Kelebihan KTSP
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di
masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum diseluruh Indonesia yang
sentralistik, tidak melihat kepada situasi nyata di lapangan , dan kurang menghargai
potensi keunggulan lokal. Sekolah dan satuan pendidikan hampir tidak diberi
kewenangan untuk menentukan kurikulum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
peserta didik secara aktual.
Sebagai contoh, bahwa pendidikan yang ada di kota sangatlah berbeda dengan
pendidikan di daerah desa, baik dari segi fasilitas maupun lingkungannya. Kemudian
pendidikan yang ada di lingkungan pesisir pantai berbeda dengan pendidikan di
lingkungan pegunungan atau di daerah dataran tinggi.
Kurikulum sebelumnya yang bersifat sentralistik, menjadikan beban pada sekolah
terutama guru yang melaksanakan implementasi kurikulum dan peserta didik tidak
bisa mengembangkan kemampuan diri dan keunggulan khas yang ada di daerahnya.
Dengan kehadiran KTSP yang mendorong otonomi daerah, sekolah dan komite
sekolah bersama-sama merumuskan kurikulum sesuai dengan kebutuhan situasi dan
kondisi lingkungan.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
Dengan bertolak dari panduan KTSP, sekolah diberi kebebasan untuk merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan
situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah.
Sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan
peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah, karena masing-masing
sekolah lebih tahu tentang situasi dan kondisi satuan pendidikannya.
Kepala sekolah dan guru diberikan otonomi yang lebih besar dalam mengembangkan
kurikulum dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP. Dalam KTSP hanya
dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar, guru sendiri yang harus
menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi daerah
dan minat peserta didik.
3. KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk mengembangkan dan
menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya, bahwa KTSP adalah kurikulum
yang berorientasi pada pengembangan individu serta mengakses kepentingan daerah.
Hal ini berdasarkan salah satu prinsip KTSP, yaitu berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Misalnya, sekolah yang berada di sekitar areal pariwisata dapat lebih memfokuskan
pada mata pelajaran bahasa inggris mata pelajaran bidang wisata lainnya.d.
Kurikulum KTSP menekankan pada aspek kompetensi yang diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang lebih baik dan siap menghadapi kehidupan dalam
masyarakat. KTSP lebih fokus pada pengembangan seluruh kompetensi peserta didik
yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Mereka dibantu agar kompetensinya muncul dan berkembang secara maksimal.
Peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh
aspek kepribadian, sebagai perkembangan potensi-potensi bawaan sesuai dengan
kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
Kekurangan KTSP
1. Isi dan pesan-pesan kurikulum masih terlalu padat, yang ditunjukkan dengan
banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya
melampaui tingkat perkembangan usia anak.
Secara psikologis jumlah mata pelajaran yang begitu banyak mengakibatkan peserta
didik terbebani karena mereka harus membagi pikirannya kepada banyak mata
pelajaran. Akibatnya peserta didik tidak dapat secara maksimal menyerap materi
dalam satu mata pelajaran. Melihat dari Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa banyaknya pelajaran di SD
adalah 10 mata pelajaran, SMP 12 mata pelajaran, dan SMA memuat 17 mata
pelajaran. Konsekuensi dari banyaknya mata pelajaran tersebut, materi pelajaran
menjadi luas dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
2. Kompetensi yang dikembangkan lebih didominasi oleh aspek pengetahuan, belum
sepenuhnya menggambarkan pribadi peserta didik (pengetahuan, keterampilan, dan
sikap).
Peserta didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, dalam hal tertentu
memiliki potensi tinggi, tetapi dalam hal lain mungkin biasa-biasa saja, bahkan bisa
rendah. Peserta didik juga memiliki tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi
yang baru. Sehingga, guru harus dapat membantu menghubungkan kemampuan dan
pengalaman yang sudah dimiliki dengan penerapannya kedalam kehidupan sehari-
hari.
3. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan masih belum optimal dalam
pelaksanaan, karena dalam pembelajaran guru lebih mendominasi dalam
pembelajaran di kelas.
Guru berpusat pada penyelesaian materi, sehingga peserta didik tidak bisa
mengembangkan apa yang ada dalam dirinya. Guru seharusnya lebih kreatif dalam
memberikan pembelajaran di kelas, mengajak peserta didik untuk lebih aktif. Oleh
karena itu, pembelajaran harus melibatkan peserta didik agar mereka mampu
bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi di
dalam diri peserta didik.
4. Evaluasi yang digunakan masih terfokus pada ranah kognitif saja, sementara untuk
ranah afektif dan psikomotorik masih belum terlaksana dengan sempurna.
5. Beban belajar mata pelajaran PAI hanya sedikit, dalam waktu satu minggu hanya 2
jam pembelajaran. Waktu pembelajaran tersebut dirasa kurang, karena banyaknya
materi yang harus diberikan kepada peserta didik. Sehingga guru lebih banyak
berfokus pada penyelesaian materi dan kurang berfokus pada penghayatan atau
pendalaman materi pada peserta didik.
1. Kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa
membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
2. Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific. Pendekatan
scientific approach (pendekatan ilmiah) merupakan pendekatan yang diterapkan pada
aplikasi pembelajaran kurikulum 2013. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang
perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan
saintifik atau ilmiah. Pendekatan ilmiah atau scientific approach mencakup komponen
diantaranya yaitu: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan,
menyimpulkan, dan mencipta. Komponenkomponen tersebut seharusnya dapat
dimunculkan dalam setiap praktek pembelajaran. Semua itu dapat dilaksanakan
dengan baik apabila guru sebagai pelaksana memahami secara penuh tentang
pendekatan saintifik.
3. Masih banyak guru yang belum memahami Kurikulum 2013 secara komprehensif
baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan. Hal ini disebabkan
karena sosialisasi Kurikulum 2013 masih belum terlaksana secara menyeluruh.
Sosialisasi perlu dilakukan secara matang kepada berbagai pihak agar kurikulum baru
yang ditawarkan dapat dipahami dan diterapkan secara optimal. Karena sosialisasi
merupakan langkah penting yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan
kurikulum.
4. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan Kurikulum 2013 pada satuan
pendidikan yang ada dan Masih rendahnya kualitas guru dan sekolah. Guru yang
diharapkan maupun memahami dan menguasai Kurikulum 2013 dapat disebabkan
karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh, maka
pemberlakuan Kurikulum 2013 secara nasional tidak memungkinkan untuk dapat
dicapai. Padahal kunci suksesnya implementasi kurikulum 2013 adalah guru. Karena
guru adalah faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan
berhasiltidaknya peserta didik dalam belajar. Ketidaksiapan guru itu tidak hanya
terkait dengan urusan kompetensinya, tetapi juga berkaitan dengan masalah
kreativitasnya, yang juga disebabkan oleh rumusan kurikulum yang lambat
disosialisasikan oleh Pemerintah. Sehingga, guru-guru yang mengajar di daerah dan di
pedalaman akan sulit mengikuti kurikulum baru dalam waktu singkat.
Beberapa faktor kelemahan diatas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar
pemberlakuan Kurikulum 2013 tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang
dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan Kurikulum 2013 hanya
akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan kurikulum 2013 adalah pengembangan dari
kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dirintis pada tahun 2004.
Pada KTSP memberikan keleluasaan penuh kepada sekolah untuk mengembangkan
kurikulum dengan tetap memperhatikan potensi masingmasing sekolah dan daerah sekitar.
Sedangkan Kurikulum 2013 secara tujuan dikembangkan untuk meningkatkan dan
menyeimbangkan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap,
ketrampilan, dan pengetahuan dalam rangka menghadapi tantangan global yang terus
berkembang.
Sumber Bacaan
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikuulum, Teori & Praktek, (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2014), hlm. 250, hlm.250. hlm 241.
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), Cet.V, hlm.130.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei
2006 tentang Standar Isi.
Noor Rohman, Implementasi Kurikulum KTSP pada Mata Pelajaran PAI di SMPN 18,
(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2008), hlm. V
Herry Widyastono, Pengembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah dari Kurikulum 2004,
2006, ke Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014) hlm. 119.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat (21).