetahuan pasien mengenai TB
serta pengobatannya. Indonesia berada dalam urutan ke-9 di dunia sebagai prevalensi
kasus TB MDR terbanyak pada tahun 2010 dengan 6.100 kasus.1,3
Jumlah kasus yang semakin lama semakin meningkat membuat kasus ini
layak untuk menjadi perhatian. Selain itu, penyakit TB MDR sulit untuk
disembuhkan. Pengobatannya membutuhkan waktu yang sangat lama, berbagai efek
samping dan biaya besar. Hal ini tentunya mempengaruhi kualitas hidup pasien di
berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu kami tertarik untuk melakukan studi
mengenai kualitas hidup pasien TB MDR.

1.2. Rumusan masalah


Bagaimana kualitas hidup pasien TB MDR di Kabupaten Kutabumi
Tangerang pada tahun 2014-2016?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Menilai kualitas hidup pasien TB MDR di Kabupaten Kutabumi
Tangerang pada tahun 2014-2016 meliputi aspek tingkat aktivitas,
kemandirian dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan, dukungan sossial serta
harapan.

1.3.2. Tujuan khusus


1. Mengetahui karakteristik pasien TB MDR
2. Mengetahui riwayat penyakit pasien TB MDR
3. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pasien terkait
penyakitnya

5
4. Mengetahui tetang pengobatan pasien meliputi regimen obat, tingkat
kepatuhan minum obat, efek samping yang dialami pasien, motivasi
berobat serta kendala yang dihadapi.
5. Mengetahui kualitas kesehatan fisik maupun psikososial, ekonomi dan
spiritual pasien TB MDR
6. Mengetahui peranan keluarga dalam proses pengobatan

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Peneliti


 Mengetahui kualitas hidup pasien TB MDR dan segala aspek terkait
 Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan modul Ilmu
Kedokteran Komunitas.

1.4.2. Bagi Puskesmas Kutabumi


 Sebagai sarana evaluasi program TB MDR Puskesmas Kutabumi
 Sebagai acuan dalam usaha pengobatan pasien TB MDR berupa
bahan konseling, informasi dan edukasi pasien

1.4.3. Bagi Masyarakat


 Meningkatkan pengetahuan mengenai TB MDR beserta
pengobatannya

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB MDR) merupakan suatu kondisi
dimana M.Tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan
atau tanpa OAT lainnya. Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terbagi
menjadi 3 kelompok besar yaitu:1,4
1) Resistensi primer
Suatu keadaan resistensi, jika pasien sebelumnya tidak pernah mendapatkan
pengobatan OAT sebelumnya ataupun sudah mendapat pengobatan OAT
kurang dari 1 bulan
2) Resistensi initial
Suatu keadaan resistensi, jika pasien tidak tahu secara pasti apakah dirinya
sudah ada riwayat minum OAT sebelumnya ataupun belum pernah sama
sekali
3) Resistensi sekunder
Suatu keadaan resistensi, jika pasien telah memiliki riwayat pengobatan OAT
minimal 1 bulan
Terdapat beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan terjadinya
resistensi terhadap pengobatan tuberkulosis (TB) antara lain sebagai berikut :1,4
1) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan TB
2) Penggunaan panduan pengobatan yang kurang adekuat
3) Addition Syndrome Phenomenon merupakan suatu kondisi dimana obat
ditambahkan dalam suatu panduan pengobatan yang tidak berhasil.
4) Pemakaian obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik
sehingga mengganggu mekanisme obat
5) Penyediaan obat yang tidak reguler
6) Pemberian obat TB yang tidak teratur

7
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO pada tahun 2008, menjelaskan bahwa angka kejadian
TB MDR terus meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Terdapat kurang lebih
50 juta orang yang suspect terinfeksi oleh bakteri TB yang telah resisten terhadap
beberapa obat anti TB (OAT) khususnya Rifampisin dan Isoniazid (INH).5

2.3 Etiologi
Secara garis besar terdapat 5 penyebab yang mendasari terjadinya TB MDR
antara lain sebagai berikut :6,7
 Masa infeksius yang relatif lebih lama akibat late diagnostic akan
mengakibatkan peningkatan angka kejadian resistensi obat anti TB (OAT)
 Pasien TB MDR yang telah resisten terhadap bakteri TB yang telah mendapat
terapi obat anti TB dalam jangka pendek dengan monoterapi, maka akan
menyebabkan meningkatnya OAT yang resisten
 Adanya koinfeksi seperti HIV pada pasien TB akan meningkatnya kejadian
beralihnya diagnosis suspected TB menjadi TB MDR
 Pasien TB MDR yang dilakukan treatment dengan OAT jangka pendek,
namun tidak sembuh dengan pengobatan tersebut
 Penggunaan OAT yang kurang adekuat, baik dari segi jenis obat ataupun
dosis obat yang diberikan sehingga dapat meningkatkan insidensi resistensi
kuman TB

8
2.4 Faktor yang mempengaruhi TB MDR
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB MDR sangat erat kaitannya
dengan beberapa faktor dibawah ini antara lain :6,7

Faktor yang berkaitan Keterangan

Faktor Kuman  Virulensi yang meningkat pada kuman TB


 Kemampuan daya tahan hidup kuman TB
semakin meningkat
Faktor Program  Fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan yang
tidak memadai
 Kurang terselenggaranya program DOTS-plus
dengan baik
 Tidak terdapat program DOTS-plus
 Membutuhkan dana dalam jumlah besar
 Adanya amplifier effect
Faktor Mikrobiologik  Resistensi yang alamiah
 Resistensi yang didapat
 Virulensi kuman
 Adanya amplifier effect
Faktor Klinik 1) Penyelenggara kesehatan
 Late diagnostic oleh tenaga medis
 Pengobatan yang tidak merujuk pada guideline
 Tidak terdapatnya guideline atau pedoma
khusus lainya
 Kurang adekuat atau tidak adanya program
pelatihan kader TB
 Penggunaan OAT yang tidak adekuat
 Tidak terdapatnya program pemantauan

9
pengobatan
 Addition syndrome phenomenon
 Penganturan lintas sektoral program TB tidak
berjalan sebagaimana mestinya
2) Obat
 Pengobatan OAT yang terputus dan belum
tuntas
 Harga obat yang tidak dapat dijangkau oleh
pasien
 Regimen obat yang tidak tepat
 Dosis obat yang tidak tepat
 Kualitas obat yang kurang baik akibat
bioavaibilitas yang menurun
 OAT tidak dapat terserap dengan baik, pada
kondisi tertentu
 Efek samping OAT yang berlebihan
 Pengobatan OAT dalam jangka waktu panjang
dapat membuat pasien merasa depresi dan
bosan untuk minum obat tersebut setiap
harinya
3) Pasien
 Kurang adanya dana untuk berobat,
pemeriksaan penunjang dan sebagainya
 Kurang adekuatnya informasi yang didapatkan
melalui penyuluhan dan promosis kesehatan
yang berkaitan dengan TB
Faktor HIV AIDS  Kemungkinan kejadian TB MDR semakin
meningkat
 Gangguan penyerapan dari sistem pencernaan

10
 Efek samping yang ditimbulkan lebih berat

2.5 Klasifikasi Resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT


Klasifikasi resistensi bakteri M.Tuberkulosis terhadap OAT terbagi menjadi 5
kelompok yaitu :6,7
1) Mono-resistensi
Kekebalan terhadaap salah satu OAT
2) Poli-resistensi
Kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan
rifampisin
3) Multidrug resistensi (MDR)
Kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampisin
4) Extensive drug resistensi (XDR)
TB MDR ditambah dengan kekebalan terhadap golongan obat fluorokuinolon,
dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua seperti kapreomisin,
kanamisin, amikasin
5) Total drug resistance
Resistensi terhadap obat lini pertama maupun lini kedua sehingga tidak ada
obat yang dapat digunakan

11
2.6 Suspek TB MDR

Pasien TB yang dapat memiliki kemungkinan menjadi TB MDR adalah sebagai


berikut :5,6

1) Kasus TB paru dengann gagal pengobatan pada kategori 2 yang dibuktikan


dengan rekam medik sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu
2) Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan
dengan kategori 2
3) Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang mendapat
OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin
4) Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1
5) Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan
dengan kategori 1
6) TB paru kasus kambuh
7) Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan
atau kategori 2
8) Suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat dengan pasien TB MDR
9) TB HIV

2.7 Diagnosis TB MDR6,7


 Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan
 Semua suspek TB MDR diperiksakan dahaknya untuk kemudian dilakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat
M.Tuberkulosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan isoniazid maka
dapat ditegakkan diagnosis TB MDR
 Penegakkan diagnosis TB MDR dapat ditegakkan dari :
1) Penelusuran faktor resiko TB MDR
2) Pengenalan kegagalan obat secara dini
3) Uji kepekaan obat di laboratorium yang sudah tersertifikasi

12
2.8 Penatalaksanaan TB MDR5,8

Strategi pengobatan TB MDR terdiri dari 3 jenis pengobatan antara lain


sebagai berikut :

1) Pengobatan standar
Data dari populasi pasien yang representatif digunakan sebagai dasar regimen
pengobatan karena tidak tersedianya hasil uji resistensi individual. Pasien TB
MDR memperoleh regimen pengobatan yang sama
2) Pengobatan empiris
Tiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat pengobatan TB pasien
sebelumnya dan data hasil uji resistensi populasi representatif
3) Pengobatan individual
Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan
hasil uji resistensi

Sedangan prinsip dasar untuk melakukan pengobatan TB MDR antara lain


sebagai berikut :

 Regimen yang dipilih berdasarkan riwayat pemakaian obat oleh pasien


sebelumnya
 Regimen sebaiknya terdiri dari sedikitnya empat obat yang masih atau hampir
efektif
 Menggunakan obat-obatan yang biasa digunakan di negara tersebut, sebaiknya
diketahui prevalensi resistensi OAT lini pertama dan kedua sebelum
menyusun regimen pengobatan
 Jika memungkinkan, pirazinamid, etambutol dan fluorokuinolon diberikan
satu kali sehari karena lebih efektif. Pemberian dosis OAT lini kedua lainnya
sekali perhari tergantung toleransi pasien
 Efek samping harus segera dikenali dan ditatalaksana dengan segera untuk
mencegah putusnya obat dan mencegah putusnya obat dan mencegah
morbiditas dan mortalita akibat efek samping

13
 Dosis obat disesuaikan terhadap berat badan pasien
 Obat suntik (seperti aminoglikosida atau kapreomisin) digunakan minimal
selama 6 bulan dan sekurang-kurangnya 4 bulan setelah konversi kultur
 Minimum lama pengobatan setelah 18 bulan setelah konversi kultur
 Pengobatan yang diberikan adalah pengawasan menelan obat langsung (DOT)
 Hasil uji sensitivitas obat harus dapat dipercaya (dari laboratorium yang
tervalidasi) dan dapat digunakan sebagai panduan pengobatan
 Pirazinamid dapat digunakan selama pengobatan apabila dinilai efektid
 Deteksi dini TB MDR dan memulai pengobatan segera adalah salah satu
kunci keberhasilan pengobatan
 Jangan menggunanakn siprofloksasin sebagai OAT

Sedangkan penatalaksanaan TB MDR berdasarkan literatur guidelines WHO,


dimana terdapat 5 grup utama pengobatan TB MDR antara lain sebagai berikut :

1) Grup pertama
Pirazinamid dan ethambutol, dikarenakan pengobatan yang paling efektif dan
dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh
2) Grup kedua
Obat injeksi yang bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), namun jika
alergi dapat digunakan kapreomisin, viomisin
3) Grup ketiga
Fluorokuinolon merupakan jenis obat bakterisidal tinggi, seperti levofloksasin

4) Grup keempat
Bersifat bakteriostatik tinggi (PAS, ethionamid, sikloserin)
5) Grup kelima
Obat yang belum jelas efikasinya, dan belum disediakan dalam bentuk
program penatalaksanaan TB MDR

14
PMDT 2014

PMDT 2014

Adapun panduan obat TB MDR di Indonesia adalah sebagai berikut :5,7

15
1) Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris
2) Panduan pengobatan ini diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling
sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Apabila hasil
pemeriksaan biakan bulan ke-8 belum terjadi konversi maka disebut gagal
pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian OAT tanpa suntikan setelah
menyelesaikan tahap awal
3) Etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resisten atau riwayat penggunaan
sebelumnya menunjukkan kemungkinan besar terjadinya resistensi terhadap
ethambutol
4) Paduan OAT akan disesuaikan paduan atau dosis pada :
- Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid Test, setelah ada
konfirmasi hasil uji resistensi M. Tuberkulosis dengan cara konvesional,
paduan OAT akan disesuaikan
- Jika ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut diatas sebelumnya
sehingga dicurigai telah ada resistensi
- Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat
diidentifikasi sebagai penyebabnya
- Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak,
demam, penurunan berat badan

5) Penentuan perpindahan ke tahap lanjutan ditentukan oleh Tim Ahli Klinis


(TAK)

6) Jika terbukti resisten terhadap kanamisin, maka paduan standar disesuaikan

7) Jika terbukti resisten terhadap kuinolon maka paduan standar disesuaikan Jika
moksifloksasin tidak tersedia, maka dapat digunakan levofloksasin dengan
dosis tinggi. Pada penggunaan levofloksasin dosis tinggi, harus dilakukan

16
pemantauan ketat terhadap kondisi jantung pasien dan kemungkinan terjadi
tendinitis/ruptur tendon

8) Jika ada pengobatan TB MDR tidak dapat menggunakan sikloserin maka


penggunaan sikloserin dapat diganti dengan PAS
9) Jika terbukti resisten terhadap kanamisin dan kuinolon (TB XDR) atau pasien
TB MDR/HIV maka akan memerlukan penatalaksanaan khusus. Pasien
yang berdasarkan uji kepekaan ulangan menunjukkan resistensi tambahan
terhadap kanamisin dan kuinolon maka pengobatan standar MDR dianggap
gagal dan pasien akan memulai pengobatan untuk TB XDR.

2.8.1 Pemberian obat6,4

1) Fase awal : Obat per oral setiap hari ( 7 hari dalam 1 minggu), suntikan
diberikan 5 (lima) hari dalam seminggu (senin-jumat)
2) Fase lanjutan : Obat per oral ditelan selama 6 (enam) hari dalam seminggu
(hari minggu pasien tidak minum obat)
3) Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan
4) Pada pengobatan TB MDR dimungkinkan terjadinya pemberian obat dengan
dosis naik secara bertahap yang bertujuan untuk meminimalisasi kejadian efek
samping obat. Tanggal pertama pengobatan adalah hari pertama pasien dapat
mendapatkan obat dengan dosis penuh
5) Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT (Directly Observed Treatment dengan PMO
diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan terlatih)
6) Piridoksin (Vit B6) ditambahkan pada pasin yang mendapatkan sikloserin
dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin

17
7) Berdasarkan sifat farmakokinetik pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon
diberikan sebagai dosis tunggal. Sedangkan etionamid, sikloserin, dan PAS
dapat diberikan sebagai dosis terbagi untuk mengurangi efek samping jika
terjadi yang berat atau pada kasus TB MDR/HIV.

2.8.2 Dosis OAT6,4

1) Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan
pasien
2) Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket (disiapkan oleh petugas
farmasi RS Rujukan TB MDR untuk 1 bulan mulai dari awal sampai akhir
pengobatan sesuai dosis yang telah dihitung oleh TAK)
3) Jika pasien meneruskan pengobatan di RS Sub Rujukan/ Fasyankes satelit TB
MDR maka paket obat akan diambil oleh petugas farmasi RS Sub
rujukan/Fasyankes satelit TB MDR dari unit farmasi RS Rujukan TB MDR
setiap 3 bulan sesuai ketentuan yang berlaku
4) Perhitungan dosis OAT dapat dilihat pada tabel di bawah ini

PMDT 2014

18
Pemberian obat suntik atau memasuki fase intensif dianjurkkan berdasarkan
konversi kultur. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan dan minimal 4
bulan setelah hasil sputum atau kultur pertama yang menjadi negatif. Sedangkan
lamanya pengobatan TB MDR juga tergantung pada hasil konversi kultur.
Berdasarkan literatur, lamanya pengobatan TB MDR dapat diteruskan pengobatan
minimal 18 bulan setelah konversi kultur. Sedangkan pengobatan tambahan lain
berupa terapi pendukung nutrisi seperti vitamin B, vitamin A, dab mineral serta terapi
kortikosteroid diberikan jika terdapat gangguan pernafasan berat, keterlibatan SSP
atau peikard (dapat diberikan prednison dimulai dari dosis 1 mg/kgBB dinaikkan 10
mg/minggu apabila akan diberikan dalam jangka lama).

2.8.3 Efek Samping Obat

Pengobatan TB MDR pada umumnya dapat menimbulkan efek samping pada


pasien TB MDR. Efek samping obat TB MDR bervariatif bergantung pada
penggunaan jenis obat TB MDR yang dikonsumsi. Berikut adalah beberapa efek
samping yang diakibatkan oleh pengobatan TB MDR :4,7

1) Pirazinamid
Penggunaan obat pirazinamid dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
lemah, lesu, mual, muntah, nafsu makan menghilang, nyeri di perut kiri atas,
rasa tidak nyaman pada persendian, gatal dan timbul bintil-bintil seperti
jerawat di badan dan wajah
2) Etambutol
Penggunaan obat etambutol dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
nyeri pada bagian perut, pusing, mual, muntah serta dapat menyebabkan
gangguan penglihatan
3) Kanamisin
Penggunaan obat kanamisin dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
nyeri pada area yang disuntik dan timbul gangguan pendengaran
4) Kapreomycin

19
Penggunaan obat kapreomycin dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
sakit kepala, demam, sesak nafas, gatal, kemerahan, sering buang air kecil,
otot melemas, mati rasa pada area yang disuntik serta gangguan pendengaran
5) P-Aminosalicylic Acid (PAS)
Penggunaan obat PAS dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti kulit
gatal dan kemerahan, sakit perut, muntah, hilang nafsu makan, dan kelelahan
6) Levofloksasin (LFX)
Penggunaan obat levofloksasin dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
gangguan pencernaan, nyeri kepala, malaise, insomnia, reaksi alergi,
photosensitive
7) Cycloserine (CS)
Penggunaan obat cyloserine dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
gangguan neurologis, psikiatri, nyeri kepala, gangguan tidur, cemas,
peradangan gusi, iritasi, kulit pucat, tremor, depresi, kebingungan
8) Ethionamide (Eto)
Penggunaan obat ethionamide dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
muntah, diare, nyeri perut, penurunan berat badan

20
2.9 Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB MDR4,7
Selama menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara ketat untuk
menilai respons pengobatan dan mengidentifikasi efek samping sejak dini. Gejala TB
(batuk, berdahak, demam dan BB menurun) pada umumnya membaik dalam
beberapa bulan pertama pengobatan. Konversi dahak dan biakan merupakan indikator
respons pengobatan. Definisi konversi biakan adalah pemeriksaan biakan 2 kali
berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. Pemantauan
yang dilakukan selama pengobatan meliputi :

21
2.10 Evaluasi akhir pengobatan TB MDR4,7
1. Sembuh
a. Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman
pengobatan TB MDR tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
b. Hasil biakan telah negative nominal 3 kali berturut-tururt dengan jarak
pemeriksaan minimal 30 hari selama fase lanjutan
2. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB
MDR tetapi tidak memenuhi definisi sembuh maupun gagal

3. Meninggal
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB MDR
4. Gagal
Pengobatan TB MDR dihentikan atau membutuhkan perubahan panduan
pengobatan TB MDR yaitu lebih dari sama dengan 2 obat TB MDR yang
disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di bawah ini yaitu :
a. Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan

22
b. Terjadi reverse pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi)
c. Terbukti terjadi resistesi tambahan terhadap obat TB MDR golongan
kuinolon atau obat injeksi lini kedua
d. Terjadi efek samping obat yang berat
5. Lost follow-up
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut

6. Tidak di evaluasi
Pasien yang tidak mempunyai/tidak diketahui hasil akhir pengobatan TB
MDR termasuk pasien TB MDR yang pindah ke fanyankes di daerah lain dan
hasil akhir pengobatan TB MDR nya tidak diketahui

Evaluasi lanjutan setelah pasien sembuh atau pengobatan lengkap


Pemantauan juga dilakukan meskipun pasien sudah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dengan tujuan untuk mengevaluasi kondisi
pasien pasca pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan
fisik, pemeriksaan dahak, biakan dan foto toraks, dilakukan setiap 6 bulan
sekali selama 2 tahun kecuali timbul gejala dan keluhan TB.

23
2.11 Strategi DOTS Plus4,7

Strategi DOTS dapat diuraikan sebagai berikut :

1) D (Directly)
Dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop untuk menentukan apakah terdapat
kuman atau tidak
2) O (Observed)
Terdapat observer yang bertugas sebagai pengawas minum obat pasien TB.
Pengawasan terhadap waktu minum obat dan dosis obat yang diminum
3) T (Treatment)
Pengobatan lengkap pada pasien TB dan dilakukan pemantauan secara
berkala. Dengan tujuan pasien sembuh setelah masa pengobatan TB selesai
dan terdapa pencatatan khusus mengenai pengobatan tersebut
4) S (Short-course)
Pengobatan TB dengan kombinasi dan dosis yang tepat

24
Strategi DOTS diperlukan untuk mencegah resistensi dan pengobatan TB.
Pada penatalaksanaan TB MDR yang diterapkan adalah strategi DOTS Plus.
Penggunaan strategi DOTS plus menerapkan konsep dasar yang serupa dengan
strategi DOTS, tegitenamun untuk strategi DOTS plus ini dikhususkan untuk aplikasi
penanganan TB MDR. “Plus” diartikan menggunakan OAT lini kedua dan kontrol
infeksi. Strategi DOTS Plus terdiri dari 5 komponen utama seperti :

1) Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR (Multi drug


resistance)
2) Strategi penemuan kasus secara rasional yang akurat dan tepat waktu
menggunakan pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis, biakan, dan uji
kepekaan yang terjamin mutunya
3) Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua dengan
pengawasan yang ketat (Direct Observed Treatment/DOT)
4) Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu
5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku. Setiap komponen dalam
penangan TB MDR lebih kompleks dan membutuhkan biaya yang lebih
banyak dibandingkan dengan pasien TB bukan MDR. Pelaksanaan program
DOTS plus akan memperkuat program Penanggulangan TB Nasional

Strategi DOTS memiliki tujuan utama yaitu program penemuan dan


penyembuhan pasien, prioritsas diberikan kepada pasien TB. Dengan diadakannya
program DOTS ini, maka diharapkan dapat terjadi pemutusan rantai penularan TB
sehingga pada akhirnya dapat menurunkan angka insidensi TB di masyarakat. 5
komponen diatas saling berkaitan dan berkesinambungan dimana salah satu
komponen yang sangat berpengaruh adalah pengobatan OAT jangka pendek dengan
pengawasan secara langsung dan berkala

Berdasarkan literatur Kemenkes RI, 2011 ditegaskan bahwa pengobatan TB


MDR yang komprehnsif diperlukan seorang PMO (Pengawas Menelan Obat)
membutuhkan beberapa standar sebagai berikut :

25
 Persyaratan PMO
 Seseorang yang dikenal, dipercaya, disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien
 Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien

 PMO
 PMO dapat terdiri dari petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya dan anggota petugas kesehatan lainnya
 PMO juga dapat terdiri kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK,
atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga
 Tugas seorang PMO
 Mengawasi pasien TB agar menenaln obat secara teratur sampai
selesai pengobatan
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
 Mengingatkan pasien untuk segera periksa dahak ulang pada waktu
yang telah ditentukan
 Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
 Informasi khusus mengenai TB
 TB disebabkan oleh kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
 TB dapat disembuhkan dengan pengobatan secara rutin dan teratur
 Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
 Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
 Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

26
 Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke Fasyankes

2.12. Profil Puskesmas Kutabumi

2.12.1 Data Kecamatan Pasar Kemis dan Puskesmas Kutabumi


Kecamatan Pasar Kemis
Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah di Provinsi Banten
terletak di bagian Timur Propinsi Banten pada koordinat 106 20’-106 43’ Bujur
Timur dan 6 20’-6 20’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 959,60 km2 dengan
batas-batas wilayah:
 Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
 Sebelah Timur berbatasan dengan DKI Jakarta, Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak
 Sebelah Barat dengan Kabupaten Serang.

Kabupaten Tangerang terdiri atas 29 kecamatan, salah satunya adalah Kecamatan


Pasar Kemis. Kecamatan Pasar Kemis terdiri atas 4 desa/kelurahan dengan jumlah
penduduk sebanyak 281031 orang penduduk, dan tingkat kepadatan penduduk
sebesar 10482 jiwa per km2. Kecamatan Pasar Kemis memiliki luas wilayah sebesar
25,9 km2.

2.12.2 Profil Puskesmas Kutabumi

Puskesmas Kutabumi merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten


Tangerang. Puskesmas Kutabumi terdapat di Jalan Canna Raya, Desa Kutabumi,
Kecamatan Pasar Kemis,
Puskesmas Kutabumi memiliki perbatasan wilayah sebagai berikut :

27
- Sebelah Barat : Wilayah Desa Sukaharja, Kecamatan Sindang Jaya
- Sebelah Timur : wilayah Desa Karet, Kecamatan Sepatan
- Sebelah Utara : Wilayah Desa Sukasari, Kecamatan Rajeg
- Sebelah Selatan : wilayah Desa Gembor, Kecamatan Periuk

Puskesmas Kutabumi memiliki 9 cakupan wilayah kerja sebagai berikut :


- Kutabumi
- Kutabaru
- Gelam Jaya
- Kuta Jaya
- Pangadegan
- Pasar Kemis
- Sindang Sari
- Sukamantri
- Suka Asih

28
2.13 . Kerangka Konsep

Faktor Internal:

Umur
Pendidikan
Pengetahuan
Perilaku
Aktivitas
Pekerjaan Kualitas Hidup
Pendapatan
Pasien
TB MDR

Faktor Eksternal:

Motivasi
Dukungan Keluarga
Dukungan Masyarakat

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Peneltian ini merupakan penelitian kualitatif yang disajikan dalambentuk
gambaran deskriptif untuk menngetahui kualias hidup pasien TB MDR.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Kutabumi Tangerang. Waktu
penelitian berlangsung pada tanggal 12-22 April 2016.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target penelitian adalah pasien TB MDR. Populasi terjangkau
adalah seluruh pasien TB MDR yang terdaftar berobat di Puskesmas Kutabumi
pada tahun 2014-2016. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi pemilihan subyek penelitian. Teknik pemilihan sampel
yakni purposive sampling yaitu pemilihan sampel dilakukan dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan dalam pemilihan responden penelitian ini
adalah pasien TB MDR yang menjalani pengobatan.
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1. Kriteria Inklusi
 Pasien TB MDR yang berobat di Puskesmas Kutabumi tahun 2014-2016
3.4.2. Kriteria Eksklusi
 Pasien yang termasuk kategori TB MDR drop out
3.5. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dari hasil wawancara dengan pasien dan keluarganya. Data sekunder berasal dari data
rekam medik pasien yang terdapat di puskesmas Kutabumi.

30
3.6. Alur penelitian

Populasi

Seluruh pasien TB MDR yang terdaftar berobat


di Puskesmas Kutabumi pada tahun 2014-2016.

Sampel

Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi


dan eksklusi menggunakan teknik purposive
sampling.

Pengambilan data rekam medik

Kunjungan rumah

Pengambilan data dengan


melakukan wawancara

Pengolahan dan Analisis data

Pembuatan laporan

3.7. Pengolahan dan Analisis Data


Data dianalisis menggunakan teknik analisis isis tematik. Hasil
wawancara disalin dalam entuk transkrip. Lankah selanjunya yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.

31
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perolehan data, jumlah pasien TB MDR di Puskesmas Kutabumi tahun


2014-2016 adalah 5 orang. Total sampel yang memenuhi kriteria sebanyak 3 orang. 2
orang di antaranya tidak tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kutabumi. Mereka
berobat ke Puskesmas Kutabumi karena puskesmas tersebut merupakan puskesmas
satelit pengobatan TB MDR.

4.1. Karakteristik Pasien

Karakteristik pasien dalam penelitian ini terangkum dalam table berikut.

Tabel 4.1. Karakterisitik pasien

Kode Umur Jenis Pendidikan Pekerjaan Status Lama Obat


Informan Terakhir Pengobatan
Kelamin

I1 55 L SD Tidak Duda 2 tahun E(800)-


bekerja Z(1500)-
Km(750)-
Lfx(750)-
Eto(500)-
Cs(500)-
B6(100)

I2 45 L SMA Buruh Menikah 23 bulan E(1200)-


Z(1750)-
Km(1000)-
Lfx(750)-
Eto(750)-
Cs(750)-
B6(150)

I3 25 L SMA Tidak Belum 1 bulan Z(1000),


E(1200),

32
bekerja menikah Lfx(750),
Eto(500),
Cs(500),
Km(750),
B6(100).

Seluruh informan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki.. Ditinjau dari
usia informan, rentang usianya dari 25 hingga 55 tahun. Usia tersebut merupakan
usia produktif. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sebagian
penderita TB Paru terjadi pada usia produktif. Penelitian yang dilakukan
Kurniawati,et al. juga menunjukan rentang usia yang serupa dan penderita
didominasi laki-laki.

Ditinjau dari tingkat pendidikan, informan mempunyai pendidikan terakhir


yaitu 1 orang pendidikan terakhirnya SD, dan 2 orang pendidikan terakhirnya SMA.
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa proporsi antara informan yang mempunyai
pendidikan tinggi dan rendah adalah sama. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidikan bukan merupakan alasan yang kuat kenapa informan berhenti dari
pengobatan, tetapi alasan lain seperti hambatan yang dirasakan informan. Pendidikan
merupakan proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan
kearah yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin
tinggi tingkat pengetahuannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
sebagian besar informan mempunyai pengetahuan yang cukup karena dapat
menjawab sesuai pertanyaan yang diajukan.9

4.2. Tingkat Pengetahuan


 Pengetahuan akan penyakit yang diderita

66,6% pasien mengetahui penyakitnya. Informan hanya sekedar


mengetahui nama penyakitnya atau mengetahui bahwa kuman penyebab
penyakitnya kebal terhadap beberapa obat.

33
Informan Wawancara

I1 ”Tau sakitnya sakit apa? Ga tau sakit apa”

“Di persahabatan tau penyakitnya ? Ga tau. Kalo yang berobat kesini


jarang yang baek”

I2 “Di Persahabatan tau akhirnya sakitnya apa? Ya itu TBC positif. Kan di
bronkoskopi itu ketauan dari situ. Gara-gara batuk darah.”

“Bapak tau ga sih yang di Persahabatan sakit TB nya sakit TB apa? TB


MDR”

“Apa TB MDR? TB MDR katanya kebal obat apa resisten gitu”

I3 “ Man, tau ga sakitnya sakit apa ? Tau, kumannya udah kebal katanya,
ngobatinnya susah, obatnya beda ya sama yang TB biasa? lebih lama,
yang lainnya ga tau.”

 Pengetahuan tentang pengobatan meliputi lama pengobatan, nama dan


dosis obat, efek samping

Seluruh pasien tidak banyak mengetahui dasar-dasar pengobatannya. Mereka


hanya menjalani perintah dokter.

Informan Wawancara

I1 “Obat banyak. ga tau namanya. Minum-minum aja.Orang saya sih


dikutabumi seplastik dibungkus-bungkus gitu. Ini sebungkus ini ada yang
3 ada yang 2.”

I2 “Awalnya 18 butir dok, terus turun 15. Katanya kemaren tinggal 2 bulan

34
lagi minum obat.”

I3 "minum obatny harus 2 tahun. Oh kalo yang di suntik ini udah bulan yang
kedua. Disuntik tiap hari. Obatnya lupa, ada banyak. Ga inget, ada
levo...., pirazimid, yang lain lupa hehe. Sehari minumnya 14 obat
(tablet)."

Hasil wawancara menunjukkan sebagian besar narasumber mempunyai


pengetahuan yang cukup karena dua dari tiga informan dapat menjawab pertanyaan
dengan benar mengenai penyakit TB MDR walaupun tidak dapat menyebutkan secara
lengkap dan detail mengenai penyebab penyakit TB, gejala, cara penularan, cara
mengobati, lama pengobatan, dan kemungkinan efek samping obat. Pengetahuan
tentang tahap pengobatan TB sangat penting untuk keberhasilan pengobatan TB
karena dalam tahap pengobatan TB dapat memberikan informasi tentang lama
pengobatan dan tujuan pengobatan pada masing-masing tahap pengobatan.

Hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusniah, et
al..yang menyatakan kejadian drop out penderita TB paru dari program pengobatan
dapat dipandang sebagai respon penderita terhadap rendahnya pengetahuan tentang
penyakit TB dan pengobatan pengobatan TB paru.9 Sebagai asumsi, semakin baik
tingkat pengetahuan yang berhubungan dengan penyakit TB paru dan pengobatannya,
maka penderita akan sadar untuk menjalani program pengobatan secara teratur.
Hasilnya mungkin dapat berbeda jika penelitian dilakukan sebelum pasien
mendapatkan pengobatan dan edukasi dari petugas kesehatan. I3 mengaku sebelum
sakit tidak mengetahui apapun mengenai TB Paru, begitu juga I1, Sehingga
kurangnya pengetahuan dapat menjadi faktor resiko terhadap terjadinya TB MDR
pada informan.

Pengetahuan tentang penyakit TB merupakan bagian penting dalam promosi


kesehatan untuk mencapai suatu masyarakat atau individu yang berperilaku sehat
dengan cara memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesehatannya sehingga

35
terhindar dari penyakit TB. Pengetahuan yang baik dan menyeluruh tentang penyakit
TB dan pengobantannya berkaitan dengan tindakan yang akan diambil seseorang
dalam melaksanakan tindakan pengobatan sehingga dapat meningkatkan kesadaran
pasien untuk menyelesaikan pengobatannya. Selain berhubungan dengan tindakan,
pengetahuan yang dimiliki oleh pasien TB juga berhubungan dengan persepsi bahwa
penyakit TB merupakan penyakit yang berbahaya dan menular. Sebagaimana dalam
Depkes RI menyatakan masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan
dan perilaku masyarakat.6

4.3. Perilaku
 Kepatuhan minum obat

Tingkat kepatuhan minum obat tinggi ketika sudah terdiagnosa TB


MDR. Sebelumnya 66,6% pasien mengalami putus obat. Alasan putus obat
dikarenakan keluhan sudah menghilang dan kurangnya informasi mengenai
proses pengobatan TB.

Informan Wawancara

I1 “obatnya teratur ga diminumnya? Ga pernah bolong minum obatnya?


selalu minum obat tp kalo dirongsen ada aja batuk darahnya. Biasanya
jam 5 pagi sudah minum kan obat sebelum makan apa-apa udah minum
obat”

I2 “Saya kan nanya… dok, penyakit apa ini dok?... bapak di paru-parunya
ada benjolan katanya, kata dokter yang disitu. Nih, saya berusaha
ngilangin ini, saya kasih obat tiap hari... ya tes dahak mah tes dahak gitu
cuma ga dikasih tau penyakit ini itu ga… di roentgen juga… Dari situ
kita pengobatan belum tuntas stop sendiri ceritanya. Hampir 4 bulanan
lah.”

“Sekarang minum obatnya gimana Pak? Rutin? Iya. abis minum obat,

36
suntik , langsung kerja. Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang
penting kita berusaha.”

I3 “Saya berobat yang 6 bulan dok, tapi pas 5 bulan stop. Iya di bulan ke 5
berenti berobat, soalnya udah enakan trus berenti aja gitu.”

"Kalo minum obat teratur tiap hari sekarang mah, walaupun enek mual
dipaksain aja."

 Pemakaian masker

Informan rajin memakai masker di awal masa pengobatan. Sebagaimana


pengakuan I1 dan I2 saat ini sudah tidak memakai masker. Hanya I3 yang terus-
menerus memakai masker saat ini.

Informan Wawancara

I1 “kalau ada orang-orang gitu batuk-batuknya ditutupin ga? enggak


ditutup.”

“Disuruh pake masker? Iya disuruh. Make kalo disana. Disini mah
engga. Kalo di rumah mah engga. Dulu dulu pertama sih dipake tiap
hari”

I2 “dulu pas batuk-batuk pake masker di rumah? Ga, jarang… tau sih harus
pake masker. Cuma engap kalo pake masker di rumah. Kalo pergi pake
masker. Sekarang di pabrik juga mau pake, engap. Malah tambah ga bisa
napas saya.”

I3 "sekarang kemana-mana pake masker, di dalem rumah juga. kalo dulu


yang pertama masih males-malesan. soalnya pengap dok."

37
 Kebiasaaan Buang Dahak

Informan Wawancara

I1 “Bapak buang dahak kemana ?buang aja ke ember ya

“Sembarangan”

I2 “di kamar mandi situ..”

I3 “kamar mandi”

Penularan TB utamanya melalui udara dengan percik dahak saat pasien TB


paru batuk, berbicara, menyanyi, maupun bersin. Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak. Ukuran percik renik 1-5 mikron. Hal ini membuat percik
renik mampu melayang diudara untuk waktu yang cukup lama dan menyebar ke
seluruh ruangan. Penggunaan masker pernapasan sangat penting untuk menurunkan
risiko terpajan karena kadar percik renik.1 Dahak yang dibuang secara sembarangan
juga meningkatkan risiko penularan TB.

 Kebiasaan berjemur di bawah sinar matahari


Informan Wawancara

I1 “mmm… iyah, jemur jemur saya mah. iya, jam 6 jam 7”

I2 “suka berjemur juga sih supaya kena sinar matahari”

I3 “kalo pagi biasanya jalan-jalan berjemur di depan rumah.”

Bakteri TB sangat peka terhadap sinar ultraviolet. Paparan langsung dalam


beberapa menit dapat mematikan kuman.1

38
4.4. Riwayat Penyakit

Seluruh pasien tidak memiliki riwayat kontak yang kuat dengan pasien TB
MDR. 66,6% merasa berkontak dengan pasien paru di tempat kerjanya.
Kemungkinan lain tertular TB dari kontak langsung dengan penderita TB MDR di
puskesmas karena seringkali tidak menggunakan masker saat berobat.

Seluruh pasien mulai berobat setelah mengalami batuk darah. 66,6% gagal
pengobatan OAT kategori II, sisanya gagal pengobatan kategori I kemudian
terdiagnosa TB MDR. 66,6% pasien memiliki riwayat putus obat. Alasan putus obat
1) merasa sudah enak 2) Tidak menerima informasi yang jelas dari dokter yang
merawat mengenai lama pengobatan.

Saat ini, satu pasien sudah selesai pengobatan dengan gejala sisa. satu orang
dalam pengobatan tahap awal. satu orang dalam pengobatan tahap lanjutan.

Informan Wawancara

I1 “ya kan muntah darah itu .. udah lama. Ga tau tahun berapa . haduh ga
diobatin.. ga tau saya jalan pengobatannya. Batuk-batuk keluarnya
darah, terus lama-lama muntah darah.. udah sekitar 15 tahun lalu. ada
2005. Udah lama. Begitu kena langsung cari jalan berobat ke puskesmas
kemis. Berobat selama 6 bulan. Kambuh lagi cari jalan lagi saya ke
pasar kemis trs dibawa ke rs. persahabatan . Dari sana disuruh lanjutin di
pasar kemis gabisa. sama dokter pasar kemis trs dibawa ke kota bumi,
saya minta jalan. Di Kutabumi pas tahun 2013.

“Sudah sembuh kumat lagi. 2x dari 0 di kemis. Yang disuntik di


persahabatan.. eh di kemis di suntik. Pertama kali dapat suntik pas
berobat yang ke 2x di kemis yang 2 bulan tiap hari. di rs. persahabat di
suntik lagi.”

39
I2 “Sebenernya ceritanya itu kan 2009 awalnya batuk keluar darah. Nah
kita langsung bawa ke RS Bina Insani sini yang deket, sama dokternya
disuruh kontrol aja ga dirawat kan. Terus kontrol terus tuh tiap 2 minggu
sekali sampe 4 bulan kita jalanin…

“Tapi minum obat yang bikin kencing merah tiap hari? Ga, ga di kasih
obat itu… terus dokternya ga ngomong apa ini… bapak harus minum
obat yang teratur, harus begini-gini… ga… ga ada….

“Dibilangnya sakit apa? ga dikasih tau. Saya kan nanya… dok, penyakit
apa ini dok?... bapak di paru-parunya ada benjolan katanya, kata dokter
yang disitu. Nih, saya berusaha ngilangin ini, saya kasih obat tiap hari...
ya tes dahak mah tes dahak gitu cuma ga dikasih tau penyakit ini itu
ga… di roentgen juga… Dari situ kita pengobatan belum tuntas stop
sendiri ceritanya. Hampir 4 bulanan lah. Iya berhenti sendiri dari situ.
Tapi masih batuk-batuk terus. Dikirainnya kenapa… berobatnya ke
dokter-dokter biasa, dikasih obat batuk.. ya tapi kan kita namanya ga tau
ya penyakit apa. Terus sempet dirawat ngomongnya yang tipes lah yang
kuning lah. Sebelum yang nge-drop itu sebelumnya udah dirawat itu
disini rumah sakit sini.”

“Terus berobat paru lagi kapan lagi? Yang kedua. Pertama kan yang
batuk-batuk tuh. Stop. Terus berobat lagi kapan yang parunya? Yang

40
seseknya? Ini sih kita ke dokter biasa., jadi ga di rawat di rumah sakit.”

“Terus sampe akhirnya ke Persahabatan gimana ceritanya? Ceritanya ya


itu dari Mitra Keluarga itu kan sehari semalem abis 22 juta. Sedangkan
kan kita mikirnya biaya kan ya. Nah, ada yang nyaranin itu sodara saya
‘udah kamu dibawa ke Persahabatan aja, disana rumah sakit khusus
paru-paru’ Gitu… Terus langsung jam 12 malem langsung saya cabut.
Langsung dianter dari sono dari Mitra Keluarga malem itu juga. Tahun
2013.”

“Di Persahabatan tau akhirnya sakitnya apa? Ya itu TBC positif. Kan di
bronkoskopi itu ketauan dari situ. Gara-gara batuk darah.”

“Terus dari Persahabatan itu dikasih obatnya berapa lama? dari


Persahabatan kan Cuma 14 hari. Dikasihnya selama kita dirujuk kesini.
Cuman berapa minggu ya? Cuma seminggu doing. Pokoknya ini harus..
harus ke… apa… puskesmas terdekat. Ntar dilanjutin. Awalnya di
Puskesmas Pasir Jaya dulu 6 bulan. Udah 6 bulan hasilnya masih positif
terus kan, di rujuk ke RSU Tangerang. Tangerang 3 bulan masih postif
aja. Udah disuntik yang 2 bulan, cuman karena kata dokternya dia
mendenging di stop. Belum ada 2 bulan itu.”

“Terus sampe Kutabumi gimana ceritanya? Nah dari RSU kan dirujuk
ke Persahabatan. Kata dokternya berobatnya harus di RS Persahabatan
karena Cuma ada disana. Yaudah kita ikutin ya. Terus selama 4 bulan
kita nanya-nanya supaya kita bisa pindah ke Tangerang. Katanya ada
Pak di Tangerang ada tiga. Bapak pilih yang mana. Terus milih
Kutabumi. Ketemu sama Bapak Nuriman. Alhamdulillah ditolong.”

41
I3 "(Dulu) Di tempat kerja yang di pabrik itu banyak yang batuk-batuk
juga. tapi pada ga pake masker, saya juga engga pake masker soalnya
pengap. Mereka sih bilangnya sakit paru aja, engga bilang sakit TB. saya
kan engga tau sakit paru apaan. jadi ya biasa aja ngobrol tiap hari."

"(Awalnya) Saya berobat yang 6 bulan dok, tapi pas 5 bulan stop. Iya di
bulan ke 5 berenti berobat, soalnya udah enakan trus berenti aja gitu
Trus batuk batuk lagi. Sering batuknya, sampe sesek, lemes. Itu kira2 3
bulan dari berenti minum obat. Waktu itu berobat lagi, ke puskesmas.
Trus ke rumah sakit. Iya ke rumah sakit umum. Disana cek lab hasilnya
positif lagi, positif 3 yg saya inget. Trus berobat lagi ke persahabatan.
Iya langsung ke persabatan. Disana (persahabatan) periksa labnya.
Engga tau periksa labnya, diperiksa dahak lagi, sama rontgen. Trus
dibilangnya masih ada TBnya. Dari situ mulai lagi berobat. Ya, disuntik
juga tiap hari. Ini pertama kali pake suntikan, kemaren-kemaren engga.
Sekarang nyuntik udah bulan kedua. Tiap hari senen sampe jumat,
nyuntiknya di puskesmas."

4.5. Kualitas Hidup

Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap kesehatan


fisik dan mental mereka dan meliputi domain fisik, psikologi, ekonomi, spiritual dan
fungsi sosial.11 Pada penelitian ini aspek kualitas hidup yang dinilai adalah sebagai
berikut.

 Ekonomi

Sebanyak 33,3% informan bekerja, sedangkan 66,6% sudah tidak bekerja


seperti ketika masih sehat. Status pekerjaan tentunya menentukan ekonomi seseorang.
Pada penelitian ini didapati penyakit TTB MDR berpengaruh negative terhadap
perekonomian pasien.

42
Informan Wawancara

I1 “kerja dimana pak sekarang? ngangon kambing ..iih sekarang mah dah
ga kuat tenaganya, iya di rumah aja gini nganggur . sebelumnya kuli
panggul di pasar induk kramat jati tahun 75 rumahnya disini pulangnya
seminggu sekali sebulan sekali.”

I2 “terus dok saya dari mulai minum obat ini ya emang udah ga kemana-
mana. Kalo masuk kerja pagi ya sore udah tidur…”

I3 "kerjaan tiap hari di rumah aja, engga ngapa-ngapain. kalo pagi


biasanya jalan-jalan berjemur di depan rumah. belum kerja lagi
soalnya belum kuat kalo minum obat."

 Kesehatan Fisik

Kesehatan fisik pada pasien dapat semakin menurun jika mengalami efek
samping obat. Pada penelitian ini seluruh pasien mengalami efek samping obat,
meliputi mual (100%), gangguan penglihatan (66,6%), gangguan pendengaran
(33,3%), hiperurisemia (33,3%), gangguan keseimbangan (33,3%). Gangguan
gastrointestinal dapat diakibatkan oleh semua OAT. Gangguan penglihatan
disebabkan oleh ethambutol yang dapat mengakibatkan neuritis retrobulbar.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan efek ototoksik kanamycin maupun
streptomicyn.Gangguan hepar dapat ditimbulkan oleh pirazinamid, ethambutol,
ethionamid.5,6

Informan Wawancara

I1 “mata sebelah kurang (mata kanan)..burem . yang ini mah masih jelas
(mata kiri). Hmmm… kira-kira 3 bulan lah”

“Ini kurang denger doang nih sebelah. Iyah, udah lama kalo telinga

43
mah 5 bulan ada mah kali”

“Makannya sekarang udah nafsu”

I2 “ apa yang dirasa dari obat itu? Ya puyeng, maag, kalo makan kayak
ga mau, perut baru enakan kalo malem. Makan ya kalo udah ga ini dari
obat, banyak, banyak juga, Cuma kalo pagi-pagi bangun tidur sebelum
sarapan, sebelum minum obat kan kadang ga mau itu. Cuma ya
dipaksain gitu. Kalo mau minum obat dipaksain harus masuk nasi.
Tapi setelah minum obat ya itu tidur, ntar bangun tidur udah sore udah
enak. Hawa rasa obatnya itu. Kayak mual-mual.”

“Gatel ga, kuning ga. Mata iya. Dulu kan sebelum minum obat bisa liat
tapi sekarang harus pake kaca mata kalo baca. Itu apa faktor usia atau
apa ya. Telinga ga ada. Dulu pernah sakit kuning dok sebelum minum
obat ini. Tapi sekarang abis minum obat ga pernah”

I3 "Abis minum obat biasanya tidur biar mualnya ga kerasa. Kalo abis
tidur beberapa jam mualnya ilang. Baru abis itu bisa makan (waktu
sore)."

“kaki pada pegel.Dicek asam urat? Terakhir 11 asam uratnya”

Selain keluhan akibat penyakit TB itu sendiri seperti batuk-batuk, sesak, dan
lainnya. Efek sampng obat bahkan hingga menimbulkan sekuele yang dialami pasien
mempengaruhi kualitas hidupnya. Hal yang terjadi mulai dari perubahan pola makan
hingga keterbatasan aktivitas akibat gangguan penglihatan dan pendengaran.

44
 Psikologi

Berdasarkan hasil wawancara, seluruh pasien tidak menunjukan gejala


depresi. Mereka sudah menerima penyakitnya. Salah satu pasien (I1) yang sudah
tuntas pengobatan TB MDR merasa terganggu dengan sekuele yang dialaminya.

Informan Wawancara

I1 “mata sebelah kurang.burem .Ini kurang denger doing nih sebelah.”

I2 “Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang penting kita berusaha.
Yang penting kita kan ga boleh putus semangat.”

I3 “udah pada tau kalo saya sakit TB, cuma saya nyadar diri aja. Kita juga
gaenak kan kalo ada orang batuk-batuk deket kita. perasaannya
sekarang biasa aja.”

 Kontak sosial

Salah satu pasien (33,3%) terganggu kontak sosialnya dengan tetangga karena
merasa takut akan menularkan penyakitnya. Pasien lainnya merahasiakan
penyakitnya dari para tetangga.

Informan Wawancara

I1 Hubungan dengan keluarga maupun tetangga baik-baik saja terlihat


saat wawancara tetangga ikut mengobrol

I2 “hubungan dengan tetangga? baik… belum tau tetangga mah…”

I3 “sama ibu bapak baik-baik aja, cuma sekarang kaka baru lahiran di
bekasi, jadi nemenin kaka disana. sama tetangga biasa. udah pada tau
kalo saya sakit TB, cuma saya nyadar diri aja. Kita juga gaenak kan

45
kalo ada orang batuk-batuk deket kita.”

 Spiritual

33% pasien secara eksplisit memperlihatkan nilai-nilai agama yang ia pegang


teguh. Penyakit ini membuat ia semakin berserah diri kepada Tuhannya.

“Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang penting kita berusaha” (I2)
“besyukur sekarang udah enakan” (I1)

Hasil studi ini menunjukkan bahwa kualitas hidup yang paling terpengaruh
adalah aspek fisik dan ekonomi. Hal ini bertentangan dengan studi yang dilakukan
Sharma, et al. dimana kualitas hidup yang paling terpengaruh adalah aspek psikologi
dan lingkungan.11

46
4.6. Kesulitan yang dialami selama menjalani pengobatan

Responden merasa akses berobat terlalu jauh jika harus ke RS Persahabatan.


Pasien merasa terbantu dapat berobat di Puskesmas karena aksesnya lebih mudah.
Puskesmas Kutabumi merupakan puskesmas satelit program penanggulangan TB
MDR.

Program Nasional Penanggulangan TB mengembangkan sistem jejaring klinis


terpadu antara fasilitas rujukan dengan satelit-satelit pengobatan. Fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan TB MDR pada PMDT terdiri atas satelit TB MDR, sub rujukan
serta pusat rujukan. Satelit TB MDR berfungsi untuk penemuan suspek, meruju
suspek, meneruskan pengobatan (rawat jalan), monitoring efek samping obat, KIE,
PMO, dan pencatatan.4,5

Informan Wawancara

I1 “Jauh berobatnya. Berangkat jam 5 sampe sini jam 5 sore lagi.


Mobilnya aja lama. Disini turun kebon jeruk turun pulo gadung naik
lagi ke persahabatan. 3 x naik. Berobat sulit. Harus daftar dulu . duduk
di luar aja ga diperiksa-periksa.”

I2
“ada masalah dari rujukan. Ini terus terang aja ya dok ya. Itu dari
rujukan apa itu dari kliniknya itu kan dari klinik dulu kan pake BPJS
kan. Nah ini apa penyakit dalem, sedangkan disananya mintanya paru-
paru. Nah, sedangkan kan kita itu udah ngantri lama itu dok ya, dari
jam berapa, dari jam 3 dipanggil jam 5. Nah, Cuma gara-gara penyakit
dalem beda sama paru-paru, disuruh balik lagi. Kan disitu kita
jengkel. Udah ngantri. Kita kan gatau yang ngasih dokter kan. Itu
padahal kita udah berobat selama 4 bulan loh. Kenapa dokternya
ngasih salah? Iya kan? Kita disuruh balik lagi minta rujukan lagi. Nah
dari situ kan udah maghrib. Ah udahlah. Gimana sih. Jadi males gitu
loh kayak gini dipermasalahin.”

“Kata dokternya berobatnya harus di RS Persahabatan karena Cuma

47
ada disana. Yaudah kita ikutin ya. Terus selama 4 bulan kita nanya-
nanya supaya kita bisa pindah ke Tangerang. Katanya ada Pak di
Tangerang ada tiga. Bapak pilih yang mana. Terus milih Kutabumi.
Ketemu sama Bapak Nuriman. Alhamdulillah ditolong”

I3 “Masalah selama berobat sih engga ada, puskesmas juga kan deket,
kata pa dokter harganya (obat) 200 juta, tapi gratis dari pemerintah.
berobatnya jauh deket dijalanin aja."

4.7. Motivasi berobat

Motivasi pasien untuk berobat bervariasi, meliputi keinginan untuk sembuh,


gejala yang berkurang, keinginan untuk dapat bekerja kembali.

Informan Wawancara

I1 “Batuk-batuk keluarnya darah, terus lama-lama muntah darah.


langsung berobat. Begitu kena langsung cari jalan berobat.”

“ya……. Gitu aja. Semangat karna udah kenal baik aja (sama
dokternya). Ya abis minum obat jadi tenang pikiran.”

“Sudah sembuh kumat lagi. 2x dari 0 di kemis…: selalu minum obat


tp kalo dirongsen masih gitu lagi. ada aja batuk darah nya… Kambuh
lagi cari jalan lagi saya ke pasar kemis trs dibawa ke rs. Persahabatan”

I2 “Ya yang pertama kita pengen sembuh nih. Yang kedua ya apa…
pertama minum obat dari MDR itu perubahannya udah drastis… jadi
enakan, udah ga batuk darah.”

I3 "kalo sekarang mah pengen sembuh, itu aja. Capek minum obatnya.

48
Iya mau kerja lagi."

Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi
yang rendah dalam diri seseorang menyebabkan orang tersebut tidak mempunyai
dorongan dalam dirinya untuk melakukan suatu kegiatan. Melakukan keteraturan
berobat butuh motivasi yang tinggi dalam diri seseorang.11

4.8. PMO

Pasien minum obat di rumah dengan pengawas minum obat adalah anggota
keluarga. Pada dasarnya kebijakan program nasional yakni setiap hari pasien TB
MDR diharuskan untuk mengambil dan minum obat di fasilitas layanan PMDT.
Pengawasan minum obat dilakukan secara penuh oleh tenaga kesehatan di fasilitas
layanan PMDT untuk memastikan pasien TB MDR meminum obat sesuai dosis,
melakukan pemantauan efek samping serta pemberian KIE. Jika hal ini tidak dapat
dilakukan maka PMO dapat seorang kader, tokoh masyarakat atau anggota keluarga
pasien.4,5

Informan Wawancara

I1 “Yang ingetin minum obat siapa? biasanya cicih”

I2 “Tiap hari yang ngingetin minum obat siapa? hahaha iya si ibu.
Kadang-kadang kalo misalkan saya di rumah sendiri,, dia kerja, saya
kan minum obat. Pas udah pulang ditanyain udah minum obat belum.
Kalo bungkusnya ga ada sampe dicari ke tong sampah gara-gara takut
lupa ga diminum.”

49
I3 “Yg suka ngingetin ibu sama bapa. Ibu sih yang sering nyuruh minum
obat. Cuma sekarang dari kesadaran sendiri aja minum obatnya.”

4.9. Keluarga Pasien


 Peran anggota keluarga merawat pasien

Dukungan keluarga kepada pasien dalam bentuk mengingatkan pasien untuk


minum obat, mengantar pergi berobat serta memberi semangat.

Informan Wawancara

I1 “Yang ingetin minum obat siapa? biasanya cicih”

“saya nganterin cuma pas berobat ke kemis. Ke kutabumi ga hapal


jalannya. Yang laki yang nganter” (anak pasien)

I2 “Tiap hari yang ngingetin minum obat siapa? hahaha iya si ibu.
Kadang-kadang kalo misalkan saya di rumah sendiri,, dia kerja, saya
kan minum obat. Pas udah pulang ditanyain udah minum obat belum.
Kalo bungkusnya ga ada sampe dicari ke tong sampah gara-gara takut
lupa ga diminum.”

I3 “Yg suka ngingetin ibu sama bapa. Ibu sih yang sering nyuruh minum
obat. Cuma sekarang dari kesadaran sendiri aja minum obatnya.”

Keluarga mempunyai peran yang penting dalam penentuan keputusan untuk


mencari dan mematuhi anjuran pengobatan. Keluarga juga menjadi faktor
yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu
serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang diterima. Keluarga

50
juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota
keluarga yang sakit.12

 Pengetahuan dan persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB

Informan Wawancara

I1 Keluarga tahu bapaknya sakit paru tapi tidak tahu secara pasti tentang
sakit TB

I2 Istri pasien mengetahui TB MDR dan dapat menular

I3 Hasil wawancara dengan keponakan pasien berusia 13 tahun,


Keponakan pasien tidak tahu penyakit yang diderita I3, juga tidak tahu
tentang penyakit TB dan penularannya.

51
4.10. Tingkat Penularan

Seluruh responden orang di sekitarnya ada yang tertular. Walaupun saat ini
mereka menjalani pengobatan dengan kategori I. Saat ini kasus TB MDR (Multi Drug
Resisten Tuberculosis) mulai meningkat. Berdasarkan data WHO Global Tuberculois Report
2013, kasus TB MDR di Indonesia diperkirakan 1,9% dari kasus baru dan 12% dari kasus
pengobatan ulang TB. Cara penularan TB MDR serupa dengan TB yakni mellaui droplet.
Oleh karena itu perilaku penderita meliputi pemakaian masker, pembuangan dahak tidak di
sembarang tempat berpengaruh dalam menekan penularan infeksi.

Informan Wawancara

I1 “Ibu (Ny. N) berobat paru 9 bulan pas batuk-batuk 4 bulan keracunan


obat paru . rasanya lemes ibu kena liver. Bukan kuning lagi kayak apa
kali mata badan kuning. Saya sodara. Tinggalnya belakang rumah
sini. Terakhir berobat bulan februari udah negative. Tapi cucu ibu juga
kena, karena kan dulu pas masih bayi ibu gendong-gendong.”

I2 “Ada sih nih. Udah berobat. Cuma katanya cuma bronkitis tapi
batuknya terus-terusan. Udah di cek dahak tapi negatif. Terus ini kalo
suka ditanya kok kuat ya. Iya anak-anak juga ngasih support terus”

“anak saya juga berobat tb. Diobatin di dokter sini ga mempan.


Sekarang berobat ke dokter anak” (Tetangga)

I3 "kakak saya, iya Ilham sakit TB juga, yang lain engga."

52
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Karakteristik pasien TB MDR Puskesmas Kutabumi didominasi oleh laki-


laki, rentang usia 25-55 tahun, tingkat pendidikan rendah.
2. Tingkat pengetahuan pasien terhadap penyakit dan pengobatan cukup rendah
3. Kepatuhan minum obat tinggi setelah terdiagnosa TB MDR
4. Pemakaian masker jarang dilakukan oleh pasien.
5. Kendala yang dihadapi selama berobat adalah akses yang terlalu jauh berobat
ke rumah sakit pusat pelayanan TB MDR.
6. Kualitas hidup pasien TB MDR menurun dan aspek yang paling terpengaruh
akibat adalah aspek fisik dan ekonomi.
7. Keluarga memberikan dukungan kepada pasien dalam menjalani proses
pengobatan.
8. Tingkat penularan TB di lingkungan sekitar pasien tinggi.

5.2. Saran
1. Meningkatkan kualitas edukasi kepada pasien TB MDR khususnya mengenai
penyakit hingga pengobatannya dalam meningkatkan pengetahuan pasien
terhadap penyakitnya.
2. Memberikan edukasi kepada keluarga terkait penyakit TB MDR yang diderita
pasien
3. Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai TB MDR dengan
tetap menjaga privasi pasien TB MDR
4. Memperbanyak jaringan puskesmas satelit TB MDR dalam meningkatkan
kualitas pelayanan program TB MDR.

53
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman


Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014;p.1-15.
2. PDPI. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta PDPI ; 2011
3. Achamdi, UF. Dasar-Dasar Penyakit berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali,
2008;p. 100-5.
4. Kemenkes RI. Petunjuk Teknis Manajemen Terpadu Pengendalian
Tuberkulosis Resistan Obat. Kemenkes RI. Jakarta. 2014:1-25.
5. WHO.Guideline for the programmatic management of drug ressistant
tuberculosis. Emergency Update.2008
6. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Jakarta: Depkes. 2008
7. Kemenkes RI. Terobosan menuju akses universal. Strategi pengendalian TB
di Indonesia 2010-2014. Jakarta. Kemenkes RI 2010
8. Kurniawati F, Sulaiman SA, Gillani SW. Study on Drug Resistant
Tuberculosis and Tuberculosis Treatment on Patients With Drug Resistant
Tuberculosis in Chest Clinic Outpatient Department. Int J Pharm Pharm
Sci.2012;(4):733-37.
9. Soekidjo Notoatmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsi-prinsip Dasar.
Jakarta: Rineka Cipta. 2003: 1-50.
10. Kusminah. Faktor yang Berhubungan dengan Kegagalan Pengobatan
Tuberkulosis di BP4 Pati. Skripsi : Universitas Diponegoro Semarang. 2005.
11. Soekidjo Notoatmodjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsi-prinsip
Dasar.Jakarta: Rineka Cipta. 2003: 50-5.
12. Niven, Neil. Psikologi kesehatan : pengantar untuk perawat & profesional
kesehatan lain. 2000.

54
LAMPIRAN

Pertanyaan Wawancara

1. Ketika bapak pernah sakit TB kemudian kambuh lagi, bapak berobat kemana saja ?
2. Apakah bapak tahu tentang TB MDR ?
3. Apakah bapak tahu bagaimana pengobatan TB MDR ? Berapa lama bapak sudah
menjalani pengobatan ? obatnya apa saja ?
4. Apa yang mendukung bapak untuk sembuh?
5. Selama pengobatan , kapan bapak kontrol ke rumah sakit ? Dimana ? apa saja yang
di cek ?
6. Apakah bapak minum obat teratur ? Kalau minum obat di ruamh, siapa yang
mengingatkan ?
7. Setelah minum obat TB MDR , apa yang bapak rasakan ? Apakah keluhan berkurang
? apakah timbul efek samping obat ?
8. Bilamana ada efek samping obat, apa yang bapak lakukan ?
9. Agar semakin cepat sembuh, apa yang bapak lakukan ?
10. Apakah menurut bapak penyakit ini bisa menular ? Sudahkah orang di lingkungan
sekitar bapak terkena TB?
11. Apakah bapak tahu bahaya penularan sakit TB MDR ?
12. Apakah bapak tahu apa yang memperberat dan memperingan sakit TB MDR ?
13. Bagaimana aktivitas sehari-hari?
14. Bagaimana hubungan bapak dengan keluarga dan tetangga?
15. Apa perasaan bapak menderita TB MDR?

55
Transkrip percakapan

1. I1

Transkrip wawancara bersama Bapak Aca beserta keluarga dan tetangganya

Keterangan warna pada bagian Answer (A):

Hitam : Bapak Aca

Biru : anak ( Ny. Cicih)

Orange : Anggota keluarga lainnya

Toreh nyak toreh

Q: mata gimana mata?

A: mata sebelah kurang..burem .. kebanyakan ngangon kambing itu ma dok tuh ..


banyak kambingnya dia mah ada 15an. Ini kurang denger doing nih sebelah. Emang ga
denger , yang kanan doing ya. Dokter ini udah kagak denger.. udah toreh.

Q: Sekarang ada yang batuk-batuk ? Si teteh anaknya bapak mana ?

A: Cicih cicih sini (memanggil anaknya) .. ini anak saya kena flek berobat di klinik Ila nur
berobat pake bpjs dari tempat kerja bapaknya pabrik .. berobat 6 bulan..

Q: si dede udah gemukan ?

A: udah mending sih.

Q: masih suka batuk ga kadang-kadang ?

A: engga. Kalo di mah ini katanya di ini lagi

56
Klip 016

Q: tiap hari pak suntik ?

A: udah hamper setahun lebih

Q: 11 bulan ?

A: iya.. yang kena sebulan itu.. seminggu sekali ke sono (RS Persahabatan) terus yang
sebulan sekali

Cuman itu sekarang yang kurang.. iya itu efek obat.. justru ibu dokter ini bapak
dokter ini mengkaji .. ini kaki kalo malem pada panas .. emang dari obat.. obat ya ? pada
panas linu keram, nyut-nyut, sakit emang begitu.. kalo nempel sama itu kak.. ngerasa di
cucukin kan ? ntar malem aja jam 6 pas mau tidur udah ga tahan. Obat itu
meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam uruuat dalam tubuh itu kalo
misalkan meningkat, badan tuh pada keram pada linu.

Clip 017

Q: Umur berapa ?

A: 50.. 55 mah ada ..60

Q: kerja dimana pak sekarang ?

A: ngangon kambing .. iih sekarang mah dah ga kuat tenaganya, iya di rumah aja gini
nganggur . sebelumnya kuli panggul di pasar induk kramat jati tahun 75 rumahnya disini
pulangnya seminggu sekali ebulan sekali.

Q: Tinggal sama siapa ini di rumah ?

A: Tinggal sama anak sama cucu. sama cicih sama anak sama suami. Istri ? udah lama ga
ada ?

Q: Anak berapa pak?

57
A: Anak ada empat cowo 3 cewek 1

Q: sekolah ?

A: sampe kelas 2 doang.. SD. Orang sekolahnya dulu susah. Ga ada.di jalan raya itu
bojong tangerang balaraja itu deket Cikupa . Orang jalan kaki masih rawa-rawa.

Q: dulu pertama kali batuk batuk itu kapan ? pertama kali berobat ?

A: ya kan muntah darah itu .. udah lama. Ga tau tahun berapa . haduh ga diobatin.. ga
tau saya jalan pengobatannya. Batuk-batuk keluarnya darah, terus lama-lama muntah
darah.. udah sekitar 15 tahun lalu. Ibu saya udah lama meninggal . ada 2005. Udah lama

Q: sakitnya apa aja tuh?

Muntah darah, beratnya turun

Q : Berobat tahun berapa tuh?

A: langsung berobat. Begitu kena langsung cari jalan berobat ke puskesmas kemis.
Berobat selama 6 bulan. Kambuh lagi cari jalan lagi saya ke pasar kemis trs dibawa ke rs.
persahabatan . Dari sana disuruh lanjutin di pasar kemis gabisa. sama dokter pasar
kemis trs dibawa ke kota bumi, saya minta jalan. Di kota bumi pas tahun 2013.

Q: Kalo di Indri ?

A: di indri pada tahun 2002. Sakitnya 2005 . Di indri 2 tahun dari 2007-2008. Pasar kemis
dulu balik lagi ke psar kemis ga ada obatnya baru ke kutabumi terus ke persahabatan

Q:6 bulan tuntas ?

A:Tuntas. Saya yang anterin (the cicih). Saya yang suka ngomong tapi ga didenger.

58
Q: kapan kumat lagi?

A: kumat kecapean setelah bongkar semen trsbatuk batuk lagi rontgen lagi balik lagi ke
kemis tapi udah ga ada obat disana. Dirujuk.Sudah sebuh kumat lagi

Q: yang beroba 6 bulan berapa kali tuh?

A: Sudah sembuh kumat lagi. 2x dari 0 di kemis.

Q: berapa kali dapat suntik?

A:yang disuntik di persahabatan.. eh di kemis di suntik. Pertama kali dapat suntik pas
berobat yang ke 2x di kemis yang 2 bulan tiap hari. di rs. persahabat di suntik lagi.

Q: setelah berobat pernah ga kambuh? Biasanya karena apa?

A: Pernah. Biasanya karna kecapean kerja ikut bongkar semen di perumahan. Banyak
kerjaan.

Q: obatnya teratur ga diminumnya? Ga pernah bolong minum obatnya ?

A: selalu minum obat tp kalo dirongsen masih gitu lagi. ada aja batuk darah nya.
Biasanya jam 5 pagi sudah minum kan obat sebelum makan apa-apa udah minum obat(
teh cici).

Yang ingetin minum obat siapa?

Biasanya cicih. Kadang kadang abis minum obat pingsan. Reflex pingsan.

Bukannya tidur malah jalan kadang pingsan di rumah saya (tetangga)

Q: Obat yang mana yang bikin pingsan? Yang 6 bulan apa yang persahabatan?

A: Obat yang dulu yang di kemis

jauh berobatnya bolak-balik. Berangkat jam 5 sampe sini jam 5 sore lagi. Mobilnya aja
kesono-kesini lama. Disini turun kebon jeruk, naik lagi pulo gadung naik lagi ke

59
persahabaan. 3 x naik. Disana juga sulit. harus lapor dulu ke dalam . duduk di luar aja ga
diperiksa periksa.

Q: kapan terakhir kontrol di Rs. Persahabatan?

A: tau tahun berapa. udah lama, sekitar 5 bulan lebih yang lalu.. lebih.

Pertama mah kesana tapi obatnya mah disini.

Q:Tau sakitnya sakit apa ?

A: Ga tau sakitnya apa.

Q: Yang pertama sakit apa ? yang terakhir sakit apa?Tau namanya sakit apa ?

A:Sakit ? Tau

Q:Tau nama penyakitnya ?

A: Penyakit apa tadinya ?dari rontgennya mah …

Q:Namanya TBC

A: TBC?

Q: TBC tau ?

Q: Di persahabatan tau peyakitnya ?

A: Ga tau

Banyak yang ga bae-baek. Kalo yang berobat kesini jarang yang bae.

60
Di persahabatan obatnya khusus

Waktu yang pertama kan yang merah terus yang kuning yang biasa minum langsung 3.
Itu buat yang kena TB tapi yang biasa kumannya . Bapak kan berkali-kali tandanya
kumannya kebal jadi ga bisa pake obat itu. Makanya ke persahabatan

Q: Berapa tablet sekarang?

A: Banyak pokoknya. Yg kuningnya ga dimakan itu. 10 lebih. Yang kuning itu ga dimakan.
Yang kecil itu. Vitamin katanya. Yang kuning-kuning itu. Yang kecil.

Q:Sekarang masih minum obat ga?

A:Udah abis. Paling kalo ada keluhan minta dianter kesono.Obat dari persahabatan udah
abis.

Q:Udah tuntas?

A:Udah tuntas. Di kotabumi udah abis obatnya. Udah ga berobat lagi. periksa dahak
yang 3 kali kesono udah negative. Saya sering Ke kutabumi sering kalo kesono
(persahabatan ) jarang. Kesono mah seminggu sekali dulu

Q:Apa yang diperiksa di persahabatan?

A:Cuman diperiksa aja. Nganterin dahak aja kesono. Misal 10 kali sehari dibawa kesono
dahak. Terus sebulan sekali kesono lagi.

Q:Banyak tuh diminum tiap hari?

A: Obat banyak. ga tau namanya. Minum-minum aja.Orang saya sih dikutabumi seplastik
dibungkus-bungkus gitu. Ini sebungkus ini ada yang 3 ada yang 2.

Makannya sekarang udah nafsu

Q: Selain disuruh minum obat disuruh apa lagi?

61
A:Ga ada obat aja. Makanan mah bebas.

Anak pasien:: saya ga tau soalnya saya nganterin cuma pas berobat ke kemis. Ke
kutabumi ga hapal jalannya.

Q: Disuruh pake masker?

A: Iya disuruh. dipake kalo disana. Disini mah engga. Kalo di rumah mah engga. Dulu
dulu sih dipake tiap hari pertama ke persahabatan.

Q:Sebelum ke persahabatan pake masker?

A: Engga

Q: Temen ada yang batuk batuk ?

A: Engga ada

Q: Batuknya dapet darimana ?

A: Batuknya ?Tau. Di pasar kali ada yang batuk-batuk. Kan cabe mah panas

Q: Pedagang lain ?

A: Ga ada

Tetangga yang ikut duduk menyahut:

Ibu juga begitu. Ibu lemes abis minum obat .

Q: Ibu siapanya?

A: Ibu sodaranya. Ibu berobat paru 9 bulan pas batuk batuk 4 bulan keracunan obat
paru . rasanya lemes ibu kena liver. Bukan kuning lagi kayak apa kali mata badan kuning.

62
Q: Nama?

A: ibu nuryani.

Q: Tinggalnya?

A: belakang rumah sini. Yang ngadep ke jalan.

Q: Udah negative ya ?

A: Udah. Terakhir berobat bulan februari udah negative. Tapi cucu ibu juga kena, karena
kan dulu pas masih bayi ibu gendong-gendong.

K (Koass) : yang memperberat tau?

A (Pak Aca) : gatau

K : yang memperingan?

A : Ya gatau juga

K : (tertawa) hehehe gatau ya

A : yang berobat gitu anjuran dokter gitu

K : hmmm.. he’eh, iyah

A : saya gatau urusan apa-apa, penyakitnya

K : gatau apa-apa ya pak, penyakitnya

A : asal dikasih obat itu aja

K : hemmm … gitu. Nah trus kalo berobat yang bikin bapak semangat buat sembuh apa
tuh pak?

A : ya……. Gitu aja

K : apa?

A : semangat karna udah kenal baik aja (sama dokternya)

K : sama?

63
A : ya abis minum obat jadi tenang pikiran

K : oooh … tiap abis minum obat jadi tenang pikiran ya?

A : iya

K : agak enakan gitu ya?

A : iyah

K : bapak waktu berobat suka jemur jemur gak kalo pagi-pagi? Berjemur?

A : mmm… iyah, jemur jemur saya mah

K : berjemur jemur dilakuin sama bapak?

A : dari jam 5

K : jam 5? Jam 5 subuh?

A : Pagi, siang

I : Jam 7 itu mah, atau jam 6

K : (tertawa) ohh… jam 7

A : iya, jam 6 jam 7

K : bapak kalo batuk buang dahaknya kemana? Dulu waktu sakit

A : buang aja ke ember ya

I : Sembarangan!!

K : (tertawa) trus kalau ada orang-orang gitu batuk-batuknya ditutupin ga?

A : enggak ditutup

K : oh enggak // pake masker ga waktu itu?

A : dulu? Dulu mah iya kemana-mana pake, kalau sekarang mah batuknya udah jarang

K : tau ga nularnya darimana kalau sakit tb?

A : ha?

K : nularnya lewat apa?

64
A : keluarnya?

K : nular nular

I : nulaaaaar

A : nular? Gatau

K : lewat apa?

A : (diam)

K : kan sakit paru, nularnya darimana?

A : gatau

K : gatau? Ohhhh………….. lewat angin, udara. Kalau batuk muncrat, tuh nular tuh //
makanya harus ditutup kalau batuk pak

Q : Kalau malem apa kalau siang-siang? Ya keringatnya kalau lagi kapan?

A : Ya kalau lagi jalan aja kepanasan

Q : (tertawa) hehehe.. kalau lagi kepanasan? // Malem? Malem? Kalau mau tidur?

A : Iya

Q : Keringetan juga?

A: Iya

Q : Panas ga di kamarnya?

A : Panas

Q : Hemmm… iyalah makanya panas emang (tertawa) // Sumeng sumeng gitu ga pak?

A : Sumeng mah enggak

Q : Oh enggak, jadi keringetan doang ya? Gerah ya?

A : Iyah gitu

Q : Nah terus bajunya jadi kecilan ga pak?

A : Baju?

Q : Bajunya sekarang jadi longgar apa kekecilan?

65
Anak pasien : Yaaaah dia mah sekarang bajunya jadi kelompongan, trus saya bilang pak
aca baju mah jangan dipungutin (?) eh dedek! Jangan gitu ah // (Ibu-ibu satunya lagi?)
ibu mah suka kemana mana suka kumat lagi kumat lagi ga boleh salah gitu, kalau lagi
makan ga boleh salah makan (?)

Q : Matahari masuk ga ke dalam rumah? Udara rumah juga harus bagus alirannya

Anak pasien: Masuk kok masuk

Q : Ga boleh lembab. Trus kalo makan nih yang sehat

Anak pasien : Dedek (membentak) iyah dia mah doyan yang asin

K : Gapapa kalau makan asin bu, tapi kalau ada darah tinggi baru diet (tertawa)

I : Dedek jangan nakal! Nanti disuntik ibu dokter lho mau?

Q ; Bapak, udah berapa lama ngerasa telinganya ga enak? // apa aja yang dirasain waktu
setelah minum obat? Telinga? Mata? Gimana?

A : Panas panas, kalo ngeliat burem

Q : Yang sebelah mana matanya?

A : (menunjuk mata kanan) ini

Q : Kanan aja? Yang kiri masih jelas?

A : (menunjuk mata kiri) yang ini mah masih jelas

Q : Putih putih gak?

A : Hah?

Q : Putih putih ga ngeliatnya? Ada asep asep ga? // Kabut?

A : Ga ada, burem aja

Q : Ohh burem aja?

A ; Iyaa burem aja burem

Q ; Udah berapa lama setelah minum obat baru burem?

A : Belum ada 2 bulan mah ini

Q : Ini baru 2 bulan terakhir?

66
A ; Hmmm… kira-kira 3 bulan lah

Q : 3 bulan kemaren?

A : Ho’oh

Q ; Ohhh… nah kalo telinga?

A ; Telinga mah udah lama

Q : Oh udah lama?

A : Iyah, udah lama kalo telinga mah 5 bulan ada mah kali

Q : Ohhh… 5 bulan telinga, 3 bulan mata

A : Iyaaah, berdenging

Q : Kalo efek samping berobat ga? Kalau ada sakit sakit apa gitu? Berobatnya kemana?

A : Kesono noh ke (Puseksmas) Kutabumi

Q : Pernah jatoh ga pak? Pusing? Muter?

A : Enggak // Anak : Pokoknya mah kita kalo ada keluhan, sakit apa keluhan apa mah
kesono (PKM Kutabumi)

Q : Hemmm….. Bapak aca, kemaren pas waktu masih berobat selama berobat suka
ngeluh mual muntah ga?

A : Enggak

Q : Jadi pas abis minum obat ga dirasa apa-apa? Perutnya ga ngerasa apa-apa ya?

A : Enggak

Q : Suka gatel ga? Pernah gatel gak?

Anak : Kalau saya mah abis makan ikan suka gatel

Tetangga : Oh kalau ibu suka gatel ya? Hemmmmm… // emang efek sampingnya itu,
kalau ringannya ya gitu kalau parahnya tadi kena liver mata telinga

A ; Ya saya mah keluhannya itu doang pas yang waktu itu

Q : Apa tuh?

A : Penyakit TB, Yang muntah darah

67
Q : Ohh.. enggak, yang ini apatuh pas minum obat abis minum obat

A : Enggak

Q ; Yang sakit sakit kaki gitu? Udah berobat?

A : Ga ada sakit sakit kaki

Q ; Yang panas itu? // yang tadi panas kakinya?

A : Oh…. itu mah belom lama

Q ; Oooooh…… // Baru ya?

A : Iya

Q : Tapi ga berobat ya yang panas ini ya?

A : Enggak

Q : Yang mata juga telinga?

A : Tadi mau kesana tadi

Q : Belum sempat berobat? oohhh …. gitu

A : Kalau panas-panas ini emang tadinya mau berobat kenapa ini.Tadinya saya mau jalan
ke kotabumi, nanyain itu kaki kenapa panas

Q : Nah iya.. asam urat pak

A : Itu… mau disiram sama pake air cabe itu

Q : Ohhh rasanya kayak gitu?

A ; Iya panas

Q ; Bangun tidur apa pas mau tidur?

A : Mau tidur, asal jam 6 aja udah

Q ; Jam 6 magrib?

A : Iyah, kalau pake jalan gini mah siang enggak

Q ; Cuma mau tidur aja?

A : Iyah pake jalan jalan enggak

68
Q : Sebelah mana pak bisa ditunjuk?

A : Semua ini (menunjuk seluruh bagian kaki)

Q : Semua?

A : Ini sampai kebawah bawah

69
2. I2
Transkrip wawancara

Q: Masih batuk ga?

A: Kalo batuk sekarang sih udah ga, paling kalo bangun tidur

Q: yang dirasa apa aja sekarang?

A: kalo jalan aja masih agak engap

Q:Masih rutin ngambil obat?

A: Masih

Q: Di Kutabumi ngambilnya?

A: Iya ngambilnya di Kutabumi. Masih ini… eee… waktu itu kan saya ke Persahabatan,
nganter dahak kan, terus kata dokter nanti Pak Khabib tanggal 18 bulan Mei ke
Persahabatan lagi soalnya udah mau stop obat

Q: Terakhir negative hasilnya?

A: Januari udah negative, terus kemaren… yang nganter yang kemaren belum turun itu.
Yang bulan Maret.

Q: Foto juga bagus ya?

A: udah lumayan

Q: Udah berkurang ya?

A: Yang apa? Roentgen?

Q: Iya roentgen

A: iya.. iya…

Q: Oh iya Pak, kerja dimana ya kalo boleh tau?

A: di pabrik

Q: Pabrik apa Pak?

A: Pabrik karton

Q: Disini tinggal sama siapa?

70
A: Sama istri aja

Q: Berdua aja?

A: Iya, anak kuliah di Jawa… iya… 11 Maret... UNS..

Q: oh UNS… Satu anaknya, Pak?

A: Dua, satu lagi di Jawa juga… masih SMP di Pesantren

Q: Bapak maaf kalo boleh tau pendidikan terakhir apa ya?

A: SMA, langsung kerja

Q: Gajinya UMR atau bagaimana, Pak?

A: Iya UMR…. 3 jutaan…

Q: Awal cerita pertama kali sakit gimana, Pak? Tau kan sakit apa?

A: Iya jadi kan baru taunya itu kan… udah… saya kan udah berobat di rumah sakit ya

Q: Iya sakit,, gejala awalnya itu batuk-batuknya kapan?

A: Awalnya tahun 2013, itu kan berobat ke rumah sakit swasta ya disini…

Q: batuk lama ya itu? Sampe berdarah ga?

A: Iya berdarah. Itu pas lebaran itu kan pulang kampong, saat itu mau kesini nge-drop di Tol
Bekasi Timur lagi di mobil… nge-drop… ga bisa napas… udah ga inget. Nah kebetulan pas di
depan RS Mitra Keluarga Bekasi Timur. Kan canggih ya disitu alatnya.

Q: Nge-dropnya gimana? Langsung gelap? Langsung pingsan?

A: Langsung pingsan. Di ICU 3 hari ya…

Q: Sebelumnya itu emang udah batuk-batuk darah? atau……

A: Sebenernya ceritanya itu kan 2009 awalnya batuk keluar darah. Nah kita langsung bawa
ke RS Bina Insani sini yang deket, sama dokternya disuruh kontrol aja ga dirawat kan. Terus
kontrol terus tuh tiap 2 minggu sekali sampe 4 bulan kita jalanin…

Q: Tapi minum obat yang bikin kencing merah tiap hari?

A: Ga, ga di kasih obat itu… terus dokternya ga ngomong apa ini… bapak harus minum obat
yang teratur, harus begini-gini… ga… ga ada….

71
Q: Dibilangnya sakit apa?

A: ga dikasih tau. Saya kan nanya… dok, penyakit apa ini dok?... bapak di paru-parunya ada
benjolan katanya, kata dokter yang disitu. Nih, saya berusaha ngilangin ini, saya kasih obat
tiap hari... ya tes dahak mah tes dahak gitu cuma ga dikasih tau penyakit ini itu ga… di
roentgen juga… Dari situ kita pengobatan belum tuntas stop sendiri ceritanya. Hampir 4
bulanan lah.

Q: Kenapa tuh?

A: Karena gini.. ada masalah dari rujukan. Ini terus terang aja ya dok ya. Itu dari rujukan apa
itu dari kliniknya itu kan dari klinik dulu kan pake BPJS kan. Nah ini apa penyakit dalem,
sedangkan disananya mintanya paru-paru. Nah, sedangkan kan kita itu udah ngantri lama
itu dok ya, dari jam berapa, dari jam 3 dipanggil jam 5. Nah, Cuma gara-gara penyakit dalem
beda sama paru-paru, disuruh balik lagi. Kan disitu kita jengkel. Udah ngantri. Kita kan gatau
yang ngasih dokter kan. Itu padahal kita udah berobat selama 4 bulan loh. Kenapa
dokternya ngasih salah? Iya kan? Kita disuruh balik lagi minta rujukan lagi. Nah dari situ kan
udah maghrib. Ah udahlah. Gimana sih. Jadi males gitu loh kayak gini dipermasalahin. Kita
udah berobat terus.

Q: Terus akhirnya berhenti ya?

A: Iya berhenti sendiri dari situ. Tapi masih batuk-batuk terus. Dikirainnya kenapa…
berobatnya ke dokter-dokter biasa, dikasih obat batuk.. ya tapi kan kita namanya ga tau ya
penyakit apa. Terus sempet dirawat ngomongnya yang tipes lah yang kuning lah. Sebelum
yang nge-drop itu sebelumnya udah dirawat itu disini rumah sakit sini.

Q: Terus berobat paru lagi kapan lagi? Yang kedua. Pertama kan yang batuk-batuk tuh. Stop.
Terus berobat lagi kapan yang parunya? Yang seseknya?

A: Ini sih kita ke dokter biasa., jadi ga di rawat di rumah sakit..

Q: Terus sampe akhirnya ke Persahabatan gimana ceritanya?

A: Ceritanya ya itu dari Mitra Keluarga itu kan sehari semalem abis 22 juta. Sedangkan kan
kita mikirnya biaya kan ya. Nah, ada yang nyaranin itu sodara saya ‘udah kamu dibawa ke
Persahabatan aja, disana rumah sakit khusus paru-paru’ Gitu… Terus langsung jam 12
malem langsung saya cabut. Langsung dianter dari sono dari Mitra Keluarga malem itu juga.
Tahun 2013.

Q: Di Persahabatan tau akhirnya sakitnya apa?

A: Ya itu TBC positif. Kan di bronkoskopi itu ketauan dari situ. Gara-gara batuk darah.

72
Q: Berapa banyak kalo batuk darah? Segelas nyampe? Lebih?

A: ya… segelas mah ga nyampe ya. Waktu dirawat juga ya batuk aja gitu.

Q: Di Persahabatan periksa dahak ya? Positif?

A: ya akhirnya udah di bronkoskopi itu kan

Q: Terus dari Persahabatan itu dikasih obatnya berapa lama?

A: Dari Persahabatan kan Cuma 14 hari. Dikasihnya selama kita dirujuk kesini. Cuman berapa
minggu ya? Cuma seminggu doing. Pokoknya ini harus.. harus ke… apa… puskesmas
terdekat. Ntar dilanjutin. Awalnya di Puskesmas Pasir Jaya dulu 6 bulan. Udah 6 bulan
hasilnya masih positif terus kan, di rujuk ke RSU Tangerang. Tangerang 3 bulan masih postif
aja. Udah disuntik yang 2 bulan, cuman karena kata dokternya dia mendenging di stop.
Belum ada 2 bulan itu.

Q: Terus gimana? Terus sampe Kutabumi gimana ceritanya?

A: Nah dari RSU kan dirujuk ke Persahabatan. Kata dokternya berobatnya harus di RS
Persahabatan karena Cuma ada disana. Yaudah kita ikutin ya. Terus selama 4 bulan kita
nanya-nanya supaya kita bisa pindah ke Tangerang. Katanya ada Pak di Tangerang ada tiga.
Bapak pilih yang mana. Terus milih Kutabumi. Ketemu sama Bapak Nuriman. Alhamdulillah
ditolong.

Q: Obatnya dapet berapa butir?

A: Awalnya 18 butir dok, terus turun 15

Q: Bapak tau ga sih yang di Persahabatan sakit TB nya sakit TB apa?

A: TB MDR

Q: tau ya TB MDR? Apa TB MDR?

A: TB MDR katanya kebal obat apa resisten gitu

Q: Iya betuuul. DIbilang TB MDR langsung di Persahabatan?

A: Ga, dari puskesmas dulu… bapak ini kebal obat pak ini kumannya… gitu… Dari tes dahak
itu kan biasanya 3x udah negatif. Nah, yang ini masih positif terus. Dari situ saya minta
rujukan ke RSU Tangerang. Terus ke RS Persahabatan Ini September 2014.

Q: Yang bikin semangat berobat apa pak? Bapak minum obat lama sampe udah pengen
selesai ini semangatnya karena apa pak? Kita pengen tau nih.

73
A: Ya yang pertama kita pengen sembuh nih. Yang kedua ya apa… pertama minum obat dari
MDR itu perubahannya udah drastic… jadi enakan, udah ga batuk darah. Terus selama yang
di Persahabatan itu yang 4 bulan itu saya naik motor sendiri. Abis minum obat, suntik ,
langsung kerja. Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang penting kita berusaha. Yang
penting kita kan ga boleh putus semangat

Q: Tiap hari yang ngingetin minum obat siapa? Si ibu?

A: hahaha iya si ibu. Kadang-kadang kalo misalkan saya di rumah sendiri,, dia kerja, saya kan
minum obat. Pas udah pulang ditanyain udah minum obat belum. Kalo bungkusnya ga ada
sampe dicari ke tong sampah gara-gara takut lupa ga diminum. Obat ini kan rasanya macem-
macem.

Q: apa yang dirasa dari obat itu?

A: Ya puyeng, maag, kalo makan kayak ga mau, perut baru enakan kalo malem

Q: Berat badan berapa sekarang?

A: 53 kg, dulu waktu di Persahabatan 47 kg. Waktu dulu masih sehat 55 kg. Saya terima
kasih nih udah disamperin kesini

Q: Pernah gatel ga badannya?


A: Gatel ga

Q: Kuning? Gangguan mata?

A: kuning ga. Mata iya. Dulu kan sebelum minum obat bisa liat tapi sekarang harus pake
kaca mata kalo baca. Itu apa faktor usia atau apa ya

Q: Kalo telinga?

A: ga ada. Dulu pernah sakit kuning dok sebelum minum obat ini. Tapi sekarang abis minum
obat ga pernah

Q: Oh, terus kalo ibu ga pernah batuk-batuk?

A: ya Alhamdulillah

Q: lingkungan sini ga ada yang batuk-batuk juga?

A: Ada sih nih. Udah berobat. Cuma katanya Cuma bronchitis tapi batuknya terus-terusan.
Udah di cek dahak tapi negatif. Terus ini kalo suka ditanya kok kuat ya. Iya anak-anak juga
ngasih support terus.

Q: Tapi bapak pernah cari tau ga kira-kira saya ketularan dari mana kok bisa batuk-batuk?

74
A: Nah itu… ya susah yaa… bisa ga kalo dari kurang makan?

Q: bukan, kalo kurang makan Cuma faktor risiko tapi bukan penyebab

A; Iya jadi dulu emang susah makan sama minum air putih, sukanya rokok sama kopi. Sehari
sebungkus. Sekarang udah berhenti. Dari tahun 2013 berhentinya.

Q: dulu pas batuk-batuk pake masker di rumah?

A: Ga, jarang… tau sih harus pake masker. Cuma engap kalo pake masker di rumah. Kalo
pergi pake masker. Sekarang di pabrik juga mau pake, engap. Malah tambah ga bisa napas
saya.

Q: Makannya banyak pak sekarang.

A: Makan ya kalo udah ga ini dari obat, banyak, banyak juga, Cuma kalo pagi-pagi bangun
tidur sebelum sarapan, sebelum minum obat kan kadang ga mau itu. Cuma ya dipaksain
gitu. Kalo mau minum obat dipaksain harus masuk nasi. Tapi setelah minum obat ya itu
tidur, ntar bangun tidur udah sore udah enak. Hawa rasa obatnya itu. Kayak mual-mual.

Q: tau ga pak bahayanya TB MDR ini?

A: Bahayanya………… ya katanya… apa… penyakit yang apa… mematikan… terus dok saya
dari mulai minum obat ini ya emang udah ga kemana-mana. Kalo masuk kerja pagi ya sore
udah tidur… suka berjemur juga sih supaya kena sinar matahari

Q: Tapi hubungan sama tetangga baik-baik aja kan ya?

A: baik… belum tau tetangga mah…

Q: Kalo buang dahak dimana biasanya?

A: di kamar mandi situ..

3. I3

Transkrip wawancara (post reduksi)

75
1. Ketika anda pernah sakit TB kemudian kambuh lagi, anda berobat kemana saja?

Pertama sakit saya batuk batuk, sampe keluar darah batuknya, itu sekitar pertengahan
2014.

Trus kata temen di tempat kerja, dibilang kayaknya ku sakit paru deh man. Nah dari situ
saya berobat ke puskesmas.

Dari sana saya dibilang sakit TB. Trus mulai berobat.

(Awalnya) Saya berobat yang 6 bulan dok, tapi pas 5 bulan stop. Iya di bulan ke 5 berenti
berobat, soalnya udah enakan trus berenti aja gitu

Trus batuk batuk lagi. Sering batuknya, sampe sesek, lemes. Itu kira2 3 bulan dari berenti
minum obat. Waktu itu berobat lagi, ke puskesmas. Trus ke rumah sakit. Iya ke rumah sakit
umum. Disana cek lab hasilnya positif lagi, positif 3 yg saya inget. Trus berobat lagi ke
persahabatan. Iya langsung ke persabatan. Disana (persahabatan) periksa labnya. Engga tau
periksa labnya, diperiksa dahak lagi, sama rontgen. Trus dibilangnya masih ada TBnya. Dari
situ mulai lagi berobat. Ya, disuntik juga tiap hari. Ini pertama kali pake suntikan, kemaren-
kemaren engga. Sekarang nyuntik udah bulan kedua. Tiap hari senen sampe jumat,
nyuntiknya di puskesmas. Ngambil obat juga di puskesmas sama di persahabatan. Kalo
persahabatan tiap bulan ngambil obatnya disana, trus obatnya disimpen di puskesmas.

Berobat lainnya ada, alternatif, di pijit dadanya. dipijit aja engga dikasih obat-obatan gitu.
Dada sama napas jadi kerasa enakan plong.

Sekarang udah engga lagi kesana (alternatif), yg ini aja minum obat (dari dokter).

2. Apakah anda tahu tentang TB MDR?

TB MDR? Tau, kumannya udh kebal katanya, ngobatinnya susah, obatnya beda sama tb
biasa ya? lebih lama

Yang lain engga tau.

76
3. Apakah anda tahu bagaimana pengobatan TB MDR? berapa lama anda sedah menjalani
pengobatan? obatnya apa saja?

minum obatnya 2 tahun, berobat tb udah lama, 1 taunan. Oh kalo yang di suntik ini udah
bulan yang kedua. Disuntik tiap hari. Obatnya lupa, ada banyak. Ga inget, ada levo....,
pirazimid, yang lain lupa hehe. Sehari minumnya 14 obat (tablet).

4. Apa yang mendukung anda untuk sembuh?

kalo sekarang mah pengen sembuh, itu aja. Capek minum obatnya. Iya mau kerja lagi.

5. Selama pengobatan, kapan dan dimana anda kontrol? apa saja yang di cek?

Iya Kontrol ke persahabatan, sekarang tiap bulan. Kalo dulu (yg pertama) di puskesmas. Di
cek dahaknya. Sama periksa darah

6. Apakah anda minum obaat teratur? siapa yang suka mengingatkan minum obat?

Kalo minum obat teratur tiap hari sekarang mah, walaupun enek dipaksain aja. Yang
berobat pertama juga teratur, cuma pas 5 bulan udah enakan berenti, males minum obat
lagi waktu itu.

Yg suka ngingetin ibu sama bapa. Ibu sih yang sering nyuruh minum obat. Cuma sekarang
dari kesadaran sendiri aja minum obatnya.

77
7. Setelah minum obat TB MDR? apa yang anda rasakan? apakah keluhan berkurang?
apakah ada efek samping obat?

sering mual minum obat yang sekarang. Banyak banget soalnya. Jadi kalo pagi abis minum
obat mual banget pengen muntah, pernah muntah juga abis minum obat. Tapi sekarang
ditahan tahan aja mualnya. Abis minum obat biasanya tidur biar mualnya ga kerasa. Kalo
abis tidur beberapa jam mualnya ilang. Baru abis itu bisa makan. Sekarang kaki kaki suka
sakit. Kemaren di cek lab asam uratnya tinggi. Kaki dari lutut sampe bawah kerasa panas
juga. Batuk sekarang udah berkurang, sama udah engga sesek lagi.

8. Saat ada efek samping obat, apa yang anda lakukan?

Kalo kerasa mual tadi ya tidur aja. Belum pernah berobat kalo mual sama sakit sakitnya.
Paling ditahan tahan aja.

9. Agar semakin cepat sembuh apa yang anda lakukan?

supaya cepat sembuh ya minum obat ikutin apa kata pa dokter aja. kerjaan tiap hari di
rumah aja, engga ngapa-ngapain. kalo pagi biasanya jalan-jalan berjemur di depan rumah.
belum kerja lagi soalnya belum kuat kalo minum obat. masalah selama berobat sih engga
ada, puskesmas juga kan deket, kata pa dokter harganya (obat) 200 juta, tapi gratis dari
pemerintah.berobatnya jauh deket dijalanin aja

10. Apakah menurut anda penyakit TB MDR bisa menular? Apakah ada lagi di lingkungan
anda yang terkena TB?

bisa, menular, nularnya lewat udara. sekarang rutin pake masker, di dalem rumah juga. kalo
dulu yang pertama masih males-malesan. soalnya pengap dok. ke puskesmas juga jarang
pake masker kalo dulu, makanya sering dimarahin dokter Nuriman. didaerah deket rumah
yang batuk-batuk engga ada, ada di sebelah sana, agak jauh rumahnya, punya sakit batuk-

78
batuk juga, berobat juga ke puskesmas. Di tempat kerja yang di pabrik itu banyak yang
batuk-batuk juga. tapi pada ga pake masker, saya juga engga pake masker soalnya pengap.
Mereka sih bilangnya sakit paru aja, engga bilang sakit TB. saya kan engga tau sakit paru
apaan. jadi ya biasa aja ngobrol tiap hari.

(hubungan) sama ibu bapak baik-baik aja, cuma sekarang kaka baru lahiran di bekasi, jadi
nemenin kaka disana. sama tetangga biasa. udah pada tau kalo saya sakit TB, cuma saya
nyadar diri aja. Kita juga gaenak kan kalo ada orang batuk-batuk deket kita. perasaannya
sekarang biasa aja.

11. Apakah bapak tahu bahaya penularan TB MDR?

bahayanya.. engga tau hehe. kakak saya, iya Ilham sakit TB juga, yang lain engga.

12. Apakah anda tahu yang memperberat dan memperingan sakit TB MDR?

yang memperberat, apa ya engga tau sih dok. kalo yang memperingan ya minum obat rutin.
apa lagi yaa..

79
Foto Dokumentasi

Gambar 1. Foto bersama I2 dan istrinya

Gambar 1. Foto bersama I2 dan istrinya

Gambar 3. Foto bersama I1, keluarga, tetangga sekitarnya dan dr. N

80
Gambar 4. Foto bersama I3

Gambar 5. Makanan yang diberikan saat kunjungan rumah para informan

81

Anda mungkin juga menyukai