Anda di halaman 1dari 13

A.

KONSEP EFUSI PLEURA


1. Definisi
Efusi pleura juga didefinisikan sebagai akumulasi cairan pleura akibat peningkatan
kecepatan produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan, atau keduanya
(Morton, et all., 2013).
Efusi pleura merupakan keadaan di mana terjadinya penumpukan cairan yang berlebih
di dalam kavum pleura (Simanjuntak, 2014).
Efusi merupakan koleksi cairan dalam rongga tubuh, biasanya antara dua jaringan
yang berdekatan. Sedangkan Pleura adalah selaput yang membungkus paru paru. Di
antara jaringan paru dan pleura terdapat ruang berisi cairan normalnya 0.13 mL/kg BB
yang berfungsi sebagai pelumas gerakan paru dalam proses pernapasan, dapat
disimpulkan efusi pleura adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan
cairan yang berlebihan diantara kedua lapisan pleura, cairan dapat berupa hidrotoraks,
hematotoraks, kilotoraks, atau empisema (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2018).
2. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan (Slamet dalam Alsagaff, dkk., 2010) :
a. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Berikut ini merupakan penyebab terjadinya efusi pleura transudatif:
 Gangguan kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) menjadi penyebab terbanyak
timbulnya efusi pleura, penyebab lainnya adalah perikarditis
konstriktiva dan sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah
akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan
kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran
getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke
rongga pleura dan paru-paru meningkat.
 Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi
kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
 Hidrothoraks hepatic
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi
biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan
dyspneu berat.
 Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-
penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang
dapat menimbulkan sindrom serupa: tumor ovarium kistik,
fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan
yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena
cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
 Dialisis peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini
terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.
b. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi
pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar
Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura.
Berikut ini merupakan penyebab terjadinya efusi pleura eksudatif:
 Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara
100-6000/cc.
 Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli
oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar
secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob
maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes,
Fusobakterium, dan lain-lain).
 Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi.
 Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,
dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.
Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural
dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC
biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat
badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
 Efusi pleura karena neoplasma.
Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-
paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi
bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar.
3. Manifestasi klinis
a. Ditemukannya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
b. Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebris (tuberkulosis), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trchea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlaianan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yag sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melegkung
(garis Ellis Damoiseu).
e. Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang perkusi redup timpani di bagian
atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinus ke sisi lain, pada askultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada awal dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
(Nurarif & Kusuma, 2016)
4. Patofisiologi

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
Rontgen dada, pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik.
Bila cairan lebih 300ml, akan terlihat cairan dengan permukaan melengkung.
Mungkin terdapat pergeseran di mediastinum selain rotgen dada USG juga bisa
membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
b. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Torakosentesis juga untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan,
sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, di sela iga ke-8.

c. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Biopsi ini
dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit
(biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura)
d. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
e. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral dekubitus
dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50
ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah
didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil
dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan
efusi dilakukan pemeriksaan seperti :
 Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH),
albumin, amylase, pH, dan glukosa.
 Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri.
f. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan
apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura
transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan
antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Sedangkan efusi pleura
eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura.
(Nurarif & Kusuma, 2016).

6. Penatalaksanaan Medis
a. Aspirasi cairan pleura
Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan
umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin
sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan
penderita.
b. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan
maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik diberikan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman. Antibiotik yang
digunakan adalah doxycyline, golongan antibiotik tetrasiklin, dosis yang
diberikan jika infeksi biasa adalah 200 mg sebanyak 1 kali, dan di lanjuktan
100 mg per hari. Jika infeksinya parah di berikan 200 mg per hari.
d. Pleurodosis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin,
kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua
lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali.
(Nurarif & Kusuma, 2016)

B. ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA


1. Pengkajian
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang timbul
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Pneuminia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri pada pleuritik, ketika efusi
sudah membesar dan menyebar kemungkinan timbul dipsnea dan
batuk. Efusi pleura yang besar akan mengakibatkan napas pendek.
Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi yang terkena, dullness
pada perkusi, dan penurunan bunyi pernapasan pada sisi yang terkena
(Seomantri, 2012)
2) Alasan masuk rumah sakit
Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung),
menurunnya tekanan osmotik koloid plasma (misalnya infeksi bakteri),
berkurangnya absorbsi limfatik (Seomantri, 2012)
3) Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan efusi pleura biasanya akan di awali dengan adanya
keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada,
dan berat badan menurun. Perlu di tanyakan sejak kapan keluhan itu
muncul. Tindakan apa yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut (Mutaqin, 2012)
b. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Klien dengan efusi pleura terutama yang diakibatkan adanya infeksi
non-pleura biasanya mempunyai riwayat penyakit TB paru, kanker
paru, pneumoni (Seomantri, 2012)
2) Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga klien efusi pleura tidak di temukan data penyakit yang
sama atau di turunkan dari anggota keluarganya yang lain, kecuali
penularan infeksi tuberkulosis yang menjadi faktor penyebab
timbulnya efusi pleura (Seomantri, 2012)
3) Riwayat pengobatan
Mengenal obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
seperti, pengobatan untuk effusi pleura malignan termasuk radiasi
dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretik (Padila, 2012)
Pemeriksaan fisik
c. Keadaan umum
Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak
napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan
menurun (Mutaqin, 2012)
d. Tanda-tanda vital
RR cenderung meningkat dan klien biasanya dipsneu, vokal premitus
menurun, suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairanya
auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni (Seomantri,
2012)
e. Sistem pernafasan
Inspeksi : peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai
penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang
tidak simetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar,
rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum purulen.
Palpasi : perdorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun
terutama untuk penumpukan cairan pada rongga pleura yang jumlah cairannya
>300 cc. Di samping itu, pada saat di lakukan perabaan juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi : suara perkusi redup sampai pekak tergantung dari jumlah cairannya.
Auskultasi : pada saat di lakukan auskultasi dengan stetoskop suara napas
menurun sampai tidak terdengar pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan
semakin ke atas semakin tipis (Mutaqin, 2012)
f. Sistem kardiovaskular
Pada saat dilakukan inspeksi, perhatikan letak ictus cordis normal yang berada
pada ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan utuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan harus
memerhatikan kedalaman dan terartur tidaknya denyut jantung.
Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung,
serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah (Mutaqin, 2012)
g. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
volume intake cairan. Perawat perlu meminitor adanya oliguria, karena itu
merupakan tanda awal syok (Mutaqin, 2012)
h. Sistem pencernaan
Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan (Mutaqin, 2012)
i. Sistem integument
Klien dengan efusi pleura pada kulit nampak terlihat pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan (Padila, 2012).
2. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agens cedera biologis
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernapasan
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d infeksi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet kurang
e. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
f. Gangguan pola tidur b.d imobilisasi
g. Resiko infeksi b.d prosedur invasif

3. Intervensi
Diagnosa NOC NIC (Rasional)
Nyeri Akut Tingkat nyeri: Manajemen nyeri:
- Melaporkan nyeri berkurang - Kaji nyeri secara komperhensif
- Mengikuti program (menidentifikasi faktor pencetus dan fator yang
farmakologis yang diresepkan mengurangi)
Pengendalian nyeri: - Gunakan skala penilaian nyeri sesuai dengan
- Menyatakan metode yang usia dan kognisi (untuk mengkaji skala nyeri)
memberi pereda nyeri - Kaji persepsi klien mengenai nyeri (persepsi
- Mendemonstrasikan klien dan ekspresi klien dipengaruhi oleh
manajemen nyeri non sosiokultural)
farmakologis - Pastikan pengetahuan dan harapan klien
terkait manajemen nyeri (memberi dasar untuk
intervensi dan penyuluhan)
- Beri manajemen nyeri nonfarmakologis:
perubahan posisi, kompres panas atau dingin,
nafas dalam, imajinasi terbimbing, distraksi
(untuk mengurangi atau mengendalikan nyeri)
Pemberian analgesik:
- Kolaborasi pemberian analgesik (untuk
mengurang atau mengendalikan nyeri)
- Evaluasi dan dokumentasikan respon klien
terhadap analgesik (untuk membatasi efek
simpang)
Ketidakefektifan Status pernapasan; ventilasi : Pemantauan pernapasan:
Pola Nafas - Mencapai pola nafas yang - Evaluasi status pernapasan klien (untuk
efektif dan normal mengidentifikasi pencetus)
- Ttidak mengalami sianosis - Observasi pola nafas (untuk melihat
dan tanda gejala lain hipoksia penggunaan otot bantu pernapasan)
Manajemen diri: - Auskultasi dan perkusi dada (suara nafas yang
- Menunjukkan perilaku abnormal mengindikasikan masalah)
koping yang tepat - Observasi ukuran, bentuk dan ekspansi dada
(untuk melihat adanya perubahan pergerakan
dinding dada)
Bantuan ventilasi:
- Kolaborasi dalam terapi kondisi yang
mendasari (untuk mengurangi faktor penyebab)
- Beri oksigen sesuai kebutuhan (untuk
memudahkan pernapasan)
- Tinggikan kepala tempat tidur (untuk
meningkatkan inspirasi maksimal)
- Dorong klien untuk bernafas secara lebih
perlahan dan dalam (untuk membantu klien
dalam mengendalikan situasi)
- Diskusikan dengan keluarga penatalaksanaan
lingkungan personal dan kebiasaan personal
yang menjadi faktor pemicu (untuk
meningkatkan kesehatan)
Ketidakefektifan Status pernapasan; kepatenan Manajemen jalan nafas:
Bersihan Jalan jalan nafas: - Kaji tingkat kesadaran dan kognisi untuk
Nafas - Mempertahankan kepatenan mempertahankan jalan nafas (memberi tingkat
jalan nafas dasar perawatan yang diperlukan)
- Mengeluarkan atau - Evaluasi frekuensi pernapasan dan suara nafas
membersihkan sekresi dengan (untuk mengetahi adanya suara nafas tambahan
mudah atau pernafasan dangkal)
- Atur posisi kepala sesuai kondisi (untuk
mempertahankan jalan nafas tetap terbuka)
- Menunjukkan perbaikan - Pasang jalan nafas melalui oral (untuk
dengan suara nafas bersih, memperbaiki jalan nafas)
pertukaran oksigen membaik - Evaluasi jumlah dan jenis sekresi (mukus
yang leket dapat mempersulit jalan nafas)
- Catat kemampuan untuk batuk (Fungsi batuk
dapat terjadi penurunan pada beberapa kondisi)
- Lakukan pengisapan sesuai indikasi (untuk
membersihkan jalan nafas)
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
(untuk mengeluarrkan sekresi)
- Kolaborasi obat nebulizer (untuk
mengencerkan sekresi)
- Auskultasi pernapasan (untuk memastikan
efek terapi)

Daftar Pustaka

Alsagaff, H., & Mukty, H.A. (2010). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A.C. (2015). Manual Diagnosi Keperawatan Edisi: 3.
Jakarta: EGC.

Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2017). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Efusi Pleura. Diakses pada 03 November 2018.
http://yankes.depkes.go.id/read-efusi-pleura-4373.html

Morton, dkk. (2013). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Mutaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1 Asuhan Keperawatan
Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta:
Media Action.

Padila. (2012). Keperawatan Medika Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.


Seomantri, I. h. (2012). Asuahan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Simanjuntak, ES. (2014). Efusi Pleura Kanan yang disebabkan oleh Carsinoma Mammae Dextra
Metastase Ke Paru. Jurnal Medula: 2(1)
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA EFUSI PLEURA DI RUANG SHAFA RSUDZA BANDA ACEH

OLEH:

CUT VOENNA NESTYA

1812101010042

KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S)

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

TAHUN 2018

Anda mungkin juga menyukai