Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sakit bukan lagi kata yang jarang kita dengar. Setiap orang mungkin
pernah mengalami sakit dan bahkan mungkin pernah dirawat di rumah sakit.
Suasana saat berada di tempat perawatan seperti rumah sakit tentu berbeda dengan
suasana yang biasanya seseorang rasakan. Suasana dengan dikelilingi orang-orang
yang berbeda. Hal ini tentu akan sangat dirasakan terutama bagi mereka yang baru
pertama kalinya merasakan suasana perawatan rumah sakit. Proses perawatan
tersebut merupakan proses hospitalisasi. Hospitalisasi diartikan adanya beberapa
perubahan psikis yang dapat menjadi sebab yang bersangkutan dirawat disebuah
institusi seperti rumah perawatan (Berton, 1958 dalam Stevens, 1992).

Dalam Supartini (2002), hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena


suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah.

Hospitalisasi ini memiliki dampak terhadap psikis pada pasien (anak)


ataupun pada orang tua. Seperti pasien merasa keahilangan privasi,otonomi, serta
perubahan gaya hidupnya. Sedangkan pada orang tua, sepertiadanya rasa bersalah
dan frustasi karena tidak dapat menjaga kesehatan anaknya.

Oleh karena itu, betapa pentingnya seorang perawat memahami konsep


hospitalisasi agar dampaknya pada anak/pasien dan orang tua/keluarga dapat
diminimalisir sehingga dapat dijadikan dasar dalam pemberian suatu tindakan
asuhan keperawatan.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini diantaranya ialah :

1. Bagaimana konsep dasar hospitalisasi pada anak ?


2. Apa saja faktor yang berkaitan dengan hospitalisasi pada anak ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya ialah :

1. Untuk mengetahui konsep dasar hospitalisasi pada anak


2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan hospitalisasi pada
anak

1.4 Manfaat

Makalah ini hendaknya dapat bermanfaat guna menambah


pengetahuan mengenai konsep hospitalisasi pada anak sehingga dapat
diaplikasikan dalam pemberian asuhan keperawatan.

2
BAB II

ISI

2.1. Konsep Dasar Hospitalisasi

A. Definisi Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang


berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah.
Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian
yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang
sangat traumatic dan penuh dengan stress (Supartini, 2004 hal : 188 ).

Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan, utamanya


karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti,
seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan (Potter &
Perry, 2005, hal : 665)

Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu : cemas,


marah, sedih, takut, dan rasa bersalah ( Wong, 2000, dalam Supartini, 2004,
hal : 188 ). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang
baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak
nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu yang
dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang
sama. (Supartini, 2004 hal : 188 ).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua mengalami


kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun
beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalami karena perawatan anak
dirasakan dapat mengatasi permasalahannya (Hallstrom dan Ellander, 1997.
Brewis, E. 1995, dalam Supartini 2004: 188 ).

3
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress
pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin
meningkat (Supartini, 2004 hal : 188 ).

Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya sehingga apabila ada
pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun merasa
sangat stress ( Brewis ,1995, dalam Supartini hal : 188 ).

Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan,


bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis
penerimaan masuk rumah sakit. ( Stuart, 2007, hal:102 )

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini merupakan perawatan


yang dilakukan selama dirumah sakit dimana terdapat rasa penekanan akan
sesuatu yang baru dan belum bisa menerima keadaan dan hospitalisasi juga
dapat menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress yang bisa dialami oleh
klien maupun keluarga.

B. Macam-macam hospitalisasi

Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995, dikutip


oleh Supartini 2004, hal 189),, Sebagai berikut :

 Hospitalisasi Informal

Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan, dan pasien


dapat meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang
dengan nasehat medis. Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat
secara informal.

 Hospitalisasi Volunter

Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk


perawatan dan untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter
dapat mengubah hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involuter.

4
 Hospitalisasi Involunter

Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak


pasien. Keadaan ini tidak memerlukan persetujuan pasien dan seringkali
digunakan untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan orag lain.
Hospitalisasi Involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh
sekurang-kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari
dan dapat diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan
sebagai jawaban atas permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.

 Hospitalisasi Gawat Darurat

Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau persetujuan satu


orang dokter) adalah bentuk yang mirip dengan komitmen involunter yang
memrluka pengesahan atau sertifikasi hanya oleh satu orang dokter;
pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh dokter
kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat darurat.
Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status
involunter, atau diubah menjadi status volunter.

C. Pendekatan yang digunakan dalam hospitalisasi (Novianto dkk, 2009):

1. Pendekatan Empirik
Dalam menanamkan kesadaran diri terhadap para personil yang
terlibat dalam hospitalisasi, metode pendekatan empirik menggunakan
strategi, yaitu :
 Melalui dunia pendidikan yang ditanamkan secara dini kepada peserta
didik.
 Melalui penyuluhan atau sosialisasi yang diharapkan kesadaran diri
mereka sendiridan peka terhadap lingkungan sekitarnya.

5
2. Pendekatan melalui metode permainan
Metode permainan merupakan cara alamiah bagi anak untuk
mengungkapkankonflik dalam dirinya yang tidak disadari. Kegiatan
yang dilakukan sesuai keinginansendiri untuk memperoleh
kesenangan.

D. Stressor Umum Pada Hospitalisasi


 Perpisahan
 Kehilangan kendali
 Perubahan gambar diri
 Nyeri dan Rasa takut

E. Rentang Respon Hospitalisasi

Menurut Supartini ( 2004, hal : 189 ), berbagai macam perilaku yang


dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap perawatannya
dirumah sakit, sebagai berikut :

1) Reaksi anak terhadap hospitalisasi

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap


pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat
bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, system pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang
dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan
karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini
reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan perkambangannya.

 Masa bayi ( 0 – 1 tahun )

6
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan
dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukkan rasa percaya dan
kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety
atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada
anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai
sikap stranger anxiety.

Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa


percaya dan pembinaan kasih sayangnya terganggu.

Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal


bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi belum dapat
mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi dengan usia
yang lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan.

Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai
orang yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger
Anxiety” (cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan
menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan
dengan menangis, marah dan pergerakan yang berlebihan. Disamping itu
bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya, sehingga jika berpisah
dengan ibunya akan menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan
berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka
akan menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

 Masa todler ( 1-3 tahun )

Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa


yang memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak
dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan
menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan
lingkungan yang dikenal serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman
dan rasa cemas. Disebutkan bahwa sumber stress utama pada anak yaitu

7
akibat perpisahan (usia 15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga
“Analitic Depression”.

Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi dalam 3 tahap,


yaitu :

 Tahap Protes (Protest)

Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat,


menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku
agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan
orang tuanya serta menolak perhatian orang lain.

 Tahap Putus Asa (Despair)

Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang,


tidak aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan,
menarik diri, sedih dan apatis.

 Tahap menolak (Denial/Detachment)

Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima


perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang lain serta
kelihatan mulai menyukai lingkungan.

Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam


mengontrol dirinya dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti
makan, tidur, mandi, toileting dan bermain. Akibat sakit dan
dirawat di Rumah Sakit, anak akan kehilangan kebebasan dan
pandangan egosentrisnya dalam mengembangkan otonominya. Hal
ini akan menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan
karakteristik dari peran sakit. Anak akan bereaksi terhadap
ketergantungan dengan negatifistik dan agresif. Jika terjadi
ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronik)
maka anak akan berespon dengan menarik diri dari hubungan
interpersonal.

8
 Masa prasekolah ( 3-6 tahun )

Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan


orang tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang
lain. Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari
keluarganya. Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti :
menolak makan, menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan
orang tuanya berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.

Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas


sehari-hari dan karena kehilangan kekuatan diri. Anak pra sekolah
membayangkan bahwa dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman,
dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan
berespon dengan perasaan malu, bersalah dan takut.

Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan dan


fungsi tubuh. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang
dengan gangguan penglihatan atau keadaan tidak normal.

Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak
menganggap bahwa tindakan dan prosedur mengancam integritas
tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif, ekspresif verbal dan
depandensi.

Disamping itu anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila


keluar darah dari tubuhnya. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa
infeksi, mengukur tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan prosedur
tindakan lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan.

 Masa sekolah (6-12 tahun )

Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa


khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut
kehilangan ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan

9
rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan
selalu ditemani oleh orang tuanya.

Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat


dirawat di rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan
kekuatan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan dalam peran,
kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan kegiatan dalam kelompok serta
akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest, penggunaan pispot,
kurangnya privacy, pemakaian kursi roda, dll.

Anak telah dapat mengekpresikan perasaannya dan mampu


bertoleransi terhadap rasa nyeri. Anak akan berusaha mengontrol tingkah
laku pada waktu merasa nyeri atau sakit denga cara menggigit bibir atau
menggengam sesuatu dengan erat.

Anak ingin tahu alasan tindakan yang dilakukan pada dirinya,


sehingga ia selalu mengamati apa yang dikatakan perawat. Anak akan
merasa takut terhadap mati pada waktu tidur.

 Masa remaja (12 – 18 tahun )

Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah


sakit adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok.

Anak tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi
takut kehilangan status dan hubungan dengan teman sekelompok.
Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan oleh akibat
penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya “privacy”.

Sakit dan dirawat merupakan ancaman terhadap identitas diri,


perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila anak remaja
dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam sehingga anak tidak
kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.

10
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama
perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit
atau pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak aman.
Remaja akan berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan menolak
orang lain.

2) Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi

Reaksi yang terjadi akibat pasien yang dirumah sakit adalah sebagai
berikut:

a) Perasaan cemas dan takut


 Rasa cemas paling tinggi dirasakan keluarga pada saat menunggu
informasi tentang diagnosis penyakit pasien (Supartini, 2000 dikutip
oleh Supartini 2004 hal. 193)
 Rasa takut muncul pada keluarga terutama akibat takut kehilangan
pasien pada kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995 dikutip oleh
Supartini 2004 hal. 193).
 Perilaku yang sering ditunjukan keluarga berkaitan dengan adanya
perasaan cemas dan takut ini adalah : sering bertanya atau bertanya
tentang hal sama berulang-ulang pada orang yang berbeda, gelisah,
ekspresi wajah tegang dan bahkan marah (Supartini, 2000 dikutip oleh
Supartini 2004 hal. 193)
b) Perasaan sedih

Perasaan sedih yang dialami keluarga menurut Supartini (2000,


dikutip oleh Supartini, 2004 hal.193), adalah sebagai berikut :

 Perasaan ini muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi terminal
dan keluarga mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan bagi pasien
untuk sembuh.

11
 Pada kondisi ini keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau
didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan.
c) Perasaan frustrasi

Perasaan frustasi yang dirasakan menurut Supartini (2004, hal.


193-194), adalah sebagai berikut :

 Pada kondisi pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak
mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis
yang diterima keluarga, baik dari keluarga maupun kerabat lainnya
maka keluarga akan merasa putus asa, bahkan frustrasi.
 Sering kali keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa,
menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa. (Supartini,
2004).

3) Reaksi saudara kandung (sibling)

Reaksi saudara kandung terhadap anak yang menjalani hospitalisasi


mengalami: kesepian, ketakutan, khawatir, marah, benci, iri, dan merasa
bersalah. Hal ini disebabkan orang tua lebih sering memberi perhatiannya
kepada anak yang sedang menjalani hospitalisasi.

4) Perubahan peran keluarga

Kehilangan peran orangtua, saudara kandung (sibling), dan peran


keturunan dapat mempengaruhi setiap anggota keluarga dengan cara yang
berbeda. Salah satu reaksi orangtua yang paling banyak terjadi adalah
perhatian khusus dan intensif terhadap anak yang sedang sakit. Anak-anak
yang lain biasanya mengganggap hal ini sebagai suatu yang tidak adil dan
menginterpretasikan sikap orangtua terhadap mereka sebagai penolakan. Anak
yang sakit juga dapat merasa iri dan kesal dengan saudaranya. Karena posisi

12
mereka istimewa dalam keluarga, mereka bisa saja menyangkal kehadiran
saudaranya.

F. Manfaat Hospitalisasi

Menurut Supartini (2004, hal : 198) manfaat hospitalisasi, sebagai berikut :

 Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi


kesempatan keluarga mempelajari reaksi pasien terhadap stresor yang
dihadapi selama perawatan di Rumah sakit
 Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan
dapat memberi kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit,
prosedur, penyembuhan, terapi, dan perawatan pasien.
 Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak terlalu
bergantung pada orang lain dan percaya diri. Berikan juga penguatan yang
positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan klien dan
keluarga dan dorong terus untuk meningkatkannya
 Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame klien
yang ada, teman sebaya atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya
untuk saling kenal dan membagi pengalamannya. Demikian juga interaksi
dengan petugas kesehatan dan keluarga harus difasilitasi oleh perawat
karena selama dirumah sakit klien dan keluarga mempunyai kelompok
yang baru

G. Dampak Hospitalisasi

Menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum hospitaisasi menimbulkan


dampak pada lima aspek,yaitu privasi,gaya hidup,otonomi diri,peran,dan
ekonomi.

13
1. Privasi

Privasi dapat diartika sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri


seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah suatu hal
yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit klien kehilangan
sebagian privasinya.

2. Gaya Hidup

Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan


pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah
sakit dan rumah tempat tinggal klien. Juga oleh perubahan kondisi
kesehatan klien. Aktifitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu
berbeda aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit. Apalagi jika yang
dirawat adalah seorang pejabat.

3. Otonomi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang sakit dan


dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia
akan “pasrah” terhadap tindakan apa pun,yang dilakukan oleh petugas
kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan bahwa klien
yang dirawat di rumah sakit,akan mengalami peruahan otonomi.

4. Peran

Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang


diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Jika ia seorang
perawat,peran yang diharapkannya adalah peran sebagai perawat,bukan
sebagai dokter. Perubahan terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya
berpengaruh pada individu,tetapi juga pada keluarga. Perubahan yang
terjadi antara lain :

 Perubahan peran

Jika salah seorang anggota keluarga sakit,akan terjadi perubahan


peran dalam keluarga.

14
 Masalah keuangan

Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi,keuangan


yang sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
akhirnya digunakan untuk keperluan klien yang dirawat.

5. Kesepian

Suasana rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga
dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi dengan
keceriaan,kegembiraan,dan senda gurau,anggotanya tiba-tiba diliputi oleh
kesedihan.

6. Perubahan kebiasaan sosial

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya,


keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam lingkup sosialnya. Sewaktu sehat,
keluarga mampu berperan serta dalam kegiatan sosial. Akan tetapi, saat salah
seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial
dimasyarakat pun mengalami perubahan.

2.2 Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Hospitalisasi Anak

1. Berpisah dengan orang tua


2. Fantasi-fantasi tentang kegelapan
3. Nyeri dan komplikasi
4. Takut akan cacat atau mati
5. Prosedur yang menyakitkan
6. Gangguan kontak sosial

15
 Faktor-Faktor Penunjang Hospitalisasi
Faktor-faktor yang menunjang hospitalisasi (Stevens, 1992) :
a) Kepribadian manusia
Tidak setiap orang peka terhadap hospitalisasi. Kita melihat ada
sebagian orang yang sangat menderita dan sangat tergantung pada pada
apa yang diberikan lingkungannya. Namun ada juga yang menangani
sendiri dan tidak bisa menerima keadaan itu begitu saja. Semua tergantung
dari segi kepribadian manusia itu sendiri.

b) Kehilangan kontak dengan dunia luar rumah perawatan


Pasien/ orang yang tinggal di rumah perawatan akan kehilangan
kontak yang sudah lama berjalan dengan terpaksa. Dia sudah tidak berada
lagi dalam lingkungan yang aman yang dijalaninya dalam sebagian besar
hidupnya.
Orang-orang yang sering berkomunikasi dengannya kini hanya
sekedar bertamu dalam suasana yang berbeda, hanya sebagian kecil
keluarga dekat yang menemaninya. Sebagian besar kontak-kontak dengan
orang senasib yang terbatas dalam ruang perawatan yang sama dan dengan
orang-orang yang membantunya. Dunia mereka boleh dikatakan terbatas
pada lingkungan kecil. Apalagi ia bergaul dengan orang-orang yang
sebenarnya bukan pilihannya.

c) Sikap pemberi pertolongan


Ada perbedaan tugas antara pasien dan yang memberi
pertolongan. Ini terlihat jelas dalam kegiatan mereka sehari-hari. Pasien
biasanya menunggu dan yang menolong yang menentukan apa yang
dilakukan dan kapan. Pasien menunggu apa yang terjadi dan perawat yang
tahu. Pasien tergantung pada yang menolong dan ia terpaksa mengikuti. Ia
sering merasa tidak berdaya sehingga merasa harga dirinya berkurang. Hal
ini membuat dirinya lebih merasa tergantung. Perawat melakukan
pekerjaan yang rutin dan berkembang sedikit saja, hal ini akan membuat
mereka menanamkan jiwa hospitalisasi pada pasien.

16
d) Suasana bagian perawatan
Suasana bagian sebagian besar ditentukan oleh sikap personel/
perawat, baik oleh hubungan antar sesama perawat, maupun oleh sikap
mereka terhadap pasien dan tamu-tamu mereka. Cara berpakaian orang-
orang di bagian juga sangat penting. Cara manuasia bergaul, dapat
mempengaruhi sikap pasien. Ketergantungan antara personal biasanya
mudah dapat dipengaruhi. Pasien yang dirawat inap mendapat kesan
bahwa mereka bukan yang terpenting dalam perawatan ini. Juga ternyata
bahwa orang-orang yang hanya mendapatkan tugas melaksanakan
pekerjaan dan tanpa bisa memberi tanggapan atau saran maka pasien-
pasien atau tamu-tamu mereka akan diperlakukan sama seperti itu. Ini
memperbesar kemungkinan adanya hospitalisasi.

e) Obat-obatan
Obat-obatan dapat memberi pengaruh besar pada sikap. Beberapa
obat-obatan dapat mengakibatkan adanya tanda-tanda yang sama seperti
hospitalisasi. Dengan sendirinya, kemungkinan hospitalisasi besar. Jika
dipakai obat-obatan yang dapat merangsang adanya sikap tadi.

2.3 Peran Perawat Dalam Mengurangi Stres Akibat Hospitalisasi

Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk


meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi
keperawatan adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol
dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada
keluarga seperti membantu perkembangan hubungan dalam keluarga dan
memberikan informasi :

1. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada


anak usia kurang dari 5 tahun.
 Rooming In

17
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa,
sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk
mempertahankan kontak tau komunikasi antar orang tua dan anak.

 Partisipasi Orang tua

Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak


yang sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misalnya
memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan
pada anak atau memandikan. Perawat berperan sebagai Health
Educator terhadap keluarga.

 Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan


mendekorasi dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga
anak merasa aman jika berada diruang tersebut.
 Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
dengan mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-
teman sekolah, surat menyurat atau melalui telpon.

2. Mencegah perasaan kehilangan control

 Physical Restriction (Pembatasan Fisik)

Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk


mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk
bayi dan toddler, kontak orang tua dan anak mempunyai arti penting untuk
mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur yang
menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk membantu,
mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien
yang diisolasi, misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur
didekat pintu atau jendela, memberi musik, dll.

 Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari

18
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat
dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting
dan interaksi social.

Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan kegiatan


sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”.

Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang
telah mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual
kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal : prosedur pengobatan,
latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual tersebut dibuat dengan
kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.

3. Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri

Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah


penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan
dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut, dll.
Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan
tubuh, misal : jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat
dilakukan melalui ketiak atau axilla.

4. Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi


 Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak

Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar


tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu reaksi
anak terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka mereka dapat
memberi support dan juga akan memperluas pandangan orang tua dalam
merawat anak yang sakit.

 Memberi kesempatan untuk pendidikan

19
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga
belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.

 Meningkatkan Self – Mastery

Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi


akan memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak pada usianya lebih
mudah punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita. Anak yang
usianya lebih besar, punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak
tergantung dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan self-
mastery dengan menekan kemampuan personal anak.

 Memberi kesempatan untuk sosialisasi

Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka
akan membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga
dapat dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu orang tua juga
memperoleh kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya
masalah yang sama.

5. Memberi support pada anggota keluarga

Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan


anak, membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan
dan responnya terhadap stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk
mengurangi beban emosinya.

 Memberi Informasi

Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah


memberikan informasi sehubungan dengan penyakit, pengobatan, serta
prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi
emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat.

 Melibatkan Sibling

20
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada
anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok
bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara teratur, dll.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

22
DAFTAR PUSTAKA

www.poltekkes-soepraoen.ac.id/pic/dat13-4-2015Modul%20Hospitalisasi.pdf

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56679/4/Chapter%20II.pdf

http://henitaekaputri.blogspot.co.id/2012/11/hospitalisasi.html

23

Anda mungkin juga menyukai