Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puja dan puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Kepribadian”

Keberhasilan tugas makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami
sampaikan terima kasih kepada Dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu
pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tugas yang lain.

Penulis

04 Agustus 2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah mahluk yang kompleks.Manusia lebih rumit dari makhluk apapun yang bisa dijumpai
dan jauh lebih rumit dari mesin apapun yang bisa dibuat. Manusia juga sulit dipahami karena
keunikannya. Dengan keunikannya, manusia adalah makhluk tersendiri dan berbeda dengan makhluk
apapun. Juga dengan sesamanya. Tetapi, bagaimanapun sulitnya atau apapun hambatannya, manusia
ternyata tidak pernah berhenti berusaha menemukan jawaban yang dicarinya itu. Dan barang kali
sudah menjadi ciri atau sifat manusia juga untuk selalu mencari tahu dan tidak pernah puas dengan
pengetahuan-pengetahuan yang diperolehnya, termasuk pengetahuan tentang dirinya sendiri dan
sesamanya.
Sekian banyak upaya yang telah diarahkan untuk memahami manusia. Tetapi tidak semua upaya
tersebut membawa hasil, namun upaya pemahaman tentang manusia tetap memiliki arti penting dan
tetap harus dilaksanakan. Bisa dikatakan bahwa kualitas hidup manusia, tergantung kepada
peningkatan pemahaman kita tentang manusia

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian tentang kepribadian?
2. Ciri-ciri kepribadianya serta pendekatanya

C. TUJUAN
Penulisan ini memiliki beragam tujuan yang ingin dicapai baik penulis maupun pembaca.
Tujuan tersebut antara lain :

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian kepribadian.


2. Untuk mengetahui dan memahami tentang ciri-ciri kepribadian
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang pendekatan sifat
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kepribadian
. Kata personalit dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin persona. Pada mulanya kata
persona ini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh para pemain sandiwara di
Zaman Romawi dalam memainkan peran-perannya. Selanjutnya, kata persona ini berubah
menjadi satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu
dari kelompok atau masyarakatnya, yang mana individu tersebut diharapkan bisa bertingkah
laku berdasarkan gambaran sosial yang diterimanya. Kepribadian adalah organisasi dinamis
di dalam individu yang terdiri dari sistem-sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku
dan pikirannya secara karakteristik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya (G.

Kepribadian juga sering diartikan dengan ciri-ciri tertentu yang menonjol pada diri individu,
yang menunjuk kepada bagaimana individu tampil dan dan menimbulkan kesan bagi
individu-individu lainnya.

Kepribadian menurut psikologi

Terdapat beberapa defenisi kepribadian dari beberapa ahli psikologi, diantaranya adalah :

a. George Kelly

George Kelly memandang Kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam
mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya.

b. Gordon Allport

Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri individu
yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang
bersangkutan.

c. Sigmund Freud

Sigmund Freud mamandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem,
yakni id, ego dan super ego. dan tingkah laku menurut Freud merupakan hasil dari konflik
dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut

2. Ciri-ciri kepribadian

Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian.
Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall
dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang
berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu
rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa
kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci
dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan
penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral
maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan
emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat
dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh
keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi
kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan
kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang
sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari
Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori
Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari
Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl
Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang
aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

 Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
 Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
 Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
 Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
 Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima risiko secara wajar,
cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang dihadapi.
 Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan
kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf,
2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

Kepribadian yang sehat

 Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang
kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan
sebagainya.
 Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi
kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak
mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
 Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan
yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh
atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau
kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi,
tetapi dengan sikap optimistik.
 Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk
mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
 Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan
diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
 Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi
frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)
 Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan
kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar
paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan
kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
 Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki
kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat
fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa
nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan
untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan
dirinya.
 Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap
bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
 Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang
berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
 Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-
faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang).

Kepribadian yang tidak sehat

 Mudah marah (tersinggung)


 Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
 Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
 Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau
terhadap binatang
 Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah
diperingati atau dihukum
 Kebiasaan berbohong
 Hiperaktif
 Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
 Senang mengkritik/mencemooh orang lain
 Sulit tidur
 Kurang memiliki rasa tanggung jawab
 Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat
organis)
 Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
 Pesimis dalam menghadapi kehidupan
 Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan

3.Pendekatan kepribadian
A.Pendekatan Filosofis
Pendekatan filosofis melalui psikologi filsafat berhubungan rapat dengan agama dan
ilmu filsafat yang mempelajari apakah jiwa itu?, bagaimana wujudnya?, ke mana perginya
setelah manusia mati?, dan sebagainya. Pengetahuan ini tak dapat dicapai oleh indera kita,
maka disebut juga psikologi metaphisika. Oleh karena cara peninjauannya sangat bersifat
spekulatif, maka disebut juga psikologi spekulatif. Pendekatan filosofis yaitu suatu pendekatan
untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode
filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karna masalah dalam pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan saja, yang hanya terbatas pada pengalaman.1[1]
Pendekatan filosofis dalam psikologi yaitu melakukan pendekatan psikologi dari aspek
spiritual atau jiwa semata-mata dengan berpandukan intuitif, hasil renungan atau proses
pemikiran bahkan berdasarkan sumber-sumber religius yang berkaitan dengan jiwa.2[2]
Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks, lebih
mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta faktual dan tidak
dapat dijangkau oleh sains. Pengetahuan ini tidak bisa dicapai oleh indera manusia, oleh karna
itu pendekatan filosofis juga disebut sebagai Psikologi Metaphisika.
Beberapa metode yang bersifat filosofis, antara lain:
1. Metode Intuitif
Metode intuitif adalah melakukan penyelidikan dengan jalan sengaja atau tidak sengaja
dalam pergaulan sehari-hari. Dalam keadaan terakhir itu kita mengadakan penilaian terhadap
sesama kita atau benar-benar ingin kita ketahui keadaannya, melalui kesan kita terhadap orang-
orang tersebut. Dalam langkah seperti ini, kesan pertama adalah peranan yang paling besar
dalam pengambilan kesimpulan. Sudah tentu metode ini kurang memenuhi syarat. Karenanya
harus dikombinasikan dengan metode-metode lain guna memperoleh kesimpulan yang dapat
dipercaya.
2. Metode Kontemplatif
Metode kontemplatif adalah melakukan penyelidikan dengan jalan merenungkan objek
yang akan diketahui dengan mempergunakan kemampuan berfikir kita. Alat utama yang
dipergunakan adalah pikiran kita yang benar-benar sudah dalam keadaan objektif. Dalam arti
murni tidak tercampur dengan alat-alat lain, serta tidak tercampur juga dengan pengaruh-
pengaruh luar yang bersifat lahiriah dan biologis. Metode ini sering digunakan sebelum
berkembangnya ilmu pengetahuan pada abad ke-17, karena pandangan empirisme menjadi
domonan. Pandangan ini menyatakan bahwa untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui
empiri atau pengalaman, sehingga observasi untuk memperoleh kenyataan yang objektif dan
pendapat sebelumnya yang tidak lagi memuaskan oleh para ahli, ditinggalkan.
Rene Descrates, seorang ahli filsafat Perancis, menggunakan pendekatan filsafat dalam
mempelajari tentang psikologi. Menurut Descrates psikis merupakan dunia mental, dan badan
atau jasmani merupakan dunia material, dua hal yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda.
3.Metode Besifat Filosofis Relijius
Metode ini dilakukan dengan mempergunakan materi-materi agama, sebagai alat utama
untuk meneliti pribadi manusia. Nilai-nilai yang terdapat dalam agama itu merupakan
kebenaran-kebenaran yang absolute dan pasti benar. Dengan kata lain kita menyelidiki jiwa
manusia beserta beserta segala seginya dengan menggunakan materi-materi agama yang tertera
dalam Kitab Suci sebagai norma standart penilaian.
Menurut Islam, jiwa yang bersih dari maksiat dan dosa, serta selalu bertaqarrub kepada
Allah SWT. akan menimbulkan sikap yang tenaang dan peruatan yang serba baik dan benar.
Sebaliknya, jiwa yang kotor, banyak berbuat keslahan dan jauh dari Allah akan melahirkan
perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan dirinya dan orang lain, serta selalu dirundung
keresahan.3[3]
Menurut Achmad Mubarak, desain kejiwaan manusia diciptakan tuhan sangat
sempurna, berisi kapasitas-kapasitas kejiwaan, seperti berpikir, merasa dan berkehendak. Jiwa
merupakan sistem (disebut sistem nafsani) yang terdiri dari subsistem Aql, Qalb, Bashirat,
Syahwat da Hawa. Aql (akal) merupakan problem solving capacity, yang bisa berfikir dan
membedakan yang baik dan buruk. Qalb (hati) merupakan perdana menteri dari sistem nafsani.
Dialah yang memimpin kerja jiwa manusia. Qalb memiliki otoritas memutuskan sesuatu
tindakan. Bashirat juga bisa disebut nurani, dari kata nur, dalam bahasa Indonesia menjadi hati
nurani. Menurut konsep tasawwuf, Bashirat adalah cahaya ketuhanan yang ada dalam hati.
Introspeksi, tangis, kesadaran, religiositas, god spot, bersumber dari sini. Syahwat adalah motif
kepada tingkah laku. Syahwat adalah sesuatu yang manusiawi dan netral. Suka kepada
berlawanan jenis, bangga terhadap anak-anak, menyukai benda berharga adalah beberapa
bentuk syahwat. Hawa pula adalah dorongan kepada objek yang rendah dan tercela. Perilaku
kejahatan, marah, frustasi, sombong dan sebagainya bersumber dari Hawa. Karakteristik hawa
adalah ingin segera menikmati apa yang diinginkan tanpa memedulikan nilai-nilai moralitas.
Orang yang memenuhi tuntutan hawa, tindakannya cenderung distruktif.4[4] Dalam bahasa
Indonesia disebut hawa nafsu, atau menurut teori Freud disebut id.

B. Pendekatan Fisiologis
Pengertian dari segi bahasa, fisiologi merupakan turunan biologi yang mempelajari
bagaimana kehidupan berfungsi secara fisik dan kimiawi, yaitu kajian mengenai kehidupan
benda hidup. Fisiologi merujuk pada pengkajian mengenai sifat fisikal benda hidup, cara
organise berinteraksi satu sama lain dan juga dengan alam sekitar dengan kelebihan atau
kekurangan fisikal tersebut. Fisiologi menggunakan berbagai metode ilmiah untuk
mempelajari biomolekul, sel, jaringa, organ, sistem organ, dan organisme secara keseluruhan
menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan.
Para ahli psikologi fisiologi mencoba menemukan hubungan antara proses biologi
dengan perilaku. Bagaimana hormon seks mempengaruhi perilaku, bagian otak mana yang
mengontrol ucapan.5[5]
Banyak aspek perilaku manusia dan fungsi mental yang tidak dapat dipahami
sepenuhnya tanpa ada dasar pengetahuan mengenai proses biologis. Sistem saraf kita, yaitu
organ indera, otot dan kelenjar memungkinkan kita untuk menyadari keadaan lingkungan serta
untuk menyesuaikan diri kita terhadap lingkungan itu. Persepsi kita terhadap berbagai peristiwa
yang terjadi tergantung pada cara bagaimana organ indera kita mendeteksi adanya stimulus dan
bagaimana otak kita menafsirkan informasi yang datang dari indera itu. Sebagian besar perilaku
kita didorong oleh berbagai kebutuhan seperti rasa lapar, haus dan usaha menghindari
kegagalan atau rasa sakit. Kemempuan kita berbahasa, berpikir dan memecahkan masalah
tergantung pada struktur otak yang luar biasa rumitnya.6[6]
Dalam arti kata lain, pendekatan fisiologis adalah pendekatan berdasarkan aspek
fisiologis semata-mata dan tidak berkaitan dengan jiwa dan perasaan.7[7] Seperti contoh,
sekiranya kita menemui seorang lelaki dewasa yang bercakap dengan terbata-bata dan tidak
lancar. Jika diperhatikan dari aspek fisiologis, ketidaklancaran lelaki tersebut berbicara
mungkin saja diakibatkan oleh kerusakan pada bagian tertentu pada otak yang mengontrol
aktivitas percakapan, sehingga mengakibatkan perbuatan tersebut.

C. Pendekatan Psikofisis
Psikofisis terdiri dari dua kata yaitu “Psiko” yang berarti jiwa, dan “fisis” yang diambil
dari kata fisik. Berlainan dengan sebelumnya, pendekatan-pendekatan hanya dilakukan
berdasarkan aspek dalaman atau aspek luaran semata-mata. Pendekatan psikofisis yaitu
pendekatan yang dilakukan melalui kedua aspek yaitu aspek dalam (jiwa) dan aspek luar
(fisik), dan kedua aspek ini saling berhubungan antara satu dengan yang lain.8[8]
Beberapa ahli psikologi memandang kegiatan kejiwaan sebagai suatu sistem psikofisis.
Psikologi yang modern justru mempergunakan metode-metode experimental dengan
mengambil manfaat dari kemajuan-kemajuan penemuan di bidang psikologi dan matematika,
guna mempelajari dan menganalisa persoalan-persoalan psikologi. Beberapa peristiwa
kejiwaan yang dapat diterangkan dari adanya pengetahuan yang sangat lengkap tentang
neurology misalnya, sehingga para ahli berpendapat bahwa ada kerja sama yang erat antara
jiwa dan jasmani.
Teori ini telah dinyatakan sebelumnya oleh seorang ahli filsafat asal Perancis, Rene
Descartes, yang menyatakan bahwa psikis dapat mempengaruhi badan, dan sebaliknya badan
juga dapat mempengaruhi psikis. Hubungan ini dinamakan mutual interaction. Descartes
menafikan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa hubungan hanya searah, yaitu hanya
psikis yang mempengaruhi badan.
Penemuan-penemuan modern telah membuktikan bahwa fisik bisa mempengaruhi
kejiwaan manusia. Seperti halnya dengan mendengarkan lagu-lagu yang berentak perlahan
mampu melahirkan perasaan yang tenang. Sebaliknya lagu-lagu yang rancak bisa melahirkan
rasa agresif. Sehingga beberapa eksperimen telah dilakukan dengan menanamkan
microelectrode pada bagian-bagian tertentu dalam otak. Suatu sensasi rasa senang akan
dirasakan sekiranya distimulasi dengan arus listrik yang lemah. Begitu juga sebaliknya,
kejiwaan mampu mempengaruhi fisik manusia. Seperti contoh, dalam bidang kedokteran,
dokter mengakui bahwa keruwetan-keruwetan rohani, tekanan jiwa, dapat mempengaruhi
kondisi tubuh, sehingga membuatkan kurang nafsu makan, daya tahan tubuh berkurang dan
akibatnya penyakit lebih mudah untuk menyerang. Karena itu dokter kadang-kadang justru
hanya memberikan terapi kejiwaan saja, sedang terapi jasmani hanya diberikan dengan
suntikan aquadest.9[9]

D. Pendekatan Antroposentris
Antroposentris adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat
dari sistem alam semesta.10[10] Suatu kebijakan dan tindakan yang baik dalam kaitan dengan
lingkungan hidup akan dinilai baik kalau mempunyai dampak yang menguntungkan bagi
kepentingan manusia.
Pendekatan antroposentris ini memusat pada manusia, kita melihat bahwa tiap
pendekatan kepribadian memiliki filosofi interistik hakikat manusia.
Manusia bukan saja merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang harus hidup
dengan sesamanya dan selalu membutuhkan kerjasama dengan sesamanya, tetapi lebih dari itu
manusia juga mempunyai kepekaan sosial. Kepekaan sosial berarti kemampuan untuk
menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan orang lain. Misalnya seseorang
akan berbeda kalau menghadapi orang yang sedang marah, gembira ataupun sedih.11[11]
Allah telah menciptakan potensi kehidupan manusia yang berupa naluri, yaitu:
1.Naluri beragama
Naluri ini mendorong manusia untuk mensucikan sesuatu yang mereka anggap sebagai
wujud dari sang pencipta, maka dari itu dalam diri manusia ada kecenderungan untuk beribadah
kepada Allah. Namun tidak semua manusia itu menyembah atau beribadah kepada Allah, ada
seseorang itu yang musyrik atau tidak mengakui adanya tuhan.
2. Naluri mepertahankan diri
Naluri ini mendorong manusia untuk melaksanakan berbagai aktifitas dalam rangka
melestarikan kelangsungan hidup. Berdasarkan hal ini maka pada diri manusia ada rasa takut,
keinginan menguasai.
3. Naluri melangsungkan keturunan
Naluri ini mendorong manusia untuk melangsungkan jenis manusia, manusia memiliki
kecederungan seksual, rasa cinta pada tiap-tiap pasangannya.12[12]

E. Pendekatan Fungsionalis
Fungsional adalah penyesuaian diri sebagai proses untuk mempertemukan tuntunan
diri sendiri dan lingkungannya. Contoh: seorang pedesaan hidupnya lebih sopan dan lebih
santun dibandingkan dengan orang kota, karena mayoritas orang desa hidupnya paguyuban
atau patembayan, sedangkan orang kota hidupnya pasundan dan individual.
Pendekatan fungsional adalah pendekatan psikologi yang melihat bagaimana cara
beradaptasi seseorang dengan lingkungannya. Contoh: di dalam rumah tangga ada ayah, ibu
dan enam anak laki-laki dan satu anak perempuan, dilihat dari adaptasinya anak perempuan itu
cenderung bertingkah seperti laki-laki karena terpengaruh oleh lingkungan keluarganya yang
dominan laki-laki.
Penyesuaian diri didefinisikan sebagai proses usaha untuk mempertemukan tuntunan
diri sendiri dan lingkungan.13[13]
James menjelaskan bahwa psikologi fungsionalis adalah psikologi yang memandang
psikis (mind) sebagai fungsi atau digunakan oleh organisme untuk menyesuaikan atau adaptasi
dengan lingkungannya. Fungsionalis mempelajari psikis tidak bertitik tolak pada komposisi
atau struktur dari psikis atau struktur mental yang terdiri dari elemen-elemen, tetapi dari fungsi
ataau proses mental yang mengarah pada akibat-akibat yang praktis.14[14]
Jean Peaget dalam teori perkembangan kognitif menerangkan bahwa adaptasi biologi
terhadap lingkungan merupakan bagian dari intelegensi seseorang. Ada tiga aspek intelegensi
yang dikemukakan oleh piaget, yaitu aspek struktur, struktur dan organisasi terhadap
lingkungan, tapi pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif.
Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam dua cara yakni Asimilasi dan Akomodasi.
Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar & mencocokkannya ke dalam struktur yang sudah
ada, dapat dikatakan bahkan asimilasi merupakan proses penyesuaian lingkungan yang sudah
ada dan mencocokannya kepada manusia itu sendiri. Sedangkan akomodasi, organisasi
memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Ketika seseorang
mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan
eksternal. Jadi dapat dikatakan bahwa proses akomodasi merupakan proses penyesuaian diri
manusia itu sendiri kepada lingkungannya.15[15]

F. Pendekatan Saintifik
Sains adalah ilmu pengetahuan yang dipakai sebagai kata kolektif untuk menunjukkan
bermacam-macam pengetahuan yag sisitematis dan objektif serta dapat diteliti kebenarannya.
Pendekatan saintifik adalah pendekatan dengan cara memahami aspek perilaku
tertentu, yang dapat dipakai untuk menjelaskan semua prilakunya. Contoh: ada seseorang yang
terdiam dan merenung, dilihat dari pendekatan filosofisnya mungkin dia mempunyai gangguan
pada jiwanya. Kalau dilihat dari pendekatan antroposentrisnya mungkin dia dilihat dari naluri
biologisnyadia belum makan sehingga merasakan lapar dan lemas. Kalau dilihat dari
pendekatan fungsional mungkin dia mengalami masalah di rumah dengan keluarga sehingga
tempat itu digunakan pelarian untuk merenung. Kalau dilihat dari pendekatan saintifiknya
mungkin kita dapat memahami aspek prilaku sebelum kejadian ini terjadi, kita dapat meneliti
dan mengamati sesungguhnya apa yang terjadi sehingga ini bisa merasaa seperti ini.
Pengetahuan yang dilakukan secara sistematis menghasilkan hkum dan teori, hukum
akan dikgunakan untuk menerangkan hubungan-hubungan ang teratur dan sudah dapat diduga.
Sedangkan teori akan dipergunakan untuk menjelaskan hasil eksperimen atau data dan teori
akan menjelaskan bagaimana penemuan mutakhir telah menghasilkan sesuatu.

Kesimpulannya adalah bahwa teori mempunyai dua peranan. Pertama, memberikan


pemahaman yang merupakan tujuan penelitian ilmiah. Kedua, teori dapat merangsang
penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan pengetahuan baru

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Psikologi merupakan satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, dan salah satu bidang penting
yang terdapat didalamnya adalah bidang yang mempelajari manusia yang dikenal sebagai
psikologi kepribadian. Sama halnya dengan bidang psikologi yang lain, psikologi kepribadian
memberikan sumbangan yang berharga bagi pemahaman kita tentang manusia melalui
kerangka kerja yang ilmiah, yakni dengan menggunakan konsep-konsep yang mengarah
langsung dan terbuka bagi pengujian empiris serta menggunakan metode yang valid dan
memiliki ketepatan

Peneliti kepribadian berusaha memformulasi konsep-konsep atau rumusan-rumusan teoretis


yang bisa menguraikan dan menerangkan relasi dari prinsip-prinsip yang diambil dan
disatukannya. Dengan kata lain, semua faktor yang menentukan atau mempengaruhi tingkah
laku manusia merupakan objek penelitian dan pemahaman para ahli psikologi kepribadian.

Konsep-konsep atau rumusan-rumusan teoritis yang diuraikan dalam buku ini diantaranya
adalah teori kepribadian psikoanalisa menurut Sigmund Freud, teori kepribadian
behaviorisme menurut B.F. dan teori kepribadian humanistik menurut Abraham Maslow.
B. SARAN

Sebagai mahasiswa sudah seharusnya kita menguasai tentang teori-teori kepribadian dari
berbagai orientasi dan pendekatan.

Materi dalam makalah ini diharapkan dapat mengantarkan mahasiswa untuk menguasai
landasan keilmuan dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya.

Dengan menguasai teori-teori kepribadian, diharapkan para mahasiswa dapat bekerja dengan
cara yang lebih efektif dan efisien , serta menghindarkan mahasiswa nantinya bekerja dengan
cara-cara yang tidak ilmiah dan tidak disertai dengan dasar keilmuan.

Anda mungkin juga menyukai