Anda di halaman 1dari 20

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

HIV AIDS

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIV AIDS


OLEH :

KELOMPOK V
HUSNUNNISA ABBAS

FATMAWATI

A.MUTMAINNAH JUANNA

SRI SUHATRINA

NIRWANA

RAHMI ARIFIN

RAHMATULLAH

DASMA INDAH

RISKA AWALIAH

MUHAMMAD IQBAL

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


PRODI KEPEREAWATAN PAREPARE
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Penderita HIV AIDS” dengan sebaik-baiknya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik
suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak
akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan,
dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas
terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima
kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak


kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.

Parepare 7 Maret 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………….
1

DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………………….
2

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar
Belakang……………………………………………………………………………… 3
2. Rumusan
masalah………………………………………………………………………….. 4
3. Tujuan
penulisan…………………………………………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN

1. Defenisi……………………………………………………………………………………
…… 5
2. Etiologi……………………………………………………………………………………
…… 6
3. Patofisiologi………………………………………………………………………………
….. 6
4. Tanda dan
gejala……………………………………………………………………………. 8
5. Tahap Perubahan HIV menjadi AIDS……………………………………………..
10
6. Penularan…………………………………………………………………………………
…. 11
7. Komplikasi………………………………………………………………………………
….. 12
8. Pemeriksaan
Diagnostik…………………………………………………………………. 13
9. Penatalaksanaan
Medis…………………………………………………………………… 14
10. Pencegahan………………………………………………………………………………
…… 18
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian………………………………………………………………………………
…… 19
2. Diagnosa, Intervensi, Rasional
……………………………………………………… 20
BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan………………………………………………………………………………
…. 27
2. Saran………………………………………………………………………………………
….. 27
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………………… 28

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dan
infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus
HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang
yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-
benar bisa disembuhkan.

HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal,
anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara
ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak
lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan


menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh
lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat
AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah.
Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di
banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta
(antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta
(570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta
orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang
terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,
peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31
Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal
29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka
100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas
76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak
mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi
sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara
80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga,
setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

1. Rumusan Masalah
2. Apa Defenisi dari HIV dan AIDS?
3. Bagaimanya etiologi dari HIV dan AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari HIV dan AIDS?
5. Apa tanda dan gejala dari HIV dan AIDS?
6. Bagaimana tahap Perubahan HIV menjadi AIDS dari HIV dan AIDS?
7. Bagaimana cara penularan dari HIV dan AIDS?
8. Apa komplikasi dari HIV dan AIDS?
9. Apa saja pemeriksaan Diagnostik dari HIV dan AIDS?
10. Bagaimana penatalaksanaan Medis dari HIV dan AIDS?
11. Bagaimana pencegahan dari HIV dan AIDS?

1. Tujuan penulisan
2. Untuk mengetahui definisi HIV AIDS.
3. Untuk mengetahui etiologi/penyebab HIV AIDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi HIV AIDS
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari HIV dan AIDS
6. Untuk mengetahui tahap Perubahan HIV menjadi AIDS dari HIV dan
AIDS
7. Untuk mengetahui cara penularan dari HIV dan AIDS
8. Untuk mengetahui komplikasi dari HIV dan AIDS
9. Untuk mengetahui pemeriksaan Diagnostik dari HIV dan AIDS
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan Medis dari HIV dan AIDS
11. Untuk mengetahui pencegahan dari HIV dan AIDS

BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI
2. HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus
merupakan virusyang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini
menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh,
sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi Yang menyebabkan
defisiensi (kekurangan) sistem imun.
3. AIDS adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu
menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya
infeksi virus HIV (human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif
tidak diidentik dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu
atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
4. AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency
Virus). (Aziz Alimul Hidayat, 2006)
5. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200
atau kurang ) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999)
6. AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi
berat yang menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma
sekunder dan kelainan imunolegik. (Price, 2000 : 241)

1. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi
asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1
dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama
AIDS diseluruh dunia.

Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan
yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya
diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya
tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr
diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali
diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal)
pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
1. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang
terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan
mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan
virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus
HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi,
virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut
limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi.
Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah
marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia,
terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut
sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya
limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan
hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh
dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat
memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan
pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%.
Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh
berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar
yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan
penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun
sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan
terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi
yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam
melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang
bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama
lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap
HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru
timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan
gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan
waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah
diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

1. TANDA DAN GEJALA


Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita HIV AIDS yaitu sebagai berikut :

1. Panas lebih dari 1 bulan,


2. Batuk-batuk,
3. Sariawan dan nyeri menelan,
4. Badan menjadi kurus sekali,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
7. Pembesaran kelenjar getah bening,
8. Kesadaran menurun,
9. Penurunan ketajaman penglihatan,
10. Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena
dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia,
misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis
paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia
mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka
dianjurkan ia tes darah HIV.

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2
minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi
imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat
dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit,
limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat
gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii
(PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain
termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal

1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit
leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan
gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih
dari 3 bulan.

1. TAHAPAN PERUBAHAN HIV MENJADI AIDS


Fase I
Individu sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum
terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibody terhadap
HIV belum terbentuk. Fase ini akan berlangsung sekitar 1-6 bulan dari waktu
individu terpapar.
Fase II
Berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi
HIV. Pada fase kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan
gejala sakit, tetapi sudah dapat menularkan pada orang lain.
Fase III
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit yang disebut dengan
penyakit terkait dengan HIV. Tahap ini belum dapat disebut sebagai gejala
AIDS. Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada
waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu
yang tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi
lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem
kekebalan tubuh mulai berkurang.
Fase IV
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah
kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul
penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu kanker,
khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi paruparu yang
menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan bernafas, infeksi usus yang
menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi otak yang
menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.

1. PENULARAN HIV/AIDS
1. Media Penularan HIV
 Aliran darah, bisa berbentuk luka
 Cairan sperma
 Cairan vagina
2. Cara Penularan HIV :
 Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah terpapar
HIV
 Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat
menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama
dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV.
Cara-cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah.
 Melalui transfusi darah yang tercemar HIV
 Ibu hamil yang terinfeksi HIV pada bayi yang dikandungnya.
Cara penularan HIV/AIDS dari ibu hamil kepada bayi dikandungnya :

 Antenatal yaitu saat bayi masih berada didalam rahim, melalui


plasenta
 Intranatal yaitu saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau
cairan vagina
 Postnatal yaitu setelah proses persalinan, melalui air susu ibu
Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sudah
terinfeksi di negara berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang
tertular HIV tertular dari ibunya.

3. Perilaku yang berisiko menularkan HIV/AIDS :


 Menggunakan jarum dan peralatan yang sudah tercemar HIV
 Mempunyai salah satu penyakit/infeksi menular seksual
 Berhubungan seks melalui dubur
 Menjajakan seks untuk memperoleh uang
 Memiliki banyak pasangan seksual atau mempunyai pasanan
yang memiliki banyak pasangan lain
 Hidup terpisah dari pasangan karena tugas-tugas atau pekerjaan

1. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS yaitu sebagai berikut :

1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

2. Neurologik
 Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
 Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
 Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
 Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
 Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
 Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
 Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit,
nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah :

1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait


dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan
funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah
CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi
sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500
maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500
maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi
pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung
pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal
pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. Bila tidak
tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi
atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x
jumlah limfosit total)-8.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu
(Endah Istiqomah : 2009) :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik


Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)


Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru


Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :

 Didanosine
 Ribavirin
 Diedoxycytidine
 Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.

Adapun Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah :

1. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:


 Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan
seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh
yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
 Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
 Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan
relaksasi.
2. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
 Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
 Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat
pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
 Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan
otot).
 Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat
sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan

3. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:


 Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor
stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak
13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C.
 Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti
jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada
kelainan ginjal dan hati.
 Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak
disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak,
digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain
Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan bersama
minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
 Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi
yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium,
Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin
berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan
kekebalan tubuh.
 Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.
 Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan
gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan
bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa
cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin fluid).
 Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium,
kalium dan klorida).
 Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini
sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat
kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang
cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde
sebagai makanan utama atau makanan selingan.
 Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
 Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik,
termik, maupun kimia.
4. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu
kepada pasien dengan:

 Infeksi HIV positif tanpa gejala.


 Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan
menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
 Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
 Infeksi HIV dengan TBC.
 Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara
oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral
sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan
pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai
makanan utama.

Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III. Yaitu :

 Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas
tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran
menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa
cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan
keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi
makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau
menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan
ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak
energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).

 Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut
teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam.
Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi
kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.

 Diet AIDS III


Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada
pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa,
diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin
dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih
terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde
sebagai makanan tambahan atau makanan utama.
1. PENCEGAHAN
 A (Abstinent) : Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang
tidak sah
 B (Be Faithful) : Setialah pada pasangan, melakukan hubungan
seksual hanya dengan pasangan yang sah
 C (use Condom) : Pergunakan kondom saat melakukan hubungan
seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit
 D (Don’t use Drugs) : Hindari penyalahgunaan narkoba
 E (Education) : Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang
HIV/AIDS dalam setiap kesempatan

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah

1. Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, malaise

Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.

1. Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah,
menangis.

Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses rektal.

1. Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan
gigi / gusi yang buruk, dan edema.

Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan respon


melambat.

1. Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan
rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.

Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.


1. Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.
Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999)
adalah :

1. Diagnosis Keperawatan :
Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan
gelisah.

Hasil yang diharapkan :

Keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji keluhan nyeri, perhatikan


lokasi, intensitas, frekuensi dan
waktu. Tandai gejala nonverbal Mengindikasikan kebutuhan untuk
misalnya gelisah, takikardia, intervensi dan juga tanda-tanda
meringis. perkembangan komplikasi.

Instruksikan pasien untuk


menggunakan visualisasi atau
imajinasi, relaksasi progresif, Meningkatkan relaksasi dan
teknik nafas dalam. perasaan sehat.

Dapat mengurangi ansietas dan


rasa sakit, sehingga persepsi akan
Dorong pengungkapan perasaan intensitas rasa sakit.

M,emberikan penurunan
nyeri/tidak nyaman, mengurangi
demam. Obat yang dikontrol
pasien berdasar waktu 24 jam
Berikan analgesik atau antipiretik dapat mempertahankan kadar
narkotik. Gunakan ADP (analgesic analgesia darah tetap stabil,
yang dikontrol pasien) untuk mencegah kekurangan atau
memberikan analgesia 24 jam. kelebihan obat-obatan.

Lakukan tindakan paliatif misal


pengubahan posisi, masase,
rentang gerak pada sendi yang Meningkatkan relaksasi atau
sakit. menurunkan tegangan otot.

2. Diagnosis keperawatan :
Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan
nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan,
peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan :

Mmpertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada
tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.

INTERIVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Lesi mulut, tenggorok dan


esophagus dapat
menyebabkan disfagia,
penurunan kemampuan pasien
untuk mengolah makanan dan
Kaji kemampuan untuk mengunyah, mengurangi keinginan untuk
perasakan dan menelan. makan.

Hopermotilitas saluran
intestinal umum terjadi dan
dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat
mempengaruhi pilihan diet
Auskultasi bising usus atau cara makan.

Rencanakan diet dengan orang


terdekat, jika memungkinakan
sarankan makanan dari rumah. Melibatkan orang terdekat
Sediakan makanan yang sedikit tapi dalam rencana member
sering berupa makanan padat nutrisi, perasaan control lingkungan
tidak bersifat asam dan juga dan mungkin meningkatkan
minuman dengan pilihan yang disukai pemasukan. Memenuhi
pasien. Dorong konsumsi makanan kebutuhan akan makanan
berkalori tinggi yang dapat nonistitusional mungkin juga
merangsang nafsu makan meningkatkan pemasukan.

Rasa sakit pada mulut atau


ketakutan akan mengiritasi lesi
pada mulut mungkin akan
menyebabakan pasien enggan
Batasi makanan yang menyebabkan untuk makan. Tindakan ini
mual atau muntah. Hindari akan berguna untuk
menghidangkan makanan yang panas meningkatakan pemasukan
dan yang susah untuk ditelan makanan.

Tinjau ulang pemerikasaan Mengindikasikan status nutrisi


laboratorium, misal BUN, Glukosa, dan fungsi organ, dan
fungsi hepar, elektrolit, protein, dan mengidentifikasi kebutuhan
albumin. pengganti.

Mengurangi insiden muntah


Berikan obat anti emetic misalnya dan meningkatkan fungsi
metoklopramid. gaster
3. Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat

Hasil yang diharapkan :

Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda
vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.

INTERVESI KEPERAWATAN RASIONAL

Mempertahankan
keseimbangan cairan,
mengurangi rasa haus dan
Pantau pemasukan oral dan pemasukan melembabkan membrane
cairan sedikitnya 2.500 ml/hari. mukosa.

Buat cairan mudah diberikan pada Meningkatkan pemasukan


pasien; gunakan cairan yang mudah cairan tertentu mungkin
ditoleransi oleh pasien dan yang terlalu menimbulkan nyeri
menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, untuk dikomsumsi karena
misalnya Gatorade. lesi pada mulut.

Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan Indicator tidak langsung


rasa haus. dari status cairan.

Hilangakan makanan yang potensial


menyebabkan diare, yakni yang pedas,
berkadar lemak tinggi, kacang, kubis,
susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan Mungkin dapat mengurangi
berselang jika dibutuhkan diare

Menurunkan jumlah dan


Nerikan obat-obatan anti diare misalnya keenceran feses, mungkin
ddifenoksilat (lomotil), loperamid mengurangi kejang usus
Imodium, paregoric. dan peristaltis.

4. Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan
ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)

Hasil yang diharapkan :

Mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.


INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Auskultasi bunyi nafas, tandai


daerah paru yang mengalami
penurunan, atau kehilangan Memperkirakan adanya
ventilasi, dan munculnya bunyi perkembangan komplikasi atau
adventisius. Misalnya krekels, infeksi pernafasan, misalnya
mengi, ronki. pneumoni,

Takipnea, sianosis, tidak dapat


beristirahat, dan peningkatan
nafas, menuncukkan kesulitan
Catat kecepatan pernafasan, pernafasan dan adanya
sianosis, peningkatan kerja kebutuhan untuk meningkatkan
pernafasan dan munculnya pengawasan atau intervensi
dispnea, ansietas medis

Tinggikan kepala tempat tidur. Meningkatkan fungsi pernafasan


Usahakan pasien untuk berbalik, yang optimal dan mengurangi
batuk, menarik nafas sesuai aspirasi atau infeksi yang
kebutuhan. ditimbulkan karena atelektasis.

Berikan tambahan O2 Yng


dilembabkan melalui cara yang Mempertahankan oksigenasi
sesuai misalnya kanula, masker, efektif untuk mencegah atau
inkubasi atau ventilasi mekanis memperbaiki krisis pernafasan

5. Diagnose keperawatan :
Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.

Hasil yang diharapkan :

Melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang


diinginkan dalam tingkat kemampuannya.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji pola tidur dan catat Berbagai factor dapat meningkatkan


perunahan dalam proses kelelahan, termasuk kurang tidur,
berpikir atau berperilaku tekanan emosi, dan efeksamping
obat-obatan

Periode istirahat yang sering sangat


yang dibutuhkan dalam memperbaiki
atau menghemat energi. Perencanaan
Rencanakan perawatan untuk akan membuat pasien menjadi aktif
menyediakan fase istirahat. saat energy lebih tinggi, sehingga
Atur aktifitas pada waktu dapat memperbaiki perasaan sehat
pasien sangat berenergi dan control diri.

Dorong pasien untuk Memungkinkan penghematan energy,


melakukan apapun yang peningkatan stamina, dan
mungkin, misalnya perawatan mengijinkan pasien untuk lebih aktif
diri, duduk dikursi, berjalan, tanpa menyebabkan kepenatan dan
pergi makan rasa frustasi.

Pantau respon psikologis Toleransi bervariasi tergantung pada


terhadap aktifitas, misal status proses penyakit, status nutrisi,
perubahan TD, frekuensi keseimbangan cairan, dan tipe
pernafasan atau jantung penyakit.

Latihan setiap hari terprogram dan


aktifitas yang membantu pasien
Rujuk pada terapi fisik atau mempertahankan atau meningkatkan
okupasi kekuatan dan tonus otot

BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah
( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang
mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.

1. SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran,
diantaranya adalah :

1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian HIV AIDS.


2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada
klien HIV maupun AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Heri.”Asuhan Keperawatan HIV/AIDS”,(Online),


(http://mydocumentku.blogspot. com/2012/03/asuhan-keperawatan-
hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)
Istiqomah, Endah.”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS”,
(Online) ,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-
pada-klien-dengan.html, diakses 20 Oktober 2012)
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC
UGI.2012.”Diet Penyakit HIV/AIDS”,(Online),
(http://ugiuntukgiziindonesia. blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-
hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Anda mungkin juga menyukai