Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epsilepsi merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba terjadi
gangguan kesadaran ringan, aktifitas motorik atau gangguan sensoris. Fase
beraktifitas kejang adalah fase prodromal meliputi perubahan alam perasaan atau
tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam atau beberapa hari.
Fase aura adalah awal dari munculnya aktifitas kejang dan mungkin berupa
gangguan penglihatan pendengaran atau rasa raba. Fase ital merupakan fase dari
aktifitas kejang yang biasa terjadi gangguan muskoloskeletal. Fase positar adalah
periode waktu dari kekacauan mental atau peka rangsang yang terjadi setelah
kejang tersebut.
Epilepsi ditandai dengan perubahan fungsi otak yang mendadak dan
biasanya dengan gejala-gejala motorik, sensorik, otonomi atau psikis dan sering
ditandai dengan perubahan kesadaran.

B. Tujuan
1. Agar Mahasiswa mampu memahami dan mengerti tentang epilepsy.
2. Agar Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi, patofisiologi dari
epilepsy.
3. Agar Mahasiswa mampu memahami dan mengerti bagaimana cara
mengatasi pada pasien yang kejang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian.
Epilepsi atau kejang adalah gejala komplek dari banyak gangguan fungsi
otak berat yang dikarakteristik pada kejang berulang.

B. Etiologi
a. Bangkitan kejang pada epilepsy merupakan manifestasi
klinik dimana lepasan muatan listrik secara berlebihan di sel neuron syaraf
pusat yang merupakan gejala terganggunya fungsi otak.
b. Selain bangkitan kejang dap[at juga disebabkan oleh
penyakit atau kelainan seperti tyrauma lahir, radang otak, gangguan peredaran
darah otak , hipokxia, anomalia congenital kelainan degeneratif susunan saraf,
gangguan metabolisme, gangguan elektrolit, demam tinggi, keracunan obat
atau zat kimia, jaringan parut. Oleh karena itu bila mendapatkan pasien kejang
harus dicari penyebabnya apakah kelainan atau penyakit.

C. Patofisiologi.
Epilepsi merupakan gangguan perpindahan tingkat kesadaran atau
motorik, sensori atau fungsi otomatis disertai atau tidak disertai hilangnya
kesadaran. Disretai dengan gangguan mendadak dan hebat muatan listrik pada
neoron otak yang berakibat terjadinya konstraki otot tidak sadar. Pola atau bentuk
serangan kejang bervariasi dan bergantung kepada daerah di otak yang
membangkitkan kejang. Pola kejang umum untuk individu dapat bervariasi sesuai
lesi di otak. Berhentinya kejang diduga akibat kelebihan dari neuron yang terlibat
melalui kejang atau ada pengekangan oleh struktur tertentu di otak. Muatan
neuron yang hebat bisa menimbulkan kovulsi yang tonik disertai kontraksi
seluruh otot, atau konvulsi klonis, yang silih berganti kontraksi dan relaksasi
kelompok otot yang berlawanan. Ini menimbulkan gerakan tarik menarik terhadap
tubuh. Kejang- kejang kemudian disusul dengan hambatan terhadap cerebral
dalam jangka waktu yang lama, ini disebut periode pestitetal. Bila terjadi
serangan yang menyeluruh secara aktif dalam frekwensi tertentu sehingga
kesadaran tidak kembali di antara kejang yang satu dengan yang lain disebut
status epileptikus.Keadaan ini merupakan gawat darurat medis dan memerlukan
perawatan medis dan keperawatan guna menceegah kematian akibat kerusakan
otak sekunder dari hipoksia yang lama dan kelelahan. Kejang dapat timbul pada
anak-anak atau orang dewasa yang sakit.Penyakitnya adalah:
a. Anoreksia cerebral.
b. Hipoglikemi.
c. Gangguan keseimbangan kalsium.
c. Gangguan keseimbangan elektrolit.
d. Gangguan hidrasi.
e. Suntikan obat dan keracunan akibat aktivitas konvulsif.
f. Sejumlah gangguan dan keabnormalan dari metabolisme.
g. Infeksi yang menyebabkan kenaikan suhu yang tinggi.
h. Proses inflamasi yang menyeluruh.
i. Gangguan jaringan degeneratif.
j. Histeris.

D. Klasifikasi Epilepsi
a. Grandmal
Grandmal adalah jenis epilepsy yang sering ditemukan pada anak.
Karateristiknya : umumnya ditandai dengan hilangnya kesadaran selama
beberapa menit.
Gejala Klinik: Menjerit, hilang kesadaran, jatuh, gerakan tonis dan klonis,
inkontenen.
b. Petit mal
Biasanya terjadi pada anak dan remaja. Berkurang apabila anak sudah
menginjak dewasa.
Karakteristiknya: gangguan kesadaran atau tidak sadar disertai sedikit atau
tanpa gerakan tonis terjadi tanpa isyarat, menghilang setelah beberapa jam
setelah bangkit.
Gejala klinis: Mendadak, wajah diam disertai mata memandang lurus ke
depan, semua kegiatan motorik berhenti kecuali kedip-kedip mata,
kemungkinan hilang tonus otot, kesadaran kembali.
c. Psikomotor
Psikomotor muncul pada semua umur.
Karakteristiknya: mendadak hilang kesadaran, disertai kekacauan perasaan
dan pikiran dan sebagian aktivitas motor yang dikoordinasi lebih lama dari
petitmal.
Gejala klinisnya: berperilaku seperti setengah sadar, nampak seperti yang
keracunan, dapat berbuat hal-hal anti sosial seperti: sombong berbuat
keganasan, mengutuk diri sendiri bisa terjadi, nyeri dada, gangguan
respiratory, gangguan gastrointestinal, inkontinen urine.
d. Focal Jackson
Focal Jacson terjadi pada semua pasien penyakit struktur otak.
Karakteristik: tergantung pada lokasi fokus, bisa progresif atau tidak.
Gejala klinisnya: Pada umumnya dimulai pada tangan ,kaki dan muka,
diakhiri dengan seizure grandmal.
e. Myoklonic
Myoklonic didahului dengan grandmal beberapa bulan atau tahun.
Karakteristik: bisa sangat sedikit bisa mendadak gerakan cepat dan kuat.
Gejala klinis: Kontrkasi kelompok otot tidak sadar yang mendadak
biasanya ektermitas badan tidak hilang kesadaran.
f. Akinetis
Akinetis adalah serangan kejang mendadak, tonus postural menghilang
sebentar dan penderitanya merasa lemas sebelum menyadari atau pulih
setelah tubuh atau lutut menyentuh tanah.
Karakteristiknya: kehilangan seluruh tonus yang aneh.
Gejala Klinis: orang jatuh dalam keadaan lemah, tidak sadar dalam
beberapa menit.

E. Manifestasi Klinis.
a. Jari atau tangan yang bergetar atau mulut dapat tersentak tak terkontrol.
b. Bicara yang tidak dapat dipahami, pusing.
c. Tidak bergerak atau bergerak secara automatik tetapi tidak tepat dengan
waktu dan tempat.
d. Mengalami emosi berlebihan yaitu takut, marah kegirangan atau peka
rangsangan.
e. Sering lidah tertekan dan pasien mengalami inkontinen urin dan feses.
f. Setelah satu atau dua menit gerakan konvulsif mulai hilang
g. Pasien rileks dan mengalami koma dalam, bunyi napas bising
h. Pasien sering konvusi dan sulit bangun dan tidur selama berjam-jam.
i. Pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot.

F. Pemeriksaan Penunjang.
a. Pemeriksaan EEG.
b. Pemeriksaan CT-Scan.
c. Pemeriksaan psikologi dan psikiatri.
d. Pemeriksaan foto rontgen kepala.
e. Pemeriksaan lumbal fungsi.
G. Terapi medik atau pengobatan.
Pengobatan pada pasien epilepsy biasanya digunakan obat antikonvulsan seperti:
1. Diazepam (Valium).
2. Primidon (Mysoline).
3. Fenition (Dilantin).
4. Fenobarbita (Luminal).
5. Karbasepin (Tegretol).
6. Klonazepan (Klonopin).
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian.
a. Keluhan Utama.
Secara umum keluhan utama pada klien gangguan saraf adalah sakit kepala
atau nyeri, gangguan motorik, kejang, gangguan sensorik, gangguan
kesadaran. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan keluhan utama adalah :
 Waktu terjadinya serangan atau keluhan
 sifat dan hebatnya serangan atau keluhan
 Lokalisasi dan penyebarannya.
 Keluhan-keluhan lain yang menyertainya.
 Keadaan yang memperberat atau memperingan keluhan.
 Pengobatan yang telah diberikan beserta hasil
pengobatannya.
 Perkembangan , apakah penyakit itu merupakan kekambuhan
suatu penyakit yang telah sembuh atau merupakan peristiwa yang
menahun.
b. Riwayat Kesehatan
 Aktivitas atau istirahat.
Keadaan umum yang lemah,lelah, menyatakan keterbatasan aktivitas
tidak dapat merawat diri sendiri
 Peredaran darah
Saat serangan adanya hipertensi, denyut nadi meningkat, cyanosis dan
setelah serangan TTV kembali normal
 Eliminasi
Saat serangan tekanan kandung kemih meningkat dan otot spincter dan
setelah serangan klien dapat inkontinensia.
 Makanan dan cairan
Selama aktifitas serangan makaanan sangat sensitive, gusi atau gigi
mengalami kerusakan, gusi hiperplasia atau bengkak oleh obat dilantin

c. Riwayat psikososial
Klien biasanya merasa rendah diri dalam berinteraksi dengan orang lain atau
keluarga , ketidakberdayaan dan tidak mempunyai harapan.

2. Diagnosa Keperawatan.
1. Potensial tidak efektifnya jalan napas b. d. obstruksi trachea
bronchial
2. Potensial terjadinya kecelakaan : trauma b.d. kejang
3. Kurang pengetahuan tentang keadaan yang dideritanya b.d.
kurangnya informasi.

3. Perencanaan.
Diagnosa I.
Intervensi dan rasional:
 Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat
tertentu atau gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk
menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala
awal.
R/ Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya benda asing ke faring.
 Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan
kepala selama serangan kejang.
R/ Meningkatkan aliran sekret, mencegah lidah jatuh dan menahan jalan
napas.
 Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
R/ Untuk memfasilitasi usaha bernapas atau ekspansi dada.
 Masukan spatel lidah atau jalan napas buatan atau gulungan benda
lunak sesuai dengan indikasi .
R/ Jika memasukkannya di awal untuk membuka rahang untuk mencegah
tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat penghisapan lendir atau
memberi sokongan terhadap pernapasan jika diperlukan.Jalan napas
buatan mungkin diindikasikan setelah meredanya aktifitas kejang jika
pasien tersebut tidak sadar dapat mempertahankan posisi lidah yang
aman.
 Lakukan pengisapan sesuai indikasi
R/ Menurunkan resiko aspirasi.
Diagnosa II.
Intervensi dan rasional :
 Identifikasi bersama pasien berbagai stimulasi yang dapat
mencegah pencetus kejang
R/ Alkohol , berbagai obat dan stimulasi lain seperti kurang tidur, lampu
yang terlalu terang, menonton TV yang terlalu lama dapat
meningkatkan aktivitas otak yang selanjutnya meni ngkatkan resiko
terjadinya kejang.
 Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang
terpasang dengan tempat tidur rendah.
R/ Mengurangi trauma saat kejang terjadi selama pasien berada di tempat
tidur.
 Evaluasi kebutuhan untuk perlindungan pada kepala.
R/ Penggunaan penutup kepala dapat memberikan perlindungan terhadap
seseorang yang mengalami kejang terus menerus.
 Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu
melalui lubang telinga jika perlu.
R/ Menurunkan resiko pasien menggigit dan menghancurkan termometer
yang terbuat dari kaca atau kemungkinan mengalami kejang tiba- tiba.
 Atur kepala, tempatkan diatas daerah yang empuk atau bantu
meletakkan pada lantai jika keluar dari tempat tidur.
R/ Mengarahkan ekstremitas dengan hati-hati menurunkan resiko trauma
secara fisik saat pasien kehilangan kontrol otot volunter.
 Catat tipe dari aktifitas kejang seperti lokasi atau lamanya aktifitas
motorok, hilang kesadaran dan inkontinensia.
R/ Membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena
 Orentasikan kembali pasien terhadap aktivitas kejang yang
dialaminya.
R/ Pasien mungkin menjadi bingung, disorentasi dan mungkin juga
mengalami amnesia setelah kejang dan memerlukan bantuan untuk
dapat mengontrol dan menghilangkan ansietas.
Diagnosa III.
Intervensi dan rasional :
 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi dan perlunya pengobatan
dalam jangka waktu yang lama sesuai indikasi
R/ Memberikan kesempatan untuk mengklasifikasi kesalahan persepsi dan
keadaan penyakit.
 Tinjau kembali obat-obat yang didapat dan tidak menghentikan
penobatan tanpa pengawasan Dokter termasuk petunjuk untuk pengurangan
dosis.
R/ Pasien perlu untuk mengetahui resiko timbulnya status eptilitikus
sebagai akibat penghentian penggunaan obat anti konfulsan.
 Berikan petunjuk yang jelas pada pasien untuk minum obat
bersamaan waktu makan jika memungkinkan.
R/ Dapat menurunkan iritasi lambung, mual atau muntah
 Diskusikan mengenai efek samping secaraa khusus seperti
mengantuk ,hiperaktif, gangguan tidur, gangguan penglihatan ,mual atau
muntah
R/ Dapat mengidentifikasikan kebutuhan kakaan perubahan dalam dosis
atau obat pilihan yang lain , meningkatkan keterlibaatan dalam proses
pengambilan keputusan daan menyadari efek jangka panjang dari obat
dan memberikan kesempatan untuk mengurangi komplikasi.
 Tekankan perlunya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan
melakukaan pemeriksaan laboratorium yang teratur sesuai dengan indikasi,
seperti darah lengkap harus diperiksa minimal dua kali dalam satu tahun
dan munculnya sakit tenggorokan atau demam
R/ Kebutuhan terapeutik dapat berubah atau efek samping obat yang serius
seperti agranulositosis dapat terjadi.

4. Evaluasi.
1. Mempertahankan kontrol kejang
 Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya
obaat yang diberikan
 Mengidentifikasi efek samping obat
 Dapat menghindari factor atau situasi yang dapat
menimbulkan kejang
 Mengikuti gaya hidup yang sehat dengan tidur yang cukup
dan makan yang teratur untuk menghindari hipoglikemia
2. Meningkatkan penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan
perasaan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang epilepsy.
4. Bebas dari kejang dan komplikasi status eptilitikus.

5. Pendidikan Pasien.
1. Pemakaian obat, efek samping, dosis waktu laporkan efek samping pada
dokter
2. Pentingnya menghindari minuman beralkohol selama memakai obat
antikonvulsan
3. Langkah-langkah menghindari cedera pada saat kejang.
4. Peningkatan kebersihaan mulut bila memakai phenytoin
5. Utamakan memakan obat walaupun sedang bebas kejang
6. Dilarang mengendarai kendaraan
7. Utamakan perawatan lanjutan
8. Kebutuhan untuk mencegah stres hebat

BAB III
PENUTUP

Epilepsy atau kejang adalah gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak
berat yang dikarakteristik oleh kejang berulang. Epilepsi disebabkan karena trauma
lahir, radang otak, gangguan peredaran otak, hypoxia, anemalia congenital, kelainan
degeneratif susunan syaraf pusat, gangguan metabolisme, gangguan elektrolit,
demam tinggi, keracunan obat atau zat kimia, jaringan parut dan faktor hereditas.
Epilepsi diklasifikasikan atas grandmal, petitmal, psikomotor, fokal jakson dan
myoklonic dan akinetis.
RUJUKAN

Barbara C. Long. 1996. “Keperawatan Medical Bedah”, Vol 2, Jakarta Sylvia. A.


Price. Patofisiologi Edisi 4.

Brunner dan Sudarth. ”Keperawatan Medikal Bedah” Edisi 8, Vol 3. Jakarta.

Marllyn E. Doenges.1999. “Rencana Asuhan keperawatan” . Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai