Anda di halaman 1dari 90

3 BAPPEDA

9 NOV 2018

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR


RANCANGAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR TAHUN 2018
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2010-2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur secara berdaya
guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, dan pertahanan keamanan, perlu disusun
rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008,
maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
c. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-
2030 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan dewasa ini sehingga perlu ditinjau kembali;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor
1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010-2030;
Mengingat :

-1-
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1649);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 77);

-2-
7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
8. Peraturan Presiden Nomor 179 Tahun 2014 Tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesi Tahun 2014 Nomor 382);
9. Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Rencana Tata Ruang Kepulauan Nusa Tenggara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 135);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016
Tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Rencana Tata Ruang Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 464);
12. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi Dalam
Rangka Penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Provinsi dan Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 966);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
dan
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERUBAHAN ATAS


PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA
TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR TAHUN 2010-2030.

-3-
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2011 Nomor 02, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur Nomor 0045) diubah sebagai berikut :

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Gubernur adalah Gubernur Nusa Tenggara Timur.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota se -Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
5. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota se-
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
7. Ruang adalah wadah yang terdiri atas ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
8. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
9. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
10. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang terdiri atas peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
11. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang terdiri atas
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.

-4-
13. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang terdiri atas penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya, yang digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi.
15. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
16. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang selanjutnya disebut
RTRWP, adalah arahan kebijaksanaan dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah provinsi.
19. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
20. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
21. Kawasan Budi Daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan, atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam,sumber daya manusiadan sumber daya buatan.
22. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
23. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alamdengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, perdesaan, pelayanan
jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara,pertahanan dan keamanan
negara,ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan termasuk
wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

-5-
25. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup Kabupaten/Kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.
26. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
27. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
28. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional,
nasionalatau beberapa provinsi.
29. Pusat Kegiatan Nasional promosi yang selanjutnya disebut PKNp
adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian hari
dapat ditetapkan sebagai PKN.
30. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau
beberapa Kabupaten/kota.
31. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp
adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian hari
dapat ditetapkan sebagai PKW.
32. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
Kabupaten/Kota atau beberapa kecamatan.
33. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN
adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong
pengembangan kawasan perbatasan negara.
34. Pusat Kegiatan Strategis Nasional promosi yang selanjutnya disebut
PKSNp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian
hari dapat ditetapkan sebagai PKSN.
35. Kawasan Hutan Lindung adalah Kawasan hutan memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir,
erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah.
36. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.

-6-
37. Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan kelestarian
dan kesucian pantai, keselamatan bangunan dan ketersediaan ruang
untuk lalulintas umum.
38. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai,
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi sungai.
39. Kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan sekeliling danau atau
waduk yang mempunyai manfaat penting untuk memmpertahankan
kelestarian fungsi danau atau waduk.
40. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang
mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan/atau keunikan
jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan
pembinaan habitatnya.
41. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena
keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan
ekosistimnya atau ekosistim tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami.
42. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan sekitar mata air yang
mempunyaimanfaat sangat penting untuk kelestarian fungsi mata air.
43. Kawasan Pantai Berhutan adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau yang berfungsi memberikan
perlindungan kepada kehidupan pantai dan laut.
44. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan yang mewakili ekosistim khas
yang merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi
perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam.
45. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang
dikelola dengan sistim zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan
pendidikan.

-7-
46. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaaatkan untuk tujuan koleksi tumbuh-tumbuhan dan
satwa alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, pengembangan
ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, pariwisata dan rekreasi.
47. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan.
48. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap.
49. Kawasan Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu,
yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
50. Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan
dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
51. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat
maupun perairan yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan
rekreasi alam.
52. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah tempat serta
ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan sebagai tempat
serta ruang disekitar situs purbakala dan kawasan yang memiliki
bentukan alami yang khas.
53. Kawasan Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai
tempat wisata berburu.
54. Kawasan Pariwisata adalah kawasan yang luas tertentu yang memiliki
fungsi sebagai tempat untuk pembangunan atau pendirian fasilitas
pariwisata terutama hotel berbintang dan fasilitas penunjang lainnya
dalam rangka pemenuhan kebutuhan kegiatan kepariwisataan.

55. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah wilayah yang memiliki


potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau

-8-
gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat
dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambanganyang meliputi
penyelidikan umum, ekplorasi, operasi produksi dan pasca tambang,
baik di wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh
penggunaan lahan, baik kawasan budi daya maupun kawasan lindung.
56. Masyarakat adalah orangperseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
57. Peran Masyarakat adalah partisipatif aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.

2. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 3

Wilayah perencanaan tata ruang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah


Provinsi terdiri atas seluruh wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi,
yang terdiri atas:
a. Kabupaten Kupang;
b. Kabupaten Timor Tengah Selatan;
c. Kabupaten Timor Tengah Utara;
d. Kabupaten Belu;
e. Kabupaten Malaka;
f. Kabupaten Alor;
g. Kabupaten Lembata;
h. Kabupaten Flores Timur;
i. Kabupaten Sikka;
j. Kabupaten Ende;
k. Kabupaten Nagekeo;
l. Kabupaten Ngada;
m. Kabupaten Manggarai Timur;
n. Kabupaten Manggarai;
o. Kabupaten Manggarai Barat;
p. Kabupaten Sumba Barat Daya;
q. Kabupaten Sumba Barat;
r. Kabupaten Sumba Tengah;
s. Kabupaten Sumba Timur;
t. Kabupaten Sabu Raijua;
u. Kabupaten Rote Ndao; dan

-9-
v. Kota Kupang.

3. Ketentuan Pasal 5 huruf diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :


Pasal 5
Kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi terdiri atas:
a. pengembangan dan arahan kegiatan di kawasan beresiko bencana alam
geologi dan perubahan iklim;
b. pengembangan sistem pusat kegiatan perkotaan dan perdesaan;
c. peningkatan kualitas kinerja dan jangkauan prasarana Putama;
d. peningkatan kualitas kinerja dan jangkauan prasarana lainnya;
e. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
f. perwujudan sinergitas antar kegiatan pemanfaatan ruang dalam rangka
percepatan pembangunan;
g. pengembangan kawasan, perkotaan maupun perdesaan yang berpotensi
sebagai kawasan pionir dan prioritas berkembang; dan
h. mendukung peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan Negara.
i.
b.

4. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :


Pasal 6
(1) Strategi pengembangan dan arahan kegiatan di kawasan beresiko
bencana alam geologi dan perubahan iklim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a ditetapkan arahan penataan ruang kawasan
rawan bencana alam geologi, terdiri atas:
a. arahan penataan ruang kawasan beresiko rawan bencana gempa,
terdiri atas:
1. pengaturan tata masa bangunan yang aman dari gempa;
2. penentuan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
3. penetapan ruang evakuasi korban bencana pada zona aman;
4. penyediaan kelengkapan/sarana prasarana perlindungan
bencana; dan
5. penyediaan sistem peringatan dini (early warning system)
terkait jenis bencana.

b. arahan penataan ruang kawasan rawan bencana gelombang


pasang dan tsunami, terdiri atas:
1. penetapan zona kerentanan tsunami;

- 10 -
2. intensitas pemanfaatan pada zona kerentanan tinggi sebagai
sabuk hijau (green belt) berupa hutan pengendali tsunami
(tsunami control forest) dengan memperhatikan jenis dan
ketebalan pohon yang sesuai terkait topografi kawasan;
3. penetapan ketebalan pohon/hutan pengendali tsunami
disesuaikan dengan topografi dan karakter kawasan;
4. penyediaan kelengkapan/sarana prasarana perlindungan
bencana;
5. penetapan pengaturan tata masa bangunan yang terkait zona
kerentanan tsunami;
6. penentuan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
7. penetapan ruang evakuasi korban bencana pada zona aman;
dan
8. penyediaan sistem peringatan dini terkait jenis bencana.
c. arahan penataan ruang kawasan rawan bencana gunung berapi,
terdiri atas:
1. penetapan zona kerentanan letusan gunung berapi;
2. penentuan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
3. penetapan ruang evakuasi korban bencana pada zona aman;
4. penyediaan kelengkapan/sarana prasarana perlindungan
bencana; dan
5. penyediaan sistem peringatan dini terkait jenis bencana.
d. arahan penataan ruang kawasan rawan bencana banjir dan
longsor, terdiri atas:
1. penetapan zona kerentanan banjir dan longsor;
2. penentuan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
3. penetapan ruang evakuasi korban bencana pada zona aman;
4. penyediaan kelengkapan/sarana prasarana perlindungan
bencana; dan
5. penyediaan sistem peringatan dini terkait jenis bencana.

e. arahan pemanfaatan ruang berbasis mitigasi dan adaptasi


perubahan iklim, terdiri atas:
1. penetapan zona kerentanan perubahan iklim;

- 11 -
2. penentuan aksi mitigasi gas rumah kaca;
3. penetapan ruang kawasan intervensi kegiatan adaptasi
maupun mitigasi;
4. penyediaan kelengkapan/ sarana prasarana yang sesuai
untuk mengurangi dampak perubahan iklim; dan
5. penyediaan sistem pembelajaran kepada masyarakat dalam
rangka peningkatan pemahaman terhadap bahaya perubahan
iklim.
(2) Strategi pengembangan sistem pusat kegiatan perkotaan dan
perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, terdiri atas
:
a. mengembangkan pusat-pusat kegiatan secara berhirarki,
sehingga tercipta pusat pertumbuhan baru dan terjadi
pemerataan pembangunan;
b. mendorong pengembangan aktivitas/kegiatan, terutama aktivitas
ekonomi basis kewilayahan, yakni pertanian, konstruksi,
pengangkutan dan komunikasi serta jasa-jasa untuk
mempercepat pertumbuhan wilayah;
c. mendorong pengembangan sektor ekonomi non basis yang
berpotensi basis, sebagai pusat pertumbuhan baru;
d. mengembangkan basis ekonomi perkotaan melalui pengembangan
sektor non pertanian, yakni: perdagangan, perhotelan,
komunikasi, industri, jasa perusahaan dan pariwisata;
e. menata pusat permukiman perkotaan;
f. mengembangkan wilayah perdesaan dengan menciptakan pusat-
pusat pertumbuhan baru di wilayah perdesaan;
g. mengurangi desa miskin dengan peningkatan kesehatan,
pendidikan dan keterampilan serta pelibatan/pemberdayaan
masyarakat dalam pengembangan wilayah; dan
h. mengembangkan aksesibilitas antara kota dan pedesaan untuk
mengurangi disparitas perkembangan wilayah menuju pola
pembangunan yang terpadu dan berkelanjutan.

(3) Strategi peningkatan kualitas kinerja dan jangkauan prasarana utama


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, terdiri atas :
a. mengembangkan tranportasi yang terpadu antar moda untuk
menunjang distribusi dan koleksi barang, jasa dan manusia;

- 12 -
b. menata pergerakan tranportasi antar pusat kegiatan di dalam
pulau melalui peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan dan
fasilitas keselamatan lalulintas, serta pembangunan jaringan jalan
baru untuk tingkat Provinsi;
c. mendorong keterjangkauan tranportasi darat sampai ke daerah
pedalaman;
d. mengembangkan Pelabuhan Nusa Lontar-Tenau sebagai
pelabuhan utama bertaraf internasional untuk mendukung
pengembangan pariwisata dan ekspor impor barang;
e. mengembangkan pelabuhan-pelabuhan yang bertaraf nasional di
pulau-pulau utama guna meningkatkan keterkaitan eksternal
dengan wilayah lain di sekitarnya;
f. mengembangkan pelabuhan-pelabuhan regional dan lokal guna
meningkatkan keterkaitan di dalam wilayah Provinsi;
g. meningkatkan pelayanan bandar udara yang telah ada, terutama
pada wilayah-wilayah pusat pertumbuhan; dan
h. membuka pelayanan bandar udara baru bagi wilayah yang
berpotensi berkembang dan untuk kepentingan tertentu.
(4) Strategi peningkatan kualitas kinerja dan jangkauan prasarana
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, terdiri atas :
a. meningkatkan pelayanan energi secara lebih merata ke seluruh
wilayah Kabupaten/Kota dengan melakukan perluasan jaringan
distribusi serta penambahan kapasitas pembangkit listrik dan
penyaluran;
b. mengembangkan energi alternatif dan meningkatkan
keterjangkauan kelistrikan sampai ke daerah pelosok;
c. meningkatkan pelayanan telekomunikasi secara optimal di
perkotaan sampai ke pedesaan, dengan menggunakan sistem
telekomunikasi yang murah dan terjangkau;
d. meningkatkan penyediaan sumber daya air, berdasarkan daya
dukung lingkungan dan pelayanan sumber daya air yang
berkualitas bagi masyarakat, guna pencapaian target Tujuan
Pembangunan yang berkelanjutan (Sustainable Development
Goals) dan;
e. mengoptimalkan prasarana pendukung lainnya guna mendukung
pengembangan sektor-sektor kegiatan.
(5) Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, terdiri atas:

- 13 -
a. mewujudkan kelestarian kawasan lindung di darat dan laut;
b. mempertahankan luas kawasan lindung minimum 30% dan
kawasan hutan minimum 30 % dari luas Daerah Aliran Sungai;
c. melindungi keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya melalui penetapan dan preservasi kawasan suaka
alam dan pelestarian alam;
d. memelihara dan mempertahankan ekosistem khas yang
berkelanjutan sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan
datang;
e. memanfaatkan kawasan lindung dengan tujuan terbatas seperti
ekowisata, penelitian dan pengembangan pengetahuan,
pengurangan resiko banjir dan longsor tanpa menyebabkan
kerusakan lingkungan dan alih fungsi kawasan;
f. mempertahankan ekosistem yang dapat melindungi dari bencana
alam seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun;
g. menetapkan arahan penataan ruang kawasan beresiko rawan
bencana sesuai dengan jenis resiko bencananya; dan
h. mencegah dampak negatif kegiatan manusia yang dapat
menimbulkan degradasi lingkungan hidup.
(6) Strategi perwujudan sinergitas kemitraan serta partisipasi antar
kegiatan pemanfaatan ruang percepatan pembangunansebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf f, terdiri atas:
a. mensinergikan pemanfaatan sumber daya alam di darat, laut dan
udara untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang budi
daya;
b. mengembangkan kegiatan budi daya beserta prasarana
penunjangnya baik di darat maupun di laut secara sinergis;
c. mengembangkan kegiatan budi daya potensi unggulan berupa
pertanian, pariwisata, pertambangan, industri dan perikanan
untuk mempercepat pertumbuhan dan pemerataan wilayah;
d. mengembangkan kawasan hutan produksi dan hutan rakyat
dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dengan tidak
menyebabkan kerusakan lingkungan;
e. mengembangkan kawasan peruntukan pertanian dengan
menggunakan teknologi tepat guna didukung dengan peningkatan
sumber daya manusia pertanian;
f. mengembangkan kawasan peruntukan perikanan yang tidak
menimbulkan penangkapan yang berlebihan;

- 14 -
g. mengembangkan kawasan peruntukan pertambangan dan
merehabilitasi kawasan yang mengalami degradasi;
h. mengembangkan kawasan peruntukan industri yang tidak
menyebabkan degradasi lingkungan melalui upaya pengendalian
pemanfaatan kawasan dengan menciptakan kawasan yang
berfungsi sebagai kontrol kualitas lingkungan;
i. mengembangkan kawasan peruntukan pariwisata dengan
menetapkan klaster-klaster pariwisata dengan konsep
pengembangan tertentu sesuai dengan potensi alam dan budaya
(citra khas) yang dimiliki kawasan;
j. mengembangkan kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan
dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
termasuk sarana prasarana mitigasi bencana dan ruang terbuka
hijau kota;
k. mengembangkan pulau-pulau kecil untuk peningkatan daya saing
terkait pengembangan ekonomi dalam pengembangan kegiatan
budi daya;
l. meningkatkan sinergitas, kemitraan antar sektor serta partisipasi
masyarakat dan pemangku kepentingan terkait dalam rangka
percepatan pembangunan dan
m. mengendalikan pemanfaatan kawasan budidaya.
(7) Strategi pengembangan kawasan, perkotaan maupun perdesaan yang
berpotensi sebagai kawasan pionir dan prioritas berkembang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g terdiri atas:
a. menetapkan dan mengembangkan kawasan strategis Provinsi dari
sudut kepentingan ekonomi, dengan arahan:
1. pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi/basis wilayah
(potensi sumber daya alam dan budidaya unggulan) dalam
percepatan pengembangan wilayah;
2. pengendalian pemanfaatan ruang agar tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan;
3. peningkatan sarana prasarana penunjang pengembangan
ekonomi wilayah;
4. peningkatan peluang investasi sehingga menciptakan iklim
usaha yang kondusif;
5. pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan
berkelanjutan;

- 15 -
6. peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam
pengembangan kawasan;
7. pengembangan aksesibilitas kawasan dengan pusat
pertumbuhan wilayah; dan
8. pengembangan sarana prasarana penunjang pertumbuhan
wilayah.
b. menetapkan dan mengembangkan kawasan strategis Provinsi dari
sudut kepentingan sosial budaya;
c. menetapkan dan mengembangkan kawasan strategis Provinsi dari
sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup,
dengan arahan:
1. pencegahan pemanfaatan ruang yang menyebabkan degradasi
lingkungan hidup;
2. pembatasan pemanfaatan ruang dan pengembangan sarana
prasarana pada kawasan yang beresiko mengurangi fungsi
lindung; dan
3. rehabilitasi kawasan yang mengalami degradasi lingkungan.
d. menetapkan dan mengembangkan kawasan pendukung strategis
perbatasan dalam rangka menunjang fungsi Kawasan Perbatasan
Negara Republik Indonesia dengan Timor Leste dan Australia.
(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h,
terdiri atas:
a. mendukung penetapan kawasan strategi nasional dengan fungsi
khusus pertahanan dan keamanan;
b. mengembangan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun disekitar kawasan khusus pertahanan dan
keamanan;
c. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan
di sekitar aset-aset pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan
dan keamanan;
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan/TNI;

e. mendukung terbentukan pusat pertumbuhan baru di kawasan


strategis perbatasan; dan
f. mendukung penyelesaian konflik perbatasan.

5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

- 16 -
Pasal 8

(1) Pengembangan sistem pusat kegiatan di wilayah Provinsi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
b. Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp);
c. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
d. Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp);
e. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
f. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN); dan
g. Pusat Kegiatan Strategis Nasional promosi (PKSNp).
(2) PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu Kota Kupang.
(3) PKNp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. Kota Waingapu di Kabupaten Sumba Timur; dan
b. Kota Maumere di Kabupaten Sikka.
(4) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. Kota Soe di Kabupaten Timor Tengah Selatan;
b. Kota Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara;
c. Kota Maumere di Kabupaten Sikka;
d. Kota Ende di Kabupaten Ende;
e. Kota Ruteng di Kabupaten Manggarai;
f. Kota Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat; dan
g. Kota Waingapu di Kabupaten Sumba Timur.
(5) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas :
a. Kota Oelamasi di Kabupaten Kupang;
b. Kota Atambua di Kabupaten Belu;
c. Kota Larantuka di Kabupaten Flores Timur;
d. Kota Mbay di Kabupaten Nagekeo;
e. Kota Bajawa di Kabupaten Ngada; dan
f. Kota Tambolaka di Kabupaten Sumba Barat Daya.
(6) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas :
a. Kota Oelamasi di Kabupaten Kupang;
b. Kota Atambua di Kabupaten Belu;
c. Kota Betun di Kabupaten Malaka;
d. Kota Kalabahi di Kabupaten Alor;
e. Kota Lewoleba di Kabupaten Lembata;
f. Kota Larantuka di Kabupaten Flores Timur;
g. Kota Mbay di Kabupaten Nagekeo;
h. Kota Bajawa di Kabupaten Ngada;

- 17 -
i. Kota Borong di Kabupaten Manggarai Timur;
j. Kota Tambolaka di Kabupaten Sumba Barat Daya;
k. Kota Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat;
l. Kota Waibakul di Kabupaten Sumba Tengah;
m. Kota Seba di Kabupaten Sabu Raijua; dan
n. Kota Ba’a di Kabupaten Rote Ndao.
(7) PKSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas :
a. Kota Atambua di Kabupaten Belu;
b. Kota Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara; dan
c. Kota Kalabahi di Kabupaten Alor.
(8) PKSNp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri atas:
a. Kota Oelamasi di Kabupaten Kupang; dan
b. Kota Betun di Kabupaten Malaka.

6. Ketentuan Pasal 10 ayat (2) sampai dengan ayat (6) diubah dan ditambahkan
4 (empat) ayat baru yaitu ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10), sehingga
berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal


9 huruf a terdiri atas:
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi:
1. jaringan jalan; dan
2. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;.
b. jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan; dan
c. jaringan jalur kereta api.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1,
terdiri atas :
a. Jaringan Jalan Arteri Primer (JAP), dengan status jalan nasional,
meliputi: (SK Menteri PU No. 243/2015)
1. Jalan Lintas Pulau Flores meliputi ruas jalan :
a. Labuan Bajo-Malwatar 62,16 Km;
b) Malwatar-Bts. Kota Ruteng 61,15 Km;
c) Jalan Komodo (Kota Ruteng) 3,75 Km;
d) Batas Kota Ruteng-Km 210, 46,25 Km,
e) Jalan A. Yani (Kota Ruteng), 1,20 Km;
f) Jalan Ranaka (Kota Ruteng), 0,61 Km;
g) Km 210-Batas Kabupaten Manggarai 46,32 Km;
h) Batas Kabupaten Manggarai-Sp. Bajawa, 40,82 Km;

- 18 -
i) Batas Kota Bajawa-Malanuza, 15,51 Km;
j) Jalan Gatot Subroto (Bajawa), 2,16 Km;
k) Jalan A.Yani (Bajawa), 0,46 Km;
l) Jalan Soekarno-Hatta (Bajawa), 0,80 Km;
m) Malanuza-Gako, 18,05 Km;
n) Gako-Aegela, 32,66 Km;
o) Aegela-Batas Kota Ende 53,56 Km;
p) Jalan Arah Bajawa (Ende), 1,00 Km;
q) Jalan Perwira (Ende), 0,12 Km;
r) Jalan Soekarno (Ende), 0,40 Km;
s) Jalan Katedral (Ende), 0,73 K m;
t) Batas Kota Ende-Detusoko, 27,64 Km;
u) Jalan A. Yani (Ende), 1,42 Km;
v) Jalan Gatot Subroto (Ende), 2,74 Km;
w) Detusoko-Wologai, 9,07 km;
x) Wologoi-Junction, 9,19 Km;
y) Junction-Wolowaru, 13,48 Km;
z) Wolowaru-Lianunu;
aa) Lianunu-Hepang, 47,69 Km;
bb) Hepang-Nita, 6,97 Km;
cc) Nita-Woloara, 5,04;
dd) Woloara-Batas Kota Maumere, 3,91 Km;
ee) Jalan Gajah Mada (Maumere), 1,27 Km;
ff) Jalan Nongmeak (Maumere), 0,69 Km;
gg) Jalan Sugiyo Pranoto (Maumere)’ 0,44 Km;
hh) Batas Kota Maumere-Waepare, 5,00 Km;
ii) Jalan A. Yani (Maumere) 1,86 Km;
jj) Waepare-Km 180, 26,69 Km;
kk) Km 180-Waerunu, 36,11 Km;
ll) Waerunu-Bts Kota Larantuka,64,05 Km ;
mm) Jalan Basuki Rahmat (Larantuka), 4,45 km;
nn) Jalan Herman Fernandes (Larantuka), 1,18 km;
oo) Jalan Yoakim BL. Derosari (Larantuka), 1,98 km;
pp) Jalan Renha Rosari (Larantuka), 1,94 km;
qq) Jalan Yos Sudarso (Larantuka), 0,94 Km;
rr) Jalan Kesehatan (Ende), 0,56 Km; dan
ss) Jalan Sudirman (Maumere), 1,99 Km.
2. Jalan Lintas Pulau Timor meliputi ruas jalan :

- 19 -
a) Bolok-Tenau, 4,33 Km;
b) Jalan ke Tenau (Kupang), 5,26 Km;
c) Jalan Pahlawan (Kupang), 2,82 Km;
d) Jalan Soekarno (Kupang), 0,77 Km;
e) Jalan A. Yani (Kupang), 1,10 Km;
f) Jalan Urip Sumoharjo (Kupang), 0,30 Km;
g) Jalan Timor-Timur (Kupang), 6,71 Km;
h) Simpang Oesapa-Lap.Terbang Eltari, 3,85 Km;
i) Jalan Raya El Tari, 8,10 Km;
j) Jalan Mohamad Hatta (Kupang); 0,45 Km
k) Jalan Soedirman (Kupang), 1,75 Km
l) Jalan Soeharto (Kupang), 1,50 Km;
m) Jalan A. Nisnoni (Kupang), 6,60 Km
n) Oesapa-Oesao, 19,82 /km;
o) Oesao-Bokong, 41,98 Km;
p) Bokong-Batuputih, 7,02 Km;
q) Batuputih-Batas Kota Soe, 28,09 Km;
r) Jalan Gajah Mada (Soe), 4,31 Km;
s) Jalan Sudirman (Soe)’ 0,20 Km;
t) Batas Kota Soe-Niki-niki, 20,40 Km;
u) Jalan Diponegoro (Soe), 1,03 Km;
v) Jalan A. Yani (Soe), 5,36 Km;
w) Niki-niki-Noelmuti, 44,22 Km;
x) Noelmuti-Batas Kota Kefamenanu, 6,11 Km;
y) Jalan Pattimura (Kefamenanu), 0,98 Km;
z) Jalan Kartini (Kefamenanu), 1,58 Km;
aa) Jalan El Tari (Kefamenanu), 7,51 Km;
bb) Batas Kota Kefamenanu-Maubesi, 12,70 Km;
cc) Jalan A. Yani (Kefamenanu), 4,39 km;
dd) Maubesi-Nesam (Kiupukan), 13,96 Km;
ee) Nesam (Kiupukan)-Halilulik, 32,88 Km;
ff) Halilulik-Bts Kota Atambua, 16,22 Km;
gg) Jalan Suprapto (Atambua), 1,42 Km;
hh) Jalan Supomo (Atambua), 1,03 Km;
ii) Jalan M. Yamin (Atambua), 1,18 Km;
jj) Jalan Soekarno (Atambua), 1,34 Km;
kk) Batas Kota Atambua-Motaain, 30,46 Km;
ll) Jalan Martadinata (Atambua), 0,95 Km;

- 20 -
mm) Jalan Yos Sudarso (Atambua), 2,38 Km;
nn) Jalan Ki Hajar Dewantara (Atambua) 1,20 Km;
oo) Jalan Sutomo (Atambua), 0,15 Km; dan
pp) Jalan Lingkar Luar kota Kupang, 22,00 Km.
b. jaringan Jalan Kolektor Primer-1 (JKP-1), dengan status jalan
nasional, meliputi:
1. Jalan Lintas Pulau Flores pada ruas jalan:
a) Bts. Kota Ruteng-Reo-Kedindi, 63,41 Km;
b) Jalan Motang Rua (Ruteng), 0,66 Km;
c) Jalan Wae Ces (Ruteng), 1,41 Km ;
d) Jalan Satar Tacik (Ruteng), 1,38 Km;
e) Waelebe-SP. Sagu, 38,36 Km; dan
f) Simpang Sagu-SP. Witihama-Pelabuhan Deri (ASDP).
2. Jalan Lintas Pulau Timor pada ruas jalan Batas Kota
Kefamenanu – Olefaub, 19,31 Km.
3. Jalan Lintas Pulau Sumba meliputi ruas jalan :
a) Waikelo – Waitabula/Tambolaka, 5,04 Km;
b) Waitabula/Tambolaka – Batas Kota Waikabubak, 32,29 Km;
c) Jalan Sudirman (Waikabubak), 5,55 km;
d) Batas Kota Waikabubak-Batas Kabupaten Sumba Timur,
61,44 Km;
e) Jalan Soedirman (Waikabubak), 61,44 Km;
f) Batas Kabupaten Sumba Timur-Km 35,00, 32,82 km;
g) Km 35,00- Batas Kota Waingapu, 28,38 Km;
h) Jalan Suprapto (Waingapu), 0,84 Km;
i) Jalan Panjaitan (Waingapu), 0,53 Km;
j) Jalan M.T. Haryono (Waingapu), 0,71 Km;
k) Jalan Ahmad Yani (Waingapu), 1,19 Km;
l) Jalan Diponegoro (Waingapu), 0,92 Km;
m) Jalan Gajah Mada (Waingapu), 0,61 Km;
n) Jalan Adam Malik (Waingapu), 2,66 Km;
o) Jalan Matawi Amahul (Waingapu), 2,16 Km;
p) Jalan Nansa Mesi (Waingapu), 0,70 Km;
q) Waingapu-Melolo, 57,85 Km;
r) Jalan Gatot Subrotoa (Waingapu), 1,82 Km;
s) Jalan Patimura (Waingapu), 0,72 Km;
t) Jalan Angkasa (Waingapu), 0,78 Km;
u) Jalan Cendana (Waingapu) , 2,31 Km; dan

- 21 -
v) Melolo-Baing, 56,70 Km.
4. Jalan Lintas Pulau Alor ruas jalan meliputi:
a. Batas Kota Kalabahi-Taramana, 40,65 Km;
b. Jalan Kartini (Kalabahi), 0,27 Km;
c. Jalan Dewi Sartika (Kalabahi), 0,94 Km;
d. Jalan Sudirman (Kalabahi), 1,35 Km;
e. Jalan Panglima Polim (Kalabahi), 0,63 Km;
f. Jalan Gatot Subroto (Kalabahi) 0,42 Km;
g. Jalan Samratulangi (Kalabahi), 0,75 Km;
h. Jalan Patimura (Kalabahi), 1,13 Km;
i. Taramana-Lantoka-Maritaing, 57,67 Km;
j. Junction-Lapangan Terbang Mali 8,42 Km; dan
k. Baranusa Kabir, 33,10 Km.
5. Jalan Lintas Pulau Lembata meliputi ruas jalan lintas Pulau
Lembata Waejarang-Balauring di Kabupaten Lembata, 61,45 Km.
c. jaringan jalan strategis nasional meliputi :
1. ruas jalan yang menghubungkan Wailebe-Waiwadan-Kolilanang-
Sagu-Waiwuring di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur;
(Pasal 14 ayat (3) huruf d Perpres 56/2014)
2. ruas jalan yang menghubungkan Baranusa-Kabir di Pulau
Pantar, Kabupaten Alor; (Pasal 16 ayat (5) huruf a Perpres
179/2014)
3. ruas jalan yang menghubungkan Batu putih-Panite- Kalbano-
Boking-Wanibesak-Besikama-Webua-Motamasin-Batas Timor
Leste di Pulau Timor; (Pasal 16 ayat (5) huruf b Perpres
179/2014)
4. ruas jalan yang menghubungkan titik tengah ruas jalan Bolok-
Tenau dengan Simpang Lapangan Terbang di Kabupaten Kupang;
(Pasal 14 ayat (3) huruf g angka 1 Perpres 56/2014)
5. ruas jalan yang menghubungkan Mesara-Seba-Bollow di Pulau
Sabu; (Pasal 16 ayat (5) huruf j Perpres 179/2014)
6. ruas jalan yang menghubungkan Batutua-Baa-Pante baru-
Papela-Eakun di Pulau Rote; (Pasal 16 ayat (5) huruf i Perpres
179/2014)
7. ruas jalan yang menghubungkan Nggorang-Kondo-Hita-Kendidi
dan ruas jalan yang menghubungkan Reo-Pota-Waikelambu-
Riung-Mboras-Danga-Nila-Aeramo-Kaburea-Nabe-Ronokolo-
Maurole-Kotabaru-Koro-Magepanda-Maumere di Pulau Flores;

- 22 -
(Pasal 14 ayat (3) huruf c angka 1 dan 2 Perpres 56/2014)
8. ruas jalan yang menghubungkan Waingapu-Melolo-Ngalu-Baing
di Pulau Sumba. (Pasal 14 ayat (3) huruf j Perpres 56/2014)
9. ruas jalan yang melalui Jalan Waetama, Jalan Van Bekkum dan
Jalan Yohanis Sahadun di Kabupaten Manggarai Barat; (SK 290)
10. ruas jalan yang melalui Junction-Kelimutu di Kabupaten Ende;
(SK 290)
11. ruas jalan yang menghubungkan Aegela-Danga dan ruas jalan
yang menghubungkan Nila-Marapokot di Kabupaten Nagekeo;
(SK 290)
12. ruas jala lahafeham-Bts. Timor Tengah Utara-Wini-Atapupu-
Sakatu di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu;
(Pasal 16 ayat (5) huruf c Perpres 179/2014)
13. ruas jalan yang menghubungkan Motamasin-Laktutus-Henes-
Turiskain-Salore-Motaain di Kabupaten Belu dan Kabupaten
Malaka; (Pasal 16 ayat (5) huruf d Perpres 179/2014)
14. ruas jalan yang menghubungkan Atambua-Weluli-Turiskain di
Kabupaten Belu; (Pasal 16 ayat (5) huruf e Perpres 179/2014)
15. ruas jalan yang menghubungkan Amol-Oehose-Manufono-Wini
di Kabupaten Timor Tengah Utara; (Pasal 16 ayat (5) huruf f
Perpres 179/2014)
16. ruas jalan yang menghubungkan Oepoli-Fefa-Tubona-Saenam-
Haumeni Ana-Faenake di Kabupaten Kupang dan Kabupaten
Timor Tengah Utara; (Pasal 16 ayat (5) huruf g Perpres 179/2014)
17. ruas jalan yang menghubungkan Panite-Oemoro-Oekabiti-
Buraen-Tablolong di Kabupaten Kupang; (Pasal 16 ayat (5) huruf
h Perpres 179/2014)
18. ruas jalan yang menghubungkan Ranakolo-Detusoko di
Kabupaten Ende; dan (Pasal 14 ayat (3) huruf c angka 3 Perpres
56/2014)
19. ruas jalan yang menghubungkan Oelamasi-Kukak-Sulamu di
Kabupaten Kupang. (Pasal 14 ayat (3) huruf g angka 3 Perpres
56/2014)
d. Jaringan jalan strategis nasional rencana meliputi:
1. ruas jalan yang menghubungkan Balauring-Wairiang di Pulau
Lembata;
2. ruas jalan yang menghubungkan Lewoleba-Kalikasa-Lerek di
Pulau Lembata;

- 23 -
3. ruas jalan yang menghubungkan Lewoleba-Blame-Lamalera di
Pulau Lembata;
4. ruas jalan yang menghubungkan Waijarang-Lamalera-Wulandoni
di Pulau Lembata;
5. ruas jalan yang menghubungkan Mataraben-Buraga di
Kabupaten Alor;
6. ruas jalan yang menghubungkan Kokar-Tulta-Mali di Kabupaten
Alor;
7. ruas jalan yang menghubungkan Kabir-Pandai-Tuabang-
Bakalang-Abangiwang-Nuhawala-Kakamauta di Kabupaten Alor;
8. ruas jalan yang menghubungkan Mebung-Mainang-Apui-Sp.
Apui-Bagalbui di Kabupaten Alor;
9. ruas jalan yang menghubungkan lantoka-Peitoko di Kabupaten
Alor;
10. ruas jalan yang menghubungkan kalabahi-Kokar di Kabupaten
Alor;
11. ruas jalan yang menghubungkan Watutuku-(Sp. Mola-
Mataraben) di Kabupaten Alor;
12. ruas Jalan Waingapu-Napu-Tanambanas-Mamboro-Tanarighu-
Weetabula di Pulau Sumba;
13. ruas jalan Kodi-Kodi Bangedo-Kodi Belagar-Gaura di Kabupaten
Sumba Barat Daya;
14. ruas jalan Waitabula-Waimangura-Waikabubak-Padedeweri-
Wanokaka di Pulau Sumba;
15. ruas jalan Waitabula-Kodi Utara-Wewewa Selatan-Wewewa
Barat-Waikabubak di Pulau Sumba;
16. ruas jalan Malahar-Simpang Tarimbang-Praipaha di Kabupaten
Sumba Timur;
17. ruas jalan Bandara-Komodo-Sp. Hotel Sylvia-Ketentang-
Menjerite-Rangko-Boleng-Terang-Bari- Batas Kabupaten
Manggarai di Kabupaten Manggarai Barat;
18. ruas jalan Sp.Pede-Kenari-Naga-Golo Mori-Nangalili-Bts.
Kabupaten Manggarai di Kabupaten Manggarai Barat;
19. ruas jalan Sp. Bambor-Werang-Danau Sano Nggoang- Golo Mori
di Kabupaten Manggarai Barat;
20. ruas jalan Sp. Daleng-Orong-Ranggu-Sp. Golo Welu-Sp. Dahang-
Tentang-Siri Mese-Loce di Kabupaten Manggarai Barat;
21. ruas jalan Sp. Sondeng-Liang Bua-Beokina-Sp. Cancar di

- 24 -
Kabupaten Manggarai;
22. ruas jalan Sp. Pela-Todo-Narang-Watu Dali- Dintor-Denge-Bts.
Kabupaten Manggarai Barat di Kabupaten Manggarai;
23. ruas jalan Iteng-Sp. Ponggeok-Ulumbu-Laci-Wae Care di
Kabupaten Manggarai;
24. ruas jalan Sp. Santu Klaus-Purang-Nanu-Loce-Kajong-Kedindi di
Kabupaten Manggarai;
25. ruas jalan Nangalanang-Lidi-Lalang-Tarok Golo-Papo-Rama-Paka
Sita di Kabupaten Manggarai Timur;
26. ruas jalan Wae Care-Nangalanang-Borong-Tanjung Bendera-
Waelengga di Kabupaten Manggarai Timur;
27. ruas jalan Borong-Waling-Dangka Mangkang-Dangka Benteng
Jawa-Watu Nggong-Lengko Ajang-Wae Kara-Nanga Baras
panjang 87 Km di Kabupaten Manggarai Timur;
28. ruas jalan Bealaing-Dangka Mangkang-Dangka Benteng Jawa-
Dampek panjang 64,07 Km Kabupaten Manggarai Timur;
29. ruas jalan Bealaing-Watu Cie-Deno-Benteng Jawa- Satar Teu di
Kabupaten Manggarai Timur, 60 Km;
30. ruas jalan pantai selatan (Wae Care-Wae Lengga) dengan panjang
ruas 52,55 Km di Kabupaten Manggarai Timur;
31. ruas jalan Sp. Wade-Mendo-Wae Reno-Golo Ara-Sp. Lame di
Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Timur;
32. ruas jalan Iteng-Sok di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten
Manggarai Timur;
33. ruas jalan Wae Lengga-Satar Mata (Kabupaten Manggarai Timur)-
Batas Kabupaten Ngada, 43 Km;
34. ruas jalan Barate-Manubelon-Naikliu-Oepoli di Kabupaten
Kupang.

e. jaringan jalan kolektor primer dengan status jalan Provinsi, meliputi


ruas jalan:
1. Jaringan jalan yang ada di Kota Kupang meliputi ruas jalan:
a) Jalan H. R. Koroh dengan panjang ruas 3,20 Km;
b) Jalan Amabi dengan panjang ruas 2,95 Km;
c) Jalan Perintis Kemerdekaan dengan panjang ruas 2,95 Km;

- 25 -
d) Jalan Cak Doko dengan panjang ruas 1,80 Km;
e) Jalan Palapa dengan panjang ruas 0,96 Km;
f) Jalan W.J. Lalamentik dengan panjang ruas 3,20 Km;
g) Jalan Dalam KI Bolok dengan panjang ruas 5.00 Km;
h) Jalan Herewila dengan panjang ruas 0,82 Km;
i) Jalan Yos Sudarso dengan panjang ruas 3,99 Km;
j) Jalan Siliwangi dengan panjang ruas 1,09 Km;
k) Jalan Sumba-Sumatera dengan panjang ruas 1,26 Km; dan
l) Jalan Bisnis Center dengan panjang ruas 0,85 km.
2. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Kupang meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Lingkar luar Kota Kupang-Tablolong dengan panjang
ruas 20,59 Km;
b) Jalan Lingkar Luar Kota Kupang-Baun dengan panjang ruas
18,45 Ha;
c) Jalan Ekam (Nonbes)-Baun dengan panjang ruas 30,61 Km;
d) Jalan Oesao-Buraen dengan panjang ruas 23,11 Km;
e) Jalan Oelamasi-Kukak-Barate dengan panjang ruas 41,00
Km;
f) Jalan Barate-Manubelon-Naikliu dengan panjang ruas 73,25
Km;
g) Jalan Naikliu-Oepoli (batas Negara) dengan panjang ruas
32,50 Km;
h) Jalan Oemoro-Oekabiti dengan panjang ruas 58 Km;
i) Jalan Hansisi-Tanjung Mealao denganpanjang ruas 50.00 Km.
3. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan
meliputi ruas jalan:
a) Jalan Batu Putih-Panite dengan panjang ruas 29,73 km;
b) Jalan Panite-Kolbano dengan panjang ruas 41,00 Km;
c) Jalan Kolbano-Booking dengan panjang ruas 56,00 km;
d) Jalan Boking-Batas Kabupaten Malaka dengan panjang ruas
9,00 Km;
e) Jalan Batas Kabupaten TTS-Wanibesak dengan panjang ruas
12,00 Km;
f) Jalan Panite-Oemoro dengan panjang ruas 6,00 Km;
g) Jalan Soe-Kapan dengan panjang ruas 15,51 Km;
h) Jalan Gunung Mutis (Soe) dengan panjang ruas 0,30 Km;
i) Jalan Gunung Molo (Soe) dengan panjang ruas 2,30 Km;

- 26 -
j) Jalan Kapan-Batas Kabupaten TTU dengan panjang ruas
21,95 Km;
k) Jalan Simpang Niki-niki-Oenlasi dengan panjang ruas 19,12
Km;
l) Jalan Oemlasi-Anin-Simpang Sunu-Boking dengan panjang
ruas 30,35 Km;
m) Jalan Kapan – Nenas dengan panjang ruas 25,50 Km;
n) Jalan Nenas-Sutual dengan panjang ruas 26,00 Km; dan
o) Jalan Sutual-Noelelo dengan panjang ruas 12.00 km.
4. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Timor Tengah Utara
meliputi ruas jalan:
a) Jalan Kefamenanu- Eban dengan panjang ruas 30,26 Km;
b) Jalan Eban-Batas Kabupaten TTS dengan panjang ruas 3,00
Km;
c) Jalan Diponegoro (Kefamenanu) dengan panjang ruas 0,65
Km;
d) Jalan Soekarno (Kefamenanu) dengan panjang ruas 0,90
Km;
e) Jalan Ketumbar (Kefamenanu) dengan panjang ruas 0,18 Km;
f) JalanBasuki Rahmat (Kefamenanu) dengan panjang ruas 1,24
Km;
g) Jalan Maubesi-Wini dengan panjang ruas 43,78 Km; dan
h) Jalan Keliting (Batas Kabupaten)-Wini-Sakato (Batas Negara)
dengan panjang ruas 53 Km.

5. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Belu meliputi ruas jalan:


a) Jalan Halilulik-Batas Kabupaten Malaka dengan panjang ruas
17,00 Km;
b) Jalan Atambua-Weluli dengan panjang ruas 34,83 Km;
c) Jalan Basuki Rahmat (Atambua) dengan panjang ruas 0,19
Km;
d) Jalan Simpang Berluli-Teluk Gurita dengan panjang ruas
6,20 Km; dan

- 27 -
e) Jalan Lakafehan-Kliting (Batas Kabupaten TTU) dengan
panjang ruas 5,20 Km.
6. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Malaka meliputi ruas jalan:
a) Jalan Batas Kabupaten Belu-Sanleo-Simpang Welaus dengan
panjang ruas 2,45 Km;
b) Jalan Besikama-Wanibesak dengan panjang ruas 13.00 Km;
dan
c) Jalan Webua-Motamasin-Batas Negara dengan panjang ruas
22,48 Km.
7. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Rote Ndao meliputi ruas
jalan Baa-Batutua dengan panjang ruas 28,01 Km.
8. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Sabu Raijua meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Seba-Ege dengan panjang ruas 16 ,00 Km;
b) Jalan Ledeana-Teriu dengan panjag ruas 12 Km; dan
c) Jalan Ledemanu-Lobodei dengan panjang ruas 11 Km.
9. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Alor meliputi ruas jalan:
a) Jalan Kalabahi-Kokar dengan panjang ruas 24,13 Km;
b) Jalan Baranusa-Puntaru dengan panjang ruas 13,90 Km;
c) Jalan Beangonang-Boloang dengan panjang ruas 20,80 Km;
d) Jalan Kokar-Tulta-Mali dengan panjang ruas 27,00 km; dan
e) Jalan Watutuku (Simpang Mola)-Mataraben dengan panjang
ruas 38,00 Km.
10. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Lembata meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Balauring-Wairiang dengan panjang ruas 21,00 Km;
dan
b) Jalan Waijarang-Wulandoni dengan panjang ruas 18,00 km.
11. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Flores Timur meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Larantuka-Watowiti dengan panjang ruas 8,68 Km;
b) Jalan ke Watowiti (Larantuka) dengan panjang ruas 1 Km;
c) Jalan Watowiti-Waiklibang dengan panjang ruas 25,00 Km;
d) Jalan Waiwerang-Sagu dengan panjang ruas 26,41 Km;
e) Jalan Wailebe-Boniona-Waiwerang dengan panjang ruas
25,00 Km;
f) Jalan Ritaebang-Podor-Lamakera dengan panjang ruas 45,00
Km; dan

- 28 -
g) Jalan Mudajebak (Batas Kabupaten)-Lato-Wairunu dengan
panjang ruas 18,80 Km.
12. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Sikka meliputi ruas jalan:
a) Jalan Hepang-Sikka dengan panjang ruas 8,56 Km;
b) Jalan Maumere-Magepanda dengan panjang ruas 27,57 Km;
c) Jalan Waepare-Bola dengan panjang ruas 20,01 Km;
d) Jalan Napung-Mali-Mudajebak (Batas Kabupaten) dengan
panjang ruas 26,00 Km; dan
e) Jalan Koro (Batas Kabupaten Ende)-Magepanda dengan
panjang ruas 8,20 Km.
13. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Ende meliputi ruas jalan:
a) Jalan Ende-Nuabosi dengna panjang ruas 6,63 Km;
b) Jalan Detusoko-Maurole dengan panjang ruas 49,34 Km;
c) Jalan Wologai-Detukeli dengan panjang ruas 14,19 Km;
d) Jalan Kaburea (Batas Kabupaten) Maukaro-Nabe dengan
panjang ruas 16.00 Km;
e) Jalan Nabe-Ranakolo dengan panjang ruas 25,00 Km; dan
f) Jalan Maurole-Kotabaru-Koro (batas Kabupaten Sikka)
dengan panjang ruas 35,00 Km.
14. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Ngada meliputi ruas jalan:
a) Jalan Bajawa-Poma dengan panjang ruas 45,91 Km;
b) Jalan Poma-Mboras (Riung) dengan panjang ruas 35,00 Km;
c) Jalan Waiklambu (Batas Kabupaten) Riung-Mboras dengan
panjang ruas 20,00 Km;
d) Jalan Mboras (Riung)-Danga dengan panjang ruas 36,00 Km;
e) Jalan Malanuza-Maumbawa dengan panjang ruas 29,33 Km;
dan
f) Jalan Mbazang (Batas Kabupaten Manggarai) Waepana
dengan panjang ruas 40 Km.
15. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Nagekeo meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Gako-Mauponggo dengan panjang ruas 21,36 Km;
b) Jalan Mauponggo-Maumbawa dengan panjang ruas 9,00
Km;
c) Jalan Marapokot-Aeramo dengan panjang ruas 6,00 Km; dan
d) Jalan Aeramo-Kaburea (Batas Kabupaten) dengan panjang
ruas 39,00 Km.

- 29 -
16. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Manggarai Timur meliputi
ruas jalan:
a) Jalan Pota-Waeklambu (Batas Kabupaten) dengan panjang
ruas 40 Km; dan
b) Jalan Bealaing-Mukun-Mbazang (Batas Kabupaten) dengan
panjang ruas 73,00 Km.
17. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Manggarai meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Simpang Cumbi-Golo Cala-Iteng dengan panjang ruas
45,10 Km;dan
b) Jalan Reo-Dampek-Pota dengan panjang ruas 53,00 km.
18. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Manggarai Barat meliputi
ruas jalan:
a) Jalan Simpang Nggorang-Simpang Wangkung-Kondo dengan
panjang ruas 33,60 Km;
b) Jalan Kondo-Simpang Noa-Hita dengan panjang ruas 40,00
Km;
c) Jalan Hita-Simpang Tiga-Kedindi dengan panjang ruas 44,00
Km; dan
d) Jalan Simpang Noa-Golo Welu (Batas Kabupaten) dengan
panjang ruas 24,20 Km.

19. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Sumba Timur meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Simpang Mohubukul-Lumbung dengan panjang ruas
17,00 Km;
b) Jalan Melolo-Kananggar dengan panjang ruas 56,00 Km;
c) Jalan Kananggar-Nggongi (Simpang Aukahehok) dengan
panjang ruas 20,00 Km;
d) Jalan Nggongi-Wahang-Malahar dengan panjang ruas 73,35
Km;
e) Jalan Malahar-Simpang Tarimbang-Praipaha dengan panjang
ruas 56,00 Km; dan
f) Jalan Baing - Aukahehok dengan panjang ruas 52,00 Km.

- 30 -
20. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Sumba Tengah meliputi
ruas Jalan Mamboro-Batas Kabupaten Sumba Barat dengan
panjang ruas 26,45 Km.
21. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Sumba Barat meliputi ruas
jalan:
a) Jalan Waikabubak-Batas Kabupaten Sumba Tengah dengan
panjang ruas 17,00 Km;
b) Jalan Waikabubak-Padedeweri dengan panjang ruas 6,80 Km;
c) Jalan Padedeweri-Padedewatu (Simpang Nihiwatu)-Patiala
dengan panjang ruas 17,30 Km;
d) Jalan Padedeweri-Wanokaka dengan panjang ruas 10,80 Km;
dan
e) Jalan Patiala-Batas Kabupaten Sumba Barat Daya dengan
panjang ruas 35,80 Km.
22. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya
meliputi ruas jalan:
a) Jalan Waitabula-Bondokodi dengan panjang ruas 39,00 Km;
b) Jalan Radamata-Katewer dengan panjang ruas 17,60 Km; dan
c) Jalan Batas Kabupaten Sumba Barat Daya-Gaura-Bondokodi
dengan panjang ruas 26,17 Km.

f. jaringan jalan strategis Provinsi rencana meliputi:


1. Bokong-Lelogama-Naikliu di Kabupaten Kupang;
2. Kukak-Sulamu-Barate di Kabupaten Kupang;
3. Lasiana-Kaniti-Baumata-Bismark di Kabupaten Kupang;
4. Baun-Puru di Kabupaten Kupang;
5. Oesao-Tuatuka-Fatukanutu-Kairane-Oemofa-Silu di Kabupaten
Kupang;
6. Waikabubak-Weekarou-Bondohula-Lamboya-Lamboya Barat-
Gaura di Kabupaten Sumba Barat;
7. Waikabubak-Padedeweri-Wanokaka-Pahola-Rua-Waimangoma-
Nihiwatu di Kabupaten Sumba Barat;
8. Elopada-Ombakareke-Lokori-Loura-Ketewel di Kabupaten Sumba
Barat dan Kabupaten Sumba Barat Daya;
9. Km. 12-Pada Eweta-Dangga Mango-Bondobela-Gaura di

- 31 -
Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Barat Daya;
10. Waimangura-Weekombak-Kodi Utara-Kodi-Kodi Bangedo di
Kabupaten Sumba Barat Daya;
11. Kali kasa-Lebala-Wulandoni-Lamalera di Kabupaten Lembata;
12. Hutan Ranamese-Teber-Comu-Wae Tegel di Kabupaten
Manggarai Timur;
13. Watunggong-Mombok-Elar-Lempang Paji-Buntal di Kabupaten
Manggarai Timur;
14. Sp. Poka-Timung-Ling-Moncok-Majung-Waso-Tanggar-Deno di
Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur;
15. Sp. Bengkang-Lidang-Dopo-Rakas-Wae Naong-Benteng Jawa di
Manggarai dan Manggarai Timur;
16. Sp. Pagal-Golo-Lando-Waenaong-Kadung-Sp. Gongger di
Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur;
17. Sp. Noa-Pacar-Bari di Kabupaten Manggarai Barat;
18. Lelahomi-Mainang di Kabupaten Alor;
19. Moru-Maiwal-Buraga di Kabupaten Alor;
20. Jaringan jalan di Kabupaten/Kota yang belum diatur ditetapak
dengan Keputusan Gubernur.
g. jaringan jalan perbatasan Negara meliputi ruas jalan:
1. Baranusa-Kabir;
2. Batuputih-Panite-Kalbano-Boking-Wanibesak-Besikama
Motamasin;
3. Lakafehan-Batas TTU-Atapupu-Wini-Sakatu;
4. Motamasin-Laktutus-Henes-Turiskain-Salore-Motaain;
5. Atambua-Weluli-Turiskain;
6. Amol-Oehose-Manufono-Wini;
7. Oepoli-Fefa-Tubona-Saenam-Haumeni Ana-Fainake;
8. Panite-Oemoro-Oekabiti-Buraen-Tablolong-Kupang;
9. Batutua-Baa-Pantebaru-Papela-Eakun;
10. Mesara-Seba-Bolow; dan
11. Melolo-Ngalu-Baing.
h. Jalur jalan perbatasan Negara rencana merujuk pada ketentuan
peraturan presiden Nomor 179 Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Perbatasan Negara di Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a angka 2, terdiri atas:

- 32 -
a. Terminal tipe A terdapat di Kabupaten Timor Tengah Utara dan
Kabupaten Belu;
b. Terminal tipe B yang berjumlah 15 (Lima Belas) terminal yang
terdapat di:
1. Kota Kupang;
2. Kabupaten Kupang;
3. Kabupaten TTS;
4. Kabupaten TTU;
5. Kabupaten Belu;
6. Kabupaten Flores Timur
7. Kabupaten Ngada;
8. Kabupaten Manggarai;
9. Kabupaten Manggara Timur;
10. Kabupaten Manggarai Barat;
11. Kabupaten Sikka (2 terminal);
12. Kabupaten Ende;
13. Kabupaten Sumba Timur;
14. Kabupaten Sumba Barat; dan
15. Kabupaten Sumba Barat Daya.
c. Terminal tipe C terdapat di:
1. Kota Kupang;
2. Kabupaten Kupang;
3. Kabupaten TTS;
4. Kabupaten TTU;
5. Kabupaten Belu;
6. Kabupaten Malaka;
7. Kabupaten Alor;
8. Kabupaten Lembata;
9. Kabupaten Flores Timur;
10. Kabupaten Sikka;
11. Kabupaten Ende;
12. Kabupaten Ngada;
13. Kabupaten Nagekeo;
14. Kabupaten Mangarai Timur;
15. Kabupaten Manggarai;
16. Kabupaten Manggarai Barat;
17. Kabupaten Sumba Barat Daya;
18. Kabupaten Sumba Barat;

- 33 -
19. Kabupaten Sumba Tengah;
20. Kabupaten Sumba Timur;
21. Kabupaten Sabu Raijua; dan
22. Kabupaten Rote Ndao.
d. Terminal Barang Internasional terdapat di :
1. Kabupaten Belu;
2. Kabupaten Timor Tengah Utara; dan
3. Kabupaten Malaka.
e. Rencana pengembangan terminal Tipe A terdapat di:
1. Kota Kupang;
2. Kabupaten Belu; dan
3. Kabupaten Manggarai Barat.
f. Rencana pengembangan terminal Tipe B terdapat di :
1. Kabupaten Sumba Barat;
2. Kabupaten Sumba Tengah;
3. Kabupaten Sumba Barat Daya;
4. Kabupate Malaka;
5. Kabupaten Nagekeo;
6. Desa Anakalang Kecamatan Katikutana Kabupaten Sumba
Tengah; dan
7. Wae Lengga Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai
Timur.

g. Rencana pengembangan terminal Barang Internasional terdapat di :


1. Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara;
2. Motaain, Kabupaten Belu; dan
3. Motamasin, Kabupaten Malaka.
(4) Jaringan tranportasi sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Rencana pengembangan pelabuhan laut yang digunakan untuk
angkutan penyeberangan terdiri atas:
1. Pelabuhan Raijua;
2. Pelabuhan Waibalun;
3. Pelabuhan Pulau Ende;
4. Pelabuhan Wairiang;
5. Pelabuhan Mules;
6. Pelabuhan Waiwole;

- 34 -
7. Pelabuhan Terong;
8. Pelabuhan Longsos;
9. Pelabuhan Kodjadoi;
10. Pelabuhan Sukun;
11. Pelabuhan Maritaing;
12. Pelabuhan Bakalang;
13. Pelabuhan Wini;
14. Pelabuhan Naikliu;
15. Pelabuhan Alumang.
16. Pelabuhan Waijarang; dan
17. Pelabuhan Paga.
b. Pelabuhan Laut yang digunakan untuk angkutan Penyeberangan
terdiri atas :
1. Pelabuhan Waikelo di Kabupaten Sumba Barat Daya;
2. Pelabuhan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat;
3. Pelabuhan Aimere di Kabupaten Ngada;
4. Pelabuhan Waingapu di Kabupaten Sumba Timur;
5. Pelabuhan Marapokot di Kabupaten Nagekeo;
6. Pelabuhan Seba di Kabupaten Sabu Raijua;
7. Pelabuhan Bolok di Kabupaten Kupang;
8. Pelabuhan Kalabahi di Kabupaten Alor;
9. Pelabuhan Teluk Gurita di Kabupaten Belu;
10. Pelabuhan Hansisi di Kabupaten Kupang;
11. Pelabuhan Adonara di Kabupaten FloresTimur;
12. Pelabuhan Pulau Solor di Kabupaten Flores Timur;
13. Pelabuhan Pantai Baru/Rote di Kabupaten Rote Ndao;
14. Pelabuhan Ndao di Kabupaten Rote Ndao;
15. Pelabuhan Kewapante di Kabupaten Sikka;
16. Pelabuhan Pemana di Kabupaten Sikka;
17. Pelabuhan Nangekeo di Kabupaten Ende;
18. Pelabuhan Baranusa di Kabupaten Alor;
19. Pelabuhan Larantuka di Kabupaten FloresTimur; dan
20. Pelabuhan Lembata di Kabupaten Lembata.
c. Lintas Penyeberangan yang belum dilayani terdiri atas:
1. Bolok-Waikelo;
2. Aimere-Waikelo;
3. Waibalun-Adonara;
4. Kalabahi-Marataing;

- 35 -
5. Bolok-Sulamu;
6. Seba Raijua;
7. Bolok-Naikliu;
8. Balauring-Kabir;
9. Kabir-Kalabahi;
10. Nangakeo-Aimere;
11. Kalabahi-Bakalang;
12. Bakalang-Baranusa;
13. Balauring-Lewoleba;
14. Bolok-Maropokot;
15. Aimere-Waikelo;
16. Teluk Gurita-Waibalun;
17. Waikelo-Nangekeo;
18. Waijarang-Pamana; dan
19. Bolok-Teluk Gurita.
d. Lintas penyeberangan yang menghubungkan titik-titik pergerakan
antar pulau dan antar Kabupaten/Kota dalam Wilayah Provinsi,
terdiri atas jalur:
1. Bolok-Pantai Baru;
2. Bolok-Waibalun;
3. Bolok- Seba;
4. Bolok-Waingapu;
5. Bolok-Kalabahi;
6. Bolok-Waijarang;
7. Aimere-Waingapu;
8. Kalabahi-Teluk Gurita;
9. Bolok-Nagekeo;
10. Kalabahi-Balauring;
11. Adonara-Waijarang;
12. Balauring-Baranusa;
13. Waibalun-Waijarang;
14. Waingapu-Seba;
15. Nangakeo-Waingapu;
16. Baranusa-Waijarang;
17. Kalabahi-Waijarang;
18. Waibalun-Kalabahi;
19. Baranusa-Kalabahi;
20. Teluk Gurita-Kalabahi;

- 36 -
21. Bolok-Hansisi;
22. Hansisi-Pantai Baru;
23. Balauring-Lewoleba;
24. Bolok-Adonara;
25. Adonara-Waliarang;
26. Solor-Adonara;
27. Solor-Waibalun;
28. Bolok-Solor;
29. Nangakeo-Seba;
30. Pantai Baru-Ndao;
31. Bolok-Ndao;
32. Bolok-Baranusa;
33. Waijarang-Kewapante;
34. Bolok-Raijua;
35. Waibalun-Kewapante;
36. Adonara-Kewapante;
37. Adonara-Pemana;
38. Waibalun-Pemana;
39. Kewapante-Palue;
40. Kewapante-Pamana; dan
41. Kewapante-Pulau Besar.

e. Lintas Penyeberangan yang menghubungkan antar provinsi terdiri


atas jalur:
1. Waikelo-Sape;
2. Labuan Bajo-Sape;
3. Teluk Gurita-Kisar;
4. Sape-Pulau Komodo;
5. Maropokot-Pamatata;
6. Teluk Gurita-Wonreli; dan
7. Teluk Gurita-Ilwaki.
f. Rencana penetapan lintasan baru:
1. Hansisi-Naikliu;
2. Hansisi-Teluk Gurita;
3. Maritaing-Teluk Gurita;
4. Nangekeo-Pulau Ende;
5. Adonara-Binongko; dan

- 37 -
6. Naikliu-Kalabahi.
g. Trayek angkutan jalan yang menghubungkan antar Kabupaten/Kota
di Flores, Pulau Timor dan Pulau Sumba terdiri atas:
1. Jaringan Trayek Angkutan Jalan Antar Kota dalam Provinsi terdiri
atas:
a) Kupang-Soe PP;
b) Kupang-Kefamenanu PP;
c) Kupang-Atambua PP;
d) Kupang-Besikama PP;
e) Kupang-Bolok PP;
f) Kupang-Tablolong PP;
g) Kupang-Baun PP;
h) Kupang-Baumata PP;
i) Kupang-Noelbaki PP;
j) Kupang-Oesao PP;
k) Kupang-Buraen-Oekabiti PP;
l) Kupang-Pariti-Barate PP;
m) Kupang-Camplong-PP;
n) Kupang-Oemofa PP;
o) Kupang-Lelogama PP;
p) Kupang-Naikliu PP;
q) Kupang-Bena PP;
r) Kupang-Oenlasi-Betun PP;
s) Kupang-Wini-Motaain PP;
t) Kupang-Atambua-Motaain PP;
u) Kupang-Betun-Motamasin PP;
v) Kupang-Ayotupas-Besikama PP;
w) Kupang-Wini-Kefamenanu-Kupang PP;
x) Atambua-Kefamenanu PP;
y) Atambua-Lurasik-Manumean PP;
z) Betun-Kefamenanu-Kupang PP;
aa) Metamauk-Betun-Kefamenanu-Kupang PP;
bb) Besikama-Kefamenanu-Kupang PP;
cc) Betun-Oinlasi- Kupang PP;
dd) Eban-Kefamenanu-Atambua PP;
ee) Kefamenanu-Oepoli PP;
ff) Atambua-Betun PP;
gg) Atambua-Besikama PP;

- 38 -
hh) Atambua-(Wemasa) Motamasin PP;
ii) Atambua-Manlea-Betun PP;
jj) Kefamenanu-Betun-Besikama PP;
kk) Kefamenanu-Eban-Kapan PP;
ll) Kodi-Tambolaka-Waikabubak PP;
mm) Waibakul- Waikabubak PP;
nn) Tambolaka- Waikabubak-Waibakul-Waingapu PP;
oo) Tambolaka-Waikabubak PP;
pp) Waibakul-Waikabubak PP;
qq) Waikabubak-Mamboro PP;
rr) Waikabubak-Wailuri PP;
ss) Waingapu-Waibakul-Waikabubak-Tambolaka-Kodi PP;
tt) Waingapu-Waibakul-Waikabubak-Tanarighu-Lenang PP;
uu) Waingapu-Waibakul-Waikabubak-Waitabula-Waikelo PP;
vv) Waingapu-Waibakul-Waikabubak PP;
ww) Waingapu-Tambolaka PP;
xx) Waingapu-Waibakul-Tambolaka-Kodi PP;
yy) Waingapu-Waibakul-Waikabubak-Tambolaka-Waikelo PP;
zz) Larantuka-Maumere PP;
aaa) Larantuka-Ende PP;
bbb) Larantuka-Bajawa PP;
ccc) Boro-Maumere PP;
ddd) Serenuho-Maumere PP;
eee) Lato-Maumere (Via pantura ) PP;
fff) Wolo-Maumere PP;
ggg) Lewo Awanglobo-Maumere PP;
hhh) Hewa-Maumere PP;
iii) Lewotobi-Boru-Maumere PP;
jjj) Lewoawang-Maumere PP;
kkk) Lewohorok-Maumere PP;
lll) Lewokulo-Maumere PP;
mmm) Maumere-Boru-Hewa PP;
nnn) Maumere-Boru-Riang Baring PP;
ooo) Maumere-Lewolaga PP;
ppp) Maumere-Watunesa PP;
qqq) Maumere-Watuneso-Wolowaru PP;
rrr) Maumere-Watuneso-Ende PP;
sss) Maumere-Watuneso-Moni PP;

- 39 -
ttt) Maumere-Moni PP;
uuu) Maumere-Wolowaru PP;
vvv) Maumere-Ende-Bajawa PP;
www) Maumere-Ende - Ruteng PP;
xxx) Maumere-Ende-Labuhan Bajo PP;
yyy) Maumere-Labuan Bajo PP;
zzz) Maumere-Ruteng-Labuhan Bajo PP;
aaaa) Maumere-Ende-Bajawa-Ruteng PP;
bbbb) Maumere-Kota Baru PP;
cccc) Maumere-Ende-Mbay PP;
dddd) Ende-Maumere PP;
eeee) Ende-Watuneso-Maumere PP;
ffff) Ende-Wolowaru-Maumere PP;
gggg) Ende-Maukaro-Maumere PP;
hhhh) Ende-Ndori-Maumere PP;
iiii) Ende-Welamosa-Maumere PP;
jjjj) Ende-Maurole-Maumere PP;
kkkk) Ende-Kota Baru-Maumere PP;
llll) Ende-Nangaroro PP;
mmmm) Ende-Riung PP;
nnnn) Ende-Mauponggo-Boba PP;
oooo) Ende-Mbay-Maudemi PP;
pppp) Ende-Boawae-Maunori PP;
qqqq) Ende-Riung-Marunggela PP;
rrrr) Ende-Ruteng PP;
ssss) Ende-Ruteng-Labuhan Bajo PP;
tttt) Ende-Maunori PP;
uuuu) Ende-Bajawa PP;
vvvv) Maurole-Maumere PP;
wwww) Mbay-Bajawa PP;
xxxx) Mbay-Bajawa-Ruteng PP;
yyyy) Mbay-Ruteng PP;
zzzz) Mbay-Mauponggo PP;
aaaaa) Mbay-Mauponggo-Maumbawa PP;
bbbbb) Mbay-Mauponggo-Mataloko PP;
ccccc) Mbay-Boawae-Nangaroro PP;
ddddd) Mbay-Riung-Pota-Reo PP;
eeeee) Mbay-Riung-Maukaro PP;

- 40 -
fffff) Mbay-Riung-Maukaro-Boawae PP;
ggggg) Mbay-Riung PP;
hhhhh) Mbay-Riung-Ende PP;
iiiii) Mbay-Ende PP;
jjjjj) Mbay-Ende Maumere PP;
kkkkk) Mbay-Maumere PP;
lllll) Mbay-Larantuka PP;
mmmmm) Mauponggo-Bajawa PP;
nnnnn) Mauponggo-Boawae-Bajawa PP;
ooooo) Mauponggo-Bajawa-Aimere PP;
ppppp) Mauponggo-Boawae-Mataloko PP;
qqqqq) Mauponggo-Mbay-Ende PP;
rrrrr) Mauponggo-Ruteng PP;
sssss) Mauponggo-Ende-Bajawa PP;
ttttt) Maunori-Mbay-Ende PP;
uuuuu) Nangaroro-Mbay-Ende-Bajawa PP;
vvvvv) Nangaroro-Ende-Boawae-Mbay PP;
wwwww) Nagaroro-Ende-Mbay PP;
xxxxx) Nangaroro-Ende PP;
yyyyy) Boawae-Bajawa PP;
zzzzz) Boawae-Mauponggo-Bajawa PP;
aaaaaa) Boawae-Mbay-Riung PP;
bbbbbb) Raja-Boawae PP;
cccccc) Maukaro-Mbay-Boawae PP;
dddddd) Kaburea-Mbay PP;
eeeeee) Riti-Maunori-Mbay-Ende PP;
ffffff) Riti-Mbay PP;
gggggg) Kaburea-Maukaro-Mbay-Ende PP;
hhhhhh) Lolodima-Ende PP;
iiiiii) Lolodima-Mbay-Bajawa PP;
jjjjjj) Boawae-Mauponggo-Mataloko PP;
kkkkkk) Wokodekoro-Mbay-Ende PP;
llllll) Rendu-Mbay-Boawae-Bajawa PP;
mmmmmm) Pandanura-Ende-Mbay PP;
nnnnnn) Kaekoro-Boawae-Riung PP;
oooooo) Maumbawa-Mbay PP;
pppppp) Ngada-Maumere PP;
qqqqqq) Ngada-Ende PP;

- 41 -
rrrrrr) Aimere-Ende PP;
ssssss) Uluwae-Maumere PP;
tttttt) Manggarai-Ende PP; dan
uuuuuu) Borong-Ruteng PP.

2. Jaringan Trayek Pengembangan Angkutan Jalan Antar Kota dalam


Provinsi terdiri atas:
a. Jaringan Trayek Pengembangan Angkutan Jalan Antar Kota
dalam Provinsi di Pulau Flores antara lain:
1) Nggorang-Kenari-Naga-Nangalili-Pelabuhan Iteng;
2) Nggorang-Mulwatar-Naga-Nangalili-Pelabuhan Iteng;
3) Nggorang-Bambor-Nangalili-Pelabuhan Iteng;
4) Nggorang-Kondo-Kendidi-Pelabuhan Reo;
5) Ruteng-Pagal-Nita-Pelabuhan Bari;
6) Ruteng-Iteng-Pelabuhan Borong/Nangarawa;
7) Ruteng-Iteng-Nangalili-Naga-Kenari-Nggorang-Labuan Bajo;
8) Pelabuhan Borong/Nangarawa - Iteng – Bambor – Nggorang -
Labuhan Bajo;
9) Pelabuhan Borong/Nangarawa-Aimere-Terminal Watujaji;
10) Terminal Watujaji-Waepana-Mbazang-Waiklambu-Pota; dan
11) Mbay-Bekek-Riung-Pota-Dampek-Reo-Kendidi-Hita-Kondo-
Nggorang-Labuhan Bajo.

b. Jaringan Trayek Pengembangan Angkutan Jalan Antar Kota


Dalam Provinsi di Pulau Sumba antara lain:
1) Waibakul – Waihibur – Rambangaru - Terminal Lambanapu
-Pelabuhan Waingapu – Melolo – Rindi – Wula - Nggalu-
Baing;
2) Waikabubak – Waikapada – Ubupede – Maubangga –
Wawaronggo - Pelabuhan Mamboro; dan
3) Waikabubak-Kutarutu-Waibakul-Rambangaru-Terminal
Lambanapu.
c. Jaringan Trayek Angkutan Perintis Provinsi Nusa Tenggara
Timur antara lain:
1) Rute Trayek Cabang Kupang :
a) Kupang-Baun;
b) Kupang-Kampus;
c) Kupang-Buraen;
d) Kupang-Oemofa;

- 42 -
e) Kupang-Naioni;
f) Kupang-Kuanfatu;
g) Kupang-Kolbano;
h) Kupang-Lelogama;
i) Kupang-Naikliu; dan
j) Kupang-Ayotupas-Besikama.
2) Rute Cabang Kefamenanu :
a) Kefa-Naob;
b) Kefa –Maurisu;
c) Kefa-Noelelo;
d) Kefa-Oepoli;
e) Kefa-Inbate;
f) Kefa-Sipi-Bokis;
g) Kefa-Oekolo; dan
h) Kefa-Wini/Ponu.
3) Rute Cabang Ende :
a) Ende-Nggela;
b) Ende-Riung;
c) Ende-Maronggela;
d) Nggorang-Pacar;
e) Nggorang-Terang;
f) Nggorang-Werang;
g) Pamakayo-Podor; dan
h) Tobilota-Waiwerang.
4) Rute Cabang Waingapu :
a) Waingapu-Waikelo;
b) Waingapu-Marumba;
c) Waingapu-Tanaraing;
d) Waingapu-Lenang;
e) Waingapu-Kananggar;
f) Waingapu-Kodi; dan
g) Waingapu-Lulundilu.
d. Rencana Pengembangan Jaringan Trayek Angkutan Perintis
Provinsi terdiri atas:
1) Rute Trayek Pulau Flores :
a) Nggorang-Kenari-Naga-Nangalili-Pelabuhan Iteng;
b) Nggorang-Malawatar-Naga-Nangalili-Pelabuhan Iteng;
c) Nggorang-Bambor-Nangalili-Pelabuhan Iteng;

- 43 -
d) Nggorang-Kondo-Kedindi-Pelabuhan Reo;
e) Ruteng-Paga-Nita-Pelabuhan Bari;
f) Ruteng-Iteng-Pelabuhan-Borong/Nagarawa;
g) Ruteng-Iteng-Nangalili-Naga-Kenari-Nggorang-Labuan
Bajo;
h) Pelabuhan Borong/Nagarawa-Iteng-Ruteng;
i) Pelabuhan Borong/Nagarawa-Iteng-Bambor-Nggorang-
Labuan Bajo;
j) Pelabuhan Borong/Nagarawa-Aimere-Terminal Watujaji;
k) Terminal Watujaji-Waepana-Mbazang-Waeklambu-Pota;
dan
l) Mbay – Bekek – Riung – Pota – Dampek – Reo – Kendidi-
Hita – Kondo – Nggorang - Labuan Bajo.
2) Rute Trayek pulau Sumba :
a) Waibakul-Waihibur-Rambangaru-Terminal Lambanapu-
Pelabuhan Waingapu-Melolo-Rindi-Wula-Nggalu-Baing;
b) Waikabubak – Waikapada – Ubupede – Maubangga –
Wawaronggo - Pelabuhan Mamboro; dan
c) Waikabubak - Kutarutu-Waibakul-Rambangaru-Terminal
Lambanapu.

e. Rencana Pengembangan Jaringan Pemandu Moda di Provinsi


Nusa Tenggara Timur dengan simpul pengendalian di :
1) Bandar Udara El Tari Kota Kupang;
2) Bandar Udara Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat;
3) Bandar Udara Frans Seda, Maumere, Kabupaten Sikka;
4) Bandar Udara Umbu Mehang Kunda, Waingapu, Kabupaten
Sumba Timur;
5) Bandar Udara Aroeboesman, Ende, Kabupaten Ende;
6) Bandar Udara A.A Bere Tallo, Atambua, Kabupaten Belu;
7) Bandar Udara Tambolaka, Waitabula, Kabupaten Sumba
Barat Daya;
8) Bandar Udara D.C Saudale, Rote, Kabupaten Rote Ndao;
9) Bandar Udara Tardamu, Sabu, Kabupaten Sabu Raijua;
10) Bandar Udara Frans Sales Lega, Ruteng, Kabupaten
Manggarai;
11) Bandar Udara Mali, Alor, Kabupaten Alor;

- 44 -
12) Bandar Udara Gewayantana, Larantuka, Kabupaten Flores
Timur;
13) Bandar Udara Wunopito, Lewoleba, Kabupaten Lembata;
14) Bandar Udara Soa, Bajawa, Kabupaten Ngada;
15) Bandar Udara Tanjung Bendera, Borong,Manggarai Timur;
16) Bandar Udara Surabaya II, Kabupaten Nagekeo;
17) Pelabuhan Atapupu di Kabupaten Belu;
18) Pelabuhan Ende di Kabupaten Ende;
19) Pelabuhan Larantuka di Kabupaten Flores Timur;
20) Pelabuhan Baluring di Kabupaten Lembata;
21) Pelabuhan Lewoleba di Kabupaten Lembata;
22) Pelabuhan Reo di Kabupaten Manggarai;
23) Pelabuhan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat;
24) Pelabuhan Ndao di Kabupaten Rote Ndao;
25) Pelabuhan Seba di Kabupaten Sabu Raijua;
26) Pelabuhan Maumere/Lorens Say di Kabupaten Sikka;
27) Pelabuhan Waingapu di Sumba Timur; dan
28) Pelabuhan Wini di Kabupaten TTU.
f. Pembangunan dan Pemasangan alat penimbangan kendaraan
bermotor di seluruh ruas jalan Provinsi di 22 Kabupaten/Kota se
Nusa Tenggara Timur.
(5) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi:
a. penetapan Rencana Induk Perkeretaapian Provinsi;
b. penetapan Rencana Jaringan Jalur Kereta Api yang jaringannya
melebihi wilayah 1 (satu) daerah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu)
daerah Provinsi;
c. penetapan Rencana Kelas Stasiun untuk stasiun pada jaringan
jalur kereta api Provinsi; dan
d. penetapan jaringan pelayanan perkeretaapian pada jaringan jalur
perkeretaapian Provinsi.

7. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 11
(1) Sistem jaringan tranportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
huruf b, terdiri atas:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.

- 45 -
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. pelabuhan utama;
b. pelabuhan pengumpul;
c. pelabuhan pengumpan regional;
d. pelabuhan pengumpan lokal; dan
e. terminal khusus.
(3) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu
Pelabuhan Nusa Lontar-Tenau yang berfungsi sebagai jaringan
tranportasi laut internasional untuk pelayanan kapal penumpang,
pariwisata, ekspor, dan angkutan peti kemas ekspor-impor barang
kerajinan, seni dan pelayanan sembilan bahan pokok.
(4) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
terdiri atas:
a. Pelabuhan Atapupu di Kabupaten Belu;
b. Pelabuhan Ende di Kabupaten Ende;
c. Pelabuhan Ippi di Kabupaten Ende;
d. Pelabuhan Larantuka di Kabupaten Flores Timur;
e. Pelabuhan Lewoleba di Kabupaten Lembata;
f. Pelabuhan Reo di Kabupaten Manggarai;
g. Pelabuhan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat;
h. Pelabuhan Ndao di Kabupaten Rote Ndao;
i. Pelabuhan Seba di Kabupaten Sabu Raijua;
j. Pelabuhan Maumere / Lorens Say di Kabupaten Sikka;
k. Pelabuhan Waingapu di Sumba Timur; dan
l. Pelabuhan Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara.
(5) Pelabuhan pengumpan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, terdiri atas:
a. Pelabuhan Baranusa di Kabupaten Alor;
b. Pelabuhan Kalabahi di Kabupaten Alor;
c. Pelabuhan Moru di Kabupaten Alor;
d. Pelabuhan Terong di Kabupaten Flores Timur;
e. Pelabuhan Waiwerang di Kabupaten Flores Timur;
f. Pelabuhan Maropokot di Kabupaten Nagekeo; dan
g. Pelabuhan Waikelo di Kabupaten Sumba Barat Daya.
(6) Pelabuhan pengumpan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d, terdiri atas:
a. Pelabuhan Baa di Kabupaten Rote Ndao;

- 46 -
b. Pelabuhan Kabir di Kabupaten Alor;
c. Pelabuhan Maritaing di Kabupaten Alor;
d. Pelabuhan Alor Kecil di Kabupaten Alor;
e. Pelabuhan Bakalang di Kabupaten Alor;
f. Pelabuhan Beang di Kabupaten Alor;
g. Pelabuhan Kolana di Kabupaten Alor;
h. Pelabuhan Manatang di Kabupaten Alor;
i. Pelabuhan Paitoko di Kabupaten Alor;
j. Pelabuhan Pulau Marica di Kabupaten Alor;
k. Pelabuhan Wanakaka di Kabupaten Alor;
l. Pelabuhan Maubesi Hasan di Kabupaten Malaka;
m. Pelabuhan Pulau Ende di Kabupaten Ende;
n. Pelabuhan Ropa di Kabupaten Ende;
o. Pelabuhan Maurole di Kabupaten Ende;
p. Pelabuhan Lamakera di Kabupaten Flores Timur;
q. Pelabuhan Lato di Kabupaten Flores Timur;
r. Pelabuhan Mananga di Kabupaten Flores Timur;
s. Pelabuhan Pamakayo di Kabupaten Flores Timur;
t. Pelabuhan Tabilota di Kabupaten Flores Timur;
u. Pelabuhan Waiwadan di Kabupaten Flores Timur;
v. Pelabuhan Waiwuring di Kabupaten Flores Timur;
w. Pelabuhan Pulau Solor di Kabupaten Flores Timur;
x. Pelabuhan Sagu di Kabupaten Flores Timur;
y. Pelabuhan Waidoko di Kabupaten Flores Timur;
z. Pelabuhan Waiklibang di Kabupaten Flores Timur;
aa. Pelabuhan Kewapante di Kabupaten Sikka;
bb. Pelabuhan Naikliu di Kabupaten Kupang;
cc. Pelabuhan Batubao di Kabupaten Kupang;
dd. Pelabuhan Oepoli di Kabupaten Kupang;
ee. Pelabuhan Semau di Kabupaten Kupang;
ff. Pelabuhan Sulamu di Kabupaten Kupang;
gg. Pelabuhan Nunbaun Sabu di Kota Kupang;
hh. Pelabuhan Wulandoni di Kabupaten Lembata;
ii. Pelabuhan Iteng di Kabupaten Manggarai;
jj. Pelabuhan Pulau Mules di Kabupaten Manggarai;
kk. Pelabuhan Robek di Kabupaten Manggarai;
ll. Pelabuhan Komodo di Kabupaten Manggarai Barat;
mm. Pelabuhan Rinca di Kabupaten Manggarai Barat;

- 47 -
nn. Pelabuhan Kampung Ujung di Kabupaten Manggarai Barat;
oo. Pelabuhan Kukusan di Kabupaten Manggarai Barat;
pp. Pelabuhan Nangalili di Kabupaten Manggarai Barat;
qq. Pelabuhan Mborong di Kabupaten Manggarai Timur;
rr. Pelabuhan Pota di Kabupaten Manggarai Timur;
ss. Pelabuhan Waiwole di Kabupaten Manggarai Timur;
tt. Pelabuhan Aimere di Kabupaten Ngada;
uu. Pelabuhan Maumbawa di Kabupaten Ngada;
vv. Pelabuhan Riung di Kabupaten Ngada;
ww. Pelabuhan Waebela di Kabupaten Ngada;
xx. Pelabuhan Batutua di Kabupaten Rote Ndao;
yy. Pelabuhan Papela di Kabupaten Rote Ndao;
zz. Pelabuhan Nuse di Kabupaten Rote Ndao;
aaa. Pelabuhan Oelaba di Kabupaten Rote Ndao;
bbb. Pelabuhan Pantai Baru di Kabupaten Rote Ndao;
ccc. Pelabuhan Biu di Kabupaten Sabu Raijua;
ddd. Pelabuhan Raijua di Kabupaten Sabu Raijua;
eee. Pelabuhan Hepang di Kabupaten Sikka;
fff. Pelabuhan Palue di Kabupaten Sikka;
ggg. Pelabuhan Wuring di Kabupaten Sikka;
hhh. Pelabuhan Paga di Kabupaten Sikka;
iii. Pelabuhan Pulau Besar di Kabupaten Sikka;
jjj. Pelabuhan Pemana di Kabupaten Sikka;
kkk. Pelabuhan Sukun di Kabupaten Sikka;
lll. Pelabuhan Pero di Kabupaten Sumba Barat Daya;
mmm. Pelabuhan Binanatu di Kabupaten Sumba Barat;
nnn. Pelabuhan Rua di Kabupaten Sumba Tengah;
ooo. Pelabuhan Mamboro di Kabupaten Sumba Tengah;
ppp. Pelabuhan Baing di Kabupaten Sumba Timur;
qqq. Pelabuhan Pulau Salura di Kabupaten Sumba Timur;
rrr. Pelabuhan Katundu di Kabupaten Sumba Timur;
sss. Pelabuhan Boking di Kabupaten TTS;
ttt. Pelabuhan Kolbano di Kabupaten TTS; dan
uuu. Pelabuhan Teluk Gurita di Kabupaten Belu.
(7) Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terdiri
atas:
a. Pelabuhan untuk kepentingan bongkar muat bahan bakar di
Kabupaten Kupang dan Lembata;

- 48 -
b. Pelabuhan Pertamina dan Pelabuhan El Nusa di Kabupaten Kupang
yang merupakan pelabuhan khusus minyak/energi yang berfungsi
sebagai pelabuhan distribusi/transit bahan bakar;
c. Pelabuhan rakyat yang tersebar di seluruh wilayah Nusa Tenggara
Timur yang berfungsi sebagai pelabuhan kapal rakyat;
d. Pelabuhan terpadu di Kabupaten Sumba Tengah yang direncanakan
dibangun dalam rangka pengembangan ekonomi dengan
fungsinelayan, wisata dan pelabuhan umum; dan
e. Pelabuhan Ecoport di Kota Kupang yang direncanakan dibangun
dalam rangka pengembangan pelabuhan berwawasan lingkungan,
dengan fungsi pariwisata, umum dan pendaratan ikan yang
berwawasan lingkungan.
(8) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas
:
a. Alur pelayaran Internasional meliputi jalur :
1. Kupang-Timor Leste;
2. Atapupu-Timor Leste; dan
3. Kalabahi-Timor Leste.

b. Alur pelayaran nasional meliputi jalur :


1. Kupang – Lewoleba – Maumere – Makassar – Pare-Pare –
Balikpapan – Toli-toli – Tarakan – Nunukan;
2. Kupang – Ende – Waingapu – Bima – Labuan Bajo – Reo –
Makassar – Batu Licin;
3. Kupang – Lewoleba – Maumere – Bau-bau – Wanci – Ambon –
Sorong – Manokwari – Nabire;
4. Kupang – Rote – Sabu – Ende – Waingapu – Bima – Benoa –
Surabaya – Dumai;
5. Kupang – Kalabahi – Saumlaki – Tual – Dobo – Timika – Agats –
Marauke; dan
6. Ende – Lewoleba – Larantuka – Maumere – Makassar – Surabaya
– Tanjung Priok – Kijang (Kepulauan Riau).
c. Alur pelayaran regional meliputi jalur :
1. Kupang – Ndao – Sabu – Raijua – Ende – Pulau Ende –
Maumbawa – Waiwole – Mborong – Waingapu – Mamboro –
Waikelo PP;

- 49 -
2. Kupang – Naikliu – Wini – Lirang – Kisar – Romang – Leti – Moa –
Lakor – Luang – Sermata – Tepa – Saumlaki PP;
3. Kupang – Mananga – Lewoleba – Balauring – Baranusa – Kalabahi
– Atapupu PP;
4. Kupang – Mananga –Maumere – Marapokot – Reo – Labuan Bajo
– Bima PP;
5. Maumere – Larantuka – Waiwerang – Lewoleba – Balauring –
Baranusa – Kalabahi – Maritaing – Atapupu – Kupang PP; dan
6. Maumere – Palue – Maurole – Marapokot – Reo – Labuan Bajo –
Bima PP.

8. Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12
(1) Sistem jaringan tranportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf c, terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. bandar udara pengumpul skala sekunder;
b. bandar udara pengumpul skala tersier;
c. bandar udara pengumpan; dan
d. bandara khusus.
(3) Bandar udara pengumpul skala sekunder sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a yaitu Bandar Udara El Tari di Kota Kupang dengan
penggunaan sebagai bandar udara internasional regional yang melayani
rute penerbangan dalam negeri dan penerbangan luar negeri, serta
berfungsi untuk kegiatan pertahanan dan keamanan di Kabupaten
Kupang, serta Bandara Udara Komodo di Labuan Bajo yang melayani
rute penerbangan dalam negeri dan penerbangan luar negeri.
(4) Bandar udara pengumpul skala tersier sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. Bandar Udara Frans Seda di Kabupaten Sikka;
b. Bandar Udara Ir. Umbu Mehang Kunda di Kabupaten Sumba Timur;
c. Bandar Udara Hasan Aroeboesman di Kabupaten Ende;dan
d. Bandar Udara A. A. Bere Tallo di Kabupaten Belu;
(5) Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c terdiri atas :

- 50 -
a. Bandar Udara Frans Seda di Kabupaten Sikka;
b. Bandar Udara Umbu Mehang Kunda di Kabupaten Sumba Timur;
c. Bandar Udara Hasan Aoreboesman di Kabupaten Ende;
d. Bandar Udara A. A. Bere Tallo di Kabupaten Belu;
e. Bandar Udara Frans Sales Lega di Ruteng;
f. Bandar Udara Tambolaka di Waitabula;
g. Bandar Udara Gewayantana di Larantuka;
h. Bandar Udara Mali di Alor;
i. Bandar Udara D.C Saudale di Rote Ndao;
j. Bandar Udara Tardamu di Sabu;
k. Bandar Udara Soa di Bajawa;
l. Bandar Udara Wunopito di Lewoleba; dan
m. Bandar Udara Kabir di Pantar.
(6) Rencana bandar udara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d merupakan bandara khusus untuk kegiatan pertahanan
keamanan, terdiri atas :
a. Bandara Kabir Pantar di Kabupaten Alor; dan
b. Bandara Boking di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
(7) Rencana peningkatan kelas Bandar Udara Tambolaka di Kabupaten
Sumba Barat Daya menjadi bandar udara pengumpul skala sekunder
sesuai dengan peningkatan jumlah penumpang dan kapasitas
pelayanan.
(8) Rencana pengembangan Bandar Udara Tanjung Bendera di Kabupaten
Manggarai Timur, Bandar Udara Surabaya II di Kabupaten Nagekeo,
Bandara Kupang di Sulamu, Oebelo dan Kupang Barat Kabupaten
Kupang menjadi bandar udara pengumpan.
(9) Pengembangan Bandar Udara baru :
a. Bandar Udara Elode di Kabupaten Sabu Raijua;
b. Bandar Udara Kupang di Kabupaten Kupang;dan
c. Bandar Udara Adonara di Kabupaten Flores Timur.
(10) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b yaitu antara lain berupa rute penerbangan, terdiri atas :
a. rute penerbangan dari Bandara El Tari dan ke Bandara El Tari di
Kota Kupang, Frans Seda di Kabupaten Sikka, Umbu Mehang Kunda
di Waingapu Kabupaten Sumba Timur, Tambolaka di Kabupaten
Sumba Barat Daya dan Komodo di Kabupaten Manggarai Barat.
b. rute penerbangan lokal, terdiri atas:

- 51 -
1. rute Penerbangan dari Bandara El Tari ke Bandara A. A. Bere
Tallo, Mali, Wunopito, Gewayantana, Frans Seda, Hasan
Aroeboesman, Soa, Frans Sales Lega, Komodo, Umbu Mehang
Kunda, Tambolaka, D.C.Saudale dan Tardamu;
2. rute penerbangan dari Bandara Frans Sedadan Komodo ke
Bandara A.A. Bere Tallo, Mali, Wunopito, Gewayantana, Umbu
Mehang Kunda, Tambolaka, D.C.Saudale dan Tardamu; dan
3. rute penerbangan dari Umbu Mehang Kunda dan Tambolaka ke
A.A Bere Tallo, Mali, Wunopito, Gewayantana, Komodo,
D.C.Saudale dan Tardamu.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang udara untuk penerbangan
diatur dalam Rencana Induk Bandar Udara.

9. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14
(1) Pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf a diarahkan pada upaya peningkatan pelayanan secara
lebih merata ke seluruh wilayah Kabupaten/Kota dengan melakukan
perluasan jaringan distribusi serta penambahan kapasitas pembangkit
listrik, transmisi dan Depo Bahan Bakar Minyak;
(2) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
:
a. pembangkit tenaga listrik;
b. gardu induk;
c. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
d. Depo Bahan Bakar Minyak.
(3) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas total 85,5
MW, meliputi :
1. PLTD Alak dan PLTD Kuanino di Kota Kupang;
2. PLTD Waingapu di Kabupaten Sumba Timur;
3. PLTD Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat;

- 52 -
4. PLTD Manggarai di Kabupaten Manggarai;
5. PLTD Maumere di Kabupaten Sikka;
6. PLTD Atambua di Kabupaten Belu;
7. PLTD Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara;
8. PLTD Soe di Kabupaten Timor Tengah Selatan;
9. PLTD Kalabahi di Kabupaten Alor;
10. PLTD Ba’a di Kabupaten Rote Ndao; dan
11. PLTD Borong di Kabupaten Manggarai Timur.
b. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) meliputi :
1. PLTPB Ulumbu di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas 2
x 2,5 MW;
2. PLTPB Mataloko di Kabupaten Ngada dengan kapasitas 1
x 2,5 MW;
3. PLTPB Atadei di Kabupaten Lembata dengan kapasitas 2
x 2,5 MW;
4. PLTPB Sukoria di Kabupaten Ende dengan kapasitas 2 x 2,5 MW;
5. PLTPB Manuwolu di Kabupaten Sumba Tengah;
6. PLTPB Mataloko (FTP 2) dengan kapasitas 20 MW;
7. PLTPB Atadei di Kabupaten Lembata dengan kapasitas 2x10 MW;
8. PLTPB Oelbubuk di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan
kapasitas 30 MW;
9. PLTPB Hambapraing di Kabupaten Sumba Timur dengan
kapasitas 1 MW; dan
10. PLTPB Sumba Timur di Kabupaten Sumba Timur dengan
kapasitas 1 MW.
11. PLTPB Bukapiting di Kabupaten Alor dengan kapasitas 5 MW.
12. PLTPB Ulumbu 5 di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas
20MV.
13. PLTPB Mataloko (FTP) di Kabupaten Ngada dengan kapasitas 20
MV.
14. PLTPB Sokoria di Kabupaten Ende dengan kapasitas 5 MW,
Ulumbu 6 di Kabupaten Manggarai dengan 20 MW.
15. PLTPB Sokoria (FTP 2) di Kabupaten Ende dengan kapasitas 5
MW.
16. PLTPB Sokoria (FTP 2) di Kabupaten Ende dengan kapasitas 10
MW;
17. PLTPB Oka Ile Ange (FTP 2) di Kabupaten Flores Timur dengan
kapasitas 10 MW;

- 53 -
18. PLTPB Sokoria (FTP 2) di Kabupaten Ende dengan kapasitas 10
MW;
19. PLTPB Waisano di Kabupaten Manggarai Barat dengan kapasitas
5 MW;
20. PLTPB Lesugoko di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas 5
MW; dan
21. Atadei di Kabupaten Lembata dengan kapasitas 5 MW.
c. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) meliputi :
1. PLTU Larantuka di Kabupaten Flores Timur dengan kapasitas 2
x 4 MW;
2. PLTU Apoik di Kabupaten Belu dengan kapasitas 4 x 6 MW;
3. PLTU Waingapu di Kabupaten Sumba Timur dengan kapasitas 2
x 4 MW;
4. PLTU Bolok di Kabupaten Kupang dengan kapasitas 2 x 16,5 MW
interkoneksi ke PLTU Apoik di Kabupaten Belu;
5. PLTU Ropa di Kabupaten Ende berkapasitas 2 x 7 MW;
6. PLTU Timor di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan kapasitas
1 2x25 MW;
7. IPP Kupang di Kabupaten Kupang dengan kapasitas 30 MW;
8. PLTU Alor di Kabupaten Alor dengan kapasitas 6 MW;
9. PLTU Rote di Kabupaten Rote dengan kapasitas 6 MW;
10. PLTU Timor I di Kabupaten Kupang dengan kapasitas 100 MW;
11. PLTU Timor II di Kabupaten Kupang dengan kapasitas 50 MW;
dan
12. PLTU Atapupu di Kabupaten Belu dengan kapasitas 24 MW.
d. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) meliputi :
1. PLTM Ogi di Kabupaten Ngada dengan kapasitas 60 KW;
2. PLTM Waigarit di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas 80
KW;
3. PLTM Lokomboro di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan
kapasitas 800 KW;
4. PLTM di Desa Umbu Kawolu, Desa Praimadeta, Desa
Sambililoku, Desa Wangga Wainyengu, Desa Maradesa, Desa
WaimanuKabupaten Sumba Tengah;
5. PLTM Nuapin di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan
kapasitas 35 KW;
6. PLTM Nenas di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan
kapasitas 30 KW;

- 54 -
7. PLTM Oepopo di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan
kapasitas 30 KW;
8. PLTM Lewoleba dengan kapasitas 10 MW;
9. PLTM di Desa Wolokisa, Kampung Wulu, Selalejo di Kabupaten
Nagekeo;
10. PLTM Wae Musur Sita–Borong di Kabupaten Manggarai Timur
dengan kapasitas 1 MW;
11. PLTM Wae Lampang Kelurahan Golo Wangkung Kecamatan
Sambi Rampas di Kabupaten Manggarai Timur;
12. PLTM Wae Lega di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas 1,75
MW;
13. PLTM Cunca Polo di Kabupaten Manggarai Barat dengan
kapasitas 0,4 MW;
14. PLTM Cunca Wulang di Kabupaten Manggarai Barat dengan
kapasitas 0,2 MW;
15. PLTM Wae Racang I di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas
10 MW;
16. PLTM Wae Racang II di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas
6,5 MW;
17. PLTM Soru di Kabupaten Sumba Timur dengan kapasitas 0,1
MW;
18. PLTM Kananggar di Kabupaten Sumba Timur dengan kapasitas
0,1 MW;
19. PLTM Harunda di Kabupaten Sumba Timur dengan kapasits 3,4
MW; dan
20. PLTM Wanokaka I di Kabupaten Sumba Barat dengan kapasitas
1,6 MW.
e. Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) meliputi :
1. PLTH Nembrala dengan kapasitas 147 KW di Pulau Rote, terdiri
atas tenaga surya 22 KW, tenaga bayu 90 KW dan tenaga diesel
135 kW;
2. PLTH Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara berbatasan dengan
Distrik Oecusi, Timor Leste, dengan kapasitas 390 KW, terdiri
atas tenaga surya 120 KW, tenaga bayu 90 KW dan tenaga diesel
180 KW; dan
3. PLTH Nunbena di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
f. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Bolapalelo di Kabupaten
Timor Tengah Selatan dengan kapasitas 1 MW.

- 55 -
g. PLTBio Wanokaka di Kabupaten Sumba Barat dengan kapasitas 1
MW dan PLTBio Umbuwango di Kabupaten Sumba Barat Daya
dengan kapasitas 1 MW;
h. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kupang dengan kapasitas
5 W dan Atambua di Kabupaten Belu dengan kapasitas 1 W, dan
Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan kapasitas 100 KW, Desa
Oledewa Kabupaten Sumba Tengah; terpusat di Desa Rana Mbata
dan Desa Mokel dengan kapasitas 40 KW, PLTS terpusat di Desa
Tedamude kapasitas 10 KWP, Desa Tedakisa dengan kapasitas 15
Kwp, PLTS terpusat di Desa Nggolonio dengan kapasitas 10 KWP.
Desa Mbaebuamuri dengan kapasitas 5 Kwp dan rencana
pengembangan PLTMH pada DAS Aesesa dan daerah-daerah
kepulauan di Kabupaten/Kota;

i. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Maubesi di Kabupaten Timor


Tengah Utara dengan kapasitas 1 MW, Kudungawa dengan kapasitas
2 MW, Ubungawu III dengan kapasitas 0,2 MW dan Pembangkit
listrik Tenaga Air (PLTA) Temef dengan kapsitas 1 MW;
j. Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Kupang Peaker
dengan kapasitas 40 MW, Kupang Peaker II di Kabupaten Kupang
dengan kapasitas 50 MW, Maumere Peaker dengan kapasitas 40 MW,
PLTG/MG Mobile PP NTT (Kupang) dengan kapasitas 30 MW,
Waingapu di Kabupaten Sumba Timur dengan kapasitas 10 MW, Alor
di Kabupaten Alor dengan kapasitas 10 MW, Rote I,Rote II dan Rote
III di Kabupaten Rote Ndao dengan kapasitas 15 MW, dan Timor I di
Kabupaten Kupang 40 MW, PLTMG MPP Flores (Labuan Bajo) di
Kabupaten Manggarai Barat dengan kapasitas 20 MW, PLTMG
Lembata di Kabupaten Lembata dengan kapasitas 10 MW, PLTMG
Waitabula di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan kapasitas 10
MW;
k. Pembangkit Listrik tenaga Arus Laut di Kabupaten Flores Timur
dan Bolok di Kabupaten Kupang; dan
l. Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal (PLTG) di Rana Masak dan
Rana Roko, PLTG Wae Mapos, PLTG Pinggan Ras, PLTG Wodong dan
Wae Loe di Kabupaten Manggarai Timur.
(4) Gardu Induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas :
a. Gardu Induk Maulafa di Kota Kupang dengan kapasitas 60 MW dan
tegangan 70/20 KV;

- 56 -
b. Gardu Induk Bolok di Kabupaten Kupang dengan kapasitas 30 MW
dan tegangan 70/20 KV;
c. Gardu Induk Naibonat di Kabupaten Kupang dengan kapasitas 20
MW dan tegangan 70/20 KV;
d. Gardu Induk Nonohamis/Soe di Kabupaten Timor Tengah Selatan
dengan kapasitas 20 MW dan tegangan 70/20 KV;
e. Gardu Induk Atambua di Kabupaten Belu dengan kapasitas 20 MW
dan tegangan 70/20 KV;
f. Gardu Induk Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan
kapasitas 20 MW dan tegangan 70/20 KV;
g. Gardu Induk Ende di Kabupaten Ende dengan kapasitas 20 MW dan
tegangan 70/20 KV;
h. Gardu Induk Ropa di Kabupaten Ende dengan kapasitas 10 MW dan
tegangan 70/20 KV;
i. Gardu Induk Maumere di Kabupaten Sikka dengan kapasitas 20
MW dan tegangan 70/20 KV;
j. Gardu Induk Bajawa di Kabupaten Ngada dengan kapasitas 20 MW
dan tegangan 70/20 KV;
k. Gardu Induk Ruteng di Kabupaten Manggarai dengan kapasitas 20
MW dan tegangan 70/20 KV;
l. Gardu Induk Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat dengan
kapasitas 20 MW dan tegangan 70/20 KV;
m. Gardu Induk Borong di Kabupaten Manggarai Timur dengan
kapasitas 70/20 KV;
n. Gardu Induk Aesesa di Kabupaten Nagekeo dengan kapasitas 30
MVA;
o. Gardu Induk MPP Flores dengan kapasitas 20 MVA;
p. Gardu Induk Maumere di Kabupaten Sikka dengan kapasitas 20
MVA;
q. Gardu Induk PLTMG Maumere di Kabupaten Sikka dengan kapasitas
30 MVA;
r. Gardu Induk Lape Kota Mbay Kecamatan Aesesa Kabupaten
Nagekeo;
s. Gardu Induk Atapupu di Kabupaten Belu dengan kapasitas 1x 20
MVA;
t. Gardu Induk Kuanino di Kota Kupang dengan kapasitas 60 MVA;
u. Gardu Induk PLTMG Kupang di Kota Kupang dengan kapasitas 30
MVA;

- 57 -
v. Gardu Induk Waingapu di Kabupaten Sumba Timur dengan
kapasitas 30 MVA; dan
w. Gardu Induk Waitabula di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan
kapasitas 30 MVA.
(5) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c terdiri atas:
a. jaringan transmisi tenaga listrik nasional berupa Saluran Udara
Tegangan Tinggi dengan tegangan 150 KV menghubungkan Kota
Kupang – Oelamasi – Soe – Kefamenanu – Atambua di Pulau Timor
dan Labuan Bajo – Ruteng – Bajawa – Ende – Maumere di Pulau
Flores;

b. jaringan transmisi tenaga listrik tegangan 70 KV yang


menghubungkan PLTP Sukoria ke Ropa di Kabupaten Ende, PLTU
Bolok ke Maulafa, Maulafa ke Naibonat, Naibonat ke
Nonohamis/Soe, Kefamenanu – Atambua, PLTU Ropa ke Incomer
(Ende – Maumere), Ende – Maumere, Bajawa ke Ruteng (PLTU
Ulumbu), Bajawa ke Ende, Nonohamis/Soe ke Maulafa, dan Ruteng
(PLTP Ulumbu) ke Labuan Bajo;
c. jaringan transmisi sistem Timor yang menghubungan Gardu Induk
Nonohonis – Gardu Induk Kefamenanu, Gardi Induk Kefamenanu –
Gardu Induk Atambua, Gardu Induk Atambua – Gardu Induk
Atapupu, Gardu Induk Bolok – Gardu Induk Atapupu, Gardu Induk
Bolok – Gardu Induk Kuanino, PLTMG Kupang – Gardu Induk Bolok,
PLTMG Kupang – Gardu Induk Naibonat, Gardu Induk Naibonat –
Gardu Induk Kota Kupang;
d. jaringan transmisi sistem Flores yang menghubungkan Gardu Induk
Ruteng – Gardu Induk Ulumbu, Gardu Induk Ruteng – Gardu Induk
Labuan Bajo, Gardu Induk Ropa - Gardu Induk Bajawa, Gardu
Induk Bajawa – Gardu Induk Ruteng, Gardu Induk Aesesa – Inc.1phi
(Bajawa- Ropa), Gardu Induk Borong – Inc.1phi (Bajawa- Ruteng),
Gardu Induk Maumere – Gardu Induk Ropa, Gardu Induk Maumere
– PLTMG Maumere;
e. jaringan transmisi sistem Sumba yang menghubungkan PLTMG
Waingapu – Gardu Induk Waingapu dan PLTMG Waingapu – Gardu
Induk Waitabula;
f. jaringan transmisi tenaga listrik yang menghubungkan:

- 58 -
1. Larantuka – Maumere – Ende – Bajawa – Borong – Mbay di Pulau
Flores;
2. Waitabula (Tambolaka) – Waikabubak – Waibakul dan Lewa –
Melolo di Pulau Sumba;
3. Pantai Baru – Rote Barat di Pulau Rote;
4. Nubatukan – Buyasuri – Atadei di Pulau Lembata;
5. Sabu Timur – Sabu Barat – Hawu Mehara di Pulau Sabu; dan
6. Kalabahi – Alor Barat Daya di Pulau Alor.
(6) Depo Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d terdiri atas: Depo Waingapu, Depo Reo, Depo Ende, Depo Maumere,
Depo Kupang, Depo Kalabahi, Depo Lewoleba, Depo Sumba, Depo Sabu,
Depo Rote Ndao, Depo Manggarai, Depo Semau dan Depo Atapupu.

10. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15
(1) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf b diarahkan pada upaya peningkatan
pelayanan telekomunikasi secara memadai dan merata ke seluruh
wilayah Kabupaten/Kota.
(2) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri atas :
a. jaringan terestrial;
b. jaringan satelit; dan
c. jaringan Fiber Optic.
(3) Jaringan terestrial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
tersebar di beberapa ibu kota kecamatan, yaitu di Kota Kupang,
Oelamasi di Kabupaten Kupang, Soe di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara, Atambua dan
Betun di Kabupaten Belu, Kalabahi di Kabupaten Alor, Lewoleba di
Kabupaten Lembata, Larantuka di Kabupaten Flores Timur, Maumere
di Kabupaten Sikka, Ende di Kabupaten Ende, Bajawa di Kabupaten
Ngada, Ruteng di Kabupaten Manggarai, Labuan Bajo di Kabupaten
Manggarai Barat, Tambolaka di Kabupaten Sumba Barat Daya,
Waikabubak di Kabupaten Sumba Barat, Waingapu di Kabupaten
Sumba Timur, Baa di Kabupaten Rote Ndao, dan Seba di Kabupaten
Sabu Raijua.

- 59 -
(4) Jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b yaitu
berupa Base Station Telkomsel yang tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi.
(5) Jaringan Fiber Optik Junction sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
(6) Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi bawah laut bersifat
antar pulau dengan sistem kabel Fiber Optic Junction/ Backbone.

11. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16
(1) Pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, diarahkan pada pemanfaatan
potensi sumber daya air di Daerah Aliran Sungai, dan kawasan
cekungan air tanah lintas Kabupaten maupun kota.
(2) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. wilayah sungai lintas negara;
b. wilayah sungai strategis nasional;
c. wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota;
d. jaringan air baku untuk kebutuhan air minum;
e. jaringan air baku untuk pertanian;
f. sumber air baku di wilayah perbatasan; dan
g. sistem pengendalian banjir.
(3) Wilayah sungai lintas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a terdiri atas Wilayah Sungai Benanain yang melintasi
Kabupaten Timor Tengah Selatan-Kabupaten Timor Tengah Utara,
Kabupaten Belu – Kabupaten Malaka –Timor Leste dan Wilayah
Sungai Noelmina yang melintasi Kabupaten Timor Tengah Selatan –
Kabupaten Kupang – Oekusi di Timor Leste.
(4) Wilayah sungai strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b yaitu Wilayah Sungai Flores yang melintasi Kabupaten

- 60 -
Manggarai – Manggarai Timur – Ngada – Nagekeo – Ende – Sikka,
Flores Timur.
(5) Wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c, terdiri atas Wilayah Sungai Flores Timur Kepulauan
– Lembata – Alor, Wilayah Sungai Sumba yang melintasi Kabupaten
Sumba Timur – Sumba Tengah – Sumba Barat- Sumba Barat Daya.
(6) Jaringan air baku untuk kebutuhan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d, terdiri atas:
a. Bendungan yang menjadi kewenangan nasional antara lain:
1. Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang;
2. Bendungan Manikin di Kabupaten Kupang;
3. Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu;
4. Bendungan Waigete di Kabupaten Sikka;
5. Bendungan Mbay/Lambo di Kabupaten Nagekeo;
6. Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan;
7. Rencana bendungan Wola Pare di Kabupaten Sumba Barat
Daya;
8. Rencana Bendungan Waebara di Kabupaten Sumba Timur;
dan
9. Rencana Bendungan Wee Koe di Kabupaten Ngada.
b. Sumber mata air yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di
wilayah Provinsi;
c. Air tanah yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi;
d. Bendungan yang menjadi kewenangan Provinsi antara lain:
1. Bendungan Tilong di Kabupaten Kupang untuk melayani
Kabupaten Kupang dan Kota Kupang; dan
2. Bendungan Kolhua di Kota Kupang yang melayani Kota
Kupang.
(7) Jaringan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf e yaitu berupa Daerah Irigasi (DI) yang menjadi kewenangan
Nasional yaitu terdiri atas:
a. D.I. Haekesak di Kabupaten Belu dengan luas 5.056 Ha;
b. D.I. Malaka di Kabupaten Malaka dengan luas 8.500 Ha;
c. D.I. Mena di Kabupaten TTU dengan luas 3.750 Ha;
d. D.I. Mautenda di Kabupaten Ende dengan luas 3.008 Ha;
e. D.I. Batu Merah di Kabupaten Kupang dengan luas 3.070 Ha;
f. D.I. Oesao di Kabupaten Kupang dengan luas 3.125 Ha;

- 61 -
g. D.I. Tilong di Kabupaten Kupang dengan luas 3.814 Ha;
h. D.I. Wae Mantar di Kabupaten Manggarai dengan luas 4.788 Ha;
i. D.I. Lembor di Kabupaten Mangarai Barat dengan luas 4.430 Ha;
j. D.I. Nggorang di Kabupaten Manggarai Barat dengan luas 4.313
Ha;
k. D.I. Satar Beleng di Kabupaten Manggarai Timur dengan luas
3.000 Ha;
l. D.I. Wae Dingin di Kabupaten Manggarai Timur dengan luas 4.016
Ha;
m. D.I. Wae Musur di Kabupaten Manggarai Timur dengan luas 3.391
Ha;
n. D.I. Mbay di Kabupaten Nagekeo dengan luas 6.378 Ha;
o. D.I. Ngada di Kabupaten Ngada dengan luas 6.458 Ha;
p. D.I. Danau Tua di Kabupaten Rote Ndao dengan luas 4.104 Ha;
q. D.I. Lokopehapo di Kabupaten Sabu Raijua dengan luas 3.327 Ha;
r. D.I. Magepanda di Kabupaten Sikka dengan luas 3.100 Ha;
s. D.I Kambaniru di Kabupaten Sumba Timur dengan luas 4.018 Ha;
t. D.I. Baing di Kabupaten Sumba Timur dengan luas 3.343 Ha;
u. D.I Bena di Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah
Selatan dengan Luas 3.514 Ha;
v. D.I Haektodi Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah
Utara dengan luas 3.250 Ha;
w. D.I. Lurasik di Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah
Utara dengan luas 3.305 Ha;
x. D.I. Manikin di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang dengan luas
3.197 Ha;
y. D.I. Benlelang di Kabupaten Alor dengan luas 4.400 Ha; dan
z. D.I. Waekomo di Kabupaten Lembata dengan luas 3.050 Ha.
(8) Jaringan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf e yaitu berupa Daerah Irigasi (DI) yang menjadi kewenangan
Provinsi yaitu terdiri atas:
a. D.I. Batu Putih/Oebobo di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah
Selatan dengan luas 400 Ha;
b. D.I. Biliuana di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten
Timor Tengah Utara dengan luas 1.430 Ha;
c. D.I. Hasfuik,di Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara
dengan luas 1.600 Ha;

- 62 -
d. D.I. Aroki di KabupatenBelu dan Kabupaten Timor Tengah Utara
dengan luas 1.242 Ha;
e. D.I.Fatu Besi di Kabupaten Belu dengan luas 1.650 Ha;
f. D.I. Maubusa di Kabupaten Belu dengan luas 1.350 Ha;
g. D.I. Obor di Kabupaten Belu dengan luas 1.815 Ha;
h. D.I. Konga di Kabupaten Flores Timur dengan luas 1.100 Ha;
i. D.I. Waikelak di Kabupaten Flores Timur dengan luas 1.080 Ha;
j. D.I. Waiwadan di Kabupaten Flores Timur dengan luas 1.450 Ha;
k. D.I. Enorain di Kabupaten Kupang dengan luas 1.100 Ha;
l. D.I. Kolidoki di Kabupaten Kupang dengan luas 1.071 Ha;
m. D.I. Netemnanu di Kabupaten Kupang dengan luas 1.350 Ha;
n. D.I. Wae Matan Boto di Kabupaten Lembata dengan luas 1.350
Ha;
o. D.I. Alas di Kabupaten Malaka dengan luas 1.650 Ha;
p. D.I. Weliman di Kabupaten Malaka dengan luas 1.000 Ha;
q. D.I. Cancar di Kabupaten Manggarai dengan luas 2.500 Ha;
r. D.I. Golowoi di Kabupaten Manggarai dengan luas 1.500 Ha;
s. D.I. Satar Lenda di Kabupaten Manggarai dengan luas 1.525 Ha;
t. D.I. Wae Ces 1-4 di Kabupaten Manggarai dengan luas 2.750 Ha;
u. D.I. Wae Ganggang di Kabupaten Manggarai Barat dengan luas
1.281 Ha;
v. D.I. Wae Paku di Kabupaten Manggarai Barat dengan luas 1.050
Ha;
w. D.I. Wae Tiwo Lawo di Kabupaten Manggarai Barat dengan luas
1.200 Ha;
x. D.I. Wae Racang di Kabupaten Manggarai Barat dengan luas 1.200
Ha;
y. D.I. Wae Mokel I, II di Kabupaten Manggarai Timur dengan luas
1.007 Ha;
z. D.I. Wae Rana di Kabupaten Manggarai Timur dengan luas 1.022
Ha;
aa. D.I. Malawitu di Kabupaten Nagekeo dengan luas 1.000 Ha;
bb. D.I. Ganggong di Kabupaten ngada dengan luas 1.000 Ha;
cc. D.I. Luwurweton di Kabupaten Ngada dengan luas 1.000 Ha;
dd. D.I. Malatawa di Kabupaten ngada dengan luas 1.344 Ha;
ee. D.I. Nuakua di Kabupaten Ngada dengan luas 1.200 Ha;
ff. D.I Manubulu di Kabupaten Rote Ndao dengan luas 1.250 Ha;
gg. D.I. Kolesia di Kabupaten Sikka dengan luas 1.250 Ha;

- 63 -
hh. D.I. Loli di Kabupaten Sumba Barat dengan luas 2.390 Ha;
ii. D.I. Wanokaka di Kabupaten Sumba Barat dengan luas 2.653 Ha;
jj. D.I. Mataliku di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan luas 1.089
Ha;
kk. D.I. Waekelo Sawah di Kabupaten Sumba Barat Daya dengan luas
2.500 Ha;
ll. D.I. Mangili di Kabupaten Sumba Timur dengan luas 2.666 Ha;
mm. D.I. Mataiayang di Kabupaten Sumba Timur dengan luas 1.579
Ha;
nn. D.I. Melolo di Kabupaten Sumba Timur dengan luas 1.215 Ha;
oo. D.I Oebelo di Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan luas 1.089
Ha; dan
pp. D.I. Ponu di Kabupaten Timor Tengah Utara dengan luas 1.430 Ha.
(9) Sumber Air Baku di Wilayah Perbatasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf f yaitu Sungai Warmre, Muturi, Aitinyo, Klasagun (SWS
Wasi–Kais–Omba), Sungai Buik, Luradik, Baukama, Baukoek,
Malibaka, Motamuru, Noelbesi, Welulik, Murabesi dan Napan.
(10) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
g, terdiri atas:
a. upaya konservasi lahan;
b. penetapan zona banjir;
c. pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir terdiri atas
peninggian tanggul, perkuatan tebing, sudetan, penambalan
darurat tanggul bobol, dan rehabilitasi bangunan konstruksi tebing
sungai; dan
d. normalisasi sungai.

12. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf d yaitu berupa:
a. sistem penyediaan air minum; dan
b. sistem prasarana pengelolaan sampah.
(2) Sistem Penyediaan Air Minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. Penyediaan Air Bersih dalam bentuk perpipaan dan non
perpipaan; dan

- 64 -
b. Penyediaan Air Bersih dalam bentuk perpipaan dikelola oleh
PDAM di seluruh Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi.
(3) Sistem Prasarana Pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Pengumpulan sampah dari rumah ke tempat penampungan
sementara (TPS);
b. Pemilahan sampah dengan menggunakan prinsip 3R di TPS 3R;
c. Pengangkutan sampah dari TPS ke Tempat
Pengelolaan/Pemrosesan Akhir (TPA);
d. TPA regional terdapat di Kecamatan Alak - Kota Kupang dengan
menggunakan metode sanitary landfill, untuk melayani Kota
Kupang dan Kabupaten Kupang;
e. TPA Regional Naru di Kabupaten Ngada yang melayani
Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Ngada;
f. TPA Regional Mbo Lopi terdapat di Kabupaten Manggarai Timur;
dan
g. TPA lokal tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi.
(4) Penyediaan perangkat keras pengolahan limbah cair domestik
disesuaikan dengan kebutuhan kawasan permukiman.

13. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut;


Pasal 20
Kawasanhutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a
tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi dengan luas total
kurang lebih 684.572 Ha.

14. Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. kawasan konservasi perairan nasional laut;
b. kawasan suaka alam laut;
c. kawasan suaka margasatwa;
d. kawasan cagar alam;
e. kawasan pantai berhutan bakau;
f. kawasan taman nasional;
g. kawasan taman nasional laut;

- 65 -
h. kawasan taman hutan raya;
i. kawasan taman wisata alam;
j. kawasan taman wisata alam laut; dan
k. kawasan cagar budaya.
(2) Kawasan konservasi perairan nasional Laut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas kawasan Taman Nasional Perairan
Laut Sawu memiliki luas total 3.355.352,82 Ha yang meliputi 10
Kabupaten antara lain Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan,
Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba
Barat, Sumba Barat Daya, Manggarai dan Manggarai Barat.
(3) Kawasan suaka alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas Kawasan Suaka Alam Laut Sawu dan Kawasan
Suaka Alam Laut Flores.
(4) Kawasan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, memiliki luas total ± 13.303 Ha terdiri atas:
a. Kawasan Suaka Margasatwa Perhatu di Kabupaten Kupang;
b. Kawasan Suaka Margasatwa Kateri di Kabupaten Malaka;
c. Kawasan Suaka Margasatwa Harlu di Kabupaten Rote Ndao; dan
d. Kawasan Suaka Margasatwa Ale Asisio di Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
(5) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
memiliki luas total ± 27.504 Ha, terdiri atas :
a. Kawasan Cagar Alam Riung di Kabupaten Ngada;
b. Kawasan Cagar Alam Maubesi di Kabupaten Belu;
c. Kawasan Cagar Alam Way Wuul/Mburak di Kabupaten
Manggarai Barat;
d. Kawasan Cagar Alam Watu Ata di Kabupaten Ngada;
e. Kawasan Cagar Alam Wolo Tadho di Kabupaten Ngada; dan
f. Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis terdapat di Kabupaten
Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
(6) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
dengan luas total ± 6.827 Ha.
(7) Kawasan Taman Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f memiliki luas total ± 156.811 Ha, terdiri atas:
a. Kawasan Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende;
b. Kawasan Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai
Barat; dan

- 66 -
c. Kawasan Taman Nasional Matalawa (Manupeu-Tanadaru di
Kabupaten Sumba Tengah dan Laiwangi-Wanggameti di
Kabupaten Sumba Timur).
(8) Kawasan taman nasional laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g terdiri atas:
a. Kawasan Taman Nasional Laut Komodo di Kabupaten Manggarai
Barat; dan
b. Kawasan Taman Nasional Laut Selat Pantar di Kabupaten Alor.

(9) Kawasan taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h memiliki luas total ± 3.053 Ha yang terdiri atas:
a. Taman Hutan Raya Prof. Ir. Herman Yohannes di Kabupaten
Kupang; dan
b. Taman Hutan Raya Wolobobo di Kabupaten Ngada.
(10) Kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf i memiliki luas total ± 42.669 Ha, terdiri atas:
a. Kawasan Taman Wisata Alam Tuti Adagae di Kabupaten Alor;
b. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Boleng I di Kabupaten
Ende dan Kabupaten Sikka;
c. Kawasan Taman Wisata Alam Kemang Boleng II di Kabupaten
Ende dan Kabupaten Sikka;
d. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Besar di Kabupaten Sikka;
e. Kawasan Taman Wisata Alam Pulau Menipo di Kabupaten
Kupang;
f. Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng di Kabupaten Manggarai;
g. Kawasan Taman Wisata Alam Egon Illimedo di Kabupaten Sikka;
dan
h. Kawasan Taman Wisata Pulau Batang di Kabupaten Alor.
(11) Kawasan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf i terdiri atas :
a. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang terdapat di
Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Rote Ndao;
b. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gugus Pulau Teluk Maumere
di Kabupaten Sikka;
c. Kawasan Taman Wisata Alam Laut Tujuh Belas Pulau Riung di
Kabupaten Ngada; dan
d. Kawasan Taman Wisata Alam Laut di Alor.

- 67 -
(12) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf k tersebar di seluruh wilayah Provinsi,
terdiri atas :
a. Kawasan Kapela Tuan Ma Larantuka di Kabupaten Flores Timur;
b. Kawasan Meriam Jepang dan Tugu Jepang di Kota Kupang;
c. Kawasan Gereja Tua di Kota Kupang;
d. Kawasan Gua Alam Baumata di Kabupaten Kupang;
e. Kawasan Cagar Budaya Laitarung di Kabupaten Sumba Tengah;
dan
f. Kawasan Cagar Budaya berupa kampung adat yang terdapat di
Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sumba Tengah, Sumba Barat,
Sumba Timur, Sumba Barat Daya, Ngada, Nagekeo, Timor
Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Ende, dan Belu.

15. Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

(1) Kawasan rawan beresiko bencana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 19 ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. kawasan beresiko longsor dan gerakan tanah;
b. kawasan beresiko banjir dan banjir bandang;
c. kawasan beresiko gempa bumi dan tsunami;
d. kawasan beresiko kebakaran lahan dan hutan;
e. kawasan beresiko letusan gunung api;
f. kawasan beresiko cuaca ekstrim;
g. kawasan beresiko abrasi;
h. Kawasan puting beliung berpotensi semua kawasan;dan
i. Kawasan kekeringan berpotensi di semua Kabupaten/Kota
kecuali spot tertentu di Kabupaten Ngada, Nagekeo, Manggarai,
Manggarai Timur dan Manggarai Barat.
(2) Kawasan dengan resiko longsor dan gerakan tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Kabupaten Kupang,
Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara,
Kabupaten Belu, Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, Kabupaten
Flores Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Ngada,
Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten
Manggarai, danKabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Sumba
Tengah.

- 68 -
(3) Kawasan dengan resiko banjir dan banjir bandang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di sepanjang DAS Benenain
di KabupatenTimor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan
bermuara di Kabupaten Malaka. Selain itu sepanjang DAS Noelmina
di Kabupaten Kupang (Amfoang, Takari) dan KabupatenTimor Tengah
Selatan (Dataran Bena),Ndona di Kabupaten Ende, Flores Timur dan
Kefamenanu di KabupatenTimor Tengah Utara. Kawasan dengan
resiko tinggi banjir disertai longsor ada di Kabupaten Ende, Flores
Timur, Lembata, Kupang, Manggarai, Manggarai Barat, Ngada, Timor
Tengah Selatan, Sikka, Sumba Timur, Sumba Barat dan DAS Aesesa
yang mencakup kelurahan Dhawe, Kelurahan Danga, Desa
Nggolombay, Kecamatan Mauponggo di Kecamatan Keo Tengah
Kabupaten Nagekeo,di Kali Herawu Desa Raedewa Kabupaten Sabu
Raijua.
(4) Kawasan beresiko gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdapat diwilayah utara pulau Alor, (Kokar, Kalabahi,
Bukapiting), Wilayah utara pulau Flores (Toriang Bay, Saramba,
Pulau Babi, Maumere, Lewotolo), Sumba bagian barat (Waikabubak,
Tambolaka), Pulau Lembata (Balauring, Wairiang) dan Pulau Timor.
Sedangkan kawasan dengnan resiko tinggi tsunami terdapat di Pesisir
selatan Pulau Timor (Tablolong, Nisum, Toeneke, Kolbano, Boking,
Besikama), Pesisir selatan Pulau Rote (Manuk, Landu, Eahun dan
Oelulu), Pesisir Selatan Pulau Sumba (Manukangga, Nggongi,
Praigoga, Wanokaka), Pesisir Utara Pulau Flores (Toriangbay,
Saramba, Pulau Babi, Lewotolo, Maumere), Pesisir Kepulauan Alor
(Batulolong, Marintang, Pantar, Matang), dan pesisir utara Pulau
Lembata (Balauring, Wairiang).
(5) Kawasan beresiko kebakaran lahan dan hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota
di wilayah Provinsi.
(6) Kawasan beresiko letusan gunung api sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terdapat disekitar Gunung Api Lewotobi Laki laki,
Gunung Api Lewotobi perempuan, dan Gunung Api Ile Boleng (Pulau
Adonara) di Kabupaten Flores Timur, Gunung Api Egon, Gunung Api
Roka Tenda (Pulau Palue) di Kabupaten Sikka. Gunung Api Kelimutu
dan Gunung Api Ia di Kabupaten Ende, Gunung Api Ebulobo di
Kabupaten Nagekeo, Gunung Api Inelika dan Gunung Api Inerie di
Kabupaten Ngada, Gunung Api Ranaka di Kabupaten Manggarai,

- 69 -
Gunung Api Lewotolok dan Gunung Api Batutara di Kabupaten
Lembata, Gunung Api Sirung di Kabupaten Alor (Pulau Pantar).
(7) Kawasan cuaca ekstrim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
terdapat di Kupang, Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Kabupaten Ende, Maumere Kabupaten Sikka, Waingapu Kabupaten
Sumba Timur, Ruteng Kabupaten Manggarai, Labuan Bajo
Kabupaten Manggarai Barat.

(8) Kawasan abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g


terdapat di Waikahak, Patiate, Prikalogu, Tarimbang, Wahang, Tawui,
Melolo, Rambangaru di Pulau Sumba, Oesapa, Kelapa Lima,
Namosain di pesisir Kota Kupang, Boking, Kolbano, Toineke,
Tablolong di pesisir selatan pulau Timor dan Maritaing, Erana,
Batulolong, Buraga, Kui, di pesisir selatan Pulau Alor dan seluruh
kawasan pesisir.
(9) Pada kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3), ditetapkan arahan penanganan kawasan rawan
bencana, terdiri atas:
a. arahan penataan ruang kawasan rawan bencana longsor, terdiri
atas:
1. pemeliharaan vegetasi di bagian gunung yang memiliki tingkat
ketinggian >2000 m dpl dan memiliki kelerengan >30%;
2. penanaman vegetasi seperti pepohonan untuk mengendalikan
kecepatan aliran air dan erosi tanah pada sempadan sungai;
3. prioritas kegiatan penanaman vegetasi yang berfungsi untuk
perlindungan kawasan tanah longsor;
4. penentuan ruang evakuasi dari permukiman penduduk;
5. penetapan ruang evakuasi bencana pada zona aman; dan
6. penyediaan sistem peringatan dini terkait jenis bencana.
b. arahan penataan ruang kawasan rawan bencana banjir, terdiri
atas:
1. pembebasan kawasan terbangun pada kawasan rawan banjir
sebagai kawasan hijau;
2. penyediaan kelengkapan/sarana prasarana perlindungan
bencana;
3. pengaturan intensitas, bentuk bangunan yang terkait zona
kerentanan;

- 70 -
4. penentuan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;
5. penetapan ruangevakuasi bencana pada zona aman; dan
6. penyediaan sistem peringatan dini terkait jenis bencana.

16. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) huruf f, terdiri atas:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi;
c. kawasan perlindungan terhadap air; dan
d. kawasan rawan gerakan tanah.
(2) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki luas total kurang lebih176 Ha.
(3) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan Danau Kelimutu di Kabupaten Ende;
b. Kawasan Mata Air Panas Detusuko di Kabupaten Ende;
c. Kawasan Mata Air Panas Tuti Adagai di Kabupaten Alor;
d. Kawasan Mata Air Panas Soa Mengeruda di Kabupaten Ngada;
e. Kawasan Mata Air Panas Heras di Kabupaten Flores Timur; dan
f. Kawasan Mata Air Panas Boto di Kabupaten Lembata.
(4) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan rawan bencana gempa terdapat di Kabupaten Ende,
Kabupaten Sikka, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten
Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai
Timur, Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata dan Gunung
Ebulobo di Kabupaten Nagekeo;
b. kawasan rawan bencana gelombang pasang dan tsunami
terdapat di Maumere Kabupaten Sikka, Daerah Atapupu/Pantai
Utara Belu, Pantai Selatan Pulau Sumba, Pantai Utara Ende,
Pantai Utara Flores Timur, Pantai Selatan Lembata, dan Pantai
Selatan Pulau Timor, Pantai Selatan Pulau Sabu dan Pantai

- 71 -
Selatan Pulau Rote, Teluk Kupang, Pantai Selatan Timor Tengah
Selatan sampai Malaka, pantai utara Kabupaten Manggarai
Barat sampai Nangalili dan sepanjang Pantai Utara Kabupaten
Nagekeo.

c. kawasan rawan bencana gunung berapi meliputi :


1. Kawasan Gunung Inelika, Gunung Ile Lewotolo, Gunung Ile
Boleng, Gunung Lereboleng, Gunung Lewotobi Laki-laki dan
Gunung Lewotobi Perempuan di Kabupaten Flores Timur;
2. Kawasan Gunung Anak Ranakah di Kabupaten Manggarai;
3. Kawasan Gunung Iya dan Gunung Kelimutu di Kabupaten
Ende;
4. Kawasan Gunung Inerie di Kabupaten Ngada;
5. Kawasan Gunung Ebulobo di Kabupaten Nagekeo;
6. Kawasan Gunung Rokatenda dan Gunung Egon di
Kabupaten Sikka;
7. Kawasan Gunung Sirung di Kabupaten Alor; dan
8. Kawasan Gunung Batutara dan Gunung Ile Ape di
Kabupaten Lembata.
(5) Kawasan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di
wilayah Provinsi.
(6) Kawasan rawan gerakan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d terdapat di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor
Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu,
Kabupaten Alor, Kabupaten Lembata, Kabupaten Flores Timur,
Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende, Kabupaten Nagekeo,
Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten
Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Sumba Barat
Daya, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Tengah dan
Kabupaten Sumba Timur.

17. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26

- 72 -
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) huruf g, terdiri atas:
a. kawasan taman buru;
b. kawasan perlindungan plasma nutfah;
c. kawasan pengungsian satwa;
d. kawasan terumbu karang; dan
e. kawasan koridor jenis satwa/biota laut yang dilindungi.
(2) Kawasan taman buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. Kawasan Taman Buru Dataran Bena di Kabupaten Timor Tengah
Selatan;
b. Kawasan Taman Buru Manifo di Kabupaten Kupang; dan
c. Kawasan Taman Buru Pulau Ndana di Kabupaten Rote Ndao.
(3) Kawasan taman buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
memiliki luas total ± 5.437 Ha.
(4) Kawasan perlindungan plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Riung di Kabupaten
Manggarai;
b. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Maubesi di Kabupaten
Belu;
c. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Way Wull/Mburak di
Kabupaten Manggarai Barat;
d. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Watu Ata di Kabupaten
Ngada;
e. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah Wolo Tadho di Kabupaten
Ngada; dan
f. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah di Kabupaten Timor
Tengah Selatan yaitu Oebelo-Tuafanu-Toineke.
(5) Kawasan pengungsian satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan Perairan Laut Flores;
b. Kawasan Perairan Laut Sawu;
c. Kawasan Perairan Laut Alor; dan
d. Kawasan Perairan Laut Timor.
(6) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, terdiri atas:
a. Kawasan Terumbu Karang Laut Flores;

- 73 -
b. Kawasan Terumbu Karang Laut Sawu; dan
c. Kawasan Terumbu Karang Laut Timor.
(7) Kawasan koridor jenis satwa/biota laut yang dilindungi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas:
a. Kawasan Komodo di Kabupaten Manggarai Barat;
b. Kawasan Perairan selat Sumba;
c. Kawasan Perairan selat Lewotobi;
d. Kawasan Perairan selat Lamalera;
e. Kawasan Perairan selat Ombai;
f. Kawasan Perairan selat Rote;
g. Kawasan Perairan Pulau Rote;
h. Kawasan Perairan Laut Flores;
i. Kawasan Perairan Laut Sawu; dan
j. Kawasan Perairan Laut Timor.

18. Ketentuan Pasal 27 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 27

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf


b, terdiri atas :
a. kawasan pemanfaatan hutan produksi;
b. kawasan pemanfaatan hutan rakyat;
c. kawasan pemanfaatan pertanian;
d. kawasan pemanfaatan perikanan;
e. kawasan pemanfaatan pertambangan;
f. kawasan pemanfaatan industri;
g. kawasan pemanfaatan pariwisata; dan
h. kawasan pemanfaatan permukiman.

19. Judul Paragraf 2 Bagian Ketiga BAB IV dan Ketentuan Pasal 28 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Paragraf 2
Kawasan Pemanfaatan Hutan Produksi
Pasal 28
(1) Kawasan pemanfaatan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan pemanfaatan hutan produksi tetap;
b. kawasan pemanfaatan hutan produksi terbatas; dan

- 74 -
c. kawasan pemanfaatan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan pemanfaatan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdapat di Kabupaten Kupang, Timor Tengah
Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores
Timur, Sikka, Ende, Nagakeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai
Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, dan Sumba
Timur dengan luas total ± 291.654 Ha.
(3) Kawasan pemanfaatan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdapat di Kabupaten Kupang, Timor Tengah
Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Flores Timur, Sikka, Ende,
Nagekeo, Manggarai Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba
Timur dengan luas total ± 169.707 Ha.
(4) Kawasan pemanfaatan hutan produksi yang dapat dikonversi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Kota Kupang,
Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Belu, Flores Timur, Ende,
Ngada, Nagakeo, Manggarai Timur, Manggarai, dan Sumba Timur,
dengan luas total ± 86.546 Ha.

20. Judul Paragraf 4 Bagian Ketiga BAB IV dan Ketentuan Pasal 30 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:

Paragraf 4
Kawasan Pemanfaatan Pertanian

Pasal 30
(1) Kawasan pemanfaatan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. kawasan pemanfaatan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pemanfaatan pertanian hortikultura;
c. kawasan pemanfaatan perkebunan;
d. kawasan pemanfaatan peternakan; dan
e. lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2) Kawasan pemanfaatan pertanian tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di seluruh Kabupaten/Kota di
wilayah Provinsi.
(3) Kawasan pemanfaatan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdapat di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi.
(4) Kawasan pemanfaatan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, terdiri atas:

- 75 -
a. kawasan pemanfaatan perkebunan kelapa dan kopi terdapat di
Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba
Barat Daya, Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada,
Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Alor, Belu, Timor
Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, dan Sabu Raijua;
b. kawasan pemanfaatan perkebunan cengkeh terdapat di Kabupaten
Alor, Ende, Flores Timur, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat,
Manggarai Timur, Nagakeo, Ngada, Sikka, Sumba Barat, Sumba
Barat Daya, Sumba Tengah, Sumba Timur, dan Timor Tengah
Utara;
c. kawasan pemanfaatan perkebunan jambu terdapat di seluruh
Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi;
d. kawasan pemanfaatan perkebunan kemiri terdapat di Kabupaten
Sumba Timur, Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur,
Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Belu, Timor
Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Sabu Raijua, dan
Kota Kupang;
e. kawasan pemanfaatan perkebunan kapuk terdapat di Kabupaten
Sumba Timur, Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur,
Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Alor, Belu, Timor
Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Rote Ndao, dan Sabu
Raijua;
f. kawasan pemanfaatan perkebunan jarak terdapat di Kabupaten
Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya,
Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Belu, Timor Tengah Utara, Timor
Tengah Selatan, dan Sabu Raijua;
g. kawasan pemanfaatan perkebunan vanili terdapat di Kabupaten
Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya,
Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo,
Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Alor, Belu, Timor Tengah
Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, dan Sabu Raijua;
h. kawasan pemanfaatan perkebunan pinang terdapat di Kabupaten
Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba Barat Daya,
Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo,
Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Alor, Belu, Timor Tengah
Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Rote Ndao, dan Sabu Raijua;
i. Kawasan pemanfaatan perkebunan tebu di Kabupaten Sumba
Timur;

- 76 -
j. Kawasan Pemanfaatan Perkebunan Kelor tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota;
k. Kawasan Pemanfaatan Sakura Sumba di Kabupaten Sumba;
l. Kawasan Pemanfaatan Putak tersebar di seluruh Kabupaten/Kota;
dan
m. Kawasan pemanfaatan pengembangan komoditas lainnya tersebar
di seluruh kabupaten/Kota.
(5) Kawasan pemanfaatan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d terdiri atas:
a. Kawasan pemanfaatan peternakan sapi potong terdapat di Kota
Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Belu, Kabupaten
Ngada, Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Rote Ndao;
b. Kawasan pemanfaatan peternakan sapi perah terdapat di
Kabupaten Belu;
c. Kawasan pemanfaatan peternakan kerbau terdapat di Kabupaten
Ngada, Manggarai Barat, Sumba Timur dan Sumba Barat;
d. Kawasan pemanfaatan peternakan kambing terdapat di Kabupaten
Flores Timur, Sumba Timur dan Rote Ndao;
e. Kawasan pemanfaatan peternakan babi terdapat di Kabupaten
Flores Timur, Sikka, Ende dan Ngada;
f. Kawasan pemanfaatan peternakan ayam buras terdapat di
Kabupaten Kupang; dan
g. Kawasan pemanfaatan peternakan daerah kawasan perbatasan
terdapat di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Belu dan
Malaka.
(6) Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan di masing-masing
Kabupaten/Kota diatur lebih lanjut berdasarkan kriteria, syarat dan
mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan.

21. Judul Paragraf 5 Bagian Ketiga BAB IV diubah dan Ketentuan Pasal 31
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 5
Kawasan Pemanfaatan Perikanan
Pasal 31

- 77 -
(1) Kawasan pemanfaatan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. pemanfaatan perikanan tangkap;
b. kawasan pemanfaatan perikanan budidaya;
c. kawasan pengolahan ikan;dan
d. Kawasan Pengolahan Tambak Garam.
(2) Kawasan pemanfaatan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi.
(3) Kawasan pemanfaatan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi.
(4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, tersebar diseluruh Kabupaten/Kota di Provinsi NTT.
(5) Kawasan pemanfaatan Pengolahan Garam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi.
(6) Kawasan pengembangan minapolitan untuk perikanan tangkap dan
perikanan budidaya di Kabupaten Sumba Timur, Sikka, Lembata, Rote
Ndao, Alor, Kota Kupang.
(7) Kawasan pengembangan komoditas garam rakyat di Kabupaten
Nagekeo (Desa Waekokak), Ende, Timor Tengah Utara, Kupang,
Lembata, Sabu Raijua, Timor Tengah Selatan, Malaka dan Alor.

22. Judul Paragraf 6 Bagian Ketiga BAB IV diubah dan Ketentuan Pasal 32
diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 6
Kawasan Pemanfaatan Pertambangan
Pasal 32
(1) Kawasan pemanfaatan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) huruf e, terdiri atas:
a. kawasan pemanfaatan pertambangan mineral;
b. kawasan pemanfaatan pertambangan minyak dan gas bumi;
c. kawasan pemanfaatan pertambangan panas bumi; dan
d. kawasan pemanfaatan pertambangan rakyat.
(2) Kawasan pemanfaatan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, yaitu berupa pertambangan tembaga, mangan,
besi, timah, emas, seng, perak, nikel, timbal, batu, pasir, marmer, batu

- 78 -
gamping, zeolit dan lempung, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di
wilayah Provinsi.

(3) Kawasan pemanfaatan pertambangan minyak dan gas bumi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Kabupaten
Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Rote Ndao, dan
Kabupaten Sabu Raijua.
(4) Kawasan pemanfaatan pertambangan panas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Kabupaten Manggarai,
Ngada, Ende, Lembata, dan Alor.
(5) Kawasan pemanfaatan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsi.

23. Judul Paragraf 7 Bagian Ketiga BAB IV diubah dan Ketentuan Pasal 33
diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Paragraf 7
Kawasan Pemanfaatan Industri

Pasal 33
(1) Kawasan pemanfaatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) huruf f, terdiri atas:
a. kawasan pemanfaatan sentra industri kecil (rumah tangga) dan
menengah (SIKIM); dan
b. kawasan pemanfaatan industri besar.
(2) Kawasan pemanfaatan sentra industri kecil (rumah tangga) dan
Menengah (SIKIM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas:
a. kawasan pemanfaatan industri kain tenun terdapat di seluruh
Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi;
b. kawasan pemanfaatan industri meubel terdapat di seluruh
Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi;
c. kawasan pemanfaatan industri makanan dan minuman terdapat
di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi;
d. kawasan pemanfaatan industri kerajinan untuk souvenir terdapat
di seluruh Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi;
e. kawasan pemanfaatan industri pengolahan kopi terdapat di
Kabupaten Manggarai, Ngada, Ende, dan Sikka;

- 79 -
f. kawasan pemanfaatan industri pengolah kemiri terdapat di Kota
Kupang, Kabupaten Ngada, Manggarai, Ende, Kabupaten Kupang,
dan Sumba Barat Daya;
g. kawasan pemanfaatan industri pengolahan kelapa terdapat di
seluruh Kabupaten/Kota;
h. kawasan pemanfaatan industri pengolahan mente terdapat di
Kabupaten Ende dan Sikka;
i. kawasan pemanfaatan industri pengolahan ikan terdapat di
seluruh Kabupaten/Kota;
j. kawasan pemanfaatan industri pengolahan daging terdapat di
seluruh Kabupaten dan Kota;
k. kawasan pemanfaatan industri mutiara tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota;
l. kawasan pemanfaatan industri Pengolahan Minyak Atsiri tersebar
di seluruh Kabupaten/Kota;
m. kawasan pemanfaatan industri Gerabah tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota;
n. kawasan pemanfaatan industri Pengolahan Kakao tersebar di
seluruh Kabupaten/Kota;
o. kawasan pemanfaatan industri Pengolahan garam tersebar di
seluruh Kabupaten/Kota; dan
p. kawasan pemanfaatan industri pandai besi tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota.
(3) Kawasan pemanfaatan industri besar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b tersebar di seluruh Kabupaten/Kota.

24. Judul Paragraf 8 Bagian Ketiga BAB IV dan ketentuan Pasal 34 diubah
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 8
Kawasan Pemanfaatan Pariwisata
Pasal 34
(1) Kawasan pemanfaatan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 huruf g terdiri atas:
a. kawasan pemanfaatan pariwisata alam;
b. kawasan pemanfaatan pariwisata budaya;
c. kawasan pemanfaatan pariwisata buatan/taman rekreasi;
d. Kawasan pengembangan pariwisata provinsi;
e. Kawasan Strategis Pariwisata Provinsi; dan
f. Kawasan pariwisata minat khusus.

- 80 -
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Kawasan Taman Nasional Komodo, Kawasan Danau Sano
Nggoang di Kabupaten Manggarai Barat;
b. Kawasan Taman Nasional Kelimutu di Kabupaten Ende;
c. Kawasan Taman Laut Tujuh Belas Pulau Riung di Kabupaten
Ngada;
d. Kawasan Taman Laut Teluk Maumere dan Kawasan Koka di
Kabupaten Sikka;
e. Kawasan Taman Laut di Pulau Kepa dan Pantai Moru di
Kabupaten Alor;
f. Kawasan Taman Laut Teluk Kupang di Kabupaten dan Kota
Kupang dan Kawasan Liman pulau Semau di Kabupaten Kupang;
g. Kawasan Pantai Nembrala – Boa dan Kawasan Mulut Seribu di
Kabupaten Rote Ndao;
h. Kawasan Pantai Kolbano di Kabupaten Timor Tengah Selatan;
i. Kawasan Wisata Gunung Mutis diKabupaten Timor Tengah
Selatan;
j. Kawasan Pantai, gua alam dan air terjun di Kabupaten Sumba
Tengah;
k. Kawasan gunung Ebulobo di Kabupaten Nagekeo;
l. Kawasan Danau Ranamese di Kabupaten Mangarai Timur;
m. Kawasan Wee Liang di Kabupaten Sumba Barat;
n. Kawasan Danau Asmara dan Kawasan Ile Boleng di Kabupaten
Flores Timur;
o. Kawasan Tanjung Bastian di Winni dan Kawasan Insana
diKabupaten Timor Tengah Utara;
p. Kawasan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Belu; dan
q. Kawasan Kalaba Madja di Kabupaten Sabu Raijua.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Kawasan Atraksi Pasola di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba
Barat Daya;
b. Kawasan Prosesi Jumat Agung di Kabupaten Flores Timur;
c. Kawasan Perburuan Paus di Lamalera di Kabupaten Lembata;
d. Perkampungan Adat di Bena, di Kabupaten Ngada;

- 81 -
e. Kampung adat Koanara dan Kampung adat Wologai di Kabupaten
Ende;
f. Kampung adat Ratenggaro dan Kampung adat Umbu Koba di
Kabupaten Sumba Barat Daya;
g. Kampung adat Tarung di Kabupaten Sumba Barat;
h. Kampung adat Laitarung di Kabupaten Sumba Tengah;
i. Kampung adat Wunga, Kampung adat Raja Lewa Paku dan
Kampung Adat Karera di Kabupaten Sumba Timur;
j. Kampung adat Boti di Kabupaten Timor Tengah Selatan;
k. Kampung Namata dan Situs Dara Rae Ba di Kabupaten Sabu
Raijua;
l. Kampung Tamkesi di Kabupaten Timor Tengah Utara;
m. Kawasan Homo Florencis Liangboa di Kabupaten Manggarai;
n. Situs arkeologi Olabula di Kabupaten Nagekeo;
o. Kuburan Megalitik di Kabupaten Sumba Timur, Sumba Tengah
dan Sumba Barat, Sumba Barat Daya; dan
p. Kawasan atraksi seni budaya di seluruh Kabupaten/Kota.
(4) Kawasan pemanfaatan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c yaitu berupa wisata pemancingan di Perairan
Tablolong Kabupaten Kupang, Wisata Mangrove di Kabupaten Sikka,
Situs Bung Karno di Kabupaten Ende, dan Taman Nostalgia, Gua
Monyet, Batu Kepala di Kota Kupang.
(5) Kawasan Pengembangan Pariwisata Provinsi (KPPP), sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. KPPP Komodo dan sekitarnya;
b. KPPP Labuhan Bajo dan sekitarnya;
c. KPPP Ruteng dan sekitarnya;
d. KPPP Bajawa dan sekitarnya;
e. KPPP Mbay dan sekitarnya;
f. KPPP Ende-Kelimutu dan sekitarnya;
g. KPPP Meumere–Sikka dan sekitarnya;
h. KPPP Waingapu–Laiwangi Wanggameti dan sekitarnya;
i. KPPP Waikabubak–Manupeu-Tanah Daru dan sekitarnya;
j. KPPP Anakalang dan sekitarnya;
k. KPPP Tambolaka dan sekitarnya;
l. KPPP Larantuka dan sekitarnya;
m. KPPP Lembata dan sekitarnya;
n. KPPP Alordan sekitarnya;

- 82 -
o. KPPP Nemberala–Rotendao dan sekitarnya;
p. KPPP Kupang–TTS dan sekitarnya;
q. KPPP TTU-Belu-Malaka dan sekitarnya; dan
r. KPPP Sabu Raijua dan sekitarnya.
(6) Kawasan strategis pariwisata Provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. Lasiana-Kota Kupang dan sekitarnya;
b. Tablolong-Kota kupang dan sekitarnya;
c. Oetune-TTS dan sekitarnya;
d. Tanjung Bastian-TTU dan sekitarnya;
e. Kolam susuk - Belu dan sekitarnya;
f. Malaka dan sekitarnya;
g. Seba-Sabu dan sekitarnya;
h. Ba’a –Rote dan sekitarnya;
i. Alor kecil-Kalabahi dan sekitarnya;
j. Lamalera-Lembata dan sekitarnya;
k. Labuan Bajo-Macang Pacar dan sekitarnya;
l. Liang Bua-ruteng dan sekitarnya;
m. Borong dan sekitarnya;
n. Riung-Ngada dan sekitarnya;
o. Mbay dan sekitarnya;
p. Ende dan sekitarnya;
q. Teluk Maumere dan sekitarnya;
r. Larantuka dan sekitarnya;
s. Waengapu-Laiwangi-Wanggameti dan sekitarnya;
t. Nihiwatu-Waekabubak dan sekitarnya;
u. Kodi-Ratenggara-Tambolaka dan sekitarnya; dan
v. Laitarung-Anakalang dan sekitarnya.
(7) Kawasan wisata minat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f tersebar di seluruh Kabupaten /Kota di seluruh Provinsi NTT.

25. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

- 83 -
Pasal 36
Klaster-klaster pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dikembangkan dengan arahan sebagai berikut :
a. menonjolkan ciri kawasan berdasarkan konsep pengembangan yang
telah ditetapkan di masing-masing klaster, sebagai aset lokal yang
berkelanjutan, yang harus dipertahankan dan dilestarikan;
b. memanfaatkan pariwisata alam laut dan darat yang bersifat
ekowisata;
c. turut serta dalam konservasi alam dan melestarikan alam;
d. mengembangkan wisata budaya dan ritual keagamaan dengan
penyelenggaraan atraksi budaya;
e. menghindari kawasan terbangun untuk pariwisata pantai dan laut
sehingga dapat menikmati keindahan alami panorama pesisir pantai
dan laut;
f. kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan pariwisata tidak
dapat dialihfungsikan sebagai kawasan peruntukan lainnya yang
dapat merusak fungsi pariwisata alam kawasan;
g. mempertahankan dan meningkatkan pengembangan
Kabupaten/Kota yang memiliki potensi sub sektor pariwisata;
h. menyediakan sarana dan prasarana pendukung pariwisata;
i. mengembangkan kawasan pariwisata alam yang tanggap dengan
kemungkinan adanya bencana alam baik di darat dan di laut;
j. meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata
sebagai mitra kerja dalam bidang pelayanan prima di kawasan wisata
potensial; dan
k. melakukan penyusunan sistem data dan informasi kawasan
pariwisata sebagai paket wisata wilayah Provinsi.

26. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 39
(1) Kawasan strategis yang terdapat di Provinsi terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Nasional; dan
b. Kawasan Strategis Provinsi.
(2) Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas :
a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan Negara, yaitu :

- 84 -
1. Kawasan perbatasan darat Republik Indonesia dengan Negara
Timor Leste;
2. Kawasan perbatasan laut Republik Indonesia termasuk 5
(lima) pulau kecil terluar dengan Negara Timor Leste dan
Australia yaitu Pulau Alor, Batek, Dana, Ndana, dan
Mengkudu;
3. Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan
dan pertahanan negara berdasarkan geostrategik nasional;
dan
4. Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer,
daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan
lainnya, gudang amunisi, daerah ujicoba persenjataan,
dan/atau kawasan industri sistem pertahanan.
b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi yaitu berupa
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Mbay; dan
c. Kawasan strategis dari sudut kepentingan lingkungan hidup
yaitu berupa Kawasan Taman Nasional Komodo.
(3) Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas :
a. Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi terdiri atas :
1. Kawasan Mena di Kabupaten Timor Tengah Utara dan
Kabupaten Belu;
2. Kawasan Tenau-Bolok di Kota Kupang dan Kabupaten
Kupang;
3. Kawasan Nebe-Konga di Kabupaten Flores Timur dan
Kabupaten Sikka;
4. Kawasan Witihama Adonara di Kabupaten Flores Timur;
5. Kawasan Lamalera-Kalikasa-Lerek di Kabupaten Lembata;
6. Kawasan Nangaroro dan Nangapanda di Kabupaten Nagekeo
dan Kabupaten Ende;
7. Kawasan Buntal di Kabupaten Manggarai Timur;
8. Kawasan Wae Jamal di Lembor di Kabupaten Manggarai dan
Kabupaten Manggarai Barat;

- 85 -
9. Kawasan Waikelo di Kabupaten Sumba Barat Daya dan
Kabupaten Sumba Barat;
10. Kawasan Wanokaka di Kabupaten Sumba Barat dan
Kabupaten Sumba Tengah;
11. Kawasan Waepesi di Kabupaten Manggarai, Kabupaten
Manggarai Timur dan Kabupaten Ngada;
12. Kawasan Lembata Selatan di Kabupaten Lembata;
13. Kawasan Maurole-Magepanda di Kabupaten Ende dan
Kabupaten Sikka; dan
14. Kawasan Kanatang di Kabupaten Sumba Timur.
b. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya
terdiri atas:
1. Kawasan Larantuka di Kabupaten Flores Timur;
2. Kawasan Wanokaka di Kabupaten Sumba Barat dan
Kabupaten Sumba Barat Daya; dan
3. Kawasan Suku Terasing (Suku Boti) di Kabupaten Timor
Tengah Selatan.
c. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup terdiri atas:
1. Kawasan Taman Nasional Perairan Laut Sawu di 10
Kabupaten antara lain KabupatenKupang, TTS, Sabu Raijua,
Rote Ndao, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat,
Sumba Barat Daya, Manggarai dan Manggarai Barat;
2. Kawasan Noelmina di Kabupaten Kupang dan Kabupaten
Timor Tengah Selatan;
3. Kawasan Benanain di Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Malaka dan
Kabupaten Belu;
4. Kawasan Konservasi Kelimutu di Kabupaten Ende;
5. Kawasan Konservasi Riung di Kabupaten Ngada;
6. Kawasan Konservasi Laut Sawu;
7. Kawasan Konservasi Laut Flores;

- 86 -
8. Kawasan Satuan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu yang
meliputi:
a) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Selat Ombai – Laut
Banda;
b) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Laut Sawu I;
c) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Laut Sawu II;
d) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Laut Sawu III;
e) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Laut Flores;
f) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Selat Sumba;
g) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Laut Timor;
h) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Laut Hindia; dan
i) Satuan Wilayah Pesisir Laut Terpadu Selat Sape.
d. Kawasan strategis lainnya yaitu berupa Kawasan Pendukung
Strategis Perbatasan sebagai penunjang Kawasan Strategis
Nasional perbatasan darat dan laut dengan Negara Timor Leste
dan Australia terdiri atas Kawasan Amfoang di Kabupaten
Kupang, sebagai penunjang kawasan perbatasan dengan Distrik
Oekusi.
(4) Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:250.000, adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Penetapan Kawasan Strategis Provinsi akan ditindaklanjuti dengan
penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi dengan
Peraturan Daerah.
27. Ketentuan Pasal 54 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 54
(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar
wilayah, dibentuk Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

- 87 -
Pasal II
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur.

Ditetapkan di Kupang
pada tanggal 2018
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR,

VIKTOR BUNGTILU LAISKODAT

Diundangkan di Kupang
pada tanggal 2018
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR,

BENEDIKTUS POLO MAING

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2018


NOMOR

NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR :

- 88 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NOMOR TAHUN 2018
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2010-2030

I. UMUM
Pemerintah Provinsi telah memiliki Peraturan Daerah Provinsi Nomor
1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2010-2030. Jangka waktu Rencana Tata Ruang
Wilayah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah :
a. Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Timur adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
b. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial
wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan,
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
c. Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dilakukan apabila terjadi
perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang provinsi dan/atau dinamika internal wilayah.
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah, maka strategi dan arah kebijakan pemanfaatan ruang wilayah
nasional perlu dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.

Bahwa Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1


Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2010-2030 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
- 89 -
dewasa ini sehingga perlu ditinjau kembali. Revisi terhadap rencana tata
ruang wilayah dilakukan berdasarkan prosedur penyusunan dan prosedur
penetapan rencana tata ruang sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
Berdasarka pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas maka perlu
menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2010-2030.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR

- 90 -

Anda mungkin juga menyukai