Isi
Isi
PENDAHULUAN
Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin
pernah mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit.
Suasana saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan
suasana yang biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang
yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru
pertama kalinya merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses perawatan
tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa
perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah
institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II
ISI
A. Definisi Hospitalisasi
3
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress
pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin
meningkat (Supartini, 2004 hal : 188 ).
Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada
pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa
sangat stress ( Brewis ,1995, dalam Supartini hal : 188 ).
B. Macam-macam hospitalisasi
Hospitalisasi Informal
Hospitalisasi Volunter
4
Hospitalisasi Involunter
1. Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang
terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan
strategi, yaitu :
Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta
didik.
Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri
mereka sendiridan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
5
2. Pendekatan melalui metode permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkankonflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan
yang dilakukan sesuai keinginansendiri untuk memperoleh
kesenangan.
6
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan
dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukkan rasa percaya dan
kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety
atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada
anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai
sikap stranger anxiety.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai
orang yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger
Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan
menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan
dengan menangis, marah dan pergerakan yang berlebihan. Disamping itu
bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya, sehingga jika berpisah
dengan ibunya akan menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan
berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka
akan menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.
7
akibat perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga
“Analitic Depression”.
8
Masa prasekolah ( 3-6 tahun )
Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak
menganggap bahwa tindakan dan prosedur mengancam integritas
tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan
depandensi.
9
rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan
selalu ditemani oleh orang tuanya.
Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi
takut kehilangan status dan hubungan dengan teman sekelompok.
Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan oleh akibat
penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya “privacy”.
10
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama
perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit
atau pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak aman.
Remaja akan berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan menolak
orang lain.
Reaksi yang terjadi akibat pasien yang dirumah sakit adalah sebagai
berikut:
Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi terminal
dan keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan bagi pasien
untuk sembuh.
11
Pada kondisi ini keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau
didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan.
c) Perasaan frustrasi
Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak
mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis
yang diterima keluarga, baik dari keluarga maupun kerabat lainnya
maka keluarga akan merasa putus asa, bahkan frustrasi.
Sering kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa,
menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa. (Supartini,
2004).
12
mereka istimewa dalam keluarga, mereka bisa saja menyangkal kehadiran
saudaranya.
F. Manfaat Hospitalisasi
G. Dampak Hospitalisasi
13
1. Privasi
2. Gaya Hidup
3. Otonomi
4. Peran
Perubahan peran
14
Masalah keuangan
5. Kesepian
Suasana rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga
dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi dengan
keceriaan,kegembiraan,dan senda gurau,anggotanya tiba-tiba diliputi oleh
kesedihan.
15
Faktor-Faktor Penunjang Hospitalisasi
Faktor-faktor yang menunjang hospitalisasi (Stevens, 1992) :
a) Kepribadian manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. Kita melihat ada
sebagian orang yang sangat menderita dan sangat tergantung pada pada
apa yang diberikan lingkungannya. Namun ada juga yang menangani
sendiri dan tidak bisa menerima keadaan itu begitu saja. Semua tergantung
dari segi kepribadian manusia itu sendiri.
16
d) Suasana bagian perawatan
Suasana bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap personel/
perawat, baik oleh hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap
mereka terhadap pasien dan tamu-tamu mereka. Cara berpakaian orang-
orang di bagian juga sangat penting. Cara manuasia bergaul, dapat
mempengaruhi sikap pasien. Ketergantungan antara personal biasanya
mudah dapat dipengaruhi. Pasien yang dirawat inap mendapat kesan
bahwa mereka bukan yang terpenting dalam perawatan ini. Juga ternyata
bahwa orang-orang yang hanya mendapatkan tugas melaksanakan
pekerjaan dan tanpa bisa memberi tanggapan atau saran maka pasien-
pasien atau tamu-tamu mereka akan diperlakukan sama seperti itu. Ini
memperbesar kemungkinan adanya hospitalisasi.
e) Obat-obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap. Beberapa
obat-obatan dapat mengakibatkan adanya tanda-tanda yang sama seperti
hospitalisasi. Dengan sendirinya, kemungkinan hospitalisasi besar. Jika
dipakai obat-obatan yang dapat merangsang adanya sikap tadi.
17
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa,
sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk
mempertahankan kontak tau komunikasi antar orang tua dan anak.
18
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat
dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting
dan interaksi social.
Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang
telah mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual
kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal : prosedur pengobatan,
latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual tersebut dibuat dengan
kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.
19
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga
belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka
akan membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga
dapat dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu orang tua juga
memperoleh kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya
masalah yang sama.
Memberi Informasi
Melibatkan Sibling
20
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada
anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok
bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara teratur, dll.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
www.poltekkes-soepraoen.ac.id/pic/dat13-4-2015Modul%20Hospitalisasi.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56679/4/Chapter%20II.pdf
http://henitaekaputri.blogspot.co.id/2012/11/hospitalisasi.html
23