PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap diri manusia pasti mempunyai rasa keyakinan (agama) akan suatu hal atau
beberapa hal. Hal itu merupakan buah dari satu kepercayaan dalam diri individu manusia itu
sendiri. Dengan adanya keyakinan, manusia akan merasa bahwa dirinya telah percaya adanya
sesuatu yang akan membuat dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Orang hidup itu harus
memiliki pegangan atau dalam arti keyakinan hidup. Tanpa memiliki keyakinan orang tidak
memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Ketika individu manusia mengalami hal yang di
yakini sulit. Dia akan merasa bahwa tidak ada lagi cara untuk mengatasinya. Rasa itu adalah
gairah manusia dalam kesulitan. Manusia akan berpikir untuk memohon bantuan kepada yang
dianggapnya dan diyakini bisa membantu dalam keadaan tersebut. Dalam hal ini, manusia
akan meminta pertolongan kepada yang di yakininya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dimana
kita tahu jika ita telah meyakini adanya tuhan maka kita akan berpikir bahwa apapun yng
terjadi didunia ini atas kehendak-Nya. Dengan kata lain jika kita memiliki keyakinan atas
adanya Tuhan yang berkuasa atas diri kita dan semesta alam maka kita tidak boleh ragu akan
segala ketentuan-Nya.
Apapun yang terjadi di dunia ini memang atas kehendaknya, karena jika Dia tidak
berkehendak maka sesuatu itu tidak akan terjadi.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk
berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai
manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa
rumusan masalah antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan keyakinan dan kepercayaan?
2. Bagaimana cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-Nya)?
3. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepercayaan?
4. Mengapa keyakinan perlu diwujudkan dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa tujuan
penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian keyakinan dan kepercayaan.
2. Untuk mengetahui cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya.
3. Untuk mengetahui contoh keyakinan dalam kehidupan.
4. Untuk mengetahui macam-macam keyakinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keyakinan.
Menurut kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia “Keyakinan” adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah
mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang
tidak selalu benar -- atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Contoh: Pada suatu
masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya, belakangan
disadari bahwa keyakinan itu keliru
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat melakukan
sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya, delegasi sebuah
proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Keyakinan yang menjadi dasar pandangan hidup manusia adalah sebuah pemikiran yang
mendasar dan mendalam terhadap suatu hal yang kemudian di anut untuk menjadi pedoman
hidup mereka. Keyakinan itu sendiri berasal dari akal atau kekuasaan tuhan. Sebuah akal
yang berfikir tentang pedoman yang di anut merupakan pemberian Allah yang kemudian di
implementasikan di kehidupan nyata. Keyakinan / kepercayaan itu sendiri nantinya akan
membentuk sebuah filsafat.
Manusia terdiri atas dimensi fisik dan non-fisik yang bersifat potensial.Dimensi non-fisik ini
terdiri atas berbagai domain rohaniah yang saling berkaitan, yaitu jiwa (psyche), fikiran
(ratio), dan rasa (sense). Yang dimaksud rasa di sini adalah kesadaran manusia akan
kepatutan(sense of ethic), keindahan (sense of aesthetic), dan kebertuhanan (sense of theistic).
Rasa kebertuhanan (sense of theistic) adalah perasaan pada diri seseorang yang menimbulkan
keyakinan akan adanya sesuatu yang Mahakuasa di luar dirinya (transendence) yang
menentukan segala nasib yang ada. Perasaan ini mendorongnya pada keyakinan akan adanya
Tuhan atau sesuatu yang perlu dipertuhankan yang menentukan segala gerak kehidupan di
alam ini.
Keyakinan akan adanya Tuhan dicapai oleh manusia melalui tiga pendekatan, yaitu :
1. Material experience of humanity; argumen membuktikan adanya Tuhan melalui
kajian terhadap fenomena alam semesta.
2. Inner experience of humanity, argumen membuktikan adanya Tuhan melalui
kesadaran batiniah dirinya.
3. Spiritual experience of humanity, argumen membuktikan Tuhan didasarkan pada
wahyu yang diturunkan oleh Tuhan melalui utusan-Nya.
Keyakinan akan adanya Tuhan ini menimbulkan suatu kecenderungan pada manusia untuk
berhubungan dengan-Nya dan kerinduan untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan-Nya.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan sarana untuk menyabarkan kecenderungan dan
kerinduan ini.Dalam hal ini, agama merupakan sarana yang paling representatif untuk
kepentingan ini. Dalam menyalurkan dan mengembangkan fitrah keberagamaan ini, manusia
secara individual mengadopsi salah satu agama yang telah terlembagakan, baik melalui
proses pewarisan orang tua atau pilihan sendiri secara sadar. Meskipun demikian, ada juga
segolongan manusia yang membunuh fitrah keagamaan ini dengan menolak segala ajaran
agama dan menafikan adanya Tuhan.
a. Agama-Agama Besar
Di antara sekian banyak agama yang ada di permukaan bumi, ada beberapa agama yang
dianggap besar karena banyak penganutnya dan ajaran-ajarannya sistematis, yaitu: Agama
Kristen, Agama Katolik, Agama Islam, Agama Hindu, Agama Budha, Agama Kong Hu Chu,
Agama Shinto, Agama Yahudi, Agama Zoroaster, dll. Di antara agama-agama tersebut ada
yang bersifat kebangsaan (nasional) dan ada yang bersifat mendunia (mondial). Yang bersifat
kebangsaan adalah agama yang identik dengan suatu bangsa atau ras tertentu dan bangsa
penganutnya mengklaim bahwa agama tersebut sebagai miliknya saja, sedangkan bangsa atau
ras lain tidak harus menjadi pengikut dan penganutnya, seperti Yahudi bagi bangsa Yahudi
dan Hindu bagi bangsa India atau Kong Hu Chu bagi bangsa Cina, Shinto bagi orang Jepang.
Sedangkan agama mondial adalah agama yang mengklaim sebagai agama untuk seluruh
bangsa.Oleh karena itu, ajaran-ajarannya disebarkan kepada seluruh bangsa di dunia.Agama
sejenis ini disebut agama mesianis, seperti agama Islam, agama Kristen dan Budha.
b. Islam Sebagai Agama Fitrah
Allah berfirman dalam QS. Ar- Rum ayat 30 :
Artinya :
"Maka hadapkanlah arah hidupmu secara lurus pada ajaran agama ini (Islam).Agama yang
selaras dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan padanya sejak awal penciptaan". (Ar-
Rum/30: 30).
Islam adalah sistem ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah Swt. diturunkan kepada ummat
manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang
datang dari Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentu ajaran Islam akan selaras dengan
fitrah kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak
kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang masih bersifat
potensial atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih perlu dikembangkan dan
diarahkan oleh ihtiar manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensi fisik atau non fisik,
yaitu akal, nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb), dan ruh.
Berbicara masalah keselarasan ajaran Islam dengan fitnah kemanusiaan tidak berarti bahwa
ajaran Islam selalu mewadahi dan mengakomodasi kecenderungan-kecenderungan yang
dibawa oleh sifat dari setiap unsur fitrah tersebut.Hal ini karena setiap unsur dari fitrah
memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda (kearah yang positif, negatif atau
netral).Oleh karena itu, Islam mengarahkan fitrah-fitrah ini kepada hal-hal yang konstruktif
bagi kehidupan manusia, baik individual ataupun komunal tanpa membunuh potensi yang
dimiliki oleh setiap jenis fitrah tersebut. Dengan arahan ajaran Islam, fitrah kemanusiaan
akan membawa manusia ke arah kebaikan baik bagi dirinya atau yang lainnya, baik kebaikan
personal atau kebaikan komunal.
Sebagai misal, akal sebagai instrumen untuk berfikir sangat penting dan menentukan bagi
hidup manusia tetapi dalam mengembangkan kemampuan akal manusia memiliki
kecenderungan malas dan kurang minat.Oleh karena itu, ajaran Islam mendorong manusia
agar mau berfikir dan mengembangkan kemampuannya serta mengaktifkannya sehingga
terus hidup dan terus bekerja.Meskipun demikian, akal manusia memiliki sifat liar tak
terkendali.Ajaran Islam membimbing manusia ke arah mana manusia harus berfikir.
Nafsu adalah unsur pendorong gerak pada manusia sehingga manusia menjadi dinamis, tanpa
nafsu hidup manusia akan statis. Tapi bersamaan dengan itu, nafsu memiliki potensi
membawa manusia pada akibat buruk bagi kehidupan apabiia tidak dikendalikan.Oleh karena
itu, ajaran Islam mengendalikan arah perkembangan nafsu ini tanpa membunuhnya, dan
dalam batas tertentu mengeremnya agar tidak menjerumuskan manusia pada kebinasaan.
1. Mengenal.
Sebelum seseorang meyakini sesuatu pastilah ia harus mengenal apa yang ia lihat
tersebut. Mengenal merupakan langkah awal dari berpandangan hidup yang baik di
karenakan dengan mengenal, kita pun akan dapat membedakan suatu hal yang baik
dan buruk menurut cara pandang kita sehingga kita tidak akan mengambil langkah
yang salah.
2. Mengerti
Tidak cukup hanya dengan mengenal, kita harus mengerti tentang apa yang sedang
kita hadapi. Mengerti sebagai langkah lanjut dari mengenal.Mengenal di ibaratkan
hanya sebagai lapisan luar sedangkan jika kita ingin mengetahui lapisan dalamnya,
kita harus mengerti.
3. Menghayati
Setelah kita mengenal dan mengerti suatu hal tersebut, maka langkah selanjutnya
adalah menghayati.Dengan menghayati kita dapat lebih jauh mengerti.
4. Meyakini
Langkah selanjutnya adalah meyakini.Meyakini dapat kita lakukan dengan
memperdalam rasa mengenal, mengerti, serta menghayati. Dengan meyakini kita
dapat dengan kuat berpegang teguh pada cara pandang yang kita yakini.
5. Mengabdi
Langkah terakhir untuk berpandangan hidup yang baik adalah dengan
megabdi.Mengabdi merupakan suatu usaha untuk menyerahkan segenap keyakinan
kita untuk suatu hal yang kita yakini.Dengan mengabdi menjadikan kita lebih dekat
atau bahkan menjadi satu dengan hal yang kita yakini tersebut.
6.
I. Jenis – Jenis Kepercayaan
Terdapat tiga jenis kepercayaan menurut Mowen, yaitu :
a. Kepercayaan Atribut Objek
Pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut kepercayaan atribut
objek. Kepercayaan atribut objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek, seperti
seseorang, barang atau jasa, melalui kepercayaan atribut objek, konsumen menyatakan apa
yang diketahui tentang sesuatu hal variasi atributnya.
b. Kepercayaan Manfaat Atribut
Seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalah dan memenuhi
kebutuhannya dengan kata lain memiliki atribut yang akan memberikan manfaat yang dapat
dikenal. Hubungan antara atribut dan manfaat ini menggambarkan jenis kepercayaan
kedua.Kepercayaan atribut manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh
atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan manfaat tertentu.
c. Kepercayaan Manfaat Objek
Jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya.
Kepercayaan manfaat objek merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh produk,
orang atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu.
II. Faktor – Faktor Pembentuk Kepercayaan
Pendekatan yang juga perlu dilakukan untuk membentuk kepercayaan dan hubungan adalah
dengan mendengarkan, yang merupakan kunci membangun kepercayaan karena tiga faktor
penting :
1. Manusia lebih cenderung mempercayai seseorang yang menunjukkan rasa hormat dan
apa yang dikatakannya.
2. Manusia cenderung lebih mempercayai seseorang bila seseorang mendengarkan dan
membantu masalah-masalahnya.
3. Semakin banyak manusia memberitahu maksudnya, semakin besar rasa
kepercayaannya.
Kesimpulan
Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua
predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia
sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan
kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada
sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama)
merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat
melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya,
delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat
memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung
mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan,
kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang
bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki
kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas
skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Daftar Pustaka
Al-Quranul dan Terjemahannya, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Barnes. 2003. Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana .
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.2004 .Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan.
Jakarta: Kencana.
Ratna Dwi. 2009. Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung.
Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. 2008. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar,
Surabaya.
[1] Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.2004, hal 34
[2] Ratna Dwi, Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung, 2009, hal 120
[3] Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar, Surabaya, 2008, hal 206
[4] Barnes.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana. 2003,hal 148