Anda di halaman 1dari 8

SMF KULIT DAN PENY KELAMIN RSMTH

KEPANITERAAN KLINIK FK USAKTI

STATUS PASIEN
Nama Mahasiswa : Ayuka Nishi
NIM : 030.13.218
Periode : 30 Maret s/d 1 Juni 2018
A. IDENTITAS
NAMA : Ny. H
No. Med Rec : 200567
JENIS KELAMIN : Perempuan
TANGGAL LAHIR : 03-06-1991
ALAMAT : Jl. Bendungan hilir 1 no 12
NO TELPON :-

B. ANAMNESIS
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSAL dr. Mintohardjo mengeluh terdapat bintil-
bintil pada daerah kemaluan. Keluhan dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Awalnya, keluhan berupa
bintil-bintil berukuran kecil berisi cairan bening disertai kemerahan di sekitar bintil dan terasa
nyeri. Bintil kemudian semakin membesar, dirasakan semakin nyeri terutama bila disentuh atau
terkena gesekan.
DD: herpes simpleks genitalis, ulkus molle, sifilis, ulkus traumatik
Pasien mengeluh keluar cairan berwarna kekuningan dan kental pada bekas bintil-bintil
yang pecah. Pasien juga mengeluhkan terdapat demam saat bintil-bintil muncul, lemas, pusing
dan pegal-pegal. Pasien mengeluh nyeri ketika buang air kecil. Pasien mengaku tidak pernah
mengalami hal serupa sebelumnya. Keluhan lainnya berupa keputihan berwarna putih keabu-
abuan, gatal dan berbau. Riwayat trauma, sering memakai celana ketat disangkal oleh pasien.
DD: simpleks genitalis, bacterial vaginosis, ulkus molle, sifilis,
Pasien sudah menikah selama 5 bulan dan belum memiliki anak. Pasien tidak
menggunakan KB. Pasien mengaku hanya melakukan hubungan seksual dengan suami. Suami
pasien bekerja sebagai pengemudi truk dan sering keluar kota untuk pekerjaan tersebut.
Hubungan seksual terakahir dengan suami dilakukan sekitar 10 hari yang lalu tanpa
menggunakan kondom dan tidak ada nyeri.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran: Compos Mentis
Kesan gizi: Gizi baik
Tanda Vital
TD: 130/80 mmHg Nadi: 80x/mnt RR: 18x/mnt S: 360C
TB: 160 cm BB: 58kg
Pemeriksaan dermatologi:
 Pada labia mayor tampak vesikel berisi cairan, dasar eritema, berbatas tegas, berbentuk
bulat, multipel, berkelompok, diskret, nyeri dan hangat pada perabaan
 Didapatkan sekret berwarna putih keabu-abuan

D. DIAGNOSIS BANDING
- Herpes Simplex Genitalis
- Bakterial vaginosis
- Ulkus molle  disingkirkan melalui pemeriksaan fisik yaitu tidak didapatkan lesi
dengan dasar yang kotor dan bentuk tidak teratur.
- Sifilis  dapat disingkirkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesa didapatkan keluhan nyeri dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan
ulkus yang keras, biasanya lesi tunggal dan tidak nyeri.
- Ulkus Traumatik  dapat disingkirkan dari anamnesa dengan tidak adanya riwayat
trauma sebelumnya.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Saran: KOH, pemeriksaan gram, sediaan basah

F. RESUME
Seorang wanita berusia 27 tahun, sudah menikahn, terdapat vesikel pada area genitalia
sejak 5 hari yang lalu, terasa nyeri dan beberapa sudah pecah. Saat vesikel pecah, keluar cairan
berwarna kuning dan kental. Didapatkan demam, malaise, pusing dan myalgia. Keluhan lain
berupa dysuria dan terdapat fluor albus. Sekret pasien berwarna putih keabuan, gatal dan
berbau amis. Riwayat trauma dan disparenia disangkal. Hubungan seksual terakhir dengan
suami 2 minggu yang lalu tanpa menggunakan kondom.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan
dermatologi ditemukan pada labia mayora tampak vesikel berisi cairan, dasar eritema, berbatas
tegas, berbentuk bulat, multipel, berkelompok, diskret, nyeri dan hangat pada perabaan.
DItemukan sekret berwarna putih keabuan.

G. DIAGNOSIS KERJA
- Herpes Simplex Genitalis (A60.0)
- Bakterial vaginosis (N76.0)

H. TERAPI
R/Acyclovir 200mg tab No. XXXV
 5 dd tab 1
R/Metronidazole 500mg tab No XV
 2 dd tab 1
R/ Cetirizine 10 mg tab No.X
 1 dd tab 1 (bila perlu)
R/ Asam mefenamat 500 mg tab No. X
 3 dd tab 1 (bila perlu)

I. EDUKASI
1. Menginformasikan kepada pasien bahwa penyakit ini termasuk penyakit menular, terutama
bila masih terdapat bintil-bintil (lesi) pada pasien. Disarankan untuk tidak melakukan
hubungan seksual hingga bintil dan gejala hilang.
2. Menginformasikan bahwa setelah lesi atau bintil-bintil pasien menghilang, disarankan untuk
memakai kondom ketika berhubungan seksual untuk mencegah penularan.
3. Menjaga kebersihan genital untuk meminimalisir keputihan, menghindari pemakaian bilas
vagina atau antiseptic pada vagina
4. Memakai celana dan celana dalam yang tidak ketat
5. Menghimbau pasien agar meminum obat antivirus dan antibakteri dengan benar, sebanyak
lima kali sehari selama tujuh hari. Obat gatal dan anti nyeri hanya diminum saat dibutuhkan
(saat gatal dan nyeri mengganggu aktivitas). Setelah tujuh hari, kontrol ke poli kulit RSAL dr.
Mintohadjo kembali.

J. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad functionam : bonam
Ad kosmetikum : bonam

K. TINJAUAN PUSTAKA
Penatalaksanaan Herpes SImpleks
A. Menurut Fasyankes:
1. Terapi diberikan dengan antiviral, antara lain:
a. Asiklovir, dosis 5 x 200 mg/hari selama 5 hari, atau
b. Valasiklovir, dosis 2 x 500 mg/hari selama 7-10 hari.
2. Pada herpes genitalis: edukasi tentang pentingnya abstinensia pasien harus tidak
melakukan hubungan seksual ketika masih ada lesi atau ada gejala prodromal.
3. Gejala prodromal diatasi sesuai dengan indikasi. Aspirin dihindari oleh karena dapat
menyebabkan Reye’s syndrome.

Konseling dan Edukasi


Edukasi untuk infeksi herpes simpleks merupakan infeksi swasirna pada populasi
imunokompeten. Edukasi untuk herpes genitalis ditujukan terutama terhadap pasien dan
pasangannya, yaitu berupa:
- Informasi perjalanan alami penyakit ini, termasuk informasi bahwa penyakit ini
menimbulkan rekurensi
- Tidak melakukan hubungan seksual ketika masih ada lesi atau gejala prodromal
- Pasien sebaiknya memberi informasi kepada pasangannya bahwa ia memiliki infeksi HSV
- Transmisi seksual dapat terjadi pada masa asimtomatik
- Kondom yang menutupi daerah yang terinfeksi, dapat menurunkan risiko transmisi dan
sebaiknya digunakan dengan konsisten.

Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila:
- Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi.
- Terjadi pada pasien bayi dan geriatrik (imunokompromais).
- Terjadi komplikasi.
- Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.

B. Menurut PERDOSKI
Nonmedikamentosa
Pada dasarnya semua tatalaksana non medikamentosa adalah sama untuk seluruh
perjalanan infeksi yaitu:
1. Pasien diberi edukasi tentang perjalanan penyakit yang mudah menular terutama bila
ada lesi, dan infeksi ini dapat berulang; karena itu indikasi abstinens; lakukan penapisan
untuk IMS lain dan HIV, notifikasi pasangan tetapnya.
2. Proteksi individual, anjurkan penggunaan kondom dan busa spermisidal.
3. Sedapat mungkin hindari faktor pencetus.
4. Bila pasien sudah merasa terganggu dengan kekerapan infeksi dan ada kecurigaan
terjadi penurunan kualitas hidup, indikasi untuk konsul psikiatri.

Medikamentosa
Obat-obat simtomatik:
1. Pemberian analgetika, antipiretik dan antipruritus disesuaikan dengan kebutuhan
individual
2. Penggunaan antiseptik sebagai bahan kompres lesi atau dilanjutkan dalam air dan
dipakai sebagai sit bath misalnya povidon jodium yang bersifat mengeringkan lesi,
mencegah infeksi sekunder dan mempercepat waktu penyembuhan.

HG lesi episode pertama lesi primer


1. Asiklovir: 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau asiklovir: 3x400 mg/hari selama 7-10 hari
2. Valasiklovir: 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari
3. Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari8-11 (A,1) 4. Kasus berat perlu rawat inap:
asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam selama 7-10 hari

HG rekuren
1. Lesi ringan: terapi simtomatik
2. Lesi berat:
 Asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau asiklovir: 3x400 mg/hari
selama 5 hari, atau asiklovir 3x800 mg/hari selama 2 hari
 Valasiklovir 2x500 mg selama 5 hari
 Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari
3. Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif:
 Asiklovir 2x400 mg/hari
 Valasiklovir 1x500 mg/hari
 Famsiklovir 2x250 mg/hari

HG pasien imunokompromais
1. Pengobatan untuk kasus ini memerlukan waktu yang lebih lama, pengobatan diberikan
hingga gejala klinis menghilang.
2. Asiklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400 mg/hari selama 5-10 hari atau hingga
tidak muncul lesi baru.
3. Valasiklovir 2x1000 mg/hari
4. Famsiklovir 2x500 mg/hari

Pada pasien yang berisiko tinggi untuk menjadi diseminata, atau yang tidak dapat
menerima pengobatan oral, maka asiklovir diberikan secara intravena 5 mg/kgBB/hari tiap 8
jam selama 7-14 hari atau lebih lama. Bila terdapat bukti terjadinya infeksi sistemik,
dianjurkan terapi asiklovir intravena 3x10 mg/kgBB/hari selama paling sedikit 10 hari. Untuk
pasien dengan infeksi HIV simtomatik atau AIDS, digunakan asiklovir oral 5x400 mg/hari
hingga lesi sembuh, setelah itu dapat dilanjutkan terapi supresif.
Pada pasien imunokompromais, kelainan akan sangat mudah terjadi rekurensi, sehingga
pengobatan supresif lebih dianjurkan, dengan dosis asiklovir 2x400 mg/hari atau valasiklovir
2x500 mg/hari.

Penatalaksanaan Vaginosis bacterial


A. Menurut Fasyankes:
1. Metronidazol atau Klindamisin secara oral atau per vaginam.
2. Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria.
3. Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazol 400 mg 2x sehari untuk 5-7 hari
atau pervaginam. Tidak direkomendasikan untuk minum 2 gram peroral.
4. Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi hormonal bila menggunakan antibiotik
yang tidak menginduksi enzim hati.
5. Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami vaginosis bakterial dianjurkan
untuk mengganti metode kontrasepsinya

Konseling dan Edukasi

5. Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan serta penatalaksanaan di tingkat


rujukan.
6. Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama penyakit belum tuntas
diobati.

Kriteria Rujukan

Pasien dirujuk apabila:

1. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan

2. Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore

3. Adanya arah kegagalan pengobatan

C. Menurut PERDOSKI

Obat pilihan:

1. Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari atau

2. Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal atau

3. Obat alternatif: Klindamisin 2x300 mg/hari per oral selama 7 hari

Catatan: Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama pengobatan dengan
metronidazol berlangsung sampai 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-like
reaction

Edukasi

1. Pasien dianjurkan untuk menghindari pemakaian bilas vagina atau antiseptic

2. Memakai pakaian/celana dalam longgar

3. Konseling tentang:

 Penyakit dan penyebabnya

 Kemungkinan komplikasi obstetrik dan ginekologik tertentu, misalnya


korioamnionitis, infeksi masa nifas, kelahiran prematur, bayi berat badan lahir
rendah, dan penyakit radang panggul.

Anda mungkin juga menyukai