Anda di halaman 1dari 13

PEMBUATAN KECAP

LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Mikrobiologi Industri
yang dibimbing oleh Dr. Endang Suarsini, M. Ked.,
dan Sitoresmi Prabaningtyas, S.Si, M.Si

Oleh:
Kelompok 4
Ana Sa’adah 100342404640
Nur Azizah 100342400923
M. Ali Sukron 100342400942

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
November 2013
A. Topik
Pembuatan Kecap Kedelai

B. Waktu Praktikum
Praktikum pembuatan kecap dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2013
sampai dengan 21 November 2013.

C. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui proses pembuatan kecap dari bahan dasar tempe dan kedelai.
2. Untuk membandingkan hasil produk dari starter Rhizopus oryzae dan
Aspergillus oryzae
3. Membandingkan kecap manis dari bahan dasar tempe dan kedelai.

D. Dasar Teori
1. Kecap
Kecap adalah cairan yang berwarna coklat agak kental, mempunyai aroma
yang sedap dan merupakan hasil fermentasi kedelai (Suliantari dan Winiati, 1990).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3543-1994), kecap kedelai adalah
produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis)
kacang kedelai (Glycine max L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan
lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Kecap dikenal secara luas oleh
masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus dari kedelai dengan
konsistensi cair, berwarna coklat gelap dan beraroma daging (Winarno, 1986).
Secara umum Judoadmijojo (1987) mengelompokkan kecap Indonesia
menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mengandung
sedikit gula palma (4-19%) dan banyak garam (18-21%) sedangkan kecap manis
mengandung banyak gula palma (26-61%) dan sedikit garam (3-6%). Kecap
manis mempunyai konsistensi sangat kental sedangkan kecap asin memiliki
konsistensi encer.
Kecap manis merupakan salah satu produk olahan kedelai yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Tidak hanya popular, tetapi kecap
manis sangat bermanfaat bagi kesehatan. Menurut ,, kecap manis merupakan
produk olahan yang teksturnya kental, berwarna coklat kehitaman, dan digunakan
sebagai penyedap makanan. Tingginya kadar gula dan viskositas yang tinggi pada
kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses
pembuatannya.
Sebagian besar dari kecap di Indonesia menunjukkan adanya perbedaan
kandungan gula, kandungan asam, dan konsentrasi asam amino yang berhubungan
dengan perlakuan fermentasi. Komponen terbesar kecap manis adalah
karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Kecap manis memiliki
kandungan asam amino cukup tinggi, karena kecap manis terbuat dari kacang
kedelai yang memiliki kandungan protein yang tinggi (Santoso, 1994). Kecap
manis mengandung gula lebih banyak (26-61%) dibandingkan kecap asin (4-19%)
(Judoamidjojo, 1987).
Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa,
glukosa dan fruktosa. Tingginya kadar gula pada kecap manis ini disebabkan
adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Sebagian besar kecap di
Indonesia menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan
konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi
(Judoadmijojo, 1987).
2. Proses Pembuatan Kecap Manis
Menurut Santoso (1994), kedelai hitam merupakan jenis kedelai yang
biasa digunakan di Indonesia. Untuk memperoleh kecap kedelai yang berkualitas,
maka harus memperhatikan syarat mutu biji kedelai, diantaranya: (1) bebas dari
sisa tanaman (kulit polong, potongan batang atau ranting), batu, kerikil, tanah,
atau biji tanaman lain, (2) biji kedelai tidak luka, (3) biji kedelai bebas dari
serangan hama dan penyakit, dan (4) kulit biji tidak keriput. Sementara itu,
komposisi kimia kedelai hitam dan kedelai kuning tidak menunjukkan perbedaan
yang berarti, sehingga tidak akan menyebabkan perbedaan komposisi kimia kecap
yang dihasilkan (Junaidi, 1987).
Kecap dapat diproduksi dengan tiga cara, yaitu fermentasi kedelai,
hidrolisis asam, atau kombinasi dari keduanya. Pembuatan kecap secara
fermentasi pada prinsipnya menyangkut pemecahan protein, lemak, dan
karbohidrat oleh aktivitas enzim dari kapang, ragi (kamir), danbakteri menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana, yang menentukan cita rasa, aroma, dan
komposisi kecap. Pembuatan kecap secara hidrolisis pada dasarnya adalah
pemecahan protein dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan peptida-
peptida dan asam-asam amino. Pembuatan kecap secara kombinasi merupakan
gabungan kedua cara di atas. Mula-mula sebagian protein dihidrolisis dengan
asam, kemudian dilanjutkan dengan fermentasi (Santoso, 2005).
Kecap hidrolisis kurang terkenal dibandingkan dengan kecap hasil
fermentasi karena rasa dan aromanya kurang baik. Kecap ini hanya merupakan
larutan garam dan asam amino saja. Hal ini disebabkan selama proses hidrolisis
komponen gula menjadi rusak dan timbulnya senyawa off flavor. Selain itu, tidak
terdapat beberapa komponen pembentuk cita rasa, seperti peptida-peptida tertentu,
senyawa-senyawa ester, dan asam organik (Mintarsih, 2007).
Menurut Koswara (1997), pembuatan kecap manis di Indonesia umumnya
dilakukan secara fermentasi. Tahap dalam pembuatan kecap adalah sebagai
berikut: fermentasi koji, fermentasi moromi dalam larutan garam, ekstraksi dan
penyaringan, penambahan gula dan bumbu, serta pembotolan dan pemasaran
(Judoamidjojo, 1986).
Proses pembuatan kecap pada awalnya kedelai bersih direndam semalam,
kemudian direbus selama 1-5 jam. Biji kedelai masak ditebarkan di atas tampah
bambu serta diinokulasikan dengan kapang atau tanpa inokulasi karena wadahnya
sudah menjadi sumber inokulan dan diinkubasi pada ruang khusus selama 3-20
hari (umumnya 1 minggu). Tahap ini disebut tahap fermentasi koji (Prasetyo,
1996). Koji yang diperoleh kemudian dicampur dengan air garam dengan
konsentrasi 20-23% selama 4-8 bulan sambil dilakukan pengadukan berkala
(proses moromi) (Chen, 1992). Filtrat moromi dimasak dengan air, lalu ditambah
gula palma dan bumbu lainnya. Campuran ini disaring dan kecap yang dihasilkan
kemudian dibotolkan. Penambahan gula yang dilakukan tergantung dari jenis
kecap yang akan dibuat, yaitu kecap manis dan kecap asin. Untuk pembuatan
kecap asin, gula ditambahkan dalam jumlah sedikit atau tidak ditambah sama
sekali (Selviana, 1994).

1. Fermentasi Kapang (Proses Koji)


Koji merupakan kultur campuran yang diambil dari pembuatan kecap
sebelumnya atau kultur murni yang ditumbuhkan tersendiri. Substrat untuk
pertumbuhan dari starter inibermacam-macam, walaupun sering digunakan
campuran kedelai, dan gandum yang telah dipecah atau dedak gandum yang telah
dipanaskan. Bahan-bahan ini diinokulasikan spora Aspergillus oryzae, ditebarkan
pada nampan-nampan kecil dan disimpan pada suhu 25°C sampai 30°C untuk
selama 3 hari sampai terlihat kapang tumbuh (Buckle dkk, 1988). Menurut
Koswara (1992), selama fermentasi kapang, mikroba yang berperan selain
Aspergillus oryzae adalah A. flavus, A. niger, dan Rhizopus oligosporus. Kapang
akan memproduksi enzim-enzim seperti protease, lipase, dan amilase yang akan
memecah protein, lemak, dan pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Enzim-
enzim ini akan mendegradasi molekul besar menjadi molekul kecil, diantaranya
protein terlarut, peptida, asam amino, asam lemak, atau komponen lainnya yang
lebih sederhana (Rahayu dan Sudarmajdi, 1989).
Menurut Prasetyo (1996), fermentasi koji yang biasanya terjadi di pabrik
kecap Indonesia umumnya dilakukan selama 3-20 hari (umumnya 1 minggu) pada
suhu kamar. Kapang akan mulai tumbuh pada permukaan biji karena sengaja
diinokulasi atau terkontaminasi dari udara atau wadahnya (tampah). Selama
fermentasi ini protein dan karbohidrat pada kedelai akan didegradasi oleh kapang.
Protein dirombak menjadi polipeptida dan peptida rantai pendek, sedangkan
karbohidrat dirombak menjadi gula-gula sederhana. Pada fermentasi ini juga
dihasilkan asam tetapi pada akhir fermentasi pH koji sebesar 7,1. Hal ini
diakibatkan oleh aktivitas proteolitik dan proses deaminasi asam-asam amino oleh
kapang yang ditandai dengan dengan timbulnya bau amonia pada koji (Rahayu
dan Sudarmadji, 1989).
2. Fermentasi Garam (Proses Moromi)
Pada fermentasi ini kedelai yang telah mengalami proses koji dicampur
dengan larutan garam dan difermentasi selama 1 minggu sampai 4 bulan
(Panghegar, 1989). Selama fermentasi garam, mikroba yang berperan adalah
Zygosaccharomyces dan Hansenula (khamir) serta Lactobacillus (bakteri)
(Koswara, 1992). Konsentrasi garam yang digunakan biasanya sekitar 20-25%
(Krisno, 1990). Selama proses moromi biasanya selalu dilakukan proses
pengadukan setiap harinya (Suriadi, 1992). Hal ini dilakukan untuk menjaga
keseragaman konsentrasi garam, merangsang pertumbuhan bakteri, dan mencegah
terjadinya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, terutama mikroba
pembusuk (Wibowo, 1990).
Pada fermentasi garam terjadi perubahan-perubahan fisik dan kimia yang
merupakan lanjutan dari proses koji. Enzim yang dikeluarkan oleh kapang masih
bekerja terus, sedangkan kapangnya sendiri mati dalam lingkungan garam.
Aktifitas enzim ini memengaruhi kandungan protein, kadar nitrogen terlarut, dan
gula pereduksi pada moromi yang dihasilkan. Total nitrogen terlarut dan formol
nitrogen mengalami peningkatan selama satu bulan fermentasi. Apabila fermentasi
dilanjutkan ternyata tidak menunjukkan banyak perubahan (Wijaya, 1988).
3. Penambahan Gula Merah
Gula merah merupakan jenis gula yang umum digunakan dalam
pembuatan kecap manis (Apriyantono dan Wiratma, 1997). Pada proses
pembuatan kecap, gula merah ditambahkan bersamaan dengan bumbu. Gula
merah adalah gula berbentuk padat, berwarna coklat kemerahan sampai dengan
coklat tua. Gula merah adalah gula yang secara tradisional dihasilkan dari
pengolahan nira, dengan cara menguapkan airnya sampai cukup kental dan
kemudian dicetak atau dibuat serbuk. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI
01-3743-1995), gula merah atau gula palma adalah gula yang dihasilkan dari
pengolahan nira pohon palma yaitu aren (Arenga pinnata Merr.), nipah (Nypa
fruticans), siwalan (Borassus flabellifera Linn.), dan kelapa (Cocos nucifera
Linn.) atau jenis palma lainnya, dan berbentuk cetak atau serbuk / granula.
Mutu gula merah terutama ditentukan dari penampilannya, yaitu bentuk,
warna, dan kekerasan. Kekerasan dan warna gula sangat dipengaruhi oleh mutu
nira yang telah terfermentasi. Gula merah memiliki tekstur dan struktur yang
kompak, serta tidak terlalu keras sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan
empuk. Selain itu, gula merah juga memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa
manis pada gula merah disebabkan gula merah mengandung beberapa jenis gula
seperti sukrosa, fruktosa, glukosa, dan maltosa (Nurlela, 2002).
Gula merah memiliki sifat-sifat spesifik sehingga perannya tidak dapat
digantikan oleh jenis gula lainnya. Gula merah memiliki rasa manis dengan rasa
asam. Rasa asam disebabkan oleh kandungan asam organik didalamnya. Adanya
asam-asam organik ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma khas, sedikit
asam, dan berbau karamel. Rasa karamel pada gula merah diduga disebabkan
adanya reaksi karamelisasi akibat pemanasan selama pemasakan. Karamelisasi
juga menyebabkan timbulnya warna coklat pada gula merah (Nurlela, 2002).
Gula merah mempunyai rasa dan aroma yang khas, sehingga tidak dapat
digantikan oleh gula pasir. Penggunaan gula merah sangat luas, diantaranya untuk
pemanis minuman, penyedap makanan, bahan pembuat dodol, kue dan merupakan
salah satu bahan baku dalam industri kecap. Peranan gula dalam pembuatan kecap
sangat penting karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard dan
karamelisasi, yang berperan dalam pembentukan flavor dan karakteristik kecap
manis (Judoamidjojo, 1987).

E. Alat dan Bahan


Alat Bahan
- Kompor - Kedelai
- Panci - Tempe
- Cawan petri - Garam
- Botol selai - Air Kelapa
- Pengaduk - Biakan Rhizopus oryzae
- LAF (Laminar Air Flow) - Biakan Aspergillus niger
- ent kas - Gula merah
- Bumbu (daun salam, daun jeruk, pekak,
serai, dan laos)
F. Prosedur Kerja
Pencucian dan perendaman. Mencuci kedelai dan merendamnya dalam 3 liter air
selama satu malam.

Perebusan. Merebus sampai kedelai menjadi lunak, selama 40-60 menit. Tiap kg
kedelai memerlukan ± 2 liter air perebus. Meniriskan, mendinginkan di tampah.
Air rebusan tidak dibuang untuk digunakan dalam pembuatan larutan garam
Fermentasi menjadi tempe. Memberi ragi tempe pada kedelai yang didinginkan (1
gram untuk 1 kg kedelai). Mengaduk hingga rata lalu menghamparkan di atas
tampah setebal 2-3 cm dan metutup dengan daun pisang lalu disimpan pada suhu
ruang (25-30°C) selama 3-5 hari sampai kapang cukup tebal menutupi tempe
kedelai.

Penjemuran tempe. Menjemur biji tempe dengan tangan, kemudian dijemur atau
dikeringkan dengan alat pengering sampai biji tempe agak kering (kadar air
dibawah 18%).

Penyiapan larutan garam 20%. Untuk tiap 1 liter air bekas perebus ditambah
dengan 2 liter air segar dan garam 600 gram. Campuran ini diaduk-aduk agar
garam larut dengan sempurna.

Fermentasi garam untuk kecap No. 1. Memasukkan biji tempe kering ke dalam
larutan garam. Tiap 1 kg butiran tempe kering membutuhkan 4 liter larutan
garam. Perendaman di lakukan di dalam wadah perendam selama 10-15 minggu.
Setelah fermentasi di dalam larutan garam selesai, saluran di bagian dasar wadah
dibuka, dan cairan yang keluar ditampung. Cairan ini disebut sebagai kecap
nomor 1.

Fermentasi garam untuk kecap no. 2. Ampas yang tertinggal pada wadah
perendam ditambah lagi dengan larutan garam 20% (tiap 1 kg butiran tempe
ditambah dengan 3 liter larutan garam). Selanjutnya perendaman dilakukan
selama 8-10 minggu dengan cara yang sama dengan cara pengolahan No. 6.
Setelah fermentasi selesai, cairan dikeluarkan dan cairan ini disebut sebagai kecap
nomor 2. Ampas direndam di dalam air bersih kemudian diperas atau dipress, dan
dapat dijadikan bahan pakan ternak.

Memasukkan kembali hasil saringan, kemudian ditambahkan gula merah dan


bumbu-bumbu.
Semua bumbu (kecuali daun salam, daun jeruk, pekak dan serai) digiling halus
dulu dan campur hingga rata. Banyaknya gula merah tergantung jenis kecap yang
dibuat (asin atau manis)

Setelah semua bumbu dicampurkan ke dalam hasil saringan, di masak sambil


terus diaduk-aduk.

Menghentikan perebusan apabila sudah mendidih dan tidak berbentuk buih lagi.

Setelah adonan masak, dinginkan dan saring dengan kain saring. Hasil saringan
yang diperoleh merupakan kecap yang siap untuk dibotolkan.

G. Data Pengamatan
Tabel 1. Hasil uji organoleptik pada kecap tempe dan kedelai
Bahan baku Uji Organoleptik
Warna Aroma Tekstur
kecap
Tempe Coklat Aroma kuat (++ Sangat kental,
+) tidak terbentuk
endapan
Kedelai Coklat Aroma kuat (++) Kental,
kehitaman terbentuk
endapan

H. Analisis Data
Praktikum pembuatan kecap menggunakan dua macam bahan baku, yaitu
tempe dan kedelai. Bahan baku tempe diburai terlebih dahulu selanjutnya
dimasukkan dalam larutan garam dan difermentasi selama 6 minggu, sedangkan
bahan baku berupa kedelai terlebih dahulu direbus dan diinokulasi dengan
Aspergillus oryzae, selanjutnya difermentasi dalam larutan garam selama 6
minggu. Larutan garam berisi tempe maupun kedelai setelah 6 minggu masing-
masing dimasak dan diberi tambahan rempah-rempah. Kecap yang telah jadi
selanjutnya dilakukan uji organoleptik, meliputi warna, aroma, dan tekstur.
Kecap berbahan dasar tempe memiliki warna coklat, aroma kecap sangat
kuat, serta tekstur sangat kental dan tidak terbentuk endapan. Kecap yang berasal
dari kedelai berwarna coklat kehitaman, aroma kecap kuat namun tidak sekuat
aroma kecap dari tempe, tekstur yang dihasilkan kecap kedelai kental namun
terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk kemungkinan disebabkan larutan
garam hasil fermentasi dan gula merah yang ditambahkan waktu pemasakan tidak
menyatu sempurna.

I. Pembahasan
Proses pembuatan kecapa pada praktikum kali ini menggunakan dua bahan
yakni pembuatan kecap dari tempe yang mengandung kapang jenis Rhizopus
oryzae dan kecap berbahan dasar kedelai yang sudah diinokulasikan dengan
kapang jenis Aspergillus oryzae. Keduanya diproses dengan perlakuan yang sama
yakni melalui proses fermentasi, namun, pada proses persiapah bahan baku
terdapat perbedaan, bahan baku tempe diburai terlebih dahulu sebelum
dimasukkan dalam larutan garam dan difermentasi selama 6 minggu, sedangkan
bahan baku berupa kedelai direbus terlebih dahulu dan diinokulasi dengan
Aspergillus oryzae, selanjutnya difermentasi dalam larutan garam selama 6
minggu. Mikroorganisme yang digunakan dalam proses pembuatan kecap adalah
Rhizopus oryzae dan Aspergillus oryzae, keduanya merupakan kapang yang
memang khusus digunakan dalam pengolahan kecap, seperti yang dijelaskan oleh
Suprihatin (2010), bahwa pembuatan kecap tradisional di Indonesia
memanfaatkan mikroba yang berperan dalam pembuatan kecap yakni kapang jenis
Rhizopus sp., Aspergillus sp., atau campuran keduanya. Tetapi yang umum
digunakan dalam pembuatan kecap adalah Aspergillus sp. Selain kapang,
beberapa mikroba seperti khamir dan bakteri yang tahan garam juga turut
berperan dalam proses fermentasi ini.
Tempe yang akan difermentasi perlu diburai terlebih dahulu, sedangkan
kedelai perlu direndam selama 24 jam sebelum dimasak, hal tersebut berfungsi
untuk melunakkan dan memperkecil permukaan bahan sehingga memudahkan
kerja mikroorganisme dalam memecah bahan baku menjadi senyawa sederhana,
pada prinsipnya dalam proses pembuatan kecap komponen-komponen dari bahan
akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sehingga akan lebih
mudah dicerna (Suprihatin, 2010).
Proses fermentasi kecap terdiri dari dua tahap, yaitu fermentasi kapang
(solid stage fermentation) dan fermentasi moromi dalam larutan garam (brine
fermentation) (Koswara, 1997). Proses fermentasi kapang terjadi saat proses
pertumbuhan kapang pada kedelai, fermentasi kapang sangat berpengaruh
terhadap kualitas kecap karena kapang akan mengeluarkan enzim yang memecah
substrat menjadi senyawa-senyawa terlarut (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995).
Enzim-enzim yang terdapat pada kapang antara lain, amilase, invertase, protease
(protease netral, protease asam, dan protease alkali), aminopeptidase, karboksi
peptidase dan glutaminase (Isnariani, 1993). Enzim protease menghidrolisis
protein kompleks yang tidak larut menjadi polipeptida dan oligopeptida,
kemudian dapat menghidrolisis polipeptida dan oligopeptida menjadi asam-asam
amino. Pati dihidrolisis menjadi disakarida dan monosakarida oleh amilase dan
invertase. Selama proses fermentasi terjadi kenaikan nitrogen terlarut, asam
amino, ammonia, nilai pH, dan suhu (Rahayu dkk., 1993).
Fermentasi moromi dalam larutan garam merupakan langkah selanjutnya
setelah fermentasi kapang. Fermentasi moromi yang dilakukan pada kedelai dan
tempe saat praktikum berlangsung selama 5 minggu. Secara tradisional,
fermentasi moromi berlangsung selama 2-4 minggu. Pada fermentasi moromi
terdapat beberapa jenis bakteri dan khamir yang terlibat didalamnya, antara lain
Lactobacillus delbrueckii, Hansenula sp. (Astawan dan Astawan, 1991),
Pseudomonas soyae (Kasmidjo, 1990), Zygosaccharomyces soyae, Z. major, dan
Saccharomyces rouxii (Koswara, 1997). Jenis-jenis bakteri dan khamir tersebut
toleran terhadap konsentrasi garam tinggi. Larutan garam berfungsi sebagai bahan
pengawet dan penyeleksi kegiatan mikrobia (Astawan dan Astawan, 1991). Selain
itu, garam berfungsi untuk mengekstrak senyawa-senyawa nitrogen terlarut yang
ada dalam kedelai yang terfermentasi oleh kapang ke dalam larutan garam. Pada
umumnya, fermentasi moromi dilakukan pada larutan garam 20%. Selama
fermentasi moromi, warna larutan kecap dari kedelai berwarna lebih gelap dari
pada larutan kecap berbahan dasar tempe, perubahan warna larutan menjadi
kecoklatan disebabkan oleh warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning
antara gula reduksi dengan gugus amino dari protein (Astawan dan Astawan,
1991).
Pemberian rempah saat proses pengolahan kecap ikut mempengaruhi rasa
dan aroma kecap. Rempah-rempah tersebut memiliki aroma yang sangat tajam
sehingga menutupi aroma asli dari larutan kecap, namun dengan penambahan
rempah, larutan kecap yang dihasilkan mempunyai rasa dan aroma yang enak.
Perbedaan aroma, warna, dan tekstur dipengaruhi oleh bahan baku kecap,
mikroorganisme yang dipakai, dan rempah yang ditambahkan. Kesalahan saat
praktikum adalah rempah-rempah yang ditambahkan sebagai campuran tidak
ditimbang terlebih dahulu, sehingga aroma rempah-rempah lebih kuat daripada
aroma kecap. Warna coklat kehitaman pada kecap tidak hanya berasal dari reaksi
browning, tetapi warna larutan kecap kedelai lebih hitam daripada kecap tempe
disebabkan oleh penambahan gula merah saat pengolahan dan pengaruh dari
warna konidia pada kapang jenis Aspergillus oryzae. Kapang jenis Aspergillus
oryzae memiliki warna konidia yang coklat keabu-abuan.

J. Kesimpulan
1. Pembuatan kecap berbahan baku tempe dan kedelai melalui proses fermentasi
kapang dan fermentasi moromi
2. Produk kecap yang diinokulasikan dengan kapang jenis Aspergillus oryzae
lebih berwarna kehitaman daripada kecap yang diinokulasikan dengan
Rhizopus oryzae, namun aroma kecap lebih tajam pada produk kecap berbahan
dasar tempe

K. Daftar Pustaka
Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati
Tepat Guna. Edisi I. Jakarta: Akademika Pressindo.
Isnariani, A.J. 1993. Mikroflora dan Aflatoxin pada Kedelai Hitam dan Koji
dalam Proses Pembuatan Kecap. [Skripsi]. Yogyakarta: FTP UGM.

Judoamidjojo RM. 1987. Studies on Chemical and Microbiological Aspect of


Kecap as Fundamental to Improve ITS Quality. Kumpulan Seminar
BioteknologiPertanian. PAU Bioteknologi, IPB.

Koswara, S. 1997. Mengenal makanan tradisional hasil olahan kedelai. Buletin


Teknologi dan Industri Pangan 8 (2): 75-76.
Kumalaningsih, S. dan N. Hidayat, 1995. Mikrobilogi Hasil Pertanian. Malang:
Penerbit IKIP Malang.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Press.

Anda mungkin juga menyukai