Anda di halaman 1dari 18

Tugas: Keperawatan Maternitas

Dosen: Tutik Agustini S.kep Ns M,kep

Hemofilia (pembekuan darah pada ibu hamil)

Nama Kelompok 3:

Citra Arista 14220160027


Masita purmata putri 14220160019
Syukriana s14220160026
Hasriani hd14220160022
Wiwin ferdita14220160017

Universitas Muslim Indonesia


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Keperawatan
Makassar T/A 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh
Hopff di universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah
hemofilia pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman,
Johan Lukas Schonlein (1793-1864), pada tahun 1928. Pada abad ke 20, para dokter
terus mencari penyebab timbulnya hemofilia hingga mereka percaya bahwa
pembuluh darah penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua
orang dokter dari Harvard, Patek danTaylor, menemukan pemecahan masalah pada
pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma
dalam darah. Zat tersebut disebut dengan “anti-hemophilic globulin”.

Ditahun 1944, Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina,


mengadakan suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah
dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah pada
penderita hemofilia lainnya atau sebaliknya. Ia secara kebetulan telah menemukan
dua jenis penderita hemofilia dengan masing-masing kekurangan zat protein yang
berbeda – faktor VII dan IXdan hal ini di tahun 1952, menjadikan hemofilia A dan
hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda. Meskipun hemofilia telah
dikenal dalam kepustakaan kedokteran, tetapi di Jakarta baru tahun 1965 diagnosis
laboratorik diperkenalkan oleh Kho Lien Keng dengan Thromboplastin Generation
Time (TGT) disamping prosedur masa perdarahan dan pembekuan. Pengobatan yang
tersedia di rumah sakit hanya darah segar, sedangkan produksi Cryopresipitate yang
dipakai sebagai terapi utama hemofilia diJakartadiperkenalkan oleh Masri Rustam
pada tahun 1975.

Pada tahun 2000, hemofilia yang dilaporkan ada 314, pada tahun 2001 kasus
yang dilaporkan mencapai 530. Diantara 530 ini, 183 kasus terdaftar di RSCM,
sisanya terdaftar di Bali, Bangka, Bandung, Banten, Lampun, Medan, Padang,
Palembang, Papua, Samarinda, Semarang, Surabaya, Ujung pandang, dan
Yogyakarta. Diantara 183 pasien hemofilia yang terdaftar di RSCM, 100 pasien telah
diperiksa aktivitas faktor VIII dan IX. Hasilnya menunjukkan bahwa 93 orang adalah
hemofilia A dan 7 orang adalah hemofilia B. Sebagian besar pasien hemofilia A
mendapat Cryoprecipitate untuk terapi pengganti, dan pada tahun 2000, konsumsi
cryoprecipitate mencapai 40.000 kantung yang setara dengan kira-kira 2 juta unit
faktor VIII.

Pada saat ini tim pelayanan terpadu juga mempunyai komunikasi yang baik
dengan tim hemofilia dengan negara lain. Pada hari hemofilia sedunia tahun 2002,
pusat pelayanan terpadu hemofilia RSCM telah ditetapkan sebagai pusat pelayanan
terpadu hemofilia nasional. Pada tahun 2002, pasien hemofilia yang telah terdaftar di
seluruh Indonesia mencapai 757, diantaranya 233 terdaftar diJakarta, 144 di Sumatera
Utara, 92 di Jawa Timur, 86 di Jawa Tengah, dan sisanya tersebar dari Aceh sampai
Papua.

B. Tujuan
- Untuk mengetahui definisi hemofilia.

- Untuk mengetahui jenis-jenis hemofilia.

- Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi pada hemofilia.

- Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien hemofilia.


BAB II
KONSEP MEDIS

A. DEFENISI

 Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak


kekurangan faktor pembekuan (hemofilia A) . (Cacily L. Betz & Linda A. Sowden)
 Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan
dengan defisiensi atau kelainan biologi faktor VII dan faktor IX dalam plasma.
(David Ovedoff, 2000)
 Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang
terjadi karena adanya kelainan pada proses pembekuan darah sang ibu, sehingga
darah tetap mengalir.
 Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekurangan salah satu
faktor pembekuan darah. (Nurcahyo, 2007)
 Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat
defisiensi (kekurangan) salah salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses
pembekuan darah. Protein ini disebut sebagai faktor pembekuan darah. Pada
hemofilia berat, gejala dapat terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di
saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada hemofilia sedang dan ringan,
umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi tanggal, atau tindakan operasi.(dr. Heru
Noviat Herdata, 2008)
B. ETIOLOGI
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet
biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada
kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan
plasenta dan penjendalan darah memiliki peran penting beberapa jam hingga
beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat menyebabkan
perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain,
terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau
sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet
dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit
sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa
hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat
biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan
solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar
fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal
seperti pada wanita yang tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu,
koagulopati dilusional dapat terjadi setelah perdarahan post partum masif yang
mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.
DIC, yaitu gangguan mekanisme pembekuan darah yang umumnya disebabkan oleh
hipo atau afibrinigenemia atau pembekuan intravascular merata (Disseminated
Intravaskular Coagulation)
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan,
yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini
terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta
pemanjangan waktu trombin (thrombin time).
C. PATOFISILOGI
Kelainan koagulasi generalisata ini dianggap sebagai akibat dari lepasnya
substansi – substansi serupa tromboplastin yang berasal dari produk konsepsi ke
dalam sirkulasi darah ibu atau akibat aktivasi factor XII oleh endotoksin. Setelah itu
mulailah serangkaian reaksi berantai yang mengaktifkan mekanisme pembekuan
darah, pembentukan dan pengendapan fibrin dan, sebagai konsekuensinya, aktivasi
sistem fibrinolitik yang normalnya sebagai proteksi. Gangguan patofisiologi yang
kompleks ini menjadi suatu lingkaran setan yang muncul sebagai diathesis
perdarahan klinis dengan berubah – ubahnya hasil rangkaian tes pembekuan darah
sehingga membingungkan.

D. KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi obstetric yang diketahui berhubungan dengan DIC
(Koagulasi Intravaskuler Diseminata) :
1. Sepesi oleh kuman gram negative, terutama yang mneyertai dengan abortus
septic
2. Syok berat
3. Pemberian cairan hipertonik ke dalam uterus
(Schward, 2000)

E. PENCEGAHAN
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil
saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana
yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses
persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi
persalinan, slah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi terhadap hal
tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
 1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan
mengatasi setiap penyakit kronis, anemia dan lain-lain sehingga pada saat
hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
 2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multiparitas, anak beras, hamil
kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat PPP sebelumnya dan
kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan
 3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lamaa
 4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan
 5. Kehamilan resiko rtendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan
menghindari persalinan dukun
 6. Mengesuai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan
mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
(Sarwono, 2008)

F. PENGOBATAN

Tujuan utama pengobatan adalah menghilngkan sumber material serupa


tromboplastin, tetapi evalusai produk konsepsi akan mendatangkan resiko perdarahan
vaginal atau bedah. Dengan alasan inilah, proses pembekuaan normal harus
dipulihkan lebih dahulu sebelum melakukan persalina operatif.
1. Pemberian faktor-faktor pembekuan
2. Menghambat proses patofisiologi dengan antikoagulasi heparin samapi faktor-
faktor pembekuan pulih kembali
Cara pengobatan yang akan dipilih tergantung kepada ancaman jiwa pasien segera
akibat perdarahan yang aktif pada saat diagnosis ditegakkan atau akibat persalinan
yang akan segera terjadi.
1. Bila dicurigai ada perdarahan aktif dari uterus dari persalinan operatif, harus
diberikan pengobtan sebagai terjadi :
a. Monitor tanda-tanda vital secara kontiyu termasuk pengukuran tekanan vena
sentral dan mempertahankan produksi urin
b. Berikan oksigen melalui masker
c. Mengatasi syok dengan segera adalah penting, bila memungkinkan dengan darah
lengkap segar.
d. Pemberian faktor-faktor pembekuan : pengobatan denga plasma beku segar lebih
disukai daripada dengan preparat depot fibrinogen (pooled fibrinogen) komersial
karena dapat memperkecil resiko penularan hepatitis, pengantian volume tambahan,
serta tersediannya aneka macam faktor-faktor pembekuaan. Setiap liter plasma beku
segar dapat diharapkan mengandung 2-3 g fibrinogen.
Karena kira-kira diperlukan 2-6 g fibrinogen, bila hal tidak dapat disediakan dengan
perparat tersebut (baik karena tidak tersedia atau karena masalah-masalah
hipervolema) dapat dipakai fibrinogen depot komersial.
Masalah utama yang berkaitan dengan pengantian fibrinogen dengan menggunakan
salah satu preparat tersebut di atas adlah waktu psruhnya yang singkat kalkau ada
banyak trombhin dan timbunan fibrin intravaskuler lebih lanjut. Dengan alasan inilah,
preparat-preparat tersebut hanya boleh digunakan untuk segera mengendalikan
perdarahan sebelum persalina ndan pertama bila persalinan harus dilaksankan dengan
operasi seksio sesaria.
Dengan demikian prosedur pengobatan seperti di atas serta melakukan pengosongan
uterus, biasanya akan terjadi perbaikan spontan pembekuan darahnya, sehingga tidak
diperhatikan terapi lebih lanjut.
2. Bila tidak ada perdarahan uterus dan persalinannya dapat ditunda (yaitu, sindrom
janin mati yang tertinggal dalam uterus tetapi jelas tidak ada soluiso plasenta),
tindakan sebagai berikut dilakukan :
a. Heparinisasi : 100 IU/kg setiap 4 jam, atau 600 IU/kg/24 jamdenga infuse kontiu
Pemberian heparin dihentikan setelash terjadi perbaikan faktor-faktor pembekuan
kedalam batas normal, dan hanya dalam keadaan inilah persalina boleh dilaksanakan.
Terapi fibrinogen jarang dilakukan jika sekiranya diindikasikan pada pasien obstetric
selalu karena DIC dan akan berhenti sendiri setelah pengobtan primer. Kita harus
selalu ingat bahwa keberadaan fibrinolisis merupakan suatu respons protektifterhadap
koagulasi intravaskuler. (Schward, 2000)

G. PENATALAKSANAAN
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya
perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada
kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk
menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.
Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional.
Restorasi dan penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat
sangat esensial. Perlu saran dari ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan
koagulopati.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien
dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat.
Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 –
10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala
perdarahan telah jelas atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi
trombosit diindakasikan bila hitung trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika
direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan
suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh
trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII,
IX, X dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan
adanya kesesuaian donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel
penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium,
plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen,
dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von
Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu
pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Uji skrinning untuk koagulasi darah.


 Jumlah thrombosit (normal)
 Masa protrombin (normal)
 Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan factor koagulasi
intrinsic)
 Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan thrombosit dalam
kapiler)
 Assys fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
 Masa pembekuan thrombin
b.Biopsi hati digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan
kultur.
c. Uji fungsi hati digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati. Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT), Serum Glutamic Oxaloacetic Tansaminase (SGOT),
Fosfatase alkali, bilirubin.
d. Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus)
e. Ultrasonograph Dopples / Pletismografi (menandakan aliran darah lambat melalui
pembuluh darah.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

1. Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan wanita sebagai carier.
2. Keluhan Utama
1) Perdarahan lama ( pada sirkumsisi )
2) Epitaksis
3) Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan dan
terbentur pada sesuatu.
4) Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan jaringan lunak dan
hemoragi pada sendi
5) Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
6) Perdarahan sistem GI track dan SSP
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta apakah
klien mempunyai penyakit menular atau menurun seperti Dermatitis, Hipertensi,
TBC.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau carrier pada wanita.
6. Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna.
7. ADL (Activity Daily Life)
 Pola Nutrisi : anoreksia, menghindari anak tidak terlewati dengan sempurna
 Pola Eliminasi : hematuria, feses hitam
 Pola personal hygiene : kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan dini.
 Pola aktivitas : kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
 Pola istirahat : tidur terganggu karena nyeri
8. Pemeriksaan
 Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : kelemahan
- BB : menurun
- Wajah : Wajah mengekspresikan nyeri
- Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
- Hidung : epitaksis
- Thorak/ dada : Adanya tarikan intercostanalis dan bagaimana suara paru
- Suara jantung pekak
- Adanya kardiomegali
- Abdomen adanya hepatomegali
- Anus dan genetalia
 Eliminasi urin menurun
 Eliminasi alvi feses hitam
- Ekstremitas : Hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas bawah
 Pemeriksaan Penunjang ( labolatorium )
1) Uji Skrinning untuk koagulasi darah
- Masa pembekuan memanjang (waktu pembekuan normal adalah 5-10 menit)
- Jumlah trombosit ( normal )
- Uji pembangkitan tromboplastin ( dapat menemukan pembentukan yang tidak
efisien dari tromboplastin akibat kekurangan F VIII )
2) Biopsi hati ( kadang-kadang ) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur
3) Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan mekanisme pembekuan darah yang
tidak normal.
2. Risiko injuri berhubungan dengan perdarahan.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi inadekuat.
4. Resiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak sendi
sekunder akibat hemartosis perdarahan pada sendi.
5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak menderita penyakit serius.

C. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mekanisme
pembekuan darah yang tidak normal.
 Tujuan (NOC) :
a. Keseimbangan cairan
b. Hidrasi
c. Status nutrisi : masukan makanan dan minuman
 Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine
normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
 Intervesi (NIC) :
a. Monitoring tannda-tanda vital
R/ Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi peningkatan kehilangan cairan
mengakibatkan hipotensi dan takikardi
b. Instruksikan dan pantau anak berkaitan dengan perawatan gigi yaitu menggunakan
sikat gigi berbulu anak
R/ Sikat gigi berbulu keras dapat menyebabkan perdarahan mukosa mulut.
c. Kolaborasi pemberian produk plasma sesuai indikasi
R/ Pemberian plasma untuk mempertahankan homeostatis.

2. Diagnosa : Risiko injuri berhubungan dengan perdarahan.


 Tujuan (NOC) : menurunkan resiko injuri
 Kriteria Hasil :
a. Klien terbebas dari cidera
b. Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah injuri/cidera
c. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri
d. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
 Intervesi (NIC) :
a. Ciptakan lingkungan yang aman seperti menyingkirkan benda-benda tajam,
memberikan bantalan pada sisi keranjang bayi untuk yang tidak aktif
R/ Anak yang aktif memiliki resiko cidera yang tinggi apabila tidak diawasi
b. Tekankan bahwa olahraga kontak fisik dilarang
R/ Kontak fisik dapat menyebabkan perdarahan
c. Berikan tekanan setelah injeksi / fungsi vena
R/ Tekanan ini meminimalkan perdarahan
d. Anjurkan orang tua untuk memberikan pengawasan pada saat bermain di luar rumah.
e. Kolaborasi pemberian analgesik (hindari aspirin), bisa disarankan menggunakan
asetaminofen
R/ Aspirin dapat mengganggu pH darah dan dapat ketidakcukupan mudah terjadi

3. Diagnosa : Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan.


 Tujuan (NOC) : Pasien tidak menderita nyeri atau menurunkan intensitas atau skala
nyeri yang dapat diterima anak.
 Kriteria Hasil : Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri yang ditandai oleh
ekspresi wajah relaks, ekspresi rasa nyaman, mampu tertidur, dan tidak ada
kebutuhan obat anlgesik.
 Intervesi :
a. Kaji tingkat nyeri anak
R/ untuk mengendalikan rasa nyeri, dan untuk memantau status perdarahan anak
karena nyeri yang konsisten atau meningkat, dapat mengindikasikan perdarahan
berlanjut.
b. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat yang dijual bebas seperti aspirin.
R/ Aspirin dapat mengganggu pH dan dapat membuat perdarahan mudah terjadi
c. Ajarkan keluarga atau anak tentang apa itu hemofilia & tanda serta gejalanya
d. Berikan penjelasan pada keluarga dan atau anak bahwa penyakit ini belum
dapat disembuhkan dan tujuan terapi adalah mencegah munculnya gejala.
R/ Informasi yang adekuat akan dapat meningkatkan pengetahuan klien.

4. Diagnosa resiko tinggi kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan


gerak sendi sekunder akibat hemartosis
 Hasil yang diharapkan : Menurunkan resiko kerusakan mobilitas fisik
 Kriteria Hasil :
a. Tanda vital tetap normal.
b. Peningkatan rentang gerak sendi
c. tidak ada tanda inflamasi
 Intervesi :
a. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat
R/ Meningkatkan kepercayaan diri pada klien.
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak yang sakit.
R/ Melatih persendian dan menurunkan resiko perlukaan.
c. Kolaborasi / konsultasi dengan ahli terapi fisik / okupasi, spesialisasi, rehabilitas.
R/ Sangat membantu dalam membuat program latihan / aktivitas individu dan
menentukan alat bantu yang sesuai.

5. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak menderita penyakit serius.


 Tujuan : Klien dapat menerima support adekuat
 Kriteria Hasil :
a. Keluarga tidak mengalami penurunan koping keluarga
b. Normalisasi keluarga yang memuaskan
c. Kesejahteraan emosi pemberi asuhan
 Intervensi :
a. Gali perasaan orang tua dan anggota keluarga tentang kondisi kronis dan dampaknya
pada gaya hidup mereka.
b. Rujuk pada konseling genetik untuk identifikasi kerier hemofilia dan beberapa
kemungkinan yang lain.
c. Rujuk kepada agen atau organisasi bagi penderita hemofilia

D. Evaluasi Keperawatan
a. Nyeri berkurang
b. Melakukan upaya pencegahan berdarah
c. Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahangayahidup.
d. Tidak mengalami komplikasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII ( hemofilia A ) atau faktor IX ( hemofilia B atau
penyakit Christmas ). Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan
yang diturunkan melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami
oleh pria dengan ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan
keperawatan dilakukan dengan tujuan meminimalkan komplikasi. Salah satu
upayanya dengan memberikan infromasi pada keluarga tentang perawatan di rumah.
B. Saran
Untuk mengetahui seseorang yang menderita hemofilia/tidak sebaiknya
dilakukan pemeriksaan labolatorium dan pemeriksaan penunjang.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media
Aesculapius. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit


Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.

Marilynn E Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai