Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

(MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK)


Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :

Dwi Setyo Anggraeni

NIM P.170672

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA


2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan

tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal,

reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai
kemih.

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel

dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi

glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per
menit, suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per

menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla.

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases)

terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik,
sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan

masyarakat utama.

Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi

yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit
pembuluh darah perifer.

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai
berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit

saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.

Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan

pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal
kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah

menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi,

dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya
yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap
penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit

ginjal kronik dapat dikendalikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi perkemihan ?

2. Apa definisi dari gagal ginjal kronik ?

3. Apa etiologi dari gagal ginjal kronik ?


4. Apa patofisiologi dari gagal ginjal kronik ?

5. Apa manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik ?

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik ?

7. Bagaimana penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik ?


8. Apa komplikasi dari gagal ginjal kronik ?

9. Bagaimana cara mencegah gagal ginjal kronik ?

10. Bagaimana legal etisnya ?

11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik ?

C. Tujuan Penulisan

1. Umum

Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik.

2. Khusus

a. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem perkemihan.

b. Mengetahui definisi dari gagal ginjal kronik.


c. Mengetahui etiologi dari gagal ginjal kronik.
d. Mengetahui patofisiologi dari gagal ginjal kronik.

e. Mengetahui manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik.

f. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari gagal ginjal kronik.

g. Mengetahui penetalaksanaan medis dari gagal ginjal kronik.


h. Mengetahui komplikasi dari gagal ginjal kronik.

i. Mengetahui cara mencegah gagal ginjal kronik.

j. Mengetahui legal etis.


k. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik.

D. Manfaat Penulisan

Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian dan
asuhan keperawatan dari gagal ginjal kronik. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit

tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak

sesuai dengan asuhan keperawatan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebab kan oleh
1. Definisi
Penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup

lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan

fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia ( Smaltzer, 2001).

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan

inrevesibel. (Arif Mansjoer, 2001).


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal

yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk


memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddart, 2001).
Gagal ginjal kronis ( chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang

berakibat fatal dan ditandai dengan anemia (urea dan limbah nitrogen yang berada

dalam darah). (Nursalam, 2008).

Cronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan
irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urin dan sampah

nitrogen lain dalam darah)

Cronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal

untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal


ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun,

dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam

gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis

biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan
fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan,

sedang dan berat.

2. Anatomi Fisiologi

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya

proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :

a. Ginjal

Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang


peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding
abdomen.

Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri
dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat

ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada
ginjal wanita.

Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang
mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus –

tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus

pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.

Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis
viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan

banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk

kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus
yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena

jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula

tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena
membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian

berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.

1) Bagian – Bagian Ginjal

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan

bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

a) Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan


penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini

banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal –

gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman,

dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan

malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara


glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan

masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan

menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang


terdapat di dalam sumsum ginjal.

b) Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut

piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut


apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid
dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8

hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran

paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan

korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul
ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di

dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan

darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.


2) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk

corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis

bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang
membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari

piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari

Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di

tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).


b. Fungsi Ginjal:

1) Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung

nitrogennitrogen, misalnya amonia.

2) Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan


vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).

3) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.

4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau

basa.

c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal


Peredaran Darah

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan

arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di

tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan

glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya

terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman


kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.
Persyarafan Ginjal

Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi
untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan

bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar

suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang
menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.
d. Ureter

Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung

kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm.


Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam

rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :

1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

2) Lapisan tengah otot polos


3) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit

sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika

urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan

disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam

kandung kemih.

Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan

dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi
pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan

pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

e. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )


Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak

di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti

kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika

umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :


1) Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini

terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat

duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.

2) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.


3) Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum

vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan
bagian dalam).

f. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.

Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat

kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis

panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki – laki terdiri dari :


1) Uretra Prostaria

2) Uretra membranosa

3) Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan

miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri

dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari

vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita

terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya
sebagai saluran ekskresi.

3. Etiologi

Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hamper semua penyakit. Apapun sebabnya,

dapat menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Dibawah ini terdapat

beberapa penyebab gagal ginjal kronik.


a. Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan – perubahan

stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi

(sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah jantung,
otak, ginjal dan mata.

Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama

menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari


iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang – lubang
dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecil

serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol

akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron
rusak (price, 2005:933).

b. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang

diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi


peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi

peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan

filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui

glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu:


1) Gomerulonefritis Akut :Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus

secara mendadak.

2) Glomerulonefritis Kronik : Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama

dari sel-sel glomerulus. (Price, 2005. 924)

c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)


Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap

dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang

paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya
mengenai beberapa glomerulus yang tersebar. (Price, 2005:925)

d. Penyakit Ginjal Polikistik

Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan

berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal


normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan

fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005:937)

e. Pielonefritis

Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu
sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui

infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang

dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau
repluks vesikoureter. (Price, 2005: 938)
f. Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30%

hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi
ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang mencakup semua lesi

yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2005:941). Riwayat perjalanan

nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau

stadium:
1) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan

hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang

disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,

glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II


danprostaglandin.

2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane

basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan

matriks mesangial.

3) Stadium 3 (Nefropati insipient)


4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)

5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)

4. Patofisiologi
5.
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada ginjal,

sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah nefron

mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal maka hasil
metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi ginjal
mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai dengan

pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak mampuan ginjal

sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah. Akibatnya ginjal tidak dapat

melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar serum dan kadar
nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat dalam tubuh dan menyebabkan

terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh lain.

Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum dan BUN
dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi

ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.

Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium

insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan.

Nokturia (berkemih pada malam hari) sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari

beberapa kali. Pengeluaran urine normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan
jumlah cairan yang diminum.

Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar 90% dari

massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya hanya

10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita
biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan

glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.

Pathway
5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:

a. Sistem kardiovaskuler; Hipertensi, Pitting edema, Edema periorbital, Pembesaran vena

leher, Friction sub pericardial


b. Sistem Pulmoner; Krekel, Nafas dangkal, Kusmaull, Sputum kental dan liat

c. Sistem gastrointestinal

1) Anoreksia, mual dan muntah


2) Perdarahan saluran GI
3) Ulserasi dan pardarahan mulut

4) Nafas berbau ammonia

d. Sistem musculoskeletal
1) Kram otot

2) Kehilangan kekuatan otot

3) Fraktur tulang

e. Sistem Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat

2) Pruritis

3) Kulit kering bersisik

4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh

6) Rambut tipis dan kasar

f. Sistem Reproduksi

1) Amenore

2) Atrofi testis

6. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium :
1) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang

rendah.

2) Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini

berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes

Klirens Kreatinin yang menurun.

3) Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi


pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis

4) Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3

pada GGK.
5) Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.

6) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan

metabolisme dan diet rendah protein.


7) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (

resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).

8) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian

hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.


9) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang menurun, BE

yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan

retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.

b. Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau

adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan

ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

c. IIntra Vena Pielografi (IVP)

Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.


d. USG

Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.

e. EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,

aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).


7. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka

penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi,


penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan

adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.

a. Penatalaksanaan medis
1) Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka

air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.

2) Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.

3) Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung

alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.

4) Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume


intravaskuler.

5) Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak

memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau

dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejala.

6) Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai

pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium

pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium

kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.


7) Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia

rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.

8) Transplantasi ginjal.
b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan

dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.

2) Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan
sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
c. Penatalaksanaan Diet

1) Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.

2) Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein

3) Lemak diberikan bebas.


4) Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.

5) Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan

makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

8. Komplikasi

a. Hiperkalemia

Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan kalium di

dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan

serius.
b. Perikarditis, efusi pericardial; Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang

tidak adekuat.

c. Hipertensi

d. Anemia
e. Penyakit tulang; Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D

abnormal

f. Dehidrasi

g. Kulit : gatal gatal

h. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau nafas
menyerupai urin,perdarahan gastrointestinal

i. Endokrin

Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma
Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi

Anak anak: retardasi pertumbuhan

Dewasa : kehilangan massa otot

j. Tamponade Jantung
k. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi neurologis

(tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot kejang)

9. Pencegahan

Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan mengurangi

resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips berikut ini :

a. Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak berlebihan. Namun


alangkah lebih baik jika anda menghindari minuman tersebut
b. Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk

penggunaan yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis yang

terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika mempunyai sejarah
keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada dokter tentang obat apa yang

sesuai.

c. Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur

d. Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok


e. Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui

kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.

10. Legal Etis

a. Nilai

Keyakinan (beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek, perilaku, dll yang

menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang. Nilai menggambarkan cita-

cita dan harapan-harapan ideal dalam praktik keperawatan.

b. Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku

individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan apa

yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan kebajikan
dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan apa yang ditolak.

c. Etika Keperawatan

Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan- keputusan

yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia, 2008).


d. Prinsip Etik

1) Respect (Hak untuk dihormati)

Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien

2) Autonomy (hak pasien memilih)


Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya

3) Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)

Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
4) Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain).

Kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau

cidera. Prinsip Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan


menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang

lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.

5) Confidentiality (hak kerahasiaan)

Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang


dipercayakan pasien kepada perawat.

6) Justice (keadilan)

Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti

tidak memihak atau tidak berat sebelah.


7) Fidelity (loyalty/ketaatan)

a) Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggung jawab

terhadap kesepakatan yang telah diambil

b) Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak hanya

pada satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat


c) Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku

d) Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang

disepakati.
8) Veracity (Truthfullness & honesty)

a) Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.

b) Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent

c) Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan


kebenaran.
B. Asuhan Keperawatan CKD

1. Pengkajian Pada Pasien CKD

Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :

a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,

pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung

biaya.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau

berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa

yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai

tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia),

mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada

kulit.
c. Riwayat penyakit saat ini

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi

palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.

Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau

ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien

meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji

adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,

penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian

obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian

dokumentasikan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya

riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas
dan penyakit menular pada keluarga.

f. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

1) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital


2) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
3) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat

mempengaruhi system saraf pusat.

4) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi


perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

2. Pemeriksaan Fisik :

a. Pernafasan B1 (breath)

Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan

pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.

b. Kardiovaskuler B2 (blood)

Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub
yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal

jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan

sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari

penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot

ventikel.
c. Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari

penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah

merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.

d. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system

rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi

pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
e. Persyarafan B3 (brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses

berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.

f. Perkemihan B4 (bladder)

Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
g. Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut

ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di

dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.


h. Musculoskeletal/integument B6 (bone)

Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat

malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),

petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit
jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik

secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

3. Diagnosa Keperawatan CKD

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.


b. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan

prosedur dialysis.

c. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

d. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

f. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi

kesehatan.
g. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive

h. PK: Insuf Renal

i. PK : Anemia

j. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.


4. Intervensi Keperawatan

No NANDA NOC NIC

1 Penurunan curah Setelah dilakukan askep i. Auskultasi bunyi jantung


jantung berhubungan diharapkan Penurunan curah dan paru, R : Adanya

dengan beban jantung jantung Klien tidak terjadi takikardia frekuensi jantung
yang meningkat. Kriteria hasil : tidak teratur
Domain 4 i. mempertahankan curah ii. Kaji adanya hipertensi. R :
Aktivitas/Istirahat jantung dengan bukti Hipertensi dapat terjadi

Kelas 4 Respon tekanan darah dan karena gangguan pada

Kardiovaskular/Pulmonal frekuensi jantung dalam sistem aldosteron-renin-

batas normal angiotensin (disebabkan

ii. nadi perifer kuat dan oleh disfungsi ginjal)

sama dengan waktu iii. Selidiki keluhan nyeri dada,

pengisian kapiler. perhatikanlokasi, rediasi,


beratnya (skala 0-10).

R: HT dan GGK dapat

menyebabkan nyeri

iv. Kaji tingkat aktivitas, respon


terhadap aktivitas.

R: Kelelahan dapat

menyertai GGK juga anemia

2 Intoleransi aktivitas B.d Setelah dilakukan askep Toleransi aktivitas

ketidakseimbangan Klien dapat menoleransi i. Tentukan penyebab

suplai & kebutuhan O2 aktivitas & melakukan ADL intoleransi aktivitas &

Domain 4 dgn baik tentukan apakah penyebab

Aktivitas/Istirahat Kriteria Hasil: dari fisik, psikis/motivasi

Kelas 4 Respon i. Berpartisipasi dalam ii. Kaji kesesuaian

Kardiovaskular/Pulmonal aktivitas fisik dgn TD, HR, aktivitas&istirahat klien


RR yang sesuai sehari-hari

ii. Warna kulit iii. ↑ aktivitas secara bertahap,

normal,hangat&kering biarkan klien berpartisipasi


iii. Memverbalisasikan dapat perubahan posisi,
pentingnya aktivitas berpindah&perawatan diri
secara bertahap iv. Pastikan klien mengubah

iv. Mengekspresikan posisi secara bertahap.

pengertian pentingnya Monitor gejala intoleransi


keseimbangan latihan & aktivitas
istirahaT v. Ketika membantu klien

v. ↑toleransi aktivitas berdiri, observasi gejala


intoleransi spt mual, pucat,
pusing, gangguan

kesadaran&tanda vital
vi. Lakukan latihan ROM jika

klien tidak dapat

menoleransi aktivitas

3 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan askep ..... Monitor Pernafasan:

nafas b.d hiperventilasi, jam pola nafas klien i. Monitor irama, kedalaman

penurunan energi, menunjukkan ventilasi yg dan frekuensi pernafasan.

kelemahan adekuat dg kriteria : ii. Perhatikan pergerakan

Domain 4 i. Tidak ada dispnea dada.


Aktivitas/Istirahat ii. Kedalaman nafas normal iii. Auskultasi bunyi nafas

Kelas 4 Respon iii. Tidak ada retraksi dada / iv. Monitor peningkatan

Kardiovaskular/Pulmonal penggunaan otot ketdkmampuan istirahat,

bantuan pernafasan kecemasan dan seseg nafas.


Pengelolaan Jalan Nafas

i. Atur posisi tidur klien untuk

maximalkan ventilasi

ii. Lakukan fisioterapi dada jika


perlu
iii. Monitor status pernafasan

dan oksigenasi sesuai

kebutuhan
iv. Auskultasi bunyi nafas
v. Bersihhkan skret jika ada
dengan batuk efektif /
suction jika perlu.

4 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan askep Fluit manajemen:

b.d. Gangguan ..... jam pasien mengalami i. Monitor status hidrasi

mekanisme regulasi keseimbangan cairan dan (kelembaban membran


Domain 2 Nutrisi elektrolit. mukosa, nadi adekuat)
Kelas 5 Hidrasi Kriteria hasil: ii. Monitor tnada vital

i. Bebas dari edema iii. Monitor adanya indikasi

anasarka, efusi overload/retraksi

ii. Suara paru bersih iv. Kaji daerah edema jika ada

iii. Tanda vital dalam batas Fluit monitoring:

normal i. Monitor intake/output

cairan

ii. Monitor serum albumin


dan protein total

iii. Monitor RR, HR

iv. Monitor turgor kulit dan

adanya kehausan

v. Monitor warna, kualitas


dan BJ urine

4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari ….. jam klien i. kaji pola makan klien

kebutuhan tubuh menunjukan status nutrisi ii. Kaji adanya alergi makanan.

Domain 2 Nutrisi adekuat dibuktikan dengan iii. Kaji makanan yang disukai

Kelas 1 Makan : oleh klien.

i. BB stabil tidak terjadi mal iv. Kolaborasi dg ahli gizi untuk


nutrisI penyediaan nutrisi terpilih

ii. tingkat energi adekuat sesuai dengan kebutuhan


iii. masukan nutrisi adekuat klien.

v. Anjurkan klien untuk


meningkatkan asupan

nutrisinya.
vi. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung

cukup serat untuk

mencegah konstipasi.
vii. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan

pentingnya bagi tubuh klien


Monitor Nutrisi
i. Monitor BB setiap hari jika

memungkinkan.
ii. Monitor respon klien

terhadap situasi yang

mengharuskan klien makan.

iii. Monitor lingkungan selama


makan.

iv. jadwalkan pengobatan dan

tindakan tidak bersamaan

dengan waktu klien makan.

v. Monitor adanya mual


muntah.
vi. Monitor adanya gangguan

dalam proses
mastikasi/input makanan

misalnya perdarahan,
bengkak dsb.

vii. Monitor intake nutrisi dan


kalori.

5 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep … Pendidikan : proses penyakit

tentang penyakit dan jam Pengetahuan klien / i. Kaji pengetahuan klien

pengobatannya b.d. keluarga meningkat dg KH: tentang penyakitnya


kurangnya sumber Pasien mampu: ii. Jelaskan tentang proses
informasi i. Menjelaskan kembali penyakit (tanda dan gejala),
penjelasan yang identifikasi kemungkinan
diberikan penyebab.

ii. Mengenal kebutuhan iii. Jelaskan kondisi klien

perawatan dan iv. Jelaskan tentang program


pengobatan tanpa cemas pengobatan dan alternatif
iii. Klien / keluarga pengobantan

kooperatif saat dilakukan v. Diskusikan perubahan gaya


tindakan hidup yang mungkin
digunakan

untuk mencegah
komplikasi

vi. Diskusikan tentang terapi

dan pilihannya

vii. Eksplorasi kemungkinan


sumber yang bisa

digunakan/ mendukung

viii. instruksikan kapan harus ke

pelayanan

ix. Tanyakan kembali


pengetahuan klien tentang
penyakit, prosedur

perawatan dan pengobatan

6 Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep ... Kontrol infeksi

tindakan invasive, jam risiko infeksi terkontrol i. Ajarkan tehnik mencuci

penurunan daya tahan dg KH: tangan

tubuh primer i. Bebas dari tanda-tanda ii. Ajarkan tanda-tanda infeksi


infeksi iii. laporkan dokter segera bila
ii. Angka leukosit normal ada tanda infeksi

iii. Ps mengatakan tahu iv. Batasi pengunjung

tentang tanda-tanda dan v. Cuci tangan sebelum dan


gejala infeksi sesudah merawat ps
vi. Tingkatkan masukan gizi
yang cukup
vii. Anjurkan istirahat cukup

viii. Pastikan penanganan

aseptic daerah IV
ix. Berikan PEN-KES tentang
risk infeksi

proteksi infeksi:
i. monitor tanda dan gejala
infeksi

ii. Pantau hasil laboratorium


iii. Amati faktor-faktor yang

bisa meningkatkan infeksi

iv. monitor TTV

7 PK: Insuf Renal Setelah dilakukan askep ... i. Pantau tanda dan gejala

jam Perawat akan insuf renal ( peningkatan TD,

menangani atau urine <30 cc/jam,

mengurangi komplikasi dari peningkatan BJ urine,

insuf renal peningkatan natrium urine,


BUN Creat, kalium, pospat

dan amonia, edema).

ii. Timbang BB jika

memungkinkan
iii. Catat balance cairan

iv. Sesuaikan pemasukan cairan

setiap hari = cairan yang

keluar + 300 – 500 ml/hr


v. Berikan dorongan untuk
pembatasan masukan

cairan yang ketat : 800-1000

cc/24 jam. Atau haluaran


urin / 24 jam + 500cc
vi. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pemberian diet,
rendah natrium (2-4g/hr)

vii. pantau tanda dan gejala

asidosis metabolik
( pernafasan dangkal cepat,
sakit kepala, mual muntah,

Ph rendah, letargi)
viii. Kolaborasi dengan timkes
lain dalam therapinya

ix. Pantau perdarahan, anemia,


hipoalbuminemia

x. Kolaborasi untuk

hemodialisis

8 PK: Anemia Setelah dilakukan askep .... i. Monitor tanda-tanda anemia


jam perawat akan dapat ii. Anjurkan untuk

meminimalkan terjadinya meningkatkan asupan nutrisi

komplikasi anemia : klien yg bergizi

i. Hb >/= 10 gr/dl. iii. Kolaborasi untuk

ii. Konjungtiva tdk anemis pemeberian terapi initravena


iii. Kulit tidak pucat dan tranfusi darah

iv. Akral hangat iv. Kolaborasi kontrol Hb, HMT,


Retic, status Fe

v. Observasi keadaan umum

klien

9 Sindrom defisit self care Setelah dilakukan askep …. Bantuan perawatan diri

b/d kelemahan jam klien mampu Perawatan i. Monitor kemampuan pasien


diri terhadap perawatan diri

Self care :Activity Daly Living ii. Monitor kebutuhan akan


(ADL) dengan kriteria : personal hygiene,

i. Pasien dapat melakukan berpakaian, toileting dan


aktivitas sehari-hari makan

(makan, berpakaian, iii. Beri bantuan sampai klien


kebersihan, toileting, mempunyai kemapuan
ambulasi) untuk merawat diri

ii. Kebersihan diri pasien iv. Bantu klien dalam

terpenuhi memenuhi kebutuhannya.


v. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-

hari sesuai kemampuannya


vi. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin

vii. Evaluasi kemampuan klien


dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

viii. Berikan reinforcement atas

usaha yang dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Ayi, Dian. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. http://smilebeautyfull.blogspot.com/2013/01/askep-

gagal-ginjal-kronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.05 WIB

Hendra. 2013. Askep Gagal Ginjal Kronik. http://riwayataskep.blogspot.com/2013/02/askep-

gagal-ginjal-kronik.html . Diakses pada tanggal 17 September 2013 pukul 12.02 WIB

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Ridho Muhammad. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.

http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderita-gagal_31.html

. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 pada pukul 12.11 WIB

Sibuea, Dr.W.Herdin. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai