Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2. Etiologi
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Iritasi kandung kemih
c. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan
kandung kemih
d. Efek tindakan medis dan diagnostic (misalnya operasi ginjal,
operasi saluran kemih, anestesi, obat-obatan)
e. Kelemahan otot pelvis
f. Ketidakmam[uan mengakses toilet (misalnya immobilisasi)
g. Hambatan lingkungan
h. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
i. Outlet kandung kemih tidak lengkap (misalnya anomaly saluran
kemih congenital)
j. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
(Standar diagnosis keperawatan Indonesia (PPNI), 2017).
4. Manifestasi Klinis
a. Aliran urin lambat
b. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
c. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
d. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri saat BAK dan merasa
ingin BAK
5. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
a. Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan
ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif.
Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
b. Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan
untuk memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang
tertentu dalam tubuh. Scaner temografik adalah sebuah mesin
besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X
yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal
berupa potongan lintang transfersal yang tipis.
c. Ultra Sonografi
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam
mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang
suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang
memantul dari struktur jaringan.
d. Prosedur Invasif
1) Sistoscopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel
tapi ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra
klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet.
Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku selama
insersi. Sebuah teleskop untuk melihat kantung kemih dan
uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau
isntrumen bedah khusus.
2) Biopsi Ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini
dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal
untuk diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih.
Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup)
atau pembedahan (terbuka).
3) Angiography (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi
sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal
utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanyapenyempitan
atau okulasi dan untuk mengefaluasi adanya massa (cnth:
neoplasma atau kista).
e. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter.
Diambil foto saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan
sesudah mengosongkan kandung kemih. Kegunaannya untuk
mencari adanya kelainan uretra (misal, stenosis) dan untuk
menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
f. Arteriogram Ginjal
Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta abdominis
sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat
ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam
cabang-cabangnya.
Indikasi :
1) Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi
2) Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma
3) Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke
daerah korteks, untuk
4) pengetahuan pielonefritis kronik.
6. Pemeriksaan Penunjang
Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine. Untuk melihat
kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll. Tes Darah.
Hal yang di kaji BUN,bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi,
intravenus, pyelogram. (fundamental of nursing hal 1700 - 1704,2001).
7. Komplikasi
a. CKD
b. Penyakit jantung
c. Retensi urine
d. Inkontinensia urin
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) pola berkemih
2) Gejala dari perubahan berkemih
3) Faktor yang mempengaruhi berkemih
b. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen : pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena,
distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness,
bising usus.
2) Genetalia wanita : Inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari
meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
3) Genetalia laki-laki : kebersihan, adanya lesi, tenderness,
adanya pembesaran skrotum.
c. Intake dan output cairan
1) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
2) Kebiasaan minum di rumah.
3) Intake: cairan infuse, oral, makanan, NGT.
4) Kaji perubahan volume urin untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan.
5) Output urin dan urinal, cateter bag, drainage ureterostomy,
sistostomi.
6) Karakteristik urin : Warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d. Pemeriksaan diagnostic
1). Pemeriksaan urin (urinalisis):
a) warna (N: Jernih kekuningan)
b) penampilan (N: Jernih)
c) Bau (N: Beraroma)
d) Ph(N: 4,5-8,0)
e) Beratb jenis (N: 1,005-1,030)
f) Glukosa (N: Negatif)
g) Keton (N: Kuman pathogen negative).
(Potter & Perry, 2010).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi
urine adalah sebagai berikut :
a. Perubahan pola eliminasi urine Berhubungan dengan :
1) Ketidakmampuan saluran kemih akibat anomali saluran
urinaria
2) Penurunan kapasitas atau iritasi kandung kemih akibat
penyakit
3) Kerusakan pada saluran kemih
4) Efek pembedahan pada saluran kemih
5) inverse perkemihan sementara (selang nefrostomi, kateter
uretra, intervensi pembedahan)
b. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d insisi operasi dan pemasangan
kateter.
c. Inkontinensia fungsional Berhubungan dengan :
1) Penurunan isyarat kandung kemih
2) Kerusakan kemampuan untuk mengenal isyarat akibat cedera
atau kerusakan kandung kemih
3) Kerusakan mobilitas
4) Kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
d. Inkontinensia stress Berhubungan dengan :
1) Tingginya tekanan Intraabdimibal dan lemahnya otor pelviks
akibat kehamilan
2) Penurunan tonus otot
e. Inkontinensia total Berhubungan dengan Defisit komunikasi atau
persepsi
f. Inkontinensia dorongan Berhubungan Dengan : Penurunan
kapasitas kandung kemih akibat penyakit infeksi, trauma, tindakan
pembedahan, faktor penuaan
g. Retensi urine berhubungan dengan adanya hambatan pada
sfingter akibat penyakit struktur, BHP
3. Intervensi keperawatan
a. Gangguan Eliminasi urin
Tujuan : kontinensia urin, eliminasi tidak terganggu, tidak ada
hematuria
Rencana tindakan :
1) Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume, dan warna
2) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
3) Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran
urine, bila diperlukan
4) Ajarkan pasien untuk minum air putih
5) Rujuk ke dokter jika terdapat gejala infeksi saluran kemih.
b. Risiko infeksi
Tujuan : terbebas dari tanda infeksi, memperlihatkan hygiene
personal yang adekuat, melaporkan tanda dan gejala infeksi, jika
ada.
Rencana tindakan:
1) Pantau tanda dan gejala infeksi (suhu, nadi, warna urine)
2) Pantau hasil laboraturium
3) Instruksikan untuk menjaga hygiene personal
4) Lakukan genetalia hygiene.
c. Inkontinensia fungsional berhubungan dengan Penurunan isyarat
kandung kemih
Tujuan : Klien dapat berkemih secara normal dan mampu
menahan keinginan untuk berkemih
Rencana Tindakan :
1) Ajarkan teknik merangsang refleks berkemih, dengan
berkemih seperti : mekanisme supra pubis kutaneus : ketuk
supra pubis secara dalam, tajam dan berulang
2) anjurkan pasien untuk :
a) posisi setengah duduk
b) mengetuk kandung kemih secara langsug denga rata-rata
7 – 8 kali setiap detik
c) gunakan sarung tangan
d) pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk
menentukan posisi saling berhasil
e) lakukan hingga aliran baik
f) tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung
kemih kosong
g) apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon,
berarti sudah tidak ada lagi yang dikeluarkan
3) apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3
menit dan berikan jeda waktu 1 menit di antara setiap
kegiatan
a) tekan gland penis
b) pukul perut di atas ligamen inguinalis
c) tekan paha bagian dalam
4) catat jumlah asupan dan pengeluaran
5) jadwalkan program kateterisasi pada saat tertentu
d. Inkontinensia stress Berhubungan dengan penurunan tonus otot
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan klien dapat
menahan reflex untuk berkemih
Rencana Tindakan
1) Kurangi faktor penyebab seperti : Kehilangan jaringan atau
tonus otot, dengan cara :
a) ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan
kekuatan dan kelemahannya saat melakukan latihan
b) untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda
mencoba menghentikan aliran urine, kencangkan otot-otot
belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian
lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10 kali dan lakukan 4
kali sehari
2) Meningkatkan tekanan abdomen dengan cara :
a) latih untuk menghindari duduk lama
b) latih untuk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam
e. Inkontinensia total Berhubungan dengan Defisit komunikasi atau
persepsi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
inkontinensia dapat teratasi dengan criteria hasil : Pasien dapat
menahan reflex untuk berkemih
Rencana Tindakan :
1) Pertahankan jumlah cairan dan berkemih
2) Rencanakan program kateterisasi intermiten apabila ada
indikasi
3) Apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih
pertimbangan untuk pemasangan kateter indweeling
f. Inkontinensia dorongan Berhubungan Dengan Penurunan
kapasitas kandung kemih akibat penyakit infeksi, trauma,
tindakan pembedahan, faktor penuaan
Rencana Tindakan
1) pertahankan hidrasi secara optimal
2) ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih dengan
3) ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi
kandung kemih yang tidak biasa)
4) anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan,
latihan fisik, mandi
5) anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih
6) lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi
kandung kemih
g. Retensi urine Berhubungan dengan Adanya hambatan pada
sfingter akibat penyakit struktur, BHP
Tujuan : Pola berkemih klien akan kembali seperti semula dalam
2 hari setelah kateter diangkat , dengan criteria hasil :
1) Kandung kemih tidak akan distensi setelah berkemih
2) klien akan menyangkal adanya rasa penuh pada kandung
kemihnya setelah berkemih.
3) Klien akan mencapai pengosongan urine total dalam 24 jam
setelah kateter diangkat.
Rencana Tindakan
1) Minta klien untuk berusaha berkemih pada waktu yang
terjadwal yang teratur.
2) Instruksikan klien untuk melakukan latihan dasar panggul
(kegle exercise) diluar waktu berkemihnya.
3) Minta klien melakukan latihan ini setiap kali berkemih
4) Minta klien menggunakan konpresi kandung kemih ( metode
crede) selama berkemih.
4. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setelah dilakukan implementasi dimana pada
klien dengan gangguan eliminasi urine setelah dilakukan tindakan
keperawatan dapat dievaluasi dengan cara :
a. Palpasi kandung kemih untuk mendeteksi adanya distensi setelah
berkemih
Hasil yang diharapkan : Kandung kemih tidak mengalami distensi
setelah berkemih
b. Evaluasi volume haluaran urine
Hasil yang diharapkan : klien mampu berkemih sampai kandung
kemih benar-benar kosong setelah 24 jam kateter dilepas
c. Observasi karakteristik urine
Hasil yang diharapkan : urine akan berwarna jernh, kekuningan
dan tidak mengandung sedimen.
Daftar Pustaka
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) : Jakarta Selatan.