Oleh:
Andhika Pangestu 1111103000066
Debtia Rahmah 1111103000063
Faris Muaz 1111103000019
Tiara Putri Methas 1111103000026
Vania Utami Putri 1111103000069
Pembimbing:
dr Munifatuzzahra
dr. Risahmawati, PhD
dr. Mas Nuriman Syah
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah diagnosis komunitas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Komunitas Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di
Puskesmas Kutabumi, Tangerang.
Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW karena
telah membawa manusia menuju zaman yang penuh dengan cahaya ilmu.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Munifatuzzahra dan dr. Risahmawati selaku pembimbing kami dan juga dokter
pembimbing di Puseksmas Kutabumi yaitu dr. Mas Nuriman Syah serta seluruh staf
Puskesmas Kutabumi yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan
makalah diagnosis komunitas ini.
Kami sadari betul bahwa makalah studi kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan makalah yang kami buat ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tim Penyusun
1
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
2
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 52
LAMPIRAN..................................................................................................................... 54
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan utama di
Negara berkembang. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendidikan, sosial dan
ekonomi. Faktor-faktor terkait penyakit menular adalah berhubungan dengan pola
hidup, perilaku dan lingkungan pasien. Salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan adalah tuberculosis paru. Di Indonesia, tuberculosis paru
masih menjadi suatu penyakit yang menimbulkan masalah kesehatan.1
Pada tahun 2009, WHO menyatakan bahwa Indonesia menuduki peringkat ke-
5 dengan penderita tuberculosis terbanyak. Pada tahun 2004 diperkirakan ada
539.000 kasus baru tuberculosis dengan kematian 101.000 jiwa di Indonesia. Data
dari departemen kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 menyatakan bahwa
insiden kasus tuberculosis dengan hasil pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA)
positif sekitar 110 per 100.000 penduduk di Indonesia.1
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Tb dapat menyerang organ paru dan di luar paru seperti
tulang, selaput otak, kelenjar getah bening, usus. Gejala umum dari TB paru adalah
batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan, seperti sesak
napas, batuk darah, nyeri, dada dan atau gejala tambahan, seperti tidak nafsu makan,
penurunan berat badan, keringat malam hari dan mudah lelah.2
Penanganan TB yang tidak adekuat dapat mengakibatkan kegagalan
pengobatan, transmisi kuman TB yang berkelanjutan pada anggota keluarga dan
anggota masyarakat serta menimbulkan resistensi berbagai obat atau dikenal dengan
kasus Tuberculosis Multi Drug Resistance (TB MDR). Kasus TB MDR merupakan
bentuk spesifik dari TB resisten obat yang terjadi jika kuman TB resisten setidaknya
terhadap regimen obat isoniazid dan rifampisin. Waktu yang dibutuhkan untuk
mengobati TB MDR ini adalah sekitar 20 bulan. keadaan resistensi obat anti
tuberculosis ini akibat penggunaan yang tidak tepat pada pasien yang masih sensitif.1
Hal ini dapat terjadi berdasarkan dua faktor, yaitu dari segi tenaga kesehatan atau dari
4
pasien. Kesalahan dari tenaga kesehatan bisa berupa ketidaktelitian dalam pemberian
obat atau karena kegagalan dalam memastikan pasien menyelesaikan seluruh tahapan
pengobatan. Dari pasien bisa karena kurangnya pengetahuan pasien mengenai TB
serta pengobatannya. Indonesia berada dalam urutan ke-9 di dunia sebagai prevalensi
kasus TB MDR terbanyak pada tahun 2010 dengan 6.100 kasus.1,3
Jumlah kasus yang semakin lama semakin meningkat membuat kasus ini
layak untuk menjadi perhatian. Selain itu, penyakit TB MDR sulit untuk
disembuhkan. Pengobatannya membutuhkan waktu yang sangat lama, berbagai efek
samping dan biaya besar. Hal ini tentunya mempengaruhi kualitas hidup pasien di
berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu kami tertarik untuk melakukan studi
mengenai kualitas hidup pasien TB MDR.
5
4. Mengetahui tetang pengobatan pasien meliputi regimen obat, tingkat
kepatuhan minum obat, efek samping yang dialami pasien, motivasi
berobat serta kendala yang dihadapi.
5. Mengetahui kualitas kesehatan fisik maupun psikososial, ekonomi dan
spiritual pasien TB MDR
6. Mengetahui peranan keluarga dalam proses pengobatan
1.4. Manfaat
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB MDR) merupakan suatu kondisi
dimana M.Tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH dengan
atau tanpa OAT lainnya. Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terbagi
menjadi 3 kelompok besar yaitu:1,4
1) Resistensi primer
Suatu keadaan resistensi, jika pasien sebelumnya tidak pernah mendapatkan
pengobatan OAT sebelumnya ataupun sudah mendapat pengobatan OAT
kurang dari 1 bulan
2) Resistensi initial
Suatu keadaan resistensi, jika pasien tidak tahu secara pasti apakah dirinya
sudah ada riwayat minum OAT sebelumnya ataupun belum pernah sama
sekali
3) Resistensi sekunder
Suatu keadaan resistensi, jika pasien telah memiliki riwayat pengobatan OAT
minimal 1 bulan
Terdapat beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan terjadinya
resistensi terhadap pengobatan tuberkulosis (TB) antara lain sebagai berikut :1,4
1) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan TB
2) Penggunaan panduan pengobatan yang kurang adekuat
3) Addition Syndrome Phenomenon merupakan suatu kondisi dimana obat
ditambahkan dalam suatu panduan pengobatan yang tidak berhasil.
4) Pemakaian obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik
sehingga mengganggu mekanisme obat
5) Penyediaan obat yang tidak reguler
6) Pemberian obat TB yang tidak teratur
7
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO pada tahun 2008, menjelaskan bahwa angka kejadian
TB MDR terus meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Terdapat kurang lebih
50 juta orang yang suspect terinfeksi oleh bakteri TB yang telah resisten terhadap
beberapa obat anti TB (OAT) khususnya Rifampisin dan Isoniazid (INH).5
2.3 Etiologi
Secara garis besar terdapat 5 penyebab yang mendasari terjadinya TB MDR
antara lain sebagai berikut :6,7
Masa infeksius yang relatif lebih lama akibat late diagnostic akan
mengakibatkan peningkatan angka kejadian resistensi obat anti TB (OAT)
Pasien TB MDR yang telah resisten terhadap bakteri TB yang telah mendapat
terapi obat anti TB dalam jangka pendek dengan monoterapi, maka akan
menyebabkan meningkatnya OAT yang resisten
Adanya koinfeksi seperti HIV pada pasien TB akan meningkatnya kejadian
beralihnya diagnosis suspected TB menjadi TB MDR
Pasien TB MDR yang dilakukan treatment dengan OAT jangka pendek,
namun tidak sembuh dengan pengobatan tersebut
Penggunaan OAT yang kurang adekuat, baik dari segi jenis obat ataupun
dosis obat yang diberikan sehingga dapat meningkatkan insidensi resistensi
kuman TB
8
2.4 Faktor yang mempengaruhi TB MDR
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB MDR sangat erat kaitannya
dengan beberapa faktor dibawah ini antara lain :6,7
9
pengobatan
Addition syndrome phenomenon
Penganturan lintas sektoral program TB tidak
berjalan sebagaimana mestinya
2) Obat
Pengobatan OAT yang terputus dan belum
tuntas
Harga obat yang tidak dapat dijangkau oleh
pasien
Regimen obat yang tidak tepat
Dosis obat yang tidak tepat
Kualitas obat yang kurang baik akibat
bioavaibilitas yang menurun
OAT tidak dapat terserap dengan baik, pada
kondisi tertentu
Efek samping OAT yang berlebihan
Pengobatan OAT dalam jangka waktu panjang
dapat membuat pasien merasa depresi dan
bosan untuk minum obat tersebut setiap
harinya
3) Pasien
Kurang adanya dana untuk berobat,
pemeriksaan penunjang dan sebagainya
Kurang adekuatnya informasi yang didapatkan
melalui penyuluhan dan promosis kesehatan
yang berkaitan dengan TB
Faktor HIV AIDS Kemungkinan kejadian TB MDR semakin
meningkat
Gangguan penyerapan dari sistem pencernaan
10
Efek samping yang ditimbulkan lebih berat
11
2.6 Suspek TB MDR
12
2.8 Penatalaksanaan TB MDR5,8
1) Pengobatan standar
Data dari populasi pasien yang representatif digunakan sebagai dasar regimen
pengobatan karena tidak tersedianya hasil uji resistensi individual. Pasien TB
MDR memperoleh regimen pengobatan yang sama
2) Pengobatan empiris
Tiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat pengobatan TB pasien
sebelumnya dan data hasil uji resistensi populasi representatif
3) Pengobatan individual
Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya dan
hasil uji resistensi
13
Dosis obat disesuaikan terhadap berat badan pasien
Obat suntik (seperti aminoglikosida atau kapreomisin) digunakan minimal
selama 6 bulan dan sekurang-kurangnya 4 bulan setelah konversi kultur
Minimum lama pengobatan setelah 18 bulan setelah konversi kultur
Pengobatan yang diberikan adalah pengawasan menelan obat langsung (DOT)
Hasil uji sensitivitas obat harus dapat dipercaya (dari laboratorium yang
tervalidasi) dan dapat digunakan sebagai panduan pengobatan
Pirazinamid dapat digunakan selama pengobatan apabila dinilai efektid
Deteksi dini TB MDR dan memulai pengobatan segera adalah salah satu
kunci keberhasilan pengobatan
Jangan menggunanakn siprofloksasin sebagai OAT
1) Grup pertama
Pirazinamid dan ethambutol, dikarenakan pengobatan yang paling efektif dan
dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh
2) Grup kedua
Obat injeksi yang bersifat bakterisidal, kanamisin (amikasin), namun jika
alergi dapat digunakan kapreomisin, viomisin
3) Grup ketiga
Fluorokuinolon merupakan jenis obat bakterisidal tinggi, seperti levofloksasin
4) Grup keempat
Bersifat bakteriostatik tinggi (PAS, ethionamid, sikloserin)
5) Grup kelima
Obat yang belum jelas efikasinya, dan belum disediakan dalam bentuk
program penatalaksanaan TB MDR
14
PMDT 2014
PMDT 2014
15
1) Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris
2) Panduan pengobatan ini diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling
sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Apabila hasil
pemeriksaan biakan bulan ke-8 belum terjadi konversi maka disebut gagal
pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian OAT tanpa suntikan setelah
menyelesaikan tahap awal
3) Etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resisten atau riwayat penggunaan
sebelumnya menunjukkan kemungkinan besar terjadinya resistensi terhadap
ethambutol
4) Paduan OAT akan disesuaikan paduan atau dosis pada :
- Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid Test, setelah ada
konfirmasi hasil uji resistensi M. Tuberkulosis dengan cara konvesional,
paduan OAT akan disesuaikan
- Jika ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut diatas sebelumnya
sehingga dicurigai telah ada resistensi
- Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat
diidentifikasi sebagai penyebabnya
- Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak,
demam, penurunan berat badan
7) Jika terbukti resisten terhadap kuinolon maka paduan standar disesuaikan Jika
moksifloksasin tidak tersedia, maka dapat digunakan levofloksasin dengan
dosis tinggi. Pada penggunaan levofloksasin dosis tinggi, harus dilakukan
16
pemantauan ketat terhadap kondisi jantung pasien dan kemungkinan terjadi
tendinitis/ruptur tendon
1) Fase awal : Obat per oral setiap hari ( 7 hari dalam 1 minggu), suntikan
diberikan 5 (lima) hari dalam seminggu (senin-jumat)
2) Fase lanjutan : Obat per oral ditelan selama 6 (enam) hari dalam seminggu
(hari minggu pasien tidak minum obat)
3) Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan
4) Pada pengobatan TB MDR dimungkinkan terjadinya pemberian obat dengan
dosis naik secara bertahap yang bertujuan untuk meminimalisasi kejadian efek
samping obat. Tanggal pertama pengobatan adalah hari pertama pasien dapat
mendapatkan obat dengan dosis penuh
5) Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT (Directly Observed Treatment dengan PMO
diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan terlatih)
6) Piridoksin (Vit B6) ditambahkan pada pasin yang mendapatkan sikloserin
dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin
17
7) Berdasarkan sifat farmakokinetik pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon
diberikan sebagai dosis tunggal. Sedangkan etionamid, sikloserin, dan PAS
dapat diberikan sebagai dosis terbagi untuk mengurangi efek samping jika
terjadi yang berat atau pada kasus TB MDR/HIV.
1) Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan
pasien
2) Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket (disiapkan oleh petugas
farmasi RS Rujukan TB MDR untuk 1 bulan mulai dari awal sampai akhir
pengobatan sesuai dosis yang telah dihitung oleh TAK)
3) Jika pasien meneruskan pengobatan di RS Sub Rujukan/ Fasyankes satelit TB
MDR maka paket obat akan diambil oleh petugas farmasi RS Sub
rujukan/Fasyankes satelit TB MDR dari unit farmasi RS Rujukan TB MDR
setiap 3 bulan sesuai ketentuan yang berlaku
4) Perhitungan dosis OAT dapat dilihat pada tabel di bawah ini
PMDT 2014
18
Pemberian obat suntik atau memasuki fase intensif dianjurkkan berdasarkan
konversi kultur. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan dan minimal 4
bulan setelah hasil sputum atau kultur pertama yang menjadi negatif. Sedangkan
lamanya pengobatan TB MDR juga tergantung pada hasil konversi kultur.
Berdasarkan literatur, lamanya pengobatan TB MDR dapat diteruskan pengobatan
minimal 18 bulan setelah konversi kultur. Sedangkan pengobatan tambahan lain
berupa terapi pendukung nutrisi seperti vitamin B, vitamin A, dab mineral serta terapi
kortikosteroid diberikan jika terdapat gangguan pernafasan berat, keterlibatan SSP
atau peikard (dapat diberikan prednison dimulai dari dosis 1 mg/kgBB dinaikkan 10
mg/minggu apabila akan diberikan dalam jangka lama).
1) Pirazinamid
Penggunaan obat pirazinamid dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
lemah, lesu, mual, muntah, nafsu makan menghilang, nyeri di perut kiri atas,
rasa tidak nyaman pada persendian, gatal dan timbul bintil-bintil seperti
jerawat di badan dan wajah
2) Etambutol
Penggunaan obat etambutol dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
nyeri pada bagian perut, pusing, mual, muntah serta dapat menyebabkan
gangguan penglihatan
3) Kanamisin
Penggunaan obat kanamisin dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
nyeri pada area yang disuntik dan timbul gangguan pendengaran
4) Kapreomycin
19
Penggunaan obat kapreomycin dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
sakit kepala, demam, sesak nafas, gatal, kemerahan, sering buang air kecil,
otot melemas, mati rasa pada area yang disuntik serta gangguan pendengaran
5) P-Aminosalicylic Acid (PAS)
Penggunaan obat PAS dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti kulit
gatal dan kemerahan, sakit perut, muntah, hilang nafsu makan, dan kelelahan
6) Levofloksasin (LFX)
Penggunaan obat levofloksasin dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
gangguan pencernaan, nyeri kepala, malaise, insomnia, reaksi alergi,
photosensitive
7) Cycloserine (CS)
Penggunaan obat cyloserine dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
gangguan neurologis, psikiatri, nyeri kepala, gangguan tidur, cemas,
peradangan gusi, iritasi, kulit pucat, tremor, depresi, kebingungan
8) Ethionamide (Eto)
Penggunaan obat ethionamide dapat menyebabkan beberapa keluhan seperti
muntah, diare, nyeri perut, penurunan berat badan
20
2.9 Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB MDR4,7
Selama menjalani pengobatan, pasien harus dipantau secara ketat untuk
menilai respons pengobatan dan mengidentifikasi efek samping sejak dini. Gejala TB
(batuk, berdahak, demam dan BB menurun) pada umumnya membaik dalam
beberapa bulan pertama pengobatan. Konversi dahak dan biakan merupakan indikator
respons pengobatan. Definisi konversi biakan adalah pemeriksaan biakan 2 kali
berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. Pemantauan
yang dilakukan selama pengobatan meliputi :
21
2.10 Evaluasi akhir pengobatan TB MDR4,7
1. Sembuh
a. Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman
pengobatan TB MDR tanpa bukti terdapat kegagalan, dan
b. Hasil biakan telah negative nominal 3 kali berturut-tururt dengan jarak
pemeriksaan minimal 30 hari selama fase lanjutan
2. Pengobatan lengkap
Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai pedoman pengobatan TB
MDR tetapi tidak memenuhi definisi sembuh maupun gagal
3. Meninggal
Pasien meninggal karena sebab apapun selama masa pengobatan TB MDR
4. Gagal
Pengobatan TB MDR dihentikan atau membutuhkan perubahan panduan
pengobatan TB MDR yaitu lebih dari sama dengan 2 obat TB MDR yang
disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di bawah ini yaitu :
a. Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan
22
b. Terjadi reverse pada fase lanjutan (setelah sebelumnya konversi)
c. Terbukti terjadi resistesi tambahan terhadap obat TB MDR golongan
kuinolon atau obat injeksi lini kedua
d. Terjadi efek samping obat yang berat
5. Lost follow-up
Pasien terputus pengobatannya selama dua bulan berturut-turut
6. Tidak di evaluasi
Pasien yang tidak mempunyai/tidak diketahui hasil akhir pengobatan TB
MDR termasuk pasien TB MDR yang pindah ke fanyankes di daerah lain dan
hasil akhir pengobatan TB MDR nya tidak diketahui
23
2.11 Strategi DOTS Plus4,7
1) D (Directly)
Dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop untuk menentukan apakah terdapat
kuman atau tidak
2) O (Observed)
Terdapat observer yang bertugas sebagai pengawas minum obat pasien TB.
Pengawasan terhadap waktu minum obat dan dosis obat yang diminum
3) T (Treatment)
Pengobatan lengkap pada pasien TB dan dilakukan pemantauan secara
berkala. Dengan tujuan pasien sembuh setelah masa pengobatan TB selesai
dan terdapa pencatatan khusus mengenai pengobatan tersebut
4) S (Short-course)
Pengobatan TB dengan kombinasi dan dosis yang tepat
24
Strategi DOTS diperlukan untuk mencegah resistensi dan pengobatan TB.
Pada penatalaksanaan TB MDR yang diterapkan adalah strategi DOTS Plus.
Penggunaan strategi DOTS plus menerapkan konsep dasar yang serupa dengan
strategi DOTS, tegitenamun untuk strategi DOTS plus ini dikhususkan untuk aplikasi
penanganan TB MDR. “Plus” diartikan menggunakan OAT lini kedua dan kontrol
infeksi. Strategi DOTS Plus terdiri dari 5 komponen utama seperti :
25
Persyaratan PMO
Seseorang yang dikenal, dipercaya, disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
Bersedia membantu pasien dengan sukarela
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien
PMO
PMO dapat terdiri dari petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya dan anggota petugas kesehatan lainnya
PMO juga dapat terdiri kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK,
atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga
Tugas seorang PMO
Mengawasi pasien TB agar menenaln obat secara teratur sampai
selesai pengobatan
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
Mengingatkan pasien untuk segera periksa dahak ulang pada waktu
yang telah ditentukan
Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Informasi khusus mengenai TB
TB disebabkan oleh kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
TB dapat disembuhkan dengan pengobatan secara rutin dan teratur
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
26
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke Fasyankes
27
- Sebelah Barat : Wilayah Desa Sukaharja, Kecamatan Sindang Jaya
- Sebelah Timur : wilayah Desa Karet, Kecamatan Sepatan
- Sebelah Utara : Wilayah Desa Sukasari, Kecamatan Rajeg
- Sebelah Selatan : wilayah Desa Gembor, Kecamatan Periuk
28
2.13 . Kerangka Konsep
Faktor Internal:
Umur
Pendidikan
Pengetahuan
Perilaku
Aktivitas
Pekerjaan Kualitas Hidup
Pendapatan
Pasien
TB MDR
Faktor Eksternal:
Motivasi
Dukungan Keluarga
Dukungan Masyarakat
29
BAB III
METODE PENELITIAN
30
3.6. Alur penelitian
Populasi
Sampel
Kunjungan rumah
Pembuatan laporan
31
BAB III
32
bekerja menikah Lfx(750),
Eto(500),
Cs(500),
Km(750),
B6(100).
Seluruh informan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki.. Ditinjau dari
usia informan, rentang usianya dari 25 hingga 55 tahun. Usia tersebut merupakan
usia produktif. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sebagian
penderita TB Paru terjadi pada usia produktif. Penelitian yang dilakukan
Kurniawati,et al. juga menunjukan rentang usia yang serupa dan penderita
didominasi laki-laki.
33
Informan Wawancara
I2 “Di Persahabatan tau akhirnya sakitnya apa? Ya itu TBC positif. Kan di
bronkoskopi itu ketauan dari situ. Gara-gara batuk darah.”
I3 “ Man, tau ga sakitnya sakit apa ? Tau, kumannya udah kebal katanya,
ngobatinnya susah, obatnya beda ya sama yang TB biasa? lebih lama,
yang lainnya ga tau.”
Informan Wawancara
I2 “Awalnya 18 butir dok, terus turun 15. Katanya kemaren tinggal 2 bulan
34
lagi minum obat.”
I3 "minum obatny harus 2 tahun. Oh kalo yang di suntik ini udah bulan yang
kedua. Disuntik tiap hari. Obatnya lupa, ada banyak. Ga inget, ada
levo...., pirazimid, yang lain lupa hehe. Sehari minumnya 14 obat
(tablet)."
Hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusniah, et
al..yang menyatakan kejadian drop out penderita TB paru dari program pengobatan
dapat dipandang sebagai respon penderita terhadap rendahnya pengetahuan tentang
penyakit TB dan pengobatan pengobatan TB paru.9 Sebagai asumsi, semakin baik
tingkat pengetahuan yang berhubungan dengan penyakit TB paru dan pengobatannya,
maka penderita akan sadar untuk menjalani program pengobatan secara teratur.
Hasilnya mungkin dapat berbeda jika penelitian dilakukan sebelum pasien
mendapatkan pengobatan dan edukasi dari petugas kesehatan. I3 mengaku sebelum
sakit tidak mengetahui apapun mengenai TB Paru, begitu juga I1, Sehingga
kurangnya pengetahuan dapat menjadi faktor resiko terhadap terjadinya TB MDR
pada informan.
35
terhindar dari penyakit TB. Pengetahuan yang baik dan menyeluruh tentang penyakit
TB dan pengobantannya berkaitan dengan tindakan yang akan diambil seseorang
dalam melaksanakan tindakan pengobatan sehingga dapat meningkatkan kesadaran
pasien untuk menyelesaikan pengobatannya. Selain berhubungan dengan tindakan,
pengetahuan yang dimiliki oleh pasien TB juga berhubungan dengan persepsi bahwa
penyakit TB merupakan penyakit yang berbahaya dan menular. Sebagaimana dalam
Depkes RI menyatakan masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan
dan perilaku masyarakat.6
4.3. Perilaku
Kepatuhan minum obat
Informan Wawancara
I2 “Saya kan nanya… dok, penyakit apa ini dok?... bapak di paru-parunya
ada benjolan katanya, kata dokter yang disitu. Nih, saya berusaha
ngilangin ini, saya kasih obat tiap hari... ya tes dahak mah tes dahak gitu
cuma ga dikasih tau penyakit ini itu ga… di roentgen juga… Dari situ
kita pengobatan belum tuntas stop sendiri ceritanya. Hampir 4 bulanan
lah.”
“Sekarang minum obatnya gimana Pak? Rutin? Iya. abis minum obat,
36
suntik , langsung kerja. Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang
penting kita berusaha.”
I3 “Saya berobat yang 6 bulan dok, tapi pas 5 bulan stop. Iya di bulan ke 5
berenti berobat, soalnya udah enakan trus berenti aja gitu.”
"Kalo minum obat teratur tiap hari sekarang mah, walaupun enek mual
dipaksain aja."
Pemakaian masker
Informan Wawancara
“Disuruh pake masker? Iya disuruh. Make kalo disana. Disini mah
engga. Kalo di rumah mah engga. Dulu dulu pertama sih dipake tiap
hari”
I2 “dulu pas batuk-batuk pake masker di rumah? Ga, jarang… tau sih harus
pake masker. Cuma engap kalo pake masker di rumah. Kalo pergi pake
masker. Sekarang di pabrik juga mau pake, engap. Malah tambah ga bisa
napas saya.”
37
Kebiasaaan Buang Dahak
Informan Wawancara
“Sembarangan”
I3 “kamar mandi”
38
4.4. Riwayat Penyakit
Seluruh pasien tidak memiliki riwayat kontak yang kuat dengan pasien TB
MDR. 66,6% merasa berkontak dengan pasien paru di tempat kerjanya.
Kemungkinan lain tertular TB dari kontak langsung dengan penderita TB MDR di
puskesmas karena seringkali tidak menggunakan masker saat berobat.
Seluruh pasien mulai berobat setelah mengalami batuk darah. 66,6% gagal
pengobatan OAT kategori II, sisanya gagal pengobatan kategori I kemudian
terdiagnosa TB MDR. 66,6% pasien memiliki riwayat putus obat. Alasan putus obat
1) merasa sudah enak 2) Tidak menerima informasi yang jelas dari dokter yang
merawat mengenai lama pengobatan.
Saat ini, satu pasien sudah selesai pengobatan dengan gejala sisa. satu orang
dalam pengobatan tahap awal. satu orang dalam pengobatan tahap lanjutan.
Informan Wawancara
I1 “ya kan muntah darah itu .. udah lama. Ga tau tahun berapa . haduh ga
diobatin.. ga tau saya jalan pengobatannya. Batuk-batuk keluarnya
darah, terus lama-lama muntah darah.. udah sekitar 15 tahun lalu. ada
2005. Udah lama. Begitu kena langsung cari jalan berobat ke puskesmas
kemis. Berobat selama 6 bulan. Kambuh lagi cari jalan lagi saya ke
pasar kemis trs dibawa ke rs. persahabatan . Dari sana disuruh lanjutin di
pasar kemis gabisa. sama dokter pasar kemis trs dibawa ke kota bumi,
saya minta jalan. Di Kutabumi pas tahun 2013.
39
I2 “Sebenernya ceritanya itu kan 2009 awalnya batuk keluar darah. Nah
kita langsung bawa ke RS Bina Insani sini yang deket, sama dokternya
disuruh kontrol aja ga dirawat kan. Terus kontrol terus tuh tiap 2 minggu
sekali sampe 4 bulan kita jalanin…
“Tapi minum obat yang bikin kencing merah tiap hari? Ga, ga di kasih
obat itu… terus dokternya ga ngomong apa ini… bapak harus minum
obat yang teratur, harus begini-gini… ga… ga ada….
“Dibilangnya sakit apa? ga dikasih tau. Saya kan nanya… dok, penyakit
apa ini dok?... bapak di paru-parunya ada benjolan katanya, kata dokter
yang disitu. Nih, saya berusaha ngilangin ini, saya kasih obat tiap hari...
ya tes dahak mah tes dahak gitu cuma ga dikasih tau penyakit ini itu
ga… di roentgen juga… Dari situ kita pengobatan belum tuntas stop
sendiri ceritanya. Hampir 4 bulanan lah. Iya berhenti sendiri dari situ.
Tapi masih batuk-batuk terus. Dikirainnya kenapa… berobatnya ke
dokter-dokter biasa, dikasih obat batuk.. ya tapi kan kita namanya ga tau
ya penyakit apa. Terus sempet dirawat ngomongnya yang tipes lah yang
kuning lah. Sebelum yang nge-drop itu sebelumnya udah dirawat itu
disini rumah sakit sini.”
“Terus berobat paru lagi kapan lagi? Yang kedua. Pertama kan yang
batuk-batuk tuh. Stop. Terus berobat lagi kapan yang parunya? Yang
40
seseknya? Ini sih kita ke dokter biasa., jadi ga di rawat di rumah sakit.”
“Di Persahabatan tau akhirnya sakitnya apa? Ya itu TBC positif. Kan di
bronkoskopi itu ketauan dari situ. Gara-gara batuk darah.”
“Terus sampe Kutabumi gimana ceritanya? Nah dari RSU kan dirujuk
ke Persahabatan. Kata dokternya berobatnya harus di RS Persahabatan
karena Cuma ada disana. Yaudah kita ikutin ya. Terus selama 4 bulan
kita nanya-nanya supaya kita bisa pindah ke Tangerang. Katanya ada
Pak di Tangerang ada tiga. Bapak pilih yang mana. Terus milih
Kutabumi. Ketemu sama Bapak Nuriman. Alhamdulillah ditolong.”
41
I3 "(Dulu) Di tempat kerja yang di pabrik itu banyak yang batuk-batuk
juga. tapi pada ga pake masker, saya juga engga pake masker soalnya
pengap. Mereka sih bilangnya sakit paru aja, engga bilang sakit TB. saya
kan engga tau sakit paru apaan. jadi ya biasa aja ngobrol tiap hari."
"(Awalnya) Saya berobat yang 6 bulan dok, tapi pas 5 bulan stop. Iya di
bulan ke 5 berenti berobat, soalnya udah enakan trus berenti aja gitu
Trus batuk batuk lagi. Sering batuknya, sampe sesek, lemes. Itu kira2 3
bulan dari berenti minum obat. Waktu itu berobat lagi, ke puskesmas.
Trus ke rumah sakit. Iya ke rumah sakit umum. Disana cek lab hasilnya
positif lagi, positif 3 yg saya inget. Trus berobat lagi ke persahabatan.
Iya langsung ke persabatan. Disana (persahabatan) periksa labnya.
Engga tau periksa labnya, diperiksa dahak lagi, sama rontgen. Trus
dibilangnya masih ada TBnya. Dari situ mulai lagi berobat. Ya, disuntik
juga tiap hari. Ini pertama kali pake suntikan, kemaren-kemaren engga.
Sekarang nyuntik udah bulan kedua. Tiap hari senen sampe jumat,
nyuntiknya di puskesmas."
Ekonomi
42
Informan Wawancara
I1 “kerja dimana pak sekarang? ngangon kambing ..iih sekarang mah dah
ga kuat tenaganya, iya di rumah aja gini nganggur . sebelumnya kuli
panggul di pasar induk kramat jati tahun 75 rumahnya disini pulangnya
seminggu sekali sebulan sekali.”
I2 “terus dok saya dari mulai minum obat ini ya emang udah ga kemana-
mana. Kalo masuk kerja pagi ya sore udah tidur…”
Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik pada pasien dapat semakin menurun jika mengalami efek
samping obat. Pada penelitian ini seluruh pasien mengalami efek samping obat,
meliputi mual (100%), gangguan penglihatan (66,6%), gangguan pendengaran
(33,3%), hiperurisemia (33,3%), gangguan keseimbangan (33,3%). Gangguan
gastrointestinal dapat diakibatkan oleh semua OAT. Gangguan penglihatan
disebabkan oleh ethambutol yang dapat mengakibatkan neuritis retrobulbar.
Gangguan pendengaran dapat disebabkan efek ototoksik kanamycin maupun
streptomicyn.Gangguan hepar dapat ditimbulkan oleh pirazinamid, ethambutol,
ethionamid.5,6
Informan Wawancara
I1 “mata sebelah kurang (mata kanan)..burem . yang ini mah masih jelas
(mata kiri). Hmmm… kira-kira 3 bulan lah”
“Ini kurang denger doang nih sebelah. Iyah, udah lama kalo telinga
43
mah 5 bulan ada mah kali”
I2 “ apa yang dirasa dari obat itu? Ya puyeng, maag, kalo makan kayak
ga mau, perut baru enakan kalo malem. Makan ya kalo udah ga ini dari
obat, banyak, banyak juga, Cuma kalo pagi-pagi bangun tidur sebelum
sarapan, sebelum minum obat kan kadang ga mau itu. Cuma ya
dipaksain gitu. Kalo mau minum obat dipaksain harus masuk nasi.
Tapi setelah minum obat ya itu tidur, ntar bangun tidur udah sore udah
enak. Hawa rasa obatnya itu. Kayak mual-mual.”
“Gatel ga, kuning ga. Mata iya. Dulu kan sebelum minum obat bisa liat
tapi sekarang harus pake kaca mata kalo baca. Itu apa faktor usia atau
apa ya. Telinga ga ada. Dulu pernah sakit kuning dok sebelum minum
obat ini. Tapi sekarang abis minum obat ga pernah”
I3 "Abis minum obat biasanya tidur biar mualnya ga kerasa. Kalo abis
tidur beberapa jam mualnya ilang. Baru abis itu bisa makan (waktu
sore)."
Selain keluhan akibat penyakit TB itu sendiri seperti batuk-batuk, sesak, dan
lainnya. Efek sampng obat bahkan hingga menimbulkan sekuele yang dialami pasien
mempengaruhi kualitas hidupnya. Hal yang terjadi mulai dari perubahan pola makan
hingga keterbatasan aktivitas akibat gangguan penglihatan dan pendengaran.
44
Psikologi
Informan Wawancara
I2 “Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang penting kita berusaha.
Yang penting kita kan ga boleh putus semangat.”
I3 “udah pada tau kalo saya sakit TB, cuma saya nyadar diri aja. Kita juga
gaenak kan kalo ada orang batuk-batuk deket kita. perasaannya
sekarang biasa aja.”
Kontak sosial
Salah satu pasien (33,3%) terganggu kontak sosialnya dengan tetangga karena
merasa takut akan menularkan penyakitnya. Pasien lainnya merahasiakan
penyakitnya dari para tetangga.
Informan Wawancara
I3 “sama ibu bapak baik-baik aja, cuma sekarang kaka baru lahiran di
bekasi, jadi nemenin kaka disana. sama tetangga biasa. udah pada tau
kalo saya sakit TB, cuma saya nyadar diri aja. Kita juga gaenak kan
45
kalo ada orang batuk-batuk deket kita.”
Spiritual
“Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang penting kita berusaha” (I2)
“besyukur sekarang udah enakan” (I1)
Hasil studi ini menunjukkan bahwa kualitas hidup yang paling terpengaruh
adalah aspek fisik dan ekonomi. Hal ini bertentangan dengan studi yang dilakukan
Sharma, et al. dimana kualitas hidup yang paling terpengaruh adalah aspek psikologi
dan lingkungan.11
46
4.6. Kesulitan yang dialami selama menjalani pengobatan
Informan Wawancara
I2
“ada masalah dari rujukan. Ini terus terang aja ya dok ya. Itu dari
rujukan apa itu dari kliniknya itu kan dari klinik dulu kan pake BPJS
kan. Nah ini apa penyakit dalem, sedangkan disananya mintanya paru-
paru. Nah, sedangkan kan kita itu udah ngantri lama itu dok ya, dari
jam berapa, dari jam 3 dipanggil jam 5. Nah, Cuma gara-gara penyakit
dalem beda sama paru-paru, disuruh balik lagi. Kan disitu kita
jengkel. Udah ngantri. Kita kan gatau yang ngasih dokter kan. Itu
padahal kita udah berobat selama 4 bulan loh. Kenapa dokternya
ngasih salah? Iya kan? Kita disuruh balik lagi minta rujukan lagi. Nah
dari situ kan udah maghrib. Ah udahlah. Gimana sih. Jadi males gitu
loh kayak gini dipermasalahin.”
47
ada disana. Yaudah kita ikutin ya. Terus selama 4 bulan kita nanya-
nanya supaya kita bisa pindah ke Tangerang. Katanya ada Pak di
Tangerang ada tiga. Bapak pilih yang mana. Terus milih Kutabumi.
Ketemu sama Bapak Nuriman. Alhamdulillah ditolong”
I3 “Masalah selama berobat sih engga ada, puskesmas juga kan deket,
kata pa dokter harganya (obat) 200 juta, tapi gratis dari pemerintah.
berobatnya jauh deket dijalanin aja."
Informan Wawancara
“ya……. Gitu aja. Semangat karna udah kenal baik aja (sama
dokternya). Ya abis minum obat jadi tenang pikiran.”
I2 “Ya yang pertama kita pengen sembuh nih. Yang kedua ya apa…
pertama minum obat dari MDR itu perubahannya udah drastis… jadi
enakan, udah ga batuk darah.”
I3 "kalo sekarang mah pengen sembuh, itu aja. Capek minum obatnya.
48
Iya mau kerja lagi."
Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi
yang rendah dalam diri seseorang menyebabkan orang tersebut tidak mempunyai
dorongan dalam dirinya untuk melakukan suatu kegiatan. Melakukan keteraturan
berobat butuh motivasi yang tinggi dalam diri seseorang.11
4.8. PMO
Pasien minum obat di rumah dengan pengawas minum obat adalah anggota
keluarga. Pada dasarnya kebijakan program nasional yakni setiap hari pasien TB
MDR diharuskan untuk mengambil dan minum obat di fasilitas layanan PMDT.
Pengawasan minum obat dilakukan secara penuh oleh tenaga kesehatan di fasilitas
layanan PMDT untuk memastikan pasien TB MDR meminum obat sesuai dosis,
melakukan pemantauan efek samping serta pemberian KIE. Jika hal ini tidak dapat
dilakukan maka PMO dapat seorang kader, tokoh masyarakat atau anggota keluarga
pasien.4,5
Informan Wawancara
I2 “Tiap hari yang ngingetin minum obat siapa? hahaha iya si ibu.
Kadang-kadang kalo misalkan saya di rumah sendiri,, dia kerja, saya
kan minum obat. Pas udah pulang ditanyain udah minum obat belum.
Kalo bungkusnya ga ada sampe dicari ke tong sampah gara-gara takut
lupa ga diminum.”
49
I3 “Yg suka ngingetin ibu sama bapa. Ibu sih yang sering nyuruh minum
obat. Cuma sekarang dari kesadaran sendiri aja minum obatnya.”
Informan Wawancara
I2 “Tiap hari yang ngingetin minum obat siapa? hahaha iya si ibu.
Kadang-kadang kalo misalkan saya di rumah sendiri,, dia kerja, saya
kan minum obat. Pas udah pulang ditanyain udah minum obat belum.
Kalo bungkusnya ga ada sampe dicari ke tong sampah gara-gara takut
lupa ga diminum.”
I3 “Yg suka ngingetin ibu sama bapa. Ibu sih yang sering nyuruh minum
obat. Cuma sekarang dari kesadaran sendiri aja minum obatnya.”
50
juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota
keluarga yang sakit.12
Informan Wawancara
I1 Keluarga tahu bapaknya sakit paru tapi tidak tahu secara pasti tentang
sakit TB
51
4.10. Tingkat Penularan
Seluruh responden orang di sekitarnya ada yang tertular. Walaupun saat ini
mereka menjalani pengobatan dengan kategori I. Saat ini kasus TB MDR (Multi Drug
Resisten Tuberculosis) mulai meningkat. Berdasarkan data WHO Global Tuberculois Report
2013, kasus TB MDR di Indonesia diperkirakan 1,9% dari kasus baru dan 12% dari kasus
pengobatan ulang TB. Cara penularan TB MDR serupa dengan TB yakni mellaui droplet.
Oleh karena itu perilaku penderita meliputi pemakaian masker, pembuangan dahak tidak di
sembarang tempat berpengaruh dalam menekan penularan infeksi.
Informan Wawancara
I2 “Ada sih nih. Udah berobat. Cuma katanya cuma bronkitis tapi
batuknya terus-terusan. Udah di cek dahak tapi negatif. Terus ini kalo
suka ditanya kok kuat ya. Iya anak-anak juga ngasih support terus”
52
BAB V
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
1. Meningkatkan kualitas edukasi kepada pasien TB MDR khususnya mengenai
penyakit hingga pengobatannya dalam meningkatkan pengetahuan pasien
terhadap penyakitnya.
2. Memberikan edukasi kepada keluarga terkait penyakit TB MDR yang diderita
pasien
3. Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai TB MDR dengan
tetap menjaga privasi pasien TB MDR
4. Memperbanyak jaringan puskesmas satelit TB MDR dalam meningkatkan
kualitas pelayanan program TB MDR.
53
DAFTAR PUSTAKA
54
LAMPIRAN
Pertanyaan Wawancara
1. Ketika bapak pernah sakit TB kemudian kambuh lagi, bapak berobat kemana saja ?
2. Apakah bapak tahu tentang TB MDR ?
3. Apakah bapak tahu bagaimana pengobatan TB MDR ? Berapa lama bapak sudah
menjalani pengobatan ? obatnya apa saja ?
4. Apa yang mendukung bapak untuk sembuh?
5. Selama pengobatan , kapan bapak kontrol ke rumah sakit ? Dimana ? apa saja yang
di cek ?
6. Apakah bapak minum obat teratur ? Kalau minum obat di ruamh, siapa yang
mengingatkan ?
7. Setelah minum obat TB MDR , apa yang bapak rasakan ? Apakah keluhan berkurang
? apakah timbul efek samping obat ?
8. Bilamana ada efek samping obat, apa yang bapak lakukan ?
9. Agar semakin cepat sembuh, apa yang bapak lakukan ?
10. Apakah menurut bapak penyakit ini bisa menular ? Sudahkah orang di lingkungan
sekitar bapak terkena TB?
11. Apakah bapak tahu bahaya penularan sakit TB MDR ?
12. Apakah bapak tahu apa yang memperberat dan memperingan sakit TB MDR ?
13. Bagaimana aktivitas sehari-hari?
14. Bagaimana hubungan bapak dengan keluarga dan tetangga?
15. Apa perasaan bapak menderita TB MDR?
55
Transkrip percakapan
1. I1
A: Cicih cicih sini (memanggil anaknya) .. ini anak saya kena flek berobat di klinik Ila nur
berobat pake bpjs dari tempat kerja bapaknya pabrik .. berobat 6 bulan..
56
Klip 016
Q: 11 bulan ?
A: iya.. yang kena sebulan itu.. seminggu sekali ke sono (RS Persahabatan) terus yang
sebulan sekali
Cuman itu sekarang yang kurang.. iya itu efek obat.. justru ibu dokter ini bapak
dokter ini mengkaji .. ini kaki kalo malem pada panas .. emang dari obat.. obat ya ? pada
panas linu keram, nyut-nyut, sakit emang begitu.. kalo nempel sama itu kak.. ngerasa di
cucukin kan ? ntar malem aja jam 6 pas mau tidur udah ga tahan. Obat itu
meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam uruuat dalam tubuh itu kalo
misalkan meningkat, badan tuh pada keram pada linu.
Clip 017
Q: Umur berapa ?
A: ngangon kambing .. iih sekarang mah dah ga kuat tenaganya, iya di rumah aja gini
nganggur . sebelumnya kuli panggul di pasar induk kramat jati tahun 75 rumahnya disini
pulangnya seminggu sekali ebulan sekali.
A: Tinggal sama anak sama cucu. sama cicih sama anak sama suami. Istri ? udah lama ga
ada ?
57
A: Anak ada empat cowo 3 cewek 1
Q: sekolah ?
A: sampe kelas 2 doang.. SD. Orang sekolahnya dulu susah. Ga ada.di jalan raya itu
bojong tangerang balaraja itu deket Cikupa . Orang jalan kaki masih rawa-rawa.
Q: dulu pertama kali batuk batuk itu kapan ? pertama kali berobat ?
A: ya kan muntah darah itu .. udah lama. Ga tau tahun berapa . haduh ga diobatin.. ga
tau saya jalan pengobatannya. Batuk-batuk keluarnya darah, terus lama-lama muntah
darah.. udah sekitar 15 tahun lalu. Ibu saya udah lama meninggal . ada 2005. Udah lama
A: langsung berobat. Begitu kena langsung cari jalan berobat ke puskesmas kemis.
Berobat selama 6 bulan. Kambuh lagi cari jalan lagi saya ke pasar kemis trs dibawa ke rs.
persahabatan . Dari sana disuruh lanjutin di pasar kemis gabisa. sama dokter pasar
kemis trs dibawa ke kota bumi, saya minta jalan. Di kota bumi pas tahun 2013.
Q: Kalo di Indri ?
A: di indri pada tahun 2002. Sakitnya 2005 . Di indri 2 tahun dari 2007-2008. Pasar kemis
dulu balik lagi ke psar kemis ga ada obatnya baru ke kutabumi terus ke persahabatan
A:Tuntas. Saya yang anterin (the cicih). Saya yang suka ngomong tapi ga didenger.
58
Q: kapan kumat lagi?
A: kumat kecapean setelah bongkar semen trsbatuk batuk lagi rontgen lagi balik lagi ke
kemis tapi udah ga ada obat disana. Dirujuk.Sudah sebuh kumat lagi
A:yang disuntik di persahabatan.. eh di kemis di suntik. Pertama kali dapat suntik pas
berobat yang ke 2x di kemis yang 2 bulan tiap hari. di rs. persahabat di suntik lagi.
A: Pernah. Biasanya karna kecapean kerja ikut bongkar semen di perumahan. Banyak
kerjaan.
A: selalu minum obat tp kalo dirongsen masih gitu lagi. ada aja batuk darah nya.
Biasanya jam 5 pagi sudah minum kan obat sebelum makan apa-apa udah minum obat(
teh cici).
Biasanya cicih. Kadang kadang abis minum obat pingsan. Reflex pingsan.
Q: Obat yang mana yang bikin pingsan? Yang 6 bulan apa yang persahabatan?
jauh berobatnya bolak-balik. Berangkat jam 5 sampe sini jam 5 sore lagi. Mobilnya aja
kesono-kesini lama. Disini turun kebon jeruk, naik lagi pulo gadung naik lagi ke
59
persahabaan. 3 x naik. Disana juga sulit. harus lapor dulu ke dalam . duduk di luar aja ga
diperiksa periksa.
A: tau tahun berapa. udah lama, sekitar 5 bulan lebih yang lalu.. lebih.
Q: Yang pertama sakit apa ? yang terakhir sakit apa?Tau namanya sakit apa ?
A:Sakit ? Tau
Q:Namanya TBC
A: TBC?
Q: TBC tau ?
A: Ga tau
Banyak yang ga bae-baek. Kalo yang berobat kesini jarang yang bae.
60
Di persahabatan obatnya khusus
Waktu yang pertama kan yang merah terus yang kuning yang biasa minum langsung 3.
Itu buat yang kena TB tapi yang biasa kumannya . Bapak kan berkali-kali tandanya
kumannya kebal jadi ga bisa pake obat itu. Makanya ke persahabatan
A: Banyak pokoknya. Yg kuningnya ga dimakan itu. 10 lebih. Yang kuning itu ga dimakan.
Yang kecil itu. Vitamin katanya. Yang kuning-kuning itu. Yang kecil.
A:Udah abis. Paling kalo ada keluhan minta dianter kesono.Obat dari persahabatan udah
abis.
Q:Udah tuntas?
A:Udah tuntas. Di kotabumi udah abis obatnya. Udah ga berobat lagi. periksa dahak
yang 3 kali kesono udah negative. Saya sering Ke kutabumi sering kalo kesono
(persahabatan ) jarang. Kesono mah seminggu sekali dulu
A:Cuman diperiksa aja. Nganterin dahak aja kesono. Misal 10 kali sehari dibawa kesono
dahak. Terus sebulan sekali kesono lagi.
A: Obat banyak. ga tau namanya. Minum-minum aja.Orang saya sih dikutabumi seplastik
dibungkus-bungkus gitu. Ini sebungkus ini ada yang 3 ada yang 2.
61
A:Ga ada obat aja. Makanan mah bebas.
Anak pasien:: saya ga tau soalnya saya nganterin cuma pas berobat ke kemis. Ke
kutabumi ga hapal jalannya.
A: Iya disuruh. dipake kalo disana. Disini mah engga. Kalo di rumah mah engga. Dulu
dulu sih dipake tiap hari pertama ke persahabatan.
A: Engga
A: Engga ada
A: Batuknya ?Tau. Di pasar kali ada yang batuk-batuk. Kan cabe mah panas
Q: Pedagang lain ?
A: Ga ada
Q: Ibu siapanya?
A: Ibu sodaranya. Ibu berobat paru 9 bulan pas batuk batuk 4 bulan keracunan obat
paru . rasanya lemes ibu kena liver. Bukan kuning lagi kayak apa kali mata badan kuning.
62
Q: Nama?
A: ibu nuryani.
Q: Tinggalnya?
Q: Udah negative ya ?
A: Udah. Terakhir berobat bulan februari udah negative. Tapi cucu ibu juga kena, karena
kan dulu pas masih bayi ibu gendong-gendong.
K : yang memperingan?
A : Ya gatau juga
K : hemmm … gitu. Nah trus kalo berobat yang bikin bapak semangat buat sembuh apa
tuh pak?
K : apa?
K : sama?
63
A : ya abis minum obat jadi tenang pikiran
A : iya
A : iyah
K : bapak waktu berobat suka jemur jemur gak kalo pagi-pagi? Berjemur?
A : dari jam 5
A : Pagi, siang
I : Sembarangan!!
A : enggak ditutup
A : dulu? Dulu mah iya kemana-mana pake, kalau sekarang mah batuknya udah jarang
A : ha?
64
A : keluarnya?
K : nular nular
I : nulaaaaar
A : nular? Gatau
K : lewat apa?
A : (diam)
A : gatau
K : gatau? Ohhhh………….. lewat angin, udara. Kalau batuk muncrat, tuh nular tuh //
makanya harus ditutup kalau batuk pak
Q : (tertawa) hehehe.. kalau lagi kepanasan? // Malem? Malem? Kalau mau tidur?
A : Iya
Q : Keringetan juga?
A: Iya
Q : Panas ga di kamarnya?
A : Panas
Q : Hemmm… iyalah makanya panas emang (tertawa) // Sumeng sumeng gitu ga pak?
A : Iyah gitu
A : Baju?
65
Anak pasien : Yaaaah dia mah sekarang bajunya jadi kelompongan, trus saya bilang pak
aca baju mah jangan dipungutin (?) eh dedek! Jangan gitu ah // (Ibu-ibu satunya lagi?)
ibu mah suka kemana mana suka kumat lagi kumat lagi ga boleh salah gitu, kalau lagi
makan ga boleh salah makan (?)
Q : Matahari masuk ga ke dalam rumah? Udara rumah juga harus bagus alirannya
Anak pasien : Dedek (membentak) iyah dia mah doyan yang asin
K : Gapapa kalau makan asin bu, tapi kalau ada darah tinggi baru diet (tertawa)
Q ; Bapak, udah berapa lama ngerasa telinganya ga enak? // apa aja yang dirasain waktu
setelah minum obat? Telinga? Mata? Gimana?
A : Hah?
66
A ; Hmmm… kira-kira 3 bulan lah
Q : 3 bulan kemaren?
A : Ho’oh
Q : Oh udah lama?
A : Iyah, udah lama kalo telinga mah 5 bulan ada mah kali
A : Iyaaah, berdenging
Q : Kalo efek samping berobat ga? Kalau ada sakit sakit apa gitu? Berobatnya kemana?
A : Enggak // Anak : Pokoknya mah kita kalo ada keluhan, sakit apa keluhan apa mah
kesono (PKM Kutabumi)
Q : Hemmm….. Bapak aca, kemaren pas waktu masih berobat selama berobat suka
ngeluh mual muntah ga?
A : Enggak
Q : Jadi pas abis minum obat ga dirasa apa-apa? Perutnya ga ngerasa apa-apa ya?
A : Enggak
Tetangga : Oh kalau ibu suka gatel ya? Hemmmmm… // emang efek sampingnya itu,
kalau ringannya ya gitu kalau parahnya tadi kena liver mata telinga
Q : Apa tuh?
67
Q : Ohh.. enggak, yang ini apatuh pas minum obat abis minum obat
A : Enggak
A : Iya
A : Enggak
A : Kalau panas-panas ini emang tadinya mau berobat kenapa ini.Tadinya saya mau jalan
ke kotabumi, nanyain itu kaki kenapa panas
A ; Iya panas
Q ; Jam 6 magrib?
68
Q : Sebelah mana pak bisa ditunjuk?
Q : Semua?
69
2. I2
Transkrip wawancara
A: Kalo batuk sekarang sih udah ga, paling kalo bangun tidur
A: Masih
Q: Di Kutabumi ngambilnya?
A: Iya ngambilnya di Kutabumi. Masih ini… eee… waktu itu kan saya ke Persahabatan,
nganter dahak kan, terus kata dokter nanti Pak Khabib tanggal 18 bulan Mei ke
Persahabatan lagi soalnya udah mau stop obat
A: Januari udah negative, terus kemaren… yang nganter yang kemaren belum turun itu.
Yang bulan Maret.
A: udah lumayan
Q: Iya roentgen
A: iya.. iya…
A: di pabrik
A: Pabrik karton
70
A: Sama istri aja
Q: Berdua aja?
Q: Awal cerita pertama kali sakit gimana, Pak? Tau kan sakit apa?
A: Iya jadi kan baru taunya itu kan… udah… saya kan udah berobat di rumah sakit ya
A: Awalnya tahun 2013, itu kan berobat ke rumah sakit swasta ya disini…
A: Iya berdarah. Itu pas lebaran itu kan pulang kampong, saat itu mau kesini nge-drop di Tol
Bekasi Timur lagi di mobil… nge-drop… ga bisa napas… udah ga inget. Nah kebetulan pas di
depan RS Mitra Keluarga Bekasi Timur. Kan canggih ya disitu alatnya.
A: Sebenernya ceritanya itu kan 2009 awalnya batuk keluar darah. Nah kita langsung bawa
ke RS Bina Insani sini yang deket, sama dokternya disuruh kontrol aja ga dirawat kan. Terus
kontrol terus tuh tiap 2 minggu sekali sampe 4 bulan kita jalanin…
A: Ga, ga di kasih obat itu… terus dokternya ga ngomong apa ini… bapak harus minum obat
yang teratur, harus begini-gini… ga… ga ada….
71
Q: Dibilangnya sakit apa?
A: ga dikasih tau. Saya kan nanya… dok, penyakit apa ini dok?... bapak di paru-parunya ada
benjolan katanya, kata dokter yang disitu. Nih, saya berusaha ngilangin ini, saya kasih obat
tiap hari... ya tes dahak mah tes dahak gitu cuma ga dikasih tau penyakit ini itu ga… di
roentgen juga… Dari situ kita pengobatan belum tuntas stop sendiri ceritanya. Hampir 4
bulanan lah.
Q: Kenapa tuh?
A: Karena gini.. ada masalah dari rujukan. Ini terus terang aja ya dok ya. Itu dari rujukan apa
itu dari kliniknya itu kan dari klinik dulu kan pake BPJS kan. Nah ini apa penyakit dalem,
sedangkan disananya mintanya paru-paru. Nah, sedangkan kan kita itu udah ngantri lama
itu dok ya, dari jam berapa, dari jam 3 dipanggil jam 5. Nah, Cuma gara-gara penyakit dalem
beda sama paru-paru, disuruh balik lagi. Kan disitu kita jengkel. Udah ngantri. Kita kan gatau
yang ngasih dokter kan. Itu padahal kita udah berobat selama 4 bulan loh. Kenapa
dokternya ngasih salah? Iya kan? Kita disuruh balik lagi minta rujukan lagi. Nah dari situ kan
udah maghrib. Ah udahlah. Gimana sih. Jadi males gitu loh kayak gini dipermasalahin. Kita
udah berobat terus.
A: Iya berhenti sendiri dari situ. Tapi masih batuk-batuk terus. Dikirainnya kenapa…
berobatnya ke dokter-dokter biasa, dikasih obat batuk.. ya tapi kan kita namanya ga tau ya
penyakit apa. Terus sempet dirawat ngomongnya yang tipes lah yang kuning lah. Sebelum
yang nge-drop itu sebelumnya udah dirawat itu disini rumah sakit sini.
Q: Terus berobat paru lagi kapan lagi? Yang kedua. Pertama kan yang batuk-batuk tuh. Stop.
Terus berobat lagi kapan yang parunya? Yang seseknya?
A: Ceritanya ya itu dari Mitra Keluarga itu kan sehari semalem abis 22 juta. Sedangkan kan
kita mikirnya biaya kan ya. Nah, ada yang nyaranin itu sodara saya ‘udah kamu dibawa ke
Persahabatan aja, disana rumah sakit khusus paru-paru’ Gitu… Terus langsung jam 12
malem langsung saya cabut. Langsung dianter dari sono dari Mitra Keluarga malem itu juga.
Tahun 2013.
A: Ya itu TBC positif. Kan di bronkoskopi itu ketauan dari situ. Gara-gara batuk darah.
72
Q: Berapa banyak kalo batuk darah? Segelas nyampe? Lebih?
A: ya… segelas mah ga nyampe ya. Waktu dirawat juga ya batuk aja gitu.
A: Dari Persahabatan kan Cuma 14 hari. Dikasihnya selama kita dirujuk kesini. Cuman berapa
minggu ya? Cuma seminggu doing. Pokoknya ini harus.. harus ke… apa… puskesmas
terdekat. Ntar dilanjutin. Awalnya di Puskesmas Pasir Jaya dulu 6 bulan. Udah 6 bulan
hasilnya masih positif terus kan, di rujuk ke RSU Tangerang. Tangerang 3 bulan masih postif
aja. Udah disuntik yang 2 bulan, cuman karena kata dokternya dia mendenging di stop.
Belum ada 2 bulan itu.
A: Nah dari RSU kan dirujuk ke Persahabatan. Kata dokternya berobatnya harus di RS
Persahabatan karena Cuma ada disana. Yaudah kita ikutin ya. Terus selama 4 bulan kita
nanya-nanya supaya kita bisa pindah ke Tangerang. Katanya ada Pak di Tangerang ada tiga.
Bapak pilih yang mana. Terus milih Kutabumi. Ketemu sama Bapak Nuriman. Alhamdulillah
ditolong.
A: TB MDR
A: Ga, dari puskesmas dulu… bapak ini kebal obat pak ini kumannya… gitu… Dari tes dahak
itu kan biasanya 3x udah negatif. Nah, yang ini masih positif terus. Dari situ saya minta
rujukan ke RSU Tangerang. Terus ke RS Persahabatan Ini September 2014.
Q: Yang bikin semangat berobat apa pak? Bapak minum obat lama sampe udah pengen
selesai ini semangatnya karena apa pak? Kita pengen tau nih.
73
A: Ya yang pertama kita pengen sembuh nih. Yang kedua ya apa… pertama minum obat dari
MDR itu perubahannya udah drastic… jadi enakan, udah ga batuk darah. Terus selama yang
di Persahabatan itu yang 4 bulan itu saya naik motor sendiri. Abis minum obat, suntik ,
langsung kerja. Ya udah pasrah sama Yang Maha Kuasa yang penting kita berusaha. Yang
penting kita kan ga boleh putus semangat
A: hahaha iya si ibu. Kadang-kadang kalo misalkan saya di rumah sendiri,, dia kerja, saya kan
minum obat. Pas udah pulang ditanyain udah minum obat belum. Kalo bungkusnya ga ada
sampe dicari ke tong sampah gara-gara takut lupa ga diminum. Obat ini kan rasanya macem-
macem.
A: Ya puyeng, maag, kalo makan kayak ga mau, perut baru enakan kalo malem
A: 53 kg, dulu waktu di Persahabatan 47 kg. Waktu dulu masih sehat 55 kg. Saya terima
kasih nih udah disamperin kesini
A: kuning ga. Mata iya. Dulu kan sebelum minum obat bisa liat tapi sekarang harus pake
kaca mata kalo baca. Itu apa faktor usia atau apa ya
Q: Kalo telinga?
A: ga ada. Dulu pernah sakit kuning dok sebelum minum obat ini. Tapi sekarang abis minum
obat ga pernah
A: ya Alhamdulillah
A: Ada sih nih. Udah berobat. Cuma katanya Cuma bronchitis tapi batuknya terus-terusan.
Udah di cek dahak tapi negatif. Terus ini kalo suka ditanya kok kuat ya. Iya anak-anak juga
ngasih support terus.
Q: Tapi bapak pernah cari tau ga kira-kira saya ketularan dari mana kok bisa batuk-batuk?
74
A: Nah itu… ya susah yaa… bisa ga kalo dari kurang makan?
Q: bukan, kalo kurang makan Cuma faktor risiko tapi bukan penyebab
A; Iya jadi dulu emang susah makan sama minum air putih, sukanya rokok sama kopi. Sehari
sebungkus. Sekarang udah berhenti. Dari tahun 2013 berhentinya.
A: Ga, jarang… tau sih harus pake masker. Cuma engap kalo pake masker di rumah. Kalo
pergi pake masker. Sekarang di pabrik juga mau pake, engap. Malah tambah ga bisa napas
saya.
A: Makan ya kalo udah ga ini dari obat, banyak, banyak juga, Cuma kalo pagi-pagi bangun
tidur sebelum sarapan, sebelum minum obat kan kadang ga mau itu. Cuma ya dipaksain
gitu. Kalo mau minum obat dipaksain harus masuk nasi. Tapi setelah minum obat ya itu
tidur, ntar bangun tidur udah sore udah enak. Hawa rasa obatnya itu. Kayak mual-mual.
A: Bahayanya………… ya katanya… apa… penyakit yang apa… mematikan… terus dok saya
dari mulai minum obat ini ya emang udah ga kemana-mana. Kalo masuk kerja pagi ya sore
udah tidur… suka berjemur juga sih supaya kena sinar matahari
3. I3
75
1. Ketika anda pernah sakit TB kemudian kambuh lagi, anda berobat kemana saja?
Pertama sakit saya batuk batuk, sampe keluar darah batuknya, itu sekitar pertengahan
2014.
Trus kata temen di tempat kerja, dibilang kayaknya ku sakit paru deh man. Nah dari situ
saya berobat ke puskesmas.
(Awalnya) Saya berobat yang 6 bulan dok, tapi pas 5 bulan stop. Iya di bulan ke 5 berenti
berobat, soalnya udah enakan trus berenti aja gitu
Trus batuk batuk lagi. Sering batuknya, sampe sesek, lemes. Itu kira2 3 bulan dari berenti
minum obat. Waktu itu berobat lagi, ke puskesmas. Trus ke rumah sakit. Iya ke rumah sakit
umum. Disana cek lab hasilnya positif lagi, positif 3 yg saya inget. Trus berobat lagi ke
persahabatan. Iya langsung ke persabatan. Disana (persahabatan) periksa labnya. Engga tau
periksa labnya, diperiksa dahak lagi, sama rontgen. Trus dibilangnya masih ada TBnya. Dari
situ mulai lagi berobat. Ya, disuntik juga tiap hari. Ini pertama kali pake suntikan, kemaren-
kemaren engga. Sekarang nyuntik udah bulan kedua. Tiap hari senen sampe jumat,
nyuntiknya di puskesmas. Ngambil obat juga di puskesmas sama di persahabatan. Kalo
persahabatan tiap bulan ngambil obatnya disana, trus obatnya disimpen di puskesmas.
Berobat lainnya ada, alternatif, di pijit dadanya. dipijit aja engga dikasih obat-obatan gitu.
Dada sama napas jadi kerasa enakan plong.
Sekarang udah engga lagi kesana (alternatif), yg ini aja minum obat (dari dokter).
TB MDR? Tau, kumannya udh kebal katanya, ngobatinnya susah, obatnya beda sama tb
biasa ya? lebih lama
76
3. Apakah anda tahu bagaimana pengobatan TB MDR? berapa lama anda sedah menjalani
pengobatan? obatnya apa saja?
minum obatnya 2 tahun, berobat tb udah lama, 1 taunan. Oh kalo yang di suntik ini udah
bulan yang kedua. Disuntik tiap hari. Obatnya lupa, ada banyak. Ga inget, ada levo....,
pirazimid, yang lain lupa hehe. Sehari minumnya 14 obat (tablet).
kalo sekarang mah pengen sembuh, itu aja. Capek minum obatnya. Iya mau kerja lagi.
5. Selama pengobatan, kapan dan dimana anda kontrol? apa saja yang di cek?
Iya Kontrol ke persahabatan, sekarang tiap bulan. Kalo dulu (yg pertama) di puskesmas. Di
cek dahaknya. Sama periksa darah
6. Apakah anda minum obaat teratur? siapa yang suka mengingatkan minum obat?
Kalo minum obat teratur tiap hari sekarang mah, walaupun enek dipaksain aja. Yang
berobat pertama juga teratur, cuma pas 5 bulan udah enakan berenti, males minum obat
lagi waktu itu.
Yg suka ngingetin ibu sama bapa. Ibu sih yang sering nyuruh minum obat. Cuma sekarang
dari kesadaran sendiri aja minum obatnya.
77
7. Setelah minum obat TB MDR? apa yang anda rasakan? apakah keluhan berkurang?
apakah ada efek samping obat?
sering mual minum obat yang sekarang. Banyak banget soalnya. Jadi kalo pagi abis minum
obat mual banget pengen muntah, pernah muntah juga abis minum obat. Tapi sekarang
ditahan tahan aja mualnya. Abis minum obat biasanya tidur biar mualnya ga kerasa. Kalo
abis tidur beberapa jam mualnya ilang. Baru abis itu bisa makan. Sekarang kaki kaki suka
sakit. Kemaren di cek lab asam uratnya tinggi. Kaki dari lutut sampe bawah kerasa panas
juga. Batuk sekarang udah berkurang, sama udah engga sesek lagi.
Kalo kerasa mual tadi ya tidur aja. Belum pernah berobat kalo mual sama sakit sakitnya.
Paling ditahan tahan aja.
supaya cepat sembuh ya minum obat ikutin apa kata pa dokter aja. kerjaan tiap hari di
rumah aja, engga ngapa-ngapain. kalo pagi biasanya jalan-jalan berjemur di depan rumah.
belum kerja lagi soalnya belum kuat kalo minum obat. masalah selama berobat sih engga
ada, puskesmas juga kan deket, kata pa dokter harganya (obat) 200 juta, tapi gratis dari
pemerintah.berobatnya jauh deket dijalanin aja
10. Apakah menurut anda penyakit TB MDR bisa menular? Apakah ada lagi di lingkungan
anda yang terkena TB?
bisa, menular, nularnya lewat udara. sekarang rutin pake masker, di dalem rumah juga. kalo
dulu yang pertama masih males-malesan. soalnya pengap dok. ke puskesmas juga jarang
pake masker kalo dulu, makanya sering dimarahin dokter Nuriman. didaerah deket rumah
yang batuk-batuk engga ada, ada di sebelah sana, agak jauh rumahnya, punya sakit batuk-
78
batuk juga, berobat juga ke puskesmas. Di tempat kerja yang di pabrik itu banyak yang
batuk-batuk juga. tapi pada ga pake masker, saya juga engga pake masker soalnya pengap.
Mereka sih bilangnya sakit paru aja, engga bilang sakit TB. saya kan engga tau sakit paru
apaan. jadi ya biasa aja ngobrol tiap hari.
(hubungan) sama ibu bapak baik-baik aja, cuma sekarang kaka baru lahiran di bekasi, jadi
nemenin kaka disana. sama tetangga biasa. udah pada tau kalo saya sakit TB, cuma saya
nyadar diri aja. Kita juga gaenak kan kalo ada orang batuk-batuk deket kita. perasaannya
sekarang biasa aja.
bahayanya.. engga tau hehe. kakak saya, iya Ilham sakit TB juga, yang lain engga.
12. Apakah anda tahu yang memperberat dan memperingan sakit TB MDR?
yang memperberat, apa ya engga tau sih dok. kalo yang memperingan ya minum obat rutin.
apa lagi yaa..
79
Foto Dokumentasi
80
Gambar 4. Foto bersama I3
81