Anda di halaman 1dari 8

PERENCANAAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR PULAU JAWA DITINJAU DARI ASPEK

KERENTANAN KAWASAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEMUNGKINAN BENCANA


KENAIKAN MUKA LAUT

THE MANAGEMENT PLANNING OF COASTAL AREA OF JAVA ISLAND FROM VULNERABILITY


POINT OF VIEW AND ITS IMPLICATIONS OF POSSIBLE SEA LEVEL RISE DISASTER

H. Prabowo dan P. Astjario

Puslitbang. Geologi Kelautan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jl. Dr. Junjunan No. 236, Bandung-40174
Email: harkins.prabowo@mgi.esdm.go.id

Diterima : 25-07-2012 Disetujui : 02-12-2012

A BS T R A K

Dampak pemanasan global, yaitu berupa kenaikan muka laut dengan kecepatan 2-8 mm/tahun yang tampaknya
lambat dan tidak berarti, akan tetapi dalam 100 tahun mendatang kenaikan muka laut tersebut mampu untuk
menggenangi kawasan pesisir P. Jawa yang memiliki morfologi pantai yang landai dan bersudut lereng kecil.
Kenaikan muka laut merupakan bencana alam yang lambat dan bisa diprediksi, namun dengan sifat yang
demikian justru manusia cenderung lupa segera menanganinya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana, serta mengurangi bahkan memperkecil dampak negatif risiko bencana tersebut, perlu memasukan
komponen manajemen risiko bencana alam (risk management of natural disaster) di dalam penyusunan tata ruang
wilayah (RTRW).
Kata kunci: kenaikan muka laut, manajemen risiko bencana alam, Pulau Jawa, pesisir

AB S T R A C T

The impact of global warming, in the form of sea level rise by the rate 2-8 mm/year which seems slow and
insignificant, but in the next 100 years sea level rise are can inundate coastal areas of Java which has a low slope
beach morphology and small slope angles.
Sea-level rise is a natural disaster that slow and predictable, but the nature of such people tend to forget it
immediately. Therefore, to anticipate disasters and reduce or even minimize the negative impact of disaster risks, it is
need to include components of risk management of natural disaster in the preparation of the spatial planning.
Keywords: sealevel rise, risk management of natural disaster, Java, coastal

LATAR BELAKANG fenomena glasial yang terjadi secara periodik.


Dampak pemanasan global yang terjadi saat Walaupun terjadi perbedaan pendapat mengenai
ini menjadi bahan diskusi dan perdebatan yang terjadi atau tidaknya pemanasan global yang
sangat menarik di antara para ilmuwan dari berakibat kenaikan muka laut, namun ada yang
berbagai disiplin ilmu. Sekelompok ilmuwan lebih pasti yaitu setiap perubahan iklim di
berpendapat bahwa konsentrasi gas rumah kaca permukaan bumi akan berdampak langsung
(green house) sebagai akibat dari peningkatan emisi terhadap kehidupan manusia (Astjario, 2008).
CO2 dan gas-gas lainnya. Hal ini mengakibatkan Kawasan pesisir Pulau Jawa adalah salah satu
peningkatan suhu di permukaan bumi secara daerah yang dinamis karena adanya proses-proses
global yang akan berdampak terhadap kenaikan darat, laut dan iklim yang saling mendominasi
muka laut. Sementara di sisi lain ada pula antara satu dan lainnya. Keragaman dan
kelompok ilmuwan yang berpendapat bahwa muka kompleksitas kawasan pesisir, baik secara fisik,
laut saat ini telah mencapai titik tertingginya dan kimia, biologi dan dimensi kemanusiaan,
di masa datang akan mengalami penurunan akibat

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 10, No. 3, Desember 2012
167
menyebabkan kawasan ini rentan terhadap pesisir yang rentan maupun yang tidak rentan
berbagai perubahan. terhadap kenaikan muka laut di Amerika Serikat.
Batuan yang beragam di kawasan pesisir Pada penelitian di kawasan pesisir P. Jawa dicoba
termasuk tingkat kekerasannya mengakibatkan untuk menerapkan formula tersebut guna
bentuk bentang alam yang berbeda seperti mengetahui kawasan pesisir yang rentan terhadap
morfologi pantai bertebing tinggi, sedang, maupun perubahan muka laut.
rendah. Pantai yang memiliki morfologi rendah Dari klasifikasi seluruh parameter tersebut,
dengan kemiringan landai ditempati oleh jenis selanjutnya dijadikan dasar untuk menentukan
sedimen pasir lepas (uncosolidated) dan lumpur peringkat kerentanan kawasan pesisir Pulau Jawa
lunak yang berdampak paling buruk terhadap apabila terjadi kenaikan muka laut dengan
kenaikan muka laut. Sedangkan perubahan kecepatan 2 - 8 mm/tahun. Kecepatan ini tampak
kenaikan muka laut tidak berpengaruh terhadap lambat dan tidak berarti, akan tetapi dalam 100
kawasan pesisir yang bertebing tinggi. tahun mendatang kenaikan muka laut tersebut
Kecepatan kenaikan muka laut akan menggenangi kawasan pesisir P. Jawa yang
mempengaruhi perubahan garis pantai. Hal ini memiliki morfologi pantai yang landai dan
penting untuk memprediksi kawasan pesisir yang bersudut lereng kecil.
rentan terhadap kenaikan muka laut. Bersamaan Implikasi dari kerentanan Pulau Jawa tersebut
dengan terjadinya perubahan garis pantai, maka pada dasarnya akan terjadi bencana alam yang
akan berdampak terhadap peningkatan intensitas tidak saja merubah struktur dan pola pemanfaatan
abrasi maupun akrasidi kawasan pesisir. ruang wilayah, tetapi juga akan berakibat pada
Pendekatan yang diterapkan pada penelitian perubahan aktivitas sosial dan ekonomi
ini dilakukan secara visual pada beberapa lokasi di masyarakat Pulau Jawa.
kawasan pesisir utara dan selatan P. Jawa melalui Untuk mengantisipasi kemungkinan
studi literatur, kompilasi laporan intern dan peta terjadinya bencana, serta mengurangi bahkan
peneliti terdahulu yang berkaitan dengan kondisi memperkecil dampak negatif risiko bencana
di kawasan pesisir P. Jawa (Soeprapto, dkk., 2008). tersebut, perlu memasukan komponen manajemen
Untuk mengindikasikan rona awal serta dampak risiko bencana alam (risk management of natural
yang timbul, dilakukan dengan menentukan disaster) di dalam penyusunan tata ruang wilayah
peringkat (scoring) pada setiap parameter yang ada (RTRW).
di kawasan pesisir dan laut tersebut. Aplikasi manajemen risiko bencana alam
Penentuan peringkat (scoring) kondisi fisik di sebagai salah satu komponen analisis di dalam
kawasan pesisir P. Jawa dilakukan dengan penilaian menyusun RTRW akan membantu dalam
yang meliputi (a) morfologi pesisir, (b) kemiringan menetapkan langkah kebijakan dan pengambilan
pantai, (c) kenaikan rata-rata muka laut relatif, (d) keputusan. Dalam pengalokasian pemanfaatan
gejala abrasi dan akerasi pantai, (e) rata-rata ruang maupun implementasi pembangunan fisik
rentang pasang surut dan (f) rata-rata tinggi wilayah, diharapkan akan memberikan manfaat
gelombang.Kerentanan kawasan pesisir (coastal dalam mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
vulnerability index / C.V.I) merupakan hasil akar serta untuk mengantisipasi daya rusak yang tidak
dari keenam parameter tersebut dibagi dengan dapat dihindarkan.
jumlah total parameter yang dinilai (Pendleton and
friends, 2004). Seperti pada formula dibawah ini: METODOLOGI
Untuk mengaplikasikan manajemen risiko
Kerentanan Kawasan Pesisir : (CVI) = √ (a*b*c*d*e*f)/6 bencana alam ke dalam RTRW, terlebih dahulu
dilakukan analisis terhadap beberapa hal sebagai
Dalam penggabungan peringkat (scoring) dari berikut (Marsh, 1991): pertama, analisis terhadap
setiap parameter tersebut dilakukan dengan wilayah yang termasuk kategori kawasan bencana
menggunakan perangkat lunak MapInfo dan alam (rawan, rentan, dan risiko); kedua, analisis
disajikan pada citra Digital Elevation Model terhadap rencana peruntukan lahan (kawasan
(DEM) pesisir P. Jawa. Daerah penelitian hanya lindung, budidaya dan lain-lain); ketiga, analisis
dibatasi 5 kilometer dari garis pantai, karena terhadap rencana sistem transportasi, komunikasi,
daerah inilah yang akan terkena dampak dari dan infrastruktur terutama berkaitan dengan jalur
kenaikan muka laut. evakuasi dan komunikasi jika terjadi bencana alam;
Formula tersebut biasa digunakan oleh U.S. terakhir, analisis terhadap ketersediaan teknologi
Geological Survey dalam klasifikasi kawasan untuk pencegahan dan penanganan bencana alam.

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


168 Volume 10, No. 3, Desember 2012
Dalam aplikasi manajemen risiko terdapat 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
(tiga) kategori kawasan bencana alam, yaitu: Karakteristik Bencana Alam Kenaikan Muka
Kawasan rawan bencana alam, yaitu kawasan yang laut
memiliki kemungkinan tinggi terkena bencana. Kenaikan muka laut dengan kecepatan 2 - 8
Kawasan ini dapat dilihat dari data-data mm/tahun, yang tampak lambat dan tidak berarti,
keteknikan, misalnya morfologi yang rendah, atau akan tetapi dalam 100 tahun mendatang kenaikan
dari jenis batuan yang lemah dan lain-lain; muka laut tersebut dapat menggenangi kawasan
Kawasan rentan bencana alam, yaitu kawasan yang pesisir P. Jawa yang memiliki morfologi pantai
rentan bila terkena bencana misalnya kawasan yang landai dan bersudut lereng kecil. Proses yang
berkepadatan penduduk cukup tinggi dan tempat terjadi pada daerah rawan bencana ini adalah abrasi
yang memiliki fasiltas umum yang vital seperti yang menggerus secara perlahan dan tergenangi
bandara, pelabuhan sekolah rumah sakit dan oleh air laut, tetapi secara alami juga diikuti proses
sebagainya; dan Kawasan risiko bencana alam akrasi di sisi lain. Dengan demikian kenaikan muka
berupa kawasan yang termasuk dalam dua laut merupakan bencana alam yang mempunyai
kawasan di atas. Misalnya di kawasan rawan durasi cukup lama dan bisa diprediksi
bencana alam terdapat pemukiman penduduk yang penanganannya. Namun dengan sifat yang
padat, bangunan/fasilitas umum serta berbagai demikian justru manusia cenderung lupa segera
infrastruktur yang vital. menanganinya, berbeda dengan penanganan pada
Secara umum terdapat 3 (tiga) tahapan bencana alam lain yang berdampak signifikan
kegiatan dalam manajemen risiko bencana alam, dalam waktu yang singkat.
yaitu: Kegiatan Pra Bencana yang mencakup
kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, Lokasi Kawasan Risiko Bencana Kenaikan
serta peringatan dini. Kegiatan pada tahap ini Muka Laut di KawasanPesisir Pulau Jawa
sangatlah penting karena apa yang sudah Dengan mengacu pada Peta Kerentanan
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal Kawasan Pesisir Pulau Jawa (Gambar 1), secara
dalam menghadapi bencana dan pasca bencana umum kawasan berisikokenaikan muka laut di
untuk memperkecil dampaknya. Kegiatan Saat pesisir Pulau Jawa mencakup hampir seluruh
Terjadi Bencana yang mencakup kegiatan pesisir utara P. Jawa, dari Banten hingga Jawa
tanggap darurat untuk meringankan penderitaan Timur, kecuali pesisir-pesisir setempat di lereng
sementara, seperti kegiatan search and rescue G. Muria, daerah Tuban, dan daerah Baluran. Di
(SAR), bantuan darurat dan pengungsian. Kegiatan pesisir selatan Jawa mencakup pesisir Banyumas,
pada tahap ini dilakukan segera pada saat kejadian pesisir Kebumen, sebagian pesisir di Yogyakarta,
bencana, untuk menanggulangi dampak yang pesisir Lumajang, di sebagian pesisir Banyuwangi
ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan (Muncar dan Grajagan).
korban dan harta benda, evakuasi dan Dikaitkan dengan konsentrasi penduduk,
pengungsian. Kegiatan Pasca Bencana yang infrastruktur, jumlah dan sebaran fasilitas, dari
mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan wilayah tersebut ditemukan wilayah yang berisiko
rekonstruksi;Kegiatan pada tahap pasca bencana, bencana kenaikan muka laut. Wilayah berisiko
terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang bencana kenaikan muka laut sangat tinggi
terkena bencana, dengan memfungsikan kembali terutama hampir di seluruh pesisir utara P. Jawa,
prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada dimana kota-kota besar bahkan ibukota Negara
tahap rehabilitasi dan rekonstruksi harus terletak di wilayah ini yang terhubung dengan jalan
memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak raya antar provinsi. Selain itu, terdapat berbagai
hanya mencakup rehabilitasi fisik saja, tetapi juga pelabuhan di tiap kota, juga terdapat berbagai
rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, macam infrastruktur bangunan dan konsentrasi
trauma atau depresi. penduduk di wilayah pesisir utara Jawa, sedangkan
Dari uraian di atas, terlihat bahwa dalam di pesisir selatan Jawa, wilayah yang berisiko
tahapan manajemen risiko bencana, tahapan sangat tinggi terutama di wilayah Kab. Yogyakarta.
sebelum/pra bencana sangat prioritas untuk
Tinjauan Kawasan Rawan Bencana dalam
menghindari atau meminimalkan dampak bencana
RTRW Provinsi-provinsi di P. Jawa
yang terjadi.
Rencana Tata Ruang Wilayah adalah dokumen
rencana tata ruang suatu wilayah (provinsi/
kabupaten/kota) yang dikukuhkan dengan

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 10, No. 3, Desember 2012
169
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN
Volume 10, No. 3, Desember 2012
Gambar 1.Peta Kerentanan Kawasan Pesisir Pulau Jawa(Soeprapto, dkk., 2008)

170
Peraturan Daerah sehingga terselenggaranya mengurangi daya rusak dari bahaya yang tidak
pemanfaatan wilayah (spasial) sesuai dengan dapat dihindarkan (risk impact).Kegiatan pra
tujuan yang diinginkan Pemerintah Daerah bencana/mitigasi merupakan dasar atau fase awal
tersebut. Terkait dengan pengelolaan kawasan risiko manajemen bencana alam. Mitigasi
rawan bencana suatu wilayah dalam RTWR, maka didefinisikan sebagaisuatu tindakan untuk
dibuat suatu tinjauan terhadap kawasan rawan mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat
bencana dalam RTRW provinsi-provinsi di Pulau dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk
Jawa, sebagai berikut: kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan

Tabel 1.Tinjauan Kawasan Rawan Bencana dalam RTRW Provinsi-provinsi di P. Jawa

NO. PROVINSI NO. PERDA RTRW KAWASAN RAWAN BENCANA


Letusangunungapi, banjir (sungai), tsunami,
1 Banten Perda No.2 Tahun 2011
gerakantanah.
Bencana: banjir, gelombang pasang (rob)
2 DKI Jakarta Perda No. 1 Tahun 2012 Geologi: gempa bumi, gerakan tanah (rawan
longsor), abrasi, penurunan tanah
3 Jawa Barat Perda No.22 Tahun 2010 Tidak spesifik
Banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi,
4 Jawa Tengah Perda No.6 Tahun 2010 gempa bumi,gelombang pasang, tsunami,
kekeringan, abrasi, angin topan, gas beracun.
kawasan rawan bencana: letusan gunung berapi,
5 DI Yogyakarta Perda No.2 Tahun 2010 tanah longsor, banjir, kekeringan, angin topan,
gempa bumi, tsunami
Kawasan rawan longsor, gelombang pasang,
6 JawaTimur Perda No.5 Tahun 2012
banjir, dan kebakaran hutan

Pada Tabel 1 di atas, jelas belum semua Perda risiko jangka panjang, (Coburn, 1994).
menetapkan zonasi dan pengelolaan kawasan Mitigasi bencana mencakup perencanaan dan
rawan bencana khususnya terkait dengan bencana pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi
alam kenaikan muka laut yang muncul akibat risko-risiko yang terkait bahaya-bahaya karena
fenomena pemanasan global. ulah manusia dan bahaya alam yang sudah
diketahui dan proses perencanaan respon yang
Aplikasi Manajemen Risiko Bencana
efektif tehadap bencana-bencana yang benar-benar
Kenaikan Muka laut dalam Tata Ruang di
terjadi .
Kawasan Pulau Jawa
Secara umum, manajemen risiko bencana
Dalam penataan ruang, kondisi geologi
alam dapat dilakukan melalui beberapa cara
memiliki dua sisi untuk dipertimbangkan.
berikut:
Pertama, sebagai sumberdaya (geo-resources),
seperti sumberdaya lahan, sumberdaya mineral, 1. Pengaturan Pemanfaatan Ruang (Spasial)
sumberdaya air, dan sumberdaya energi.Kedua, Pengaturan dan pemanfaatan ruang dimulai
sebagai ancaman bencana geologi (geo-hazard), dengan pemetaan wilayah rawan bencana,
misalnya gempa bumi, tsunami, letusan gunung kemudian diikuti pengembangan wilayah yang
berapi, banjir, dan longsor. Banjir dan longsor bisa lebih intens di wilayah di luar wilayah rawan
dicegah atau diminimalkan kemungkinan bencana, sedangkan pada wilayah rawan
terjadinya, sedangkan gempa bumi, tsunami, dan bencana dimanfaatkan secara optimal dengan
letusan gunung berapi tidak bisa dihindari, yang mempertimbangkan bencana yang
perlu dilakukan adalah meminimalkan kemungkinan terjadi.
kemungkinan dampak risikonya. Risiko semakin 2. Pemanfaatan Teknologi
besar jika terjadi terhadap wilayah yang Merupakan perekayasaan teknologi terhadap
mempunyai kerentanan tinggi. lahan, bangunan, dan/atau infrastruktur yang
Manajemen risiko bencana alam meliputi disesuaikan dengan kondisi, keterbatasan, dan
segala upaya untuk mencegah bahaya, mengurangi ancaman bencana.
kemungkinan terjadinya bahaya (likelihood), dan

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 10, No. 3, Desember 2012
171
3. Pendidikan Masyarakat menggunakan struktur penahan gelombang
Usaha untuk meningkatkan pemahaman air laut, seperti: seawall, sea dikes,
masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan breakwaters, river gates untuk menahan atau
akibat bencana alam. Dalam usaha ini yang mengurangi tekanan gelombang/arus.
sangat berperan adalah penggerak 3. Pendidikan Masyarakat, yaitu memasukan
masyarakat, konsep penanggulangan dan pengetahuan bencana alam kenaikan muka
penanganan bencanaan alam yang jelas, laut pada kurikulum di pendidikan umum
kekompakan masyarakat, komunikasi yang dengan mempertimbangkan bahasa dan
tepat, dan aksesibilitas terhadap jaringan budaya lokal; untuk daerah yang tidak
informasi. terjangkau teknologi EWS perlu diajarkan
4. Lembaga/Organisasi Berwenang untuk mengenali tanda-tanda bencana alam
Pengelolaan lembaga/instansi yang terlibat serta tindakan-tindakan yang perlu dilakukan,
dalam manajemen risiko bencana alam secara identifikasi bahaya kenaikan muka laut/banjir
optimal mulai tahap mitigasi hingga tindakan dan tanda-tanda peringatan; Penjelasan fungsi
pascabencana. dataran banjir (akerasi), lokasi dataran banjir,
dan pola drainase; mendorong masyarakat
Manajemen risiko bencana alam kenaikan untuk membuat barang-barang mereka tahan
muka laut dapat dilakukan melalui beberapa hal air dan menyusun rencana penyelamatan diri.
dibawah ini: 4. Lembaga/Organisasi Berwenang, yaitu
1. Pengaturan ruang, yaitu mencegah mengontrol daerah rawan bencana kenaikan
pembangunan fasilitas umum di zona-zona muka laut yang dikaitkan dengan peraturan
rawan bencana kenaikan muka laut; konservasi, kontrol erosi, kontrol fungsi tata
mengidentifikasi daerah aman dengan ruang; memonitor daerah rawan bencana
mengoverlaykan peta-peta bahaya kenaikan kenaikan muka lautmelalui observasi
muka laut dan jaringan jalan; menyediakan lapangan; memberikan insentif (subsidi,
fasilitas umum pada kondisi geografis yang potongan pajak, pinjaman) untuk
aman dari bahaya kenaikan muka laut, mengarahkan pembangunan ke lokasi aman
termasuk jalur evakuasi; menyediakan zona bencana kenaikan muka laut.
penyangga (buffer zone) untuk mengurangi
dampak energi gelombang laut agar daya KESIMPULAN
abrasinya menurun. Misalnya peruntukan Kenaikan muka laut dengan kecepatan 2 - 8
lahan dari bibir pantai ke arah darat adalah mm/tahun tampak lambat dan tidak berarti, akan
hutan bakau (mangrove), kemudian dibangun tetapi dalam 100 tahun mendatang kenaikan muka
tambak, selanjutnya kampung nelayan, baru laut tersebut telah mampu untuk menggenangi
kemudian kawasan pemukiman terbatas; kawasan pesisir P. Jawa yang memiliki morfologi
daerah-daerah yang berpotensi tergenang air pantai yang landai dan bersudut lereng kecil dan
diperuntukkan bagi taman/area olah raga; menimbulkan bencana pada daerah rawan, rentan,
diversifikasi produk pertanian dengan bahkan berisiko kenaikan muka laut.
tanaman pangan yang tahan genangan; Untuk mengantisipasi dan menanggulangi
penghijauan daerah-daerah akrasi. dampak bencana alam kenaikan muka laut
2. Pemanfaatan Teknologi, yaitu membangun tersebut, maka manajemen risiko bencana alam
sistem monitoring untuk peringatan dini perlu dimasukkan sebagai salah satu komponen
(EWS) dan peramalan kenaikan muka laut; dalam penyusunan RTRW dalam Perdasetiap
memperkuat bangunan agar pondasinya lebih provinsi/kabupaten/kota untuk pengelolaan
tinggi dari batas kenaikan muka lautdan tahan kawasan pesisir khususnya di Pulau Jawa.
terhadap terjangan gelombang/arus yang kuat
sehingga dapat menahan erosi dan UCAPAN TERIMA KASIH
penggerusan oleh arus. Bagian tertentu pada Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
lantai dasar dibuat terbuka sehingga akan Dr. Ir. Susilohadi selaku Kapus Puslitbang Geologi
membiarkan air laut melintas guna Kelautan yang telah mengingatkan dan
mengurangi penggerusan arus pada pondasi; menyemangati terutama kepada penulis pertama
membangun sistem transportasi di wilayah untuk tetap konsisten dalam kefungsionalan
bebas potensi bencana kenaikan muka laut; Peneliti, sekaligus memberi kesempatan dalam

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


172 Volume 10, No. 3, Desember 2012
penulisan makalah ini dalam jurnal. Juga kepada Marsh, William, 1991.Landscape Planning:
rekan-rekan senior terutama di Puslitbang Geologi Environmental Applications, John Wiley &
Kelautan yang telah memberikan dorongan dan Sons Inc., New York.
masukan yang sangat berarti sehingga selesainya Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun
penulisan makalah ini. 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Banten Tahun 2010-2030
DAFTAR ACUAN
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Astjario, P., 2008. Perubahan Muka laut Global
Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Sejak 125.000 Tahun Lalu, Status Report
Rencana Tata Ruang Wilayah 2030
Hasil-hasil Penelitian: Kenaikan Muka Laut
Relatif dan Kerentanan Wilayah Pesisir dan Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang
Pulau-pulau Kecil di Indonesia, BRKP, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Jakarta Barat 2009-2029
Coburn, A. W., Spence, R. J. S., Pomonis, A., 1994. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6
Mitigasi Bencana, Program Pelatihan Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang
Manajemen Bencana UNDP-DHA Edisi Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2009-2029
Kedua, Cambridge Architectural Research Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa
Limited, United Kingdom Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 Tentang
Dooley, James, 1996. Panduan Pelatihan Analisis Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
dan Pengelolaan Risiko, Terjemahan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2029
Roma Chrysna Manurung Pusat Studi Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5
Lingkungan Hidup ITB, Bandung. Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Elizabeth A. Pendleton, S. Jeffress Williams, and Wilayah Provinsi 2011-2031
E. Robert Thieler, 2004., Coastal Soeprato, T.A., Astjario, P., Darlan, Y., 2008. Peta
Vulnerability Assessment of Assateague Island Kerentanan Kawasan Pesisir Pulau Jawa,
National Seashore (ASIS) to Sea-level Rise, Skala 1:1.000.000, Puslitbang Geologi
U.S. Geological Survey Open-File Report Kelautan, Bandung
2004-1020, Electronic Book

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 10, No. 3, Desember 2012
173
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN
174 Volume 10, No. 3, Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai