Anda di halaman 1dari 31

ii

ii

MAKALAH ASUHAN KEPERAWTAN GANGGUAN JIWA PSIKOTIK,


GELANDANGAN DAN PENGGUNA NAPZA

Makalah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Kesehatan Jiwa II

Yang dibina oleh ibu Trimeilia Suprihatiningsih., S.Kep.,M.Kes

Disusun oleh
1. Khotijah Safinaturrohmah (108116040)
2. Nurul Abibah (108116048)
3. Anjas Upi Rachmawati (108116056)
4. Novan Gumregah (108116064)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3B

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AKADEMIK 2018


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makaah tentang Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Khusus: Psikotik, Gelandangan Dan Pengguna
NAPZA sesuai dengan waktu yang telah diberikan, dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan namun demikian penyusun telah berusaha
semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini tidak menyimpang dari ketentuan-
ketentuan yang ada.

Atas dukungan dari berbagai pihak akhirnya penunyusun bisa menyelesaikan


makalah ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih
kepada Dosen yang mengajar mata kuliah Keperawatan Komunitas yang
memberikan pengajaran dan arahan dalam penyusunan makalah ini, dan tidak lupa
kepada teman-teman semua yang telah ikut berpartisipasi membantu penyusun
dalam upaya penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan mudah-mudahan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Cilacap, 01 Oktober 2018

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB II ................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................. 3
A. Pengertian Napza .................................................................................................. 3
1. Jenis Zat Adiktif ................................................................................................ 3
2. Akibat Penggunaan Zat Adiktif....................................................................... 4
3. Permasalahan Yang Sering Timbul ................................................................ 6
4. Tindakan ............................................................................................................ 8
5. Pencegahan Penyalahgunaan Napza ............................................................... 8
B. Gelandangan........................................................................................................ 10
1. Pengobatan ...................................................................................................... 10
2. Penatalaksanaan Pengobatan Untuk Klien Gelandangan .......................... 11
3. Terapi ............................................................................................................... 12
4. Diagnosis Keperawatan .................................................................................. 13
C. PSIKOTIK ........................................................................................................... 18
1. Definisi ............................................................................................................. 18
2. Etiologi ............................................................................................................. 18
3. Manifestasi klinis ............................................................................................ 18
4. Diagnosis .......................................................................................................... 20
5. Penatalaksanaan ............................................................................................. 22
6. Asuhan Keperawatan ..................................................................................... 24
BAB III......................................................................................................................... 26
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 26
B. Saran .................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 27
1

BAB II
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Gangguan jiwa atau mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh
seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya
tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah gangguan alam: cara
berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa)dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,
rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. Gangguan
Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan,
tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009). Gangguan Jiwa sesungguhnya
sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih
kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tingkat
berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila (Budiman, 2010).
2

B. Rumusan Masalah
1.

C. Tujuan
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Napza

Zat adiktif atau istilah yang paling dikenal kalangan masyarakat luas dengan
istilah narkoba adalah berasal dari kata narkotik dan bahan adiktif. Istilah tersebut
kemudian berkembang menjadi napza, yang merupakan kependekan dari narkotik,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Narkotik adalah obat-obatan yang
bekerja pada susunan saraf pusat dan digunakan sebagai analgesik (pengurang rasa
sakit) pada bidang kedokteran. Psikotropika adalah obat-obatan yang efek
utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, biasanya digunakan untuk
pengobatan gangguan kejiwaan. Bahan adiktif adalah bahan yang apabila
digunakan dapat menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Pemakai dapat
merasa tenang, merasa segar, bersemangat, menimbulkan efek halusinasi, dan
memengaruhi suasana perasaan pemakai. Efek inilah yang sering dimanfaatkan
pemakai saat ia merasa kurang percaya diri, khawatir tidak diakui sebagai kawan,
melarikan diri dari permasalahan, atau bahkan hanya untuk sekedar rekreasi
(bersenang-senang).
Tanpa disadari, narkoba sekali digunakan akan menimbulkan keinginan
mencoba lagi, merasakan lagi, dan mengulang terus sampai merasakan efek dari
obat-obatan yang dikonsumsi, yang akibatnya akan terjadi overdosis. Jika tidak
mengonsumsi, maka tidak tahan untuk memenuhi keinginannya, tetapi jika
mengonsumsi akan khawatir mati akibat overdosis. Hal ini merupakan lingkaran
setan. Oleh karena itu, narkoba sekali dicoba akan membelenggu seumur hidup.

1. Jenis Zat Adiktif


Saat membahas penyalahgunaan zat adiktif, maka akan ditemukan beberapa
istilah seperti zat adiktif, zat psikoaktif, dan narkotik.
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Zat psikoaktif adalah golongan zat
4

yang bekerja secara selektif terutama pada otak, sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi dan kesadaran seseorang. Ada
dua macam zat psikoaktif, yaitu bersifat adiksi dan nonadiksi. Zat psikoaktif yang
bersifat nonadiksi adalah obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa, psikotik,
dan obat antidepresi.
Narkotik adalah istilah yang muncul berdasar Undang-Undang Narkotika
Nomor 9 Tahun 1976, yaitu zat adiktif kanabis (ganja), golongan opioida, dan
kokain. Ketiga istilah ini sering disebut sebagai narkoba, yang kemudian
berkembang menjadi istilah napza.
2. Akibat Penggunaan Zat Adiktif
Seseorang yang menggunakan zat adiktif akan dijumpai gejala atau kondisi
yang disebut intoksikasi (teler) yaitu kondisi zat adiktif tersebut bekerja dalam
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan memori, perilaku, kognitif, alam
perasaan, dan kesadaran.
Apabila seseorang menggunakan berulang kali atau sering secara
berkesinambungan, maka akan dicapai suatu kondisi toleransi, yaitu terjadinya
peningkatan jumlah penggunaan zat adiktif untuk mencapai tujuan dari pengguna
(memerlukan dosis lebih tinggi untuk mencapai efek yang diharapkan). Kondisi
toleransi ini akan terus berlangsung sampai mencapai dosis yang optimal
(overdosis).
Pada pemakaian yang terus-menerus tercapai, maka menyebabkan tingkat
dosis toleransi yang tinggi. Pengguna zat adiktif bila menghentikan atau tidak
menggunakan zat adiktif lagi akan menimbulkan gejala-gejala sindroma putus zat
atau pasien dalam kondisi withdrawal.
Gejala-gejala intoksikasi dan putus zat berbeda untuk masing-masing zat,
seperti pada Tabel 17.2.

RENTANG RESPONS GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF


5

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

a. Eksperimental adalah kondisi penggunaan tahap awal, yang


disebabkan rasa ingin tahu. Biasanya dilakukan oleh remaja, yang sesuai
tumbuh kembangnya ingin mencari pengalaman baru atau sering juga
dikatakan sebagai taraf coba-coba.
b. Rekreasional adalah penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul
dengan teman sebayanya, misalnya waktu pertemuan malam minggu,
ulang tahun, dan sebagainya. Penggunaan ini bertujuan untuk rekreasi
bersama teman sebayanya.
c. Situasional merupakan penggunaan zat yang merupakan cara untuk
melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Biasanya individu
menggunakan zat bila sedang dalam konflik, stres, dan frustasi.
d. Penyalahgunaan adalah penggunaan zat yang sudah bersifat patologis,
sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung
selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku, serta
mengganggu fungsi peran di lingkungan sosialnya, pendidikan, dan
pekerjaan. Walaupun pasien menderita cukup serius akibat
menggunakan, pasien tersebut tidak mampu untuk menghentikan.
e. Ketergantungan adalah penggunaan zat yang sudah cukup berat,
sehingga telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis.
Ketergantungan fisik ditandai dengan kondisi toleransi dan sindroma
putus zat.

Zat Adiktif Yang Disalahgunakan


Zat adiktif yang biasa digunakan ini penting diidentifikasi untuk mengkaji
masalah keperawatan yang mungkin terjadi sesuai dengan zat yang digunakan.

Tabel17.1 Zat Adiktif yang Disalahgunakan


Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu,
kodein, petidin.
Kanabis Ganja (mariyuana), minyak hasish.
6

Kokain Serbuk kokain, daun koka.


Alkohol Semua minuman yang mengandung
ethyl alkohol, seperti brandy, bir,
wine, whisky, cognac, brem, tuak,
anggur cap orang tua, dan lain-lain.
Sedatif–Hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon,
dulomid, nipam, mandrax.
MDA (Methyl Dioxy Amphe tamine) Amfetamin, benzedrine, dexedrine
MDMA (Methyl Dioxy Meth Ekstasi
Amphetamine)
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung.
Solven & Inhalasia Glue (aica aibon), aceton, thinner,
N2O.
Nikotin Terdapat dalam tembakau.
Kafein Terdapat dalam kopi.
dan lain-lain

3. Permasalahan Yang Sering Timbul


Ada berbagai macam masalah kesehatan yang sering muncul pada keadaan
penyalahgunaan zat, antara lain sebagai berikut.
a. Ancaman Kehidupan (Kondisi Overdosis)

Tahap ini kondisi pasien sudah cukup serius dan kritis, penggunaan
cukup berat, tingkat toleransi yang tinggi, serta cara penggunaan yang
impulsif. Masalah kesehatan yang sering timbul antara lain sebagai berikut.

1) Tidak efektifnya jalan napas (depresi sistem pernapasan) berhubungan


dengan intoksikasi opioida, sedatif hipnotik, alkohol.
2) Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik,
alkohol.
3) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan delirium
tremens (putus zat alkohol).
4) Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik.
7

5) Potensial melukai diri/lingkungan berhubungan dengan intoksikasi


alkohol, sedatif hipnotik.
6) Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstasi).
b. Kondisi Intoksikasi

1) Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja.


2) Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik,
alkohol.
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan intoksikasi sedatif
hipnotik, alkohol, opioida.
4) Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik,
alkohol, kanabis, opioida.
5) Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi).

c. Sindroma Putus Zat (Withdrawal)


1) Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedatif hipnotik.
2) Gangguan persepsi (halusinasi) berhubungan dengan putus zat alkohol,
sedatif hipnotik.
3) Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedatif hipnotik.
4) Gangguan tidur (insomnia, hipersomnia) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedatif hipnotik, opioida, MDMA (ekstasi).
5) Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedatif hipnotik, opioida.
6) Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan dengan
putus zat opioida.
7) Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstasi).
8) Perilaku manipulatif berhubungan dengan putus zat opioida.
9) Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang paksa)
berhubungan dengan kurangnya sistem dukungan keluarga.
8

10) Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dalam


merawat pasien ketergantungan zat adiktif.
11) Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan putus zat opioida.
d. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi Mental Emosional)
1) Gangguan pemusatan perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif.
2) Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life—ADL)
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif.
3) Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif.
4) Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
pemecahan masalah yang tidak adekuat sehingga melakukan
penggunaan zat adiktif.
5) Kurang kooperatif dalam program perawatan berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan perawatan gangguan penggunaan zat adiktif.
6) Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan psikologis
ganja dan alkohol.
7) Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak adanya
sistem dukungan keluarga.

4. Tindakan
Prinsip tindakan keperawatan pada pasien penyalahgunaan napza disesuaikan
dengan masalah keperawatan yang timbul (seperti yang telah disebutkan di atas).
Misalnya, pada kondisi overdosis maka usahakan pasien tidak mengalami ancaman
kehidupan yang dapat menimbulkan kematian. Pada kondisi intoksikasi usahakan
agar (1) pasien tidak mengalami perilaku amuk, agresif, (2) cemas pasien
berkurang, (3) rasa nyaman terpenuhi, dan (4) bawalah pasien ke tempat pelayanan
kesehatan.
5. Pencegahan Penyalahgunaan Napza
Beberapa materi pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada kelompok
risiko tinggi. Orang tua serta masyarakat umum mengetahui hal-hal yang berkaitan
9

kewaspadaan-kewaspadaan terhadap pengguna dan sikap preventif yang dapat


dilakukan, di antaranya sebagai berikut.
a. Waspadai jika ditemukan benda-benda seperti:
1) jarum suntik,
2) kertas timah,
3) CD bekas atau kartu telepon yang permukaannya bergores,
4) bong,
5) botol dengan pipa yang berbentuk unik,
6) lintingan uang kertas atau balok-balok serupa gelas kubus yang
tengahnya berlubang.
b. Waspadai jika saudara atau teman memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut.
1) Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok.
2) Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam suka
begadang.
3) Selera makan berkurang.
4) Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama.
5) Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong.
6) Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan.
c. Kenali penggunaan bahasa yang sering digunakan di antara bandar dan
pengguna napza

Tindakan yang dapat dilakukan sebagai sikap preventif, di antaranya sebagai


berikut.
1) Lengkapi diri dengan informasi tentang penyalahgunaan napza dan
dampaknya.
2) Hindari lingkungan yang kurang kondusif.
3) Kembangkan sikap asertif.
4) Meningkatkan keinginan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
5) Segera mencari bantuan apabila menghadapi masalah.
10

6) Mencari dan menciptakan aktivitas yang produktif dan positif.

B. Gelandangan

Beberapa klien memerlukan bantuan dalam mengembangkan jaringan


pendukung masyarakatkarena mereka sering sekali dijauhi oleh keluarga dan rekan
sebaya. Masalah emosi yang dialami klien ini sering kali disertai kesulitan seperti
rasa curiga, keterbatasan rentang perhatian, tidak dapat berkonsentrasi, dan
gangguan dalam berfikir dan mempersepsikan sesuatu. Beban tambahan tersebut
mempersulit klien untuk memiliki kontak soisal dengan orang lain.
Perawat dan penyedia asuhan kesehatan lain dapat membantu klien dengan cara-
cara berikut :
1) Berikan penatalaksanaan fan supervisi pengobatan setelah meyakinkan
bahwa klien mengerti tentang obat, kegunaan, dan efek sampingnya.
2) Ajari perawatan diri pada klien, dan manfaatkan keberhasilan untuk
memotivasi klien melaksankan aktivitas yang lebih banyak dalam
kehidupan sehari-hari.
3) Akui bahwa hubungan dengan anggota keluarga kandung bisa
menyebabkan konflik dan mungkin tidak ada.
4) Bantu klien menemukan lokasi orang-orang yang mendukung dan buat
kontak sederhana dengan pedagang dan anggota masyarakat di lingkungan
sekitarnya untuk digunakan sebagai kemungkinan sumber.
5) Bantu klien menetapkan sebuah alamat tempat layanan sosial dapat
mengirimkan informasi atau hal-hal yang menguntungkan klien.
6) Eksplorasi penggunaan obat-obatan dan alkohol sebagai mekanisme
koping.
7) Bantu klien mengikuti layanan sosial, pekerjaan, penatalaksanaan kasus,
dan pelayanan rehabilitasi yang sesuai.

1. Pengobatan
Untuk gelandangan yang berpenyakit jiwa kronis, terapi pengobatan dapat
digunakan untuk menstabilkan kondisi klien. Meski demikian, banyak klien ini
tidak mampu menggunakan pengobatan seperti yang disarankan karena adanya
11

gangguan kognitif. Pemantauan pengobatan yang tidak adekuat, terutama efek


samping, dpat menyebabkan klien menghentikan pengobatan.

a. Obat-obatan neuroleptika digunakan untuk klien yang menderita


skizofenia.
b. Agens antiparkinson digunakan untuk menangani efek samping
ekstrapiramidal akibat obat-obatan neuroleptika.
c. Obat-obatan anidepresan digunakan untuk klien yang menderita
gangguan depresi mayor.

2. Penatalaksanaan Pengobatan Untuk Klien Gelandangan


a. Buat supaya dosis dan waktu pemberian obat menjadi sederhana.
b. Beri pengobatan pada klien dengan cara sederhana, wadah yang mudah
digunakan, lebih disukai yang dapat menyaring kebisingan, misalnya
kantung lembut yang dilengkapi dengan retsleting. Wadah pil yang kaku
atau botol keci yang bisamenyebabkan isinya berbunyi dapat membuat
klien beresiko menghadapi penyerangan atau perampokan.
c. Tuliskan instruksi dan informasi pengobatan yang penting untukn klien
supaya ia tetap meneruskan pengobatan. Tekankan bahwa klien tidak
boleh mengonsumsi obat bersama obat lain atau alkohol.
d. Diskusikan dengan klien bagaimana mendapatkan sebuah tempat
tinggal yang aman karena beberapa obat dapat menyebabkan kantuk dan
menyebabkan seseorang berisiko mendapatkan luka.
e. Buat sebuah rencana pengobatan. Misalnya, pastikan klien mengetahui
tempat untuk memperoleh makanan sebelum mengonsumsi obat;
pastikan klien memahami tujuan meminum cairan yang cukup saat
menggunakan obat tertentu; berikan satu botol kecil obat pelindung
sinar matahari untuk melindungi kulit jika fotofobia merupakan efek
samping dari obat tersebut.
f. Berikan nomor telepon kepada klien untuk digunakan jika ada masalah
dalam memperoleh atau menggunakan obat atau jika terjadi efek
samping yang merugikan.
12

3. Terapi

Psikoterapi bukanlah fokus intervensi terapeutik bagi gelandangan yang


berpenyakit jiwa kronis. Prioritas perawatannya adalah untuk membantu klien
melaksanakan aktivitas perawatan diri patuh pada pengobatan dan penatalaksanaan
pengobatan, dan ketrampilan sosial dasar dan ketrampilan bertahan hidup. Perawat
bertindak sebagai manajer kasus yang mengoordinir dan mengimplementasikan
berbagai strategi yang dapat memampukan klien memenuhi kebutuhan dasar
mereka dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, layanan
sosial dan layanan pendidikan. Setelah kontak awal dengan klien, perwat secara
cermat harus mensupervisi semua layanan lain dan perjanjian yang dibuat atas nama
klien; klien penderita sakit jiwa kronis biasanya tidak mampu menerima tanggung
jawab dalam membuat perjanjian atau meminta layanan atas nama dirinya sendiri.
Di beberapa tempat perlindungan, perawat dapat mengadakan sesi kelompok
informal yang bertujuan mengurangi isolasi sosial,

TERAPI KELOMPOK.
a. Beri dukungan, dan kuatkan setiap perasaan klien bahwa dirinya
berharga.
b. Kurangi isolasi sosial dan sifat apatis tentang situasi kehidupan saat ini.
c. Ajari praktik perawatan diri, cara-cara ,engkomunikasikan kebutuhan,
dan cara berhungan dengan orang lain.
d. Informasikan kepada klien tentang sumber-sumber komunitas dan
bagaimana memperoleh sumber-sumber tersebut melalui lembaga atau
tempat perlindungan melalui upaya klien sendiri.
e. Buat rencana untuk memperoleh pelayanan intervensi krisis jika
diperlukan. Ajarkan ketrampilan dasar pertolongan pertama jika klien
menunjukan tingkat kemampuan kognitif yang sesuai.
f. Diskusikan berbagai cara untuk mengubah perilaku yang tidak sehat
atau tidak aman.
g. Bantu klien memperloeh kebutuhan dasar walaupun terdapat
keterbatasan pribadi, fisik, finansial dan juga keterbatasan mental.
13

h. Ajarkan cara-cara untuk mengatasi ansietas diri, krisis, dan


kekhawatiran terhadap lingkungan. Fokuskan pada pembentukan
strategi untuk mengurangi stres.
i. Diskusikan cara-cara untuk meningkatkan keamanan pribadi ketika
sedang berada di komunitas dan ajarkan cara mencari bantuan jika klien
berada dalam bahaya.

4. Diagnosis Keperawatan

DEFISIT PERAWATAN DIRI: HIGINE, BERHIAS, MAKAN, ATAU KE


TOILET

Kemungkinan Penyebab :

1. Ketidakmampuan kognitif.
2. Kurang sistem pendukung dan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk
perawatan.
3. Riawayat pernah di tempatkan di suatu institusi atau sering dirawat di rumah
sakit.
4. Riwayat skizodrenia atau gangguan alam perasaan.
5. Riwayat gagguan organis karena penggunaan zat.

Batasan Karakteristik.

1. Kurang konsentrasi atau penurunan rentang perhatian.


2. Tidak mampu mengerjakan ketrampilan higenis dasar.
3. Tidak mampu menggunakan perlengkapan untuk higenis.
4. Masalah-masalah fisik, misalnya malnutrisi, ulkus kaki, tuberkulosis, luka
yang disebabkan oleh kutu, luka yang disebabkan oleh hawa dingin dan hate
stroke.
5. Terdapat cedera, misalnya fraktur tulang rusuk atau laserasi akibat di
serang.
14

Tujuan Jangka Panjang : Klien menunjukan praktik perawatan diri yang


kuat.

Tujuan Jangka Pendek #1: Klien membuat sebuah rutinitas untuk memenuhi
kebutuhan dasar fisik

Intervensi dan Rasional

1. Minta klien mengidentifikasi dan menggunakan fasilitas untuk memperoleh


makanan dan tempat berlindung. Klien harus membuat rutinitas yang
konsisten dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan dasar.
2. Berikan pakaian yang cukup kepada klien, dan ajarkan cara untuk merawat
pakaian. Klien memerlukan pakaian yang sesuai dengan musim,
perlengkapan mencuci akses ke tempat mencuci dan mengeringkan pakaian,
serta arahan cara mencuci dan merawat pakaian.
3. Ajari, identifikasi fasilitas, dan bantu klien untuk memenuhi kebutuhan
higine dan kesehatan. Klien memerlukan banyak sumber dan bantuan untuk
melakukan aktivitas berhias dan mandi.
4. Jelaskan kepada klien tentang sumber-sumber perumahan, makanan,balai
latihan kerja, dan layanan kesehatan. Penggunaan sumber-sumber yang
tersedia dan partisipasi dalam pelayanan akan mendukung kemampuan
klien untuk menjadi mandiri dan bertanggung jawab pada aspek-aspek
perawatan diri.

Tujuan Jangka Pendek #2 : Klien belajar dan mempraktikan ketrampilan


berkomunikasi untuk memperoleh pelayanan yang dibutuhkan

Intervensi dan Rasional :

1. Ajari klien bagaimana meminta atau menceritakan kebutuhan pribadinya.


Klien gangguan kognitif mungkin tidak tahu bagaimana cara meminta
pelayanan; klien yang merasa bersalah karena masalah yang dimilikinya
mungkin juga merasa tidak layak untuk mendapatkan bantuan.
15

2. Anjurkan klien untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi dasar.


Penyakit jiwa yang diderita klien, disertai gangguan persepsi dan gangguan
kesulitan kognitif, membuat komunikasi menjadi sulit; ketrampilan dasar
harus diajarkan dan dikuatkan.
3. Bantu klien mempelajari dan menggunakan perilaku asertif. Peningkatan
harga diri akan terjadi saat klioen dapat berbicara atas nama dirinya sendiri.
4. Dorong klien untuk memanfaatkan kesempatan yang ada untuk berinteraksi
dengan rekan sebaya maupun dengan staf. Interaksi dengan orang lain dapat
memperkuat ketrampilan komunikasi dan mengurangi isolasi sosial
Tujuan Jangka Pendek #2 : Klien mempraktikan ketrampilan perawatan diri,
sosial, dan hidup dalam komunitas.
Intervensi dan Rasional :
1. Bersama klien berusaha mengidentifikasi apa yng bisa dilakukan oleh klien
secara fisik, finansial, dan mental, serta mengeksplorasi sumber-sumber
yang tersedia. Memberdayakan klien akan meningkatkan rasa bahwa
dirinya berharga dan mempubnyai kompetensi pribadi.
2. Minta klien memilih (atau beri klien bimbingan dalam memilih) sebuah
ketrampilan yang dapat di kuasai dengan cara mempraktikannya dalam
suatu periode tertentu. Memperoleh sebuah ketrampilan melalui praktik
akan meningkatkan konsep diri klien dan mendorong perkembangan
ketrampilan koping tambahan.
3. Ajari berbagai ketrampilan yang diperlukan dalam sebuah kondisi yang
menyerupai lingkungan nyata; ketrampilan yang akan digunakan dalam
kondisi tersebut. Misalnya, ajari klien bagaimana menggunakan telepon
umum dari pada menggunakan telepon kantor. Semakin realistis kondisi,
semakin sedikit kesulitan yang dimiliki klien dalam memindahkan dan
menggunakan ketrampilan tersebut ke dalam dunia nyata.
4. Minta klien belajar dan mempraktikan ketrampilan pengambilan keputusan.
Karena berbagai faktor seperti penyakit yang didrita klien, kurangnya
sumber-sumber, dan ketergantungannya kepada orang lain, mungkin hanya
ada sedikit kesempatan untuk membuat keputusan pribadi .
16

DIAGNOSIS KEPERAWATAN : SINDROM PASCATRAUMA YANG


BERHUBUNGAN DENGAN PENYERANGAN ATAU CEDERA

Kemungkinan penyebab :

1. Riwayat trauma dan penganiyaan pada diri sendiri atau keluarga.


2. Riwayat pernah diserang.
3. Pengalaman militer selama waktu perang.

Batasan karakteristik :

1. Kembali memgalami trauma melalui kilas balik, mimpi-mimpi buruk di


malam hari, atau pikiran intrusif /mengganggu.
2. Gangguan tidur, termasuk mimpi buruk.
3. Swamedikasi (pengobatan yang dilakukan sendiri) untuk mengurangi nyreri
emosi atau fisik

Tujuan jangka panjang : Klien mampu mengontrol respon pribadi yang


berhubungan dengan situasi traumatik dan memperoleh kembali tingkat
fungsi yang dapat diterima secara sosial.

Tujuan jangka pendek#1 Klien mendiskusikan peristiwa traumatik yang


dialaminya dengan perawat.
Intervensi dan Rasional :
1. Dorong klien untuk mendeskripsikan pengalaman trauma yang dialaminya.
Sangat penting untuk mengidentifikasi trauma dan cedera yang
diakibatkannya untuk dapat memberikan intervensi krisis.
2. Dukung upaya klien untuk mengekspresikan perasaannya mengenai trauma
dengan mendorong ekspresi emosi, menangis, atau mengungkapkan rasa
kehilangan dan rasa sakitnya. Ekspresi perasaan akan membantu
mengurangi ansietas dan memfasilitasi rasa berduka, dengan demikian
memungkinkan klien untuk memulai proses penyembuhan.
17

3. Kenali rasa marah klien, permintaan, atau perilaku penganiyayaannya, dan


bantu klien mengekspresikan kemarahannya secara tepat dalam batas waktu
tertentu. Memperkenalkan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat
memberikan kebutuhan keamanan adalah dua buah prioritas dalam
intervensi keperawatan.
4. Dorong klien untuk membicarakan rasa takuut yang berhubungan dengan
pengalaman traumanya. Sebuah diskusi yang realistik mengenai rasa takut
klien dapat membantunya menentukan cara-cara yang dapat digunakan
untuk mengurangi bahaya cedera atau serangan yang berhubungan dengan
rasa takut.

Tujuan Jangka Pendek #2 klien berpartisipasi dalam perawatan lanjutan

Intervensi dan Rasional

1. Bersama klien berupaya untuk mengkaji luasnya luka, dan menentukan


perawatan yang diperlukan. Tindakan ini sangat penting untuk intervensi
yang cepat dan untuk pembuatan rencana perawatan.
2. Atur transportasi, dan minta seseorang untuk menemani klien ke sebuah
pusat kedaruratan atau klinik untuk memperoleh perawatan lanjutan. Klien
mungkin merasa takut dan tidak dapat mengambil keputusan untuk
berupaya memperoleh perawatan kesehatan.
3. Ajari klien bagaimana bisa tetap aman dalam komunitas, mengidentifikasi
tempat untuk berlindung. Informasi ini membantu klien memperoleh
kontrol atas keamanan pribadinya.
4. Bicarakan kepada klien tentang cara menghindari situasi yang dapat
meningkatkan resiko kecelakaan dan kekerasan. Memberi berbagai
pengetahuan mengenai lingkungn kepada klien dapat membantu
mengurangi perasaan rentan klien.
18

C. PSIKOTIK

1. Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/ aneh.
Gangguan psikotik singkat/ akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan
yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan
dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.

2. Etiologi
Didalam DSM III faktor psikososial bermakna dianggap menyebabkan psikosis
reaktif akut, tetapi kriteria tersebut telah dihilangkan dari DSM IV. Perubahan
dalam DSM IV menempatkan diagnosis gangguan psikotik singkat/ akut di dalam
kategori yang sama dengan banyak diagnosis psikiatrik utama lainnya yang
penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis kemungkinan termasuk gangguan yang
heterogen.
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar di jumpai pada
pasien dengan gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau
psikologis terhadap perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih faktor stres
berat, seperti peristiwa traumatis, konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan,
sakit parah, kematian orang yang dicintai, dan status imigrasi tidak pasti, dapat
memicu psikosis reaktif singkat. Beberapa studi mendukung kerentanan genetik
untuk gangguan psikotik akut.

3. Manifestasi klinis
Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :
a. Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
b. Keyakinan atau ketakutan yang aneh/ tidak masuk akal
c. Kebingungan atau disorientasi
d. Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri,
kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau
19

lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa


alasan.
Gejala gangguan psikotik akut selalu termasuk sekurang kurangnya satu gejala
psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu
memasukkan keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa
klinisi telah mengamati bahwa gejala afektif, konfusi dan gangguan pemusatan
perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada gangguan psikotik akut daripada
gangguan psikotik kronis.
Gejala karakteristik untuk gangguan psikotik akut adalah perubahan emosional,
pakaian atau perilaku yang aneh, berteriak teriak atau diam membisu dan gangguan
daya ingat untuk peristiwa yang belum lama terjadi. Beberapa gejala tersebut
ditemukan pada gangguan yang mengarahkan diagnosis delirium dan jelas
memerlukan pemeriksaan organik yang lengkap, walaupun hasilnya mungkin
negatif.
Pemeriksaan status mental biasanya hadir dengan agitasi psikotik parah yang
mungkin terkait dengan perilaku aneh, tidak kooperatif, agresif fisik atau verbal,
tidak teratur berbicara, berteriak atau kebisuan, suasana hati labil atau depresi,
bunuh diri, membunuh pikiran atau perilaku, kegelisahan , halusinasi, delusi,
disorientasi, perhatian terganggu, konsentrasi terganggu, gangguan memori, dan
wawasan miskin.
Seperti pada pasien psikiatrik akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat
diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya
gejala psikotik mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu
gangguan mood sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum
lama mungkin tidak dapat diperoleh dari wawancara klinis saja. Disamping itu,
klinisi mungkin tidak mampu memperoleh informasi yang akurat tentang ada atau
tidaknya stressor pencetus.
Contoh dari stresos pencetus adalah peristiwa kehidupan yang besar yang dapat
menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada tiap orang. Peristiwa
tersebut adalah kematian anggota keluarga dekat dan kecelakaan kendaraan yang
berat. Beberapa klinis berpendapat bahwa keparahan peristiwa harus
dipertimbangkan didalam hubungan dengan kehidupan pasien. Walaupun
20

pandangan tersebut memiliki alasan, tetapi mungkin memperluas definisi stressor


pencetus dengan memasukkan peristiwa yang tidak berhubungan dengan episode
psikotik. Klinisi lain berpendapat bahwa stressor mungkin merupakan urutan
peristiwa yang menimbulkan stress sedang, bukannya peristiwa tunggal yang
menimbulakan stress dengan jelas. Tetapi penjumlahan derajat stress yang
disebabkan oleh urutan peristiwa memerlukan suatu derajat pertimbangan klinis
yang hampir tidak mungkin.

4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah
sebagai berikut :
a. Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan :
misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat
sesuatu yang tidak ada bendanya).
b. Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat
diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa
mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau
merasa diamati/diawasi oleh orang lain).
c. Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
d. Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
e. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)
Berdasarkan DSM-IV diagnosisnya terutama atas lama gejala, untuk gejala
psikotik yang berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang satu bulan dan yang
tidak disertai dengan suatu gangguan mood, gangguan berhubungan dengan zat,
atau suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis gangguan
psikotik akut kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik
yang berlangsung lebih dari satu hari, diagnosis sesuai yang harus dipertimbangkan
adalah gangguan delusional (jika waham adalah gejala psikotik yang utama),
gangguan skizofreniform (jika gejala berlangsung kurang dari 6 bulan), dan
skizofrenia (jika gejala telah berlangsung lebih dari 6 bulan).
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Psikotik akut.
a. Adanya satu (atau lebih) gejala berikut :
21

1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoherensi)
4) Perilaku terdisorganisasi jelas atau katatonik
Catatan: jangan masukan gejala jika pola respon yang diterima
secara kultural.
b. Lama suatu episode gangguan adalah sekurangnya satu hari tetapi
kurang dari satu bulan, akhirnya kembali penuh kepada tingkat funsi
pramorbid.
c. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh suatu ganggan mood
dengan ciri psikotik, gangguan skizoafektif, atau skizofrenia dan bukan
karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan) atau suatu kondisi umum.
Sebutkan jika:
a. Dengan stresor nyata (psikosis akut reaktif); jika gejala terjadi segera
setelah dan tampak sebagai respon dari suatu kejadian yang sendirian
atau bersama-sama akan menimbulkan stres yang cukup besar bagi
hampir setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang
tersebut.
b. Tanpa stressor nyata: jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah atau
terlihat bukan sebagai respon terhadap kejadian yang terjadi sendirian
atau bersama sama akan menimbulkan stress yang cukup besar bagi
hampir setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang
tersebut.
c. Dengan onset pasca persalinan: jika onset dalam waktu empat minggu
setelah persalinan.
Penegakan diagnosis gangguan psikotik akut di Indonesia ditegakkan melalui
Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke III (PPDGJ III).
Berikut kriteria diagnostik gangguan kepribadian histrionik berdasarkan PPDGJ III:
6. Dengan menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas
22

yang diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas
yang dipakai ialah:
a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu
gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk
periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas
yang menentukan seluruh kelompok.
b. Adanya sindrom yang khas ( berupa “polimorfik”= beraneka ragam dan
berubah cepat, atau “schizophrenia-like”= gejala skizofrenik yang
khas).
c. Adanya stres akut yang berkaitan ( tidak selalu ada, sehingga
dispesifikasi dengan karakter tanpa penyerta stres akut, dengan penyerta
stres akut). Kesulitan atau problem yang berkepanjangan tidak boleh
dimasukkan sebagai sumber stres dalam konteks ini.
Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode
manik atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala
afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.Tidak ada penyebab organik,
seperti trauma kapitis, delirium dan demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat
penggunaan alkohol atau obat-obatan.

5. Penatalaksanaan
Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya, hal yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Keluarga atau teman harus mendampingi pasien
b. Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan
kebersihan)
c. Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera

Konseling pasien dan keluarga.


a. Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan
psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga
dalam pengobatan pasien
23

b. Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan
stressor
c. Motivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari-hari setelah gejala
membaik

Penatalaksanaan Medis. Program pengobatan untuk psikotik akut :


a. Obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik : Haloperidol 2-5 mg, 1
sampai 3 kali sehari, atau Chlorpromazine 100-200 mg, 1 sampai 3 kali
sehari. Dosis harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek
samping, walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih
tinggi.
b. Obat antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan neuroleptika untuk
mengendalikan agitasi akut (misalnya: lorazepam 1-2 mg, 1 sampai 3 kali
sehari)
c. Obat antipsikotik selama sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah gejala
hilang.
d. Apabila menemukan pasien gangguan jiwa di rumah dengan perilaku di
bawah ini, lakukan kolaborasi dengan tim untuk mengatasinya
1) Kekakuan otot (Distonia atau spasme akut), bisa ditanggulangi dengan
suntikan benzodiazepine atau obat antiparkinson.
2) Kegelisahan motorik berat (Akatisia), bisa ditanggulangi dengan
pengurangan dosis terapi atau pemberian beta-bloker.
3) Gejala parkinson (tremor/gemetar, akinesia), bisa ditanggulangi dengan
obat antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari)
4) Rujukan. Tindakan rujukan diperlukan bila terjadi kondisi-kondisi yang
tidak dapat diatasi melalui tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya
khususnya pada: Kasus baru gangguan psikotik, Kasus dengan efek
samping motorik yang berat atau timbulnya demam, kekakuan,
hipertensi, hentikan obat antipsikotik lalu rujuk
24

6. Asuhan Keperawatan
a. Identitas klien. Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan,
tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama. Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan
klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya
meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis. Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi,
Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
25

h. Mekanisme koping. Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan
asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan. Masalah berkenaan dengan ekonomi,
dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan
pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam
masalah.
k. Aspek medik. Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
26

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
27

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai