Attachment
Attachment
DAN
STRATEGI PELAKSANAAN 1 PASIEN
KEPERAWATAN JIWA
Materi Pokok: Resiko Bunuh Diri
PRODI: S1 KEPERAWATAN
Disusun oleh:
Nadaa Shofiyyah
Niken Larasati
Nuraida
Siti Isnaini Rahmawati
Taufik Azhari Agi
Keperawatan 5A
Gedung STIKes Banten, Jalan Raya Rawa Buntu No. 10, BSD City – Serpong,
Tangerang Selatan 15318.
A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu
mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan,
bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi Anna Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa” dinyatakan
sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah
pada kematian (2007).
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4
pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
B. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita
lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi
jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
Mempunyai ide untuk bunuh diri
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Impulsif
Menunjukan perilaku yang mencurigakan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
Latar belakang keluarga
D. Faktor yang mempengaruhi
1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey
mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja
yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat
aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah
dibanding mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi
timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa.
Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada
puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita terdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di
dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan dalam
otak itu bisa menjadi petunjuk dalam neurotransmiter (gelombang/gerakan dalam
otak) kejiwaan manusia. Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan
kadar ketiga cairan itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para
korban kasus bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai contoh
adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress atau depresi.
Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga
terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajaran di sini
merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori itu bisa
menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat
kaitannya dengan memori. Sering kali banyak yang tidak menyadari Proses
Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham
kalau pasien sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan bahwa
orang yang pernah mencoba bunuh diri denngan cara yang halus, seperti minum
racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila yang
sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di
lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan
sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan
atau terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi. Padahal hubungan
interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga
bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian
dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya
akhir-akhir ini, tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta
ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan
kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko
bunuh diri meliputi:
Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini,
dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
untuk perilaku resiko bunuh diri
Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan
perilaku resiko bunuh diri.
E. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan
pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba
atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat
individu semakin rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
F. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh
karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.
G. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar
memilih untuk bunuh diri.
H. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
K. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Penyebab
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendiri sehubungan dengan takut
terhadap penolakan, alam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan
pekerjaan dan sebagainya.
- Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin
mencederai diri.
- Saran jangka panjang: klien tidak akan mencederai diri
N. Terapi obat
Pasien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau peristiwa lain dengan
perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi lebih baik setelah menerima sedasi
ringan seperlunya, terutama bila sebelum itu tidurnya terganggu. Benzodiazepin
merupakan obat terpilih dan ramuan yang khas ialah Lorazepam (Ativan) 1 mg 1-3x
sehari untuk 2 minggu. Iritabilitas pasien mungkin meningkat dengan penggunaan
teratur Benzodiazepin dan iritabilitas ini merupakan satu resiko untuk bunuh diri, maka
Benzodiazepin harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang bersikap keras dan
bermusuhan. Hanya sejumlah kecil dari medikasi itu harus disediakan, dan pasien harus
diikuti dalam beberapa hari.
Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang
menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetapi tidak biasanya untuk mulai
memberikan antidepresiva di UGD. Bila diberi resep, harus diadakan perjanjian untuk
pemeriksaan lanjutan, sebaiknya keesokan harinya.
Rujukan-Silang:
Putus alkohol, depresi, hospitalisasi, mutilasi-diri
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI
A. Kondisi Klien
Aida berusia 17 tahun. Tinggal daerah perbukitan. Ia selalu tampak murung dan sedih.
Setiap orang yang ingin mendekatinya akan selalu dijauhi. Dea sering sekali
mengatakan “segala sesuatu akan lebih baik jika tanpa saya. Saya adalah orang yang selalu
membawa musibah sudah sepantasnya saya pergi jauh dari sini sehingga semua orang akan
baik-baik saja”. Kondisi ini mulai terjadi sejak tujuh hari yang lalu, semenjak sahabatnya
yang bernama Nai jatuh dari tebing yang curam ketika sedang bermain berdua dengannya
dan hal tersebut mengakibatkan Nai meninggal. Ibu dan ayah Aida sangat cemas melihat
kondisi Aida sekarang ini.
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
C. Tujuan
Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
D. Tindakan Keperawatan
Tindakan yang dilakukan perawat saat melindungi pasien dengan risiko bunuh diri meliputi:
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
6. Perawat harus menemani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke
tempat yang lebih aman.
7. Perawat menjauhkan semua benda berbahaya (misalnya gunting, garpu, pisau, silet, tali
pinggang, dan gelas)
8. Perawat memastikan pasien telah meminum obatnya.
9. Perawat menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak
ada keinginan untuk bunuh diri.
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
ORIENTASI:
”Selamat pagi mbak, ini dengan mbak siapa?
“Senang dipanggil apa mbak?”
“Perkenalkan saya Niken Larasati, biasa di panggil Niken, saya mahasiswa
Keperawatan STIKes Banten yang mendapat tugas untuk praktek di ruang ini, saya
dinas pagi dari jam 08.00-14.00 WIB.”
“Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang mengenai apa yang Aida rasakan
selama ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang ingin Aida sampaikan dan saya akan
menjaga kerahasiaannya. Bagaimana kalau kita lakukan disini saja? Jam berapa kita
dapat berbincang -bincang?
KERJA:
“Bagaimana perasaan Aida hari ini?
”Apa yang Aida rasakan setelah ini terjadi?
“Apakah dengan masalah ini Aida paling merasa menderita di dunia ini?
“Apakah Aida pernah kehilangan kepercayaan diri untuk mengahadapi hidup ini?
“Apakah Aida merasa tidak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
“Apakah Aida merasa bersalah atau pernah mempersalahkan diri sendiri?
“Apakah Aida sering mengalami kesulitan berkonsentrasi?
“Apakah Aida berniat untuk menyakiti diri sendiri? Ingin bunuh diri atau berharap
bahwa Aida mati saja? Apakah Aida pernah mencoba bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang Aida rasakan setelah mencoba melakukannya?”
“(Baiklah, tampaknya Dea membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan
untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar Aida ini untuk
memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan Aida)”
”Karena Aida tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup
maka saya tidak akan membiarkan Aida sendiri”
”Apa yang Aida lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Ya, saya setuju dengan Aida, kalau keinginan itu muncul maka Aida harus langsung
minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang
sedang membesuk. Jadi Aida jangan sendirian ya, katakan kepada teman, perawat,
atau keluarga jika ada dorongan untuk mengakhiri hidup.”
”Saya percaya Aida dapat mengatasi masalah ini.”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Aida setelah kita berbincang-bincang ?
“Tadi kita sudah berdiskusi tentang cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri, coba
sekarang Aida sebutkan cara tersebut?
“Ya benar sekali Aida. Untuk pertemuan selanjutnya kita akan membicarakan tentang
meningkatkan harga diri ya Aida. Jam berapa Aida bersedia berbincang-bincang
seperti ini lagi? Mau dimana tempatnya?”
“Baik kalau begitu saya permisi dulu ya, Selamat pagi Aida.”
DAFTAR PUSTAKA
Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6 (3).
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.