Anda di halaman 1dari 9

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

Pekerjaan Belanja Jasa Konsultasi Supervisi Pengawasan


Kegiatan Lanjutan Pembangunan Gedung Dinas Cipta Karya
dan Tata Ruang

ORGANISASI / OPD : Dinas Kesehatan Kabupatan Cilacap

URUSAN : PENATAAN RUANG

PROGRAM : Program Peningkatan Sarana Prasarana Umum

KEGIATAN : Lanjutan Pembangunan Gedung Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang

PAKET PEKERJAAN : Belanja Jasa Konsultasi Supervisi Pengawasan

KODE REKENING : 1.03.1.05.01.31.11.5.2.3.26.01

TAHUN ANGGARAN : 2015

LOKASI : Kecamatan Kota Kendal Kabupaten Kendal

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kendal

Tahun Anggaran 2015


KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK )

Pekerjaan Belanja Jasa Konsultasi Supervisi Pengawasan

1. Latar Belakang

Pemerintah Kabupaten Kendal bermaksud menyelenggarakan kegiatan Lanjutan Pembangunan


Gedung Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sebagai upaya memenuhi kebutuhan akan gedung
perkantoran yang representatif yang merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah daerah
untuk menyediakan pelayanan publik yang optimal. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan
gedung perkantoran sebagai bagian dari pelayanan publik, maka Pemkab Kendal melalui

Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kendal akan melakukan pembagunan Gedung Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang dalam bentuk kegiatan/ pekerjaan konsultansi supervisi pengawasan.

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Maksud dari belanja jasa konsultasi supervisi pengawasan kegiatan Lanjutan Pembangunan Gedung
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang ialah melakukan pengawasan pembangunan konstruksi sehingga
didapatkan hasil yang optim
Kiranya tegas sekali bahwa tanggungjawab PPTK (Versi PP 58/2005) paling jauh hanyalah
sampai pada Dokumen Administrasi Kegiatan dan Dokumen Administrasi Pembayaran.
Artinya PPTK (Versi PP 58/2005)hanya bertanggungjawab secara formil terhadap
administrasi kegiatan dan pembayaran (Dokumen administrasi SPP-LS Permendagri 13/2006
Pasal 92).

Sedangkan secara materiil output barang/jasa dipertanggungjawabkan oleh personil yang


melaksanakan pengadaan barang/jasa (pasal 1 angka 44 Permendagri 13/2006) dalam hal ini
adalah PPK atau yang melaksanakan kewenangan ke PPK-an (Perpres 54/2010 pasal 1 angka
7). Kemudian untuk pembayaran secara materiil dipertanggunjawabkan oleh PA sebagai
pejabat yang bertanggungjawab atas tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja dengan melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
(Permendagri 13/2006 Pasal 10).

PPTK (Versi PP 58/2005) menegaskan bahwa tugas, pokok


dan fungsi-nya membantu PA (Pengguna Anggaran)/Kuasa
i.
ii. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;

iii. membuat, menandatangani dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan Penyedia


Barang /Jasa;

iv. melaksanakan kegiatan swakelola;

v. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak;

vi. menguji dan menandatangani surat bukti mengenai hak tagih kepada negara;

vii. membuat dan menandatangani SPP;

viii. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita
Acara Penyerahan;

ix. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan

x. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPK dibantu oleh PPTK.

Pasal 14

1. PPTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) pada satuan kerja pusat, UPT, satuan
kerja khusus, dan SKPD pelaksana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan Urusan
Bersama merupakan pejabat struktural satu tingkat di bawah dan dalam unit kerja yang sama
dengan PPK.

2. Selain PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditambah pejabat/staf sebagai
PPTK dalam satu unit pengelola kegiatan dan anggaran pada satuan kerja pusat, UPT, dan
i. yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

3. Dokumen anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b mencakup dokumen
administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan
pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan perundang-undangan.

Perbedaanya adalah, pada Permendagri 3/2013 tegas bahwa PPTK membantu PPK. Tidak
seperti halnya definisi dan ruang lingkup tugas PPTK versi PP 58/2005 kemudian diturunkan
dalam Permendagri 13/2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri 21/2011. Ketegasan
ini dituangkan dalam Pasal 14 sehingga diterangkan secara jelas PPTK tidak lagi hanya
Mengendalikan Pelaksanaan Kegiatan atau Dokumen Administrasi Kegiatan tapi lebih
spesifik hingga ke pelaksanaan perjanjian/kontrak yang juga menjadi tugas dari PPK Pasal 13
ayat 1 huruf f.

Jika kita lihat dari Permendagri 3/2013 kesamaan peran dengan PPTK versi PP
58/2005 tertuang dalam pasal 14 ayat 3 huruf a dan b ditegaskan melalui ayat 4 bahwa yang
dimaksud dengan menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan
kegiatan adalah mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen
administrasi yang terkait dengan persyaratan pembayaran.

PPTK di wilayah Konstruksi

Oke, sekarang kita masuk ke wilayah peraturan lain yang juga kerap disalahpahami berkaitan
dengan peran dan fungsi PPTK (Versi PP 58/2005).

Tidak bisa dipungkiri bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada sektor konstruksi
bangunan adalah yang berkembang paling maju. Apalagi khusus untuk Jasa Konstruksi
Bangunan sudah dinaungi oleh UU 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi sementara
Pengadaan Barang/Jasa hanya diatur setingkat Perpres. Maka dari itu pola manajemen
pengadaan barang/jasa suka tidak suka sebanyak-banyaknya berkiblat pada UU 18/1999 dan
turunannya.
Berkiblat ini ternyata dipahami secara umum sama dengan meng-copy paste mentah-mentah
dari sisi pemahaman tanpa memperhatikan aturan yang mendasari. Berikut uraiannya.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 45/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis


Pembangunan Bangunan Gedung Negara

Pasal 4

(1) Setiap pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dilaksanakan oleh


Kementerian/Lembaga harus mendapat bantuan teknis berupa tenaga PENGELOLA
TEKNIS dari Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka pembinaan teknis.

(2) Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik Daerah yang biayanya
bersumber dari APBD diatur dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang
didasarkan pada ketentuanketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

(3) Untuk pelaksanaan pembangunan Bangunan Gedung Milik BUMN/BUMD mengikuti


ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

(4) Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota pada ayat
(2) pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.

(5) Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) pasal ini sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, harus
menyesuaikan dengan ketentuanketentuan persyaratan pembangunan bangunan gedung
negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.

Jadi pasal ini menegaskan bahwa untuk pelaksanaan pembangunan bangunan gedung milik
daerah mengacu pada ketentuan Permen PU 45/2007. Salah satunya tentang kewajiban
mendapat (harus mendapat) bantuan teknis berupa tenaga PENGELOLA TEKNIS dari
Departemen Pekerjaan Umum dalam rangka pembinaan teknis dan secara khusus diatur
dalam peraturan kepala daerah.
Pada bagian Organisasi dan Tata Laksana manajemen konstruksi Bangunan Gedung
disebutkan bahwa :

B. ORGANISASI DAN TATA LAKSANA

1. PENGELOLA KEGIATAN

a. Organisasi Pengelola Kegiatan Organisasi Pengelola Kegiatan untuk pembangunan


bangunan gedung negara terdiri atas:

1) Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat Komitmen yaitu pejabat yang ditetapkan oleh
Pengguna Anggaran;

2) Pengelola Keuangan Satuan Kerja yaitu Bendaharawan dan Pejabat Verifikasi yang
ditetapkan oleh Pengguna Anggaran;

3) Pengelola Administrasi Satuan Kerja yaitu staf satuan kerja yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh Kepala Satuan Kerja, yang sesuai ketentuan dapat terdiri atas beberapa staf;

4) Pengelola Teknis yaitu tenaga bantuan dari Instansi Teknis Setempat.

Kemudian poin 4 tentang Pengelola Teknis dijabarkan pada poin 6 sebagai berikut:

6) Pengelola Teknis Kegiatan

Pengelola Teknis Kegiatan berfungsi membantu Kepala Satuan Kerja/Pejabat Pembuat


Komitmen dalammengelola Kegiatan dibidang teknis administratif selama pembangunan
bangunan gedung negara pada setiap tahap, baik di tingkat program maupun di tingkat
operasional.

Pengelola teknis adalah pejabat fungsional bidang tata bangunan dan perumahan atau
yang bersertifikat pengelola teknis yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab secara
fungsional kepada:
 Direktur Jenderal Cipta Karya c.q. Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk
satuan kerjasatuan kerja Kementerian/Lembaga tingkat Pusat di wilayah DKI Jakarta; atau

 Dinas Pekerjaan Umum/Instansi teknis provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan
bangunan gedung sebagai bentuk penyelenggaraan tugas dekonsentrasi untuk satuan kerja-
satuan kerja Kementerian/Lembaga di luar wilayah DKI Jakarta;

serta bertanggung jawab secara operasional kepada Kepala Satuan Kerja/Pejabat


Pembuat KomitmenKementerian/Lembaga yang bersangkutan.

Dari runtutan ini maka dapat dipahami bahwa peran dan fungsi Pengelola Teknis
Kegiatan, atau yang juga kerap disebut Pejabat Pengelola Teknis Kegiatan (PPTK versi
Permenpu 45/2007), berada dibawah komando PPK. Dengan demikian PPTK versi
Permenpu 45/2007 bertanggungjawab secara formil terkait administrasi teknis kegiatan
konstruksi. Sedangkan yang bertanggungjawab secara materiil tetaplah PPK yang
bertandatangan kontrak.

Jika dihubungkan dengan pasal 7 ayat 2 huruf b1 Perpres 54/2010 sebagaimana diubah
dengan Perpres 70/2012 pada bagian penjelasan bahwa Tim pendukung adalah tim yang
dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Tim pendukung
antara lain terdiri atas Direksi Lapangan, konsultan pengawas, tim Pelaksana Swakelola, dan
lain-lain. PPK dapat meminta kepada PA untuk menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis
Kegiatan (PPTK) dalam rangka membantu tugas PPK.

Maka citarasa yang dipakai oleh Perpres 45/2010 memasukkan nomenklatur PPTK adalah
dengan citarasa Konstruksi yaitu peran dan fungsi Pejabat Pengelola Teknis
Kegiatan (PPTK versi Permenpu 45/2007).

Masalahnya cita rasa menggunakan PPTK versi Permenpu 45/2007, yang menggunakan
nomenklatur“PENGELOLA TEKNIS”, tetapi Perpres 54/2010
menggunakan nomenklatur “PELAKSANA TEKNIS”sebagaimana PPTK versi PP
58/2005.
Pertanyaannya apakah menggabungkan kewenangan formil administratif
kegiatan dan tanggungjawab materiil pekerjaan/kegiatan pengadaan barang/jasa, ke dalam
satu jabatan yaitu PPTK adalah hal yang salah? Tidak betul-betul salah jika secara substansi
dipertimbangkan kewajaran pelimpahan kewenangannya.

Prinsip pelimpahan kewenangan, pada PP 58/2005 Pasal 13, bahwa penunjukan sebagai
PPTK atas dasar pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi,
dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.

Maka kita lihat PPTK versi PP 58/2005 bahwa yang ditunjuk sebagai PPTK bukan atas dasar
kompetensi teknis tapi hanya tentang jabatan saja. Sementara jika akan merangkap tugas
sebagai PPTK versi Permenpu 45/2007,diarea materiil ke-PPK-an Konstruksi bangunan,
yang menjabat harus pejabat fungsional bidang tata bangunan dan perumahan atau yang
bersertifikat pengelola teknis. Jika yang bersangkutan jelas-jelas tidak punya kompetensi
teknis ke-konstruksi-an maka membebankan 2 peran dan fungsi adalah hal yang tidak
akuntabel dan profesional.

Secara legal formal PPTK gabungan (PP 58/2005 dan Permenpu 45/2007) harus dibekali
dengan Surat Keputusan yang juga sesuai secara substantif dan legal. Konsideran dan Dasar
Hukum harus jelas memasukkan unsur PP 58/2005 dan turunannya, Permen PU 45/2007 dan
turunannya dan juga Perpres 54/2010 beserta seluruh perubahan dan aturan turunannya.

Membebani seorang penanggungjawab administrasi kegiatan (formil) dengan tanggungjawab


teknis kegiatan/pekerjaan (materiil) adalah kesalahan. Apalagi untuk pekerjaan konstruksi
bangunan! Tanpa dibekali dengan keahlian/keterampilan yang cukup, sama saja membiarkan
yang bersangkutan terjerumus pada kesalahan yang berakibat pada Kerugian Negara. Lalu
dalam kondisi seperti ini sebenarnya siapa yang bertanggungjawab? Yang diperintah atau
yang memerintah? Perlu diingat UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, salah
satunya pasal 54 ayat 2, menegaskan bahwa Keputusan yang bersifat deklaratif menjadi
tanggung jawab Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan yang bersifat
konstitutif. Untuk itu pembuat keputusan harus betul-betul berhati-hati agar tidak berpotensi
melanggar hukum.
Sedikit kesimpulan yang dapat diambil dari artikel ini adalah:

1. PPTK di daerah acuannya adalah Permendagri 13/2006 sebagaimana diatur dalam PP


58/2005 sebagai turunan langsung dari 3 paket UU Keuangan Negara (17/2003,1/2004 dan
15/2004) dimana ruang lingkup tugasnya hanya sampai unsur formil pengendalian
kegiatan meliputi dokumen administrasi kegiatanmaupun dokumen administrasi terkait
dengan persyaratan pembayaran.

2. PPTK versi PP 58/2005 adalah Pejabat pada unit SKPD bukan Staf pada unit SKPD karena
jabatan PPTK adalah jabatan struktural berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi jabatan atau
unsur manajerial.

3. Jika PPTK versi PP 58/2005 akan diperlakukan selayaknya PPTK Permendagri 3/2011,
sebagaimana pada lingkungan Kementerian Dalam Negeri, maka harus ada aturan minimal
setingkat peraturan daerah yang menegaskan ruang lingkup tugas dan tanggungjawab formil
kegiatan sekaligus materiil seorang PPTK.

4. PPTK diwilayah teknis materiil atau pelaksanaan kontrak atau pelaksanaan pengadaan,
khususnya konstruksi bangunan, ditegaskan oleh Permen PU 45/2007 adalah pejabat
fungsional bidang tata bangunan dan perumahan atau yang bersertifikat pengelola teknis.

5. Melibatkan PPTK versi 58/2005 ke dalam wilayah teknis materiil pekerjaan atau pelaksanaan
kontrak tanpa membekali dengan kompetensi teknis yang cukup, tidak sesuai dengan asas
profesionalisme dan segala kesalahan berpotensi menjadi tanggungjawab pejabat yang
memberi perintah (UU 30/2014 pasal 54 ayat 2).

Demikian yang dapat saya pelajari dan pahami, walahualam bissawab.

Anda mungkin juga menyukai