Anda di halaman 1dari 11

TUMOR PARU

A. Definisi
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru
merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi
untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC ( Small Cell Lung Cancer ) dan NSLC ( Non Small Cell
Lung Cancer / Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar ).
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain adenoma, hamartoma dan tumor
ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik.
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau karsinoma bronkogenik.
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang
berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson dan June Thompson, 1990, kanker paru
adalah suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.

B. Etiologi

Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari tumor paru belum diketahui, namun
diperkirakan inhalasi jangka panjang bahan-bahan karsinogen merupakan factor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan peranan predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa, ras
serta status imunologis. Bahan inhalasi karsinogen yang banyak disorot adalah rokok

1. Pengaruh Rokok

Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap organ tubuh
tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen
(M) yang telah dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan zat yang bersifat karsinogenik dalam
rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia.

Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok yang dihirup juga mengandung
komponen gas dan partikel yang berbahaya Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada
pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid
yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat
adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf. Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan
menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan
kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar, mengandung zat kimia
sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga
banyak polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat
system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.

2. Pengaruh paparan industri

Yang berhubungan dengan paparan zatkaninogen, seperti :


a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos dapat meningkatkan
risiko kanker 6-10 kali
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium, para penambang uranium mempunyai resiko
menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid
d. Pengaruh Genetik dan status imunologis

Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru, yakni: Protooncogen,
Tumor supressor gene, Gene encoding enzyme.Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari
tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor
tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/inS) sebagian susunan
pasangan basanya, tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
(mekanisme sel untuk mati secara alamiahprogrammed cell death) Pcrubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengansifat pertumbuhan
yang otonom.

Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun seluler menunjukkkan adanya derajat
diferensiasi sel, stadium penyakit, tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang
anergi umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan lebih cepat meninggal
(Alsagaff&mukty, 2002)

1. Diet. Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,


selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini
didapatkan dari penelitian yang menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko
peningkatan jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A yang turut
berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
2. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain

Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi tumor paru melalui
mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu dari karsinoma bronkogenik diduga
timbul sebagai akibat adanya jaringan parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979)
menyatakan bahwa 6,9% dari kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari
1186 karsinoma parut tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut dicatat bahwa data
ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20
insiden tuberkulosis di Indonesia (Alsagaff&mukty, 2002).

3. Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan
faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor
dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan
sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit
tumor. Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan selanjutnya
diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya
tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer
pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat),
karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil
umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma
umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini pertumbuhan lambat.

4. Pathway
-Asap rokok
-Polusi Udara
-Pemajanan Okupasi

Iritasi mukosa Bronkus

Peradangan Kronik

Pembelahan sel yang tidak terkendali

Karsinoma paru

Iritasi oleh massa tumor Adanya massa dalam paru


Nyeri Peningkatan Kerusakan membran alveoli
Sekresi mukus Gangguan pertukaran gas
Penurunan ekspansi paru
Batuk Sesak nafas
Pola nafas tidak efetkif

Bersihan jalan nafas tidak efektif malaise


Intoleran aktivitas
5. Gejala klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan infeksi saluran
pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2 minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan
foto X dengan gejala lain dyspnea, hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan
yang sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior
syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5 tahun. Alasannya
adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah metastase ke daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien
lansia dan pasien dengan kondisi penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.

6. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)


Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun berjarak lebih dari 2
cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina dan atau
disetai efusi pleura.
2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.
7. Studi Diagnostik
a. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada dan CT scanning.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan
bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.

Pada kanker paru, pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk menilai doubling time-
ny*.Dilaporkan bahwa, kebanyakan kanker paru mempunyai doubling time antara 37-465 hari.Bila
doubling time > 18 bulan, berarti tumoraya benigna.Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi
berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya kalsifikasi yang tegas.

Pemeriksaan foto rontgen dada dengan cara tomografi lebih akurat menunjang kemungkinan adanya
tumor paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan tumor. Pemeriksaan
penunjang radiologis lain yang kadang-kadang diperlukan juga adalah bronkografi, fluoroskopi,
superior vena cavografi, ventilation/perfusion scanning, ultrasound sonography.

Pemeriksaan CT Scan pada torak, lebih sensitif daripada pemeriksaan foto dada biasa, karena bisa
mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3 mm, walaupun positif palsu untuk kelainan
sebesar itu mencapai 25-60%. Bila fasilitas ini memungkinkan, pemeriksaan CT Scan bisa sebagai
pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa. Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
tidak rutin dikerjakan, karena ia hanya terbatas untuk menilai kelainan tumor yang menginvasi
kedalam vertebra, medula spinal, mediastinum, di samping biayanya juga cukup mahal.
Pemeriksaan MRI torak tidak lebih superior dibandingkan CT Scan torak. Saat ini sedang
dikembangkan teknik imaging yang lebih akurat yakni Positron Emission Tomography (PET) yang
dapat membedakan tumor jinak dan ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolisme zat-zat
seperti glukosa, oksigen, protein, asam nukleat Cootoh zat yang dipakai: methionine 11C dari F-18
Jluorodeoxyglucose (FD6).

Tumor yang kurang dari 1 cm, agak sulit dideteksi karena ukuran kecil tersebut kurang diresolusi oleh
PET Scanner. Sensitivitas dan spesifisitas cara PET ini dilaporkan 83-93% sensitif dan 60-90%
spesifik. Beberapa positif palsu untuk tanda mahgnan ditemukan juga pada iesi inflamasi dan infeksi
seperti aspergilosis dan tuberkulosis. Sungguhpun begitu dari beberapa studi diketahui pemeriksaan
PET mempunyai nilai akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.

b. Bone scanning
Pemeriksaan ini diperlukan bila diduga ada tanda-tanda metastasis ke tulang.Insiden tumor Non Small
Cell Lung Cancer (NSCLQ ke tulang dilaporkan sebesar 15%.
c. Tes laboratorium
i. Pengumpulan sputum untuk sitologi, bronkoskopi dengan biopsi, hapusan dan perkutaneus biopsy

Pemeriksaan sitologi sputum rutin dikerjakan terutama bila pasien ada kehihan seperti batuk.
Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil positif karena ia tergantung dari:

Letak tumor terhadap bronkus, Jenis tumor, Teknik mengeluarkan sputum, Jumlah sputum yang
diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut, Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus
segar).

Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memberikan hasil positif
sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa. Pemeriksaan sitologi sputum dianjurkan sebagai
pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini kanker paru, dan saat ini sedang dikembangkan
diagnosis dini pemeriksaan sputum memakai immune staining dengan MAb dengan antibodi 624H
untuk antigen SCLC (small cell lung cancer) dan antibodi 703 D. untuk antigen NSCLC (non small
cell lung cancer). Laporan dari National Cancer Institute USA tehnik ini memberikan hasil 91%
sensitif dan 88% spesifik..

Pemeriksaan sitologi lain untuk diagnostik kanker paru dapat dilakukan pada cairan pleura, aspirasi
kelenjar getah bening servikal, supraklavikula, bilasan dan sikatan bronkus pada bronkoskopi.

ii. Mediastinoskopi

8. Manajemen medis
a. Manajemen umum : terapi radiasi
Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa dioperasi.
Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan hanya menyembuhkan sedikit diantaranya.
Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri lokal
b. Pembedahan : Lobektomi, pneumonektomi, dan reseksi.
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya < 25% kasus yang bisa
dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari semua kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun.
Tingkat mortalitas perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada pneumonektomi.
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah
bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru
yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLS. Luas reseksi atau
pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan paliatif mereduksi
tumor agar radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker
paru dapat menjadi lebih baik. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumoktomi. Segmentektomi atau
reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa
dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum
diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologis anatonis (PDPI, 2003).
c. Terapi obat : kemoterapi
Kemoterapi, digunakan pada kanker paru sel kecil, karena pembedahan tidak pernah sesuai dengan
histologi kanker jenis ini. Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil belum jelas.

Kemoterapi merupakan pilihan utama untuk kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan beberapa
tahun sebelumnya diberikan sebagai terapi paliatif untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) stage lanjut. Tujuan pemberian kemoterapi paliatif adalah mengurangi atau menghilangkan
gejala yang diakibatkan oleh perkembangan sel kanker tersebut sehingga diharapkan akan dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita. Tetapi akhir-akhir ini berbagai penelitian telah memperlihatkan
manfaat kemoterapi untuk KPKBSK sebagai upaya memperbaiki prognosis, baik sebagai modaliti
tunggal maupun bersama modiliti lain, yaitu radioterapi dan atau pembedahan. Indikasi pemberian
kemoterapai pada kanker paru ialah:

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.
2. Penderita kanker jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang inoperabel (stage IIIB dan IV),
jika memenuhi syarat dikombinasi dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau
alternating kemoradioterapi.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil
stage I, II, dan III yang telah dibedah.
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan beberapa kasus stage IIIB
yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi
multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani pemeriksaan dan penilaian,
sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Yusuf et al,. 2005)
1). Diagnosis hispatologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu diagnosis histologis
perlu ditegakkan.

2). Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama:

Leukosit > 4.000/mm3

Trombosit > 100.000/mm3

Hemoglobin> 10 g%. bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian obat.Sedangkan untuk
pemberian siklus berikutnya, jika nilai di atas itu lebih rendah maka beberapa obat masih dapat
diberikan dengan penyesuaian dosis

3). Sebaiknya faal hati dalam batas normal

4). Faal ginjal dalam batas normal (creatini clearence lebih dari 70 ml/menit)

Evaluasi hasil pengobatan

Umumnya kemoterapi diberikan sampai 6 sikus, bila penderita menunjukkan respon yang memadai.
Evaluasi respon terpai dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor pada foto thorax PA setelah
pemberian (siklus) kemoterapi ke-2 dan kalau memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 4
kali pemberian (PDPI, 2003).

d. Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent dapat memulihkan
gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang signifikan.
e. Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea. Steroid membantu
mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera makan.

9. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Ø Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaansebagai berikut :
· Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui
pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat dapat membedakan warna, bentuk dan
kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna,
bentuk, posisi, simetris. Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan
bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan
(sianosis), dan lain-lain.
· Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah
instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang : temperatur, turgor,
bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :
· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
· Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.
· Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara.
Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Perawat
menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk menghasilkan suara.
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia.
Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar.
Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah
caverna paru, pada klien asthma kronik.
· Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh
tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah :
bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan
mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri
khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun
ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
 Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu.
Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.
1). Aktivitas/ istirahat.
· Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea karena aktivitas.
· Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
· Gejala : JVD (obstruksi vana kava). Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi),
Takikardi/ disritmia, Jari tabuh.
3). Integritas ego.
· Gejala : Perasaan takut. Takut hasil pembedahan,Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
· Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
· Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
· Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, Kesulitan
menelan, Haus/ peningkatan masukan cairan.
· Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/ periorbital
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
· Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap lanjut)
dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi. Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada
sel besar atau adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
· Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi sputum. Nafas
pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industri, Serak, paralysis pita suara, Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja. Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi).
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/ mengi menetap;
pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi). Hemoptisis.
8). Keamanan.
· Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
· Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar). Amenorea/
impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan.
· Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis, Kegagalan untuk membaik.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi sputum yang berlebih
2) Nyeri akut b.d agen cedera
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis
4) Intoleran aktivitas b.d ketidaksimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

c. Intevensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Ketidak NOC: NIC:
1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
efektifan - respiratory status:
2. Berikan O2....l/menit, metode.....
bersihan 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam
jalan ventilation 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan vantilasi
- respiratory 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
status:
nafas b.d
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
airway patency
produksi 7. Auskultasi suara nafas. Catat adanya suara tambahan
- aspiration control 8. Berikan bronkodilator
sputum Setelah dilakukan9. Monitor status dinamik
yang asuhan keperawatan10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab
11. Atur intake untuk ciran mengoptimalkan
berlebih 1x24 jam pasien
keseimbangan
menunjukkan 12. Monitor respirasu dan status O2
keefektifan jalan nafas 13. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
dengan kriteria hasil: mengencerkan sekret
- mendemonstrasikan 14. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
batuk efektif dan suara penggunaan peralata: suction, o2, inhalasi
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan
dyspneu
- menunjukkan jalan
nafas yang paten
- saturasi O2 dalam batas
normal

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Nyeri NOC : NIC : PAIN MANAGEMENT
akut b.d
Diagnosa Pain Level,
Tujuan 1. Lakukan
Rencana pengkajian
Tindakan nyeri secara komprehensif termasuk
Ketidak
agen pain control,
NOC: NIC: NUTRITION
lokasi, MANAGEMENT
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
comfort level
injury -
seimbang Nutritional 1. presipitasi
status: Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
Setelah dilakukan2. Observasi
an nutrisi
(fisik) adequacy of nutrient kalori yangreaksi nonverbal
di butuhkan dari ketidaknyamanan
pasien
tindakan status: food and 3. Bantu pasien dan keluarga
2. Monitor adanya penurunan berat badan untuk mencari dan
kurang - Nutrional
keperawatan 3. menemukan
Monitor kekeringan,
dukungan rambut kusam, total protein, Hb dan
dari fluaid intake selama 1 x
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Weight
24 jam nyeri dapat kadar Ht
control
kebutuha 4. seperti
Monitorsuhu
mual dan muntah
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Setelah
berkurang, dilakukan
dengan Monitor faktor
5. Kurangi pucat,presipitasi
kemerahan,nyeridan kekeringan jaringan
n tubuh
tindakan
kriteria hasil: keperawatan6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
konjungtiva
b.d faktor 7. Ajarkan tentangnutrisi
teknik non farmakologi: napas dalam,
selama.... nutrisi kuran
Mampu mengontrol 6. Monitor intake
nyeri
biologis 7. relaksasi,
Atur posisidistraksi,
semi fowler atau hangat/
kompres fowler selama
dingin makan
teratasi
(tahu dengan kriteria 8. Tingkatkan
Anjurkan banyak minum
istirahat
penyebab
hasil: nyeri, mampu 9. Pertahankan
Berikan terapitentang
informasi iv line nyeri seperti penyebab nyeri
10. Beri makan sedikit tapi sering
-menggunakan
Albumin serum tehnik 11. Kolaborasi
Kolaborasi :pemberian antiemetik: Ranitidin
-nonfarmakologi
Albumin serum untuk
1. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri bila perlu
-mengurangi
Hematokrit nyeri,

-mencari bantuan)
Hemoglobin
Tanda vital dalam
- Total iron binding
rentang normal
capasity
Tidak mengalami
-gangguan
Jumlah limfosit
tidur
- Tidak terjadi penurunan
berat badan
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
Intoleran NOC: NIC:
- Self care: ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
- Toleransi aktivitas aktivitas
b.d - Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
ketidaksi Setelah dilakukan3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
mbangan asuhan keperawatan
5. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
antara selama 3x24 jam.
6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Pasien 7.
bertoleransi Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
suplai
terhadap aktivitas mampu dilakukan
dan
8. Bantu untuk memiih aktivitas konsisten yang sesuai
kebutuha dengan kriteria hasil:
- Berpartisipasi dalam dengan kemampuan fisik
n oksigen 9. Bantu kien/keluarga untuk mengidentifikasi
aktivitas fisik tanpa
kekurangan dalam aktivitas
disertai peningkatan
10. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
tekanan darah, nadi,
dan RR
- Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
secara mandiri
- Keseimbangan
aktivitas dengan
istirahat
DAFTAR PUSTAKA

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition,
Mosby Year Book, Toronto
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC,
Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Suharyati S, volume
1, EGC, Jakarta
Carpenito, Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai