Transport
Transport
BAB I
PENDAHULUAN
Tugas Besar Teknik Irigrasi dan Bangunan Air merupakan salah satu
tugas besar dari lima tugas besar yang diwajibkan di Jurusan Sipil Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Malang. Secara umum hal-hal yang
melatarbelakangi dari diadakannya tugas besar adalah sebagai syarat untuk
melakukan Praktek Kerja Nyata. Hal tersebut dapat menjadikan motivator
bagi kita semua untuk terus belajar secara mendalam.
Dengan diadakannya Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air yang
telah dilaksanakan ini dimaksudkan agar mahasiswa memiliki gambaran
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan perencanaan system irigasi
yang meliputi berbagai macam perencanaan bangunan Irigasi.
Sedang tujuan diadakannya Tugas Besar Irigasi dan Bangunan Air adalah
untuk mempelajari cara perencanaan system irigasi sesuai dengan standart
Direktorat jenderal Pengairan
1.3 Manfaat
Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air bermanfaat sebagai modal
untuk menghadapi lapangan dan sebagai penunjang dalam perkuliahan.
Sehingga dengan adanya Tugas Besar ini diharapkan nantinya bila
menghadapi lapangan sudah terbiasa.
BAB II
LANDASAN TEORI
Data hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas
permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan infiltrasi. Terdapat
beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm) merupakan ketinggian
air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam
luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu
millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm)
merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif
tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang
musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM).
a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-
ratanya.
b. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya.
c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-
ratanya.
Nilai rerata
logx
logXr
n
Standar deviasi
logX logXr
Sd
n 1
Koefisien kepencengan (Cs)
n logX logXr
3
Cs
n n 1n 2logX
3
Besarnya curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun adalah sebagai
berikut:
Log XT = log Xr + K.Sd
K = faktor frekuensi untuk distribusi Log Pearson III yang besarnya
tergantung harga Cs dan Kala ulang T
X Xr K.Sx
1 n
Xr Xi
n 1
n n
Xi 2
Xr Xii
Sx 1 1
n 1
YT - Yn
K
Sn
dimana :
X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
ran¬cangan untuk periode ulang pada T tahun.
Xr = Harga rerata dari data
Sx = Standart deviasi
K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang
(return period) dan tipe distribusi frekuensi.
YT = Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T
= - Ln [ - Ln (T - 1)/T]
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n
Sn = Reduced standart deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data n
T = Kala ulang (tahun)
XT X
YT - Yn .Sx
Sn
Jika :
1 Sx
a Sn
Sx
b X - Yn
Sn
Persamaan diatas menjadi :
1
XT b ..YT
a
dimana :
XT = Debit banjir dengan kala ulang T tahun
YT = Reduced variate
Bendung tetap atau bendung pelimpah adalah jenis bendung yang tinggi
pembendungannya tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak
dapat diatur sesuai yang dikehendaki.
bendung dan mercu bendung. Tubuh bendung merupakan ambang tetap yang
berfungsi untuk meninggikan taraf muka air sungai. Mercu bendung berfungsi
untuk mengatur tinggi air minimum, melewatkan debit banjir, dan untuk
membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di hulu bendung. Bendung tetap
biasanya dibangun pada hulu sungai dengan karakteristik tebing-tebing sungai
yang lebih curam dari pada bagian hilir
5. Dampak pembangunan bendung adalah kecil baik ke arah hulu dan hilir.
6. Stabilitas bendung bisa tercapai seiring dengan biaya yang ekonomis.
Mercu bendung yaitu bagian atas tubuh bendung dimana aliran dari hulu
dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di
sungai bagian hulu bendung, Sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah
aliran sungai, letak mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan
tegak lurus arah aliran yang menuju bendung terbagi rata.
Tinggi mercu bendung (p) yaitu beda ketinggian antara elevasi lantai hulu dan
elevasi mercu. Untuk penentuan tinggi mercu bendung, utamanya didasarkan pada
kebutuhan energi (head). Yang harus diperhatikan dalam menentukan tinggi mercu
bending antara lain :
1. Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan.
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi.
4. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.
Untuk bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang
jauh lebih tinggi (44%) dibandingkan koefisien bendung ambang lebar. Tipe ini
banyak memberikan keuntungan karena akan mengurangi tinggi muka air hulu
selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung stream
line dan tekanan negatif pada mercu. Untuk bendung dengan 2 jari-jari hilir akan
digunakan untuk menemukan harga koefisien debit.
Dari Gambar 2.2 tampak bahwa jari-jari mercu bendung pasangan batu
akan berkisar antara 0,3 sampai 0,7 kali H1maks dan untuk mercu bendung beton
dari 0,1 sampai 0,7 kali Hmaks. Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung
ambang pendek dengan pengontrol segi empat adalah:
2 2
Q = 𝐶𝑑 𝑥 3 √3 𝑥 𝑔 𝑥 𝐵𝑒 𝑥 𝐻11.5
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m
Koefisien debit Cd adalah hasil dari :
C0 yang merupakan fungsi H1/r. C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika
H1/r lebih dari 5,0 seperti diperlihatkan pada grafik 2.1.
C1 yang merupakan fungsi p/H1 (grafik 2.2)
C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung (grafik
2.3)
Bentuk mercu type ogee ini adalah tirai luapan bawah dari bendung
ambang tajam aerasi. Sehingga mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub
atmosfer pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit
rencananya. Untuk bagian hulu mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan
permukaan hilir. Salah satu alasan dalam perencanaan digunakan tipe ogee
adalah karena tanah disepanjang kolam olak, tanah berada dalam keadaan baik,
maka tipe mercu yang cocok adalah tipe mercu ogee karena memerlukan lantai
𝑌 1 𝑋
= x [ ]n
ℎ𝑑 𝐾 ℎ𝑑
Sumber: KP 02 halaman 56
Persamaan antara tinggi energy dan debit untuk bending mercu Ogee adalah :
2 2
Q = 𝐶𝑑 𝑥 3 √3 𝑥 𝑔 𝑥 𝐵𝑒 𝑥 𝐻11.5
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m
Lebar mercu bendung yaitu jarak antara dua tembok pangkal bendung
(abutment), termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Dalam
penentuan lebar mercu bendung, yang harus diperhatikan :
1. Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.
2. Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit
desain.
Oleh karena itu, lebar mercu bendung dapat diperkirakan sebagai berikut :
1. Sama lebar dengan rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank
full dishcharge).
2. Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata pada ruas sungai
yang stabil.
Karena adanya pintu bilas dan pilar, maka lebar bendung yang dapat
mengalirkan banjir secara efektif jadi berkurang, yang disebut lebar efektif (Beff).
Pengurangan lebar tersebut disebabkan oleh tiga komponen, yaitu :
1. Tebal pilar.
2. Bagian pintu bilas yang bentuk mercunya berbeda dari mercu bending.
3. Kontraksi pada dinding pengarah dan pilar.
Be = B – 2 x (n x Kp+Ka) x H1
Dimana :
Be = lebar effektif bendung
B = Lebar Optimal Bendung
Kp = koefisien kontraksi pada pilar
Ka = koefisien kontraksi pada dinding
n = jumlah pilar
H1 = tinggi energi (m)
Tinggi Jagaan berfungsi untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air
yang melimpah ke tepi sungai/bendung. Pada umumnya semakin besar debit
yang diangkut, semakin besar pula tinggi jagaan yang harus disediakan.
Fb = C x V x 1/3 Hd
Atau, Fb = 0,6 + 0,037 x V x 1/3 Hd
Dimana :
Fb = Tinggi jagaan bendung, m
C = Koefesien debit (0,10)
V = Kecepatan air, m/dt
Hd = Tinggi air diatas bendung, m
5. Tembok baya-baya
Berfungsi untuk mencegah angkutan sedimen dasar meloncat dari hulu
bendung ke atas plat undersluice. Tinggi mercu tembok baya-baya diambil
antara 0,5 m dan 1 m di atas mercu bendung.
6. Pembilas Shunt Undersluice
Shunt undersluice adalah bangunan undersluice yang penempatannya
di luar bentang sungai dan atau di luar pangkal bendung, di bagian samping
melengkung ke dalam dan terlindung di belakang tembok pangkal.
1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu berlubang
satu atau lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.
2. Intake gorong-gorong, tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di bagian
hilir gorong-gorong.
3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan
pembilas atau bending.
Lantai intake dirancang datar, tanpa kemiringan. Di hilir pintu lantai dapat
berbentuk kemiringan dan dengan bentuk terjunan sekitar 0,5 m. Lantai intake
bila di awal kantong sedimen bisa berbentuk datar dan dengan kemiringan
tertentu. Ketinggian lantai intake, bila intake ditempatkan pada bangunan
pembilas dengan undersluice :
Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak
lebih dari 3 m. Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk
bukaan yang lebih besar alat-alat angkatnya akan terlalu berat untuk
menangggulangi gaya gesekan pada sponeng. Untuk bukaan yang lebih besar
dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai keuntungan tambahan karena di bagian
atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu dapat diangkat dengan kabel baja
atau rantai baja. Ada dua tipe pintu rol yang dapat dipertimbangkan, yaitu pintu
Stoney dengan roda yang tidak dipasang pada pintu, tetapi pada kerangka yang
terpisah;dan pintu rol biasa yang dipasang langsung pada pintu.
Lebar pintu intake dapat dihitung dengan rumus pengaliran sebagai
berikut:
2 2
Q = x Cd x b x a x √3 𝑥 𝑔 x h11.5
3
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
b = Lebar efektif mercu bendung, meter
a = Tinggi bukaan pintu, meter
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
h1 = Tinggi air di hulu, meter
Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe antara lain
yaitu :
1. Vlughter
2. USBR
3. SAF
4. Schooklitch
5. MDO, MDS dan MDL, dll
Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan bergantung
pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude, dan pada
bahan konstruksi kolam olak. Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat
pengelompokan-pengelompokan berikut dalam perencanaan kolam :
1. Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah, bagian hilir
harus dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak
memerlukan lindungan khusus.
2. Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara
efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja
dengan baik. Untuk penurunan muka air ΔZ < 1,5 m dapat dipakai bangunan
terjun tegak.
3. Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam memilih
kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik dan
menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Cara
mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan Froude
ini mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok
halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok
depan kolam. Blok ini harus berukuran besar (USBR tipe IV). Tetapi pada
prakteknya akan lebih baik untuk tidak merencanakan kolam olak jika 2,5 <
Fru < 4,5. Sebaiknya geometrinya diubah untuk memperbesar atau
memperkecil bilangan Froude dan memakai kolam dari kategori lain.
4. Kalau Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis. karena
kolam ini pendek. Tipe ini, termasuk kolam olak USBR tipe III yang dilengkapi
dengan blok depan dan blok halang. Kolam loncat air yang sarna dengan
tangga di bagian ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin harus
digunakan dengan pasangan batu.
𝑄
V1 =
𝑌1 𝑥 𝐵𝑒
Dimana :
Q = Debit rancangan, m3/dt
Be = lebar efektif mercu bending, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
h1 = tinggi energy diatas ambang, m
z = tinggi jatuh, m
Dengan q = v1 x y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air
adalah:
𝑌2
= ½ x (√1 + 8 𝑥 𝐹𝑟 2 − 1)
𝑌1
𝑉1
Dimana : Fr =
√𝑔.𝑌1
Dimana :
Y2 = kedalaman air diatas ambang ujung, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m
Fr = bilangan froude
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
Jika dipakai pasangan batu kosong, maka diameter batu yang akan dipakai
uttuk pasangan ini dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.3. Gambar
ini dapat dimasukkan dengan kecepatan rata-rata di atas ambang kolam. Jika
kolam olak tidak diperlukan karena Fru ≤ 1,7, maka Gambar 2.3 harus
menggunakan kecepatan benturan (impact velocity) Vu :
Vu = √2 𝑥 𝑔 𝑥 ∆𝑧
Gambar 2.3 memberikan ukuran d40 campuran pasangan batu kosong. Ini
berarti bahwa 60% dari pasangan batu tersebut harus terdiri campuran dari batu-
batu yang berukuran sama, atau lebih besar.
Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya
hidrodinamik. Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah
permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja tegak lurus terhadap muka
bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya lebih mudah, gaya horisontal dan
vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan
untuk stabilitas bangunan bendung dengan tinggi energi rendah.
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar
(subgrade) lebih rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan
membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan
oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory).
Gambar 2.8. Jaringan aliran dibawah dam pasangan batu pada pasir
(Sumber: Kp 02 halaman 139)
𝐿𝑥
Px = Hx − x ΔH
𝐿
Dimana :
Px = gaya angkat pada x, kg/m2
L = panjang total bidang kontak bendung dan bawah tanah, m
Ad = n x [ac x z]m
𝑎𝑑
E =
𝑔
Dimana :
ad = percepatan gempa rencana, cm/dt2
n = koefesien jenis tanah
m = koefesien jenis tanah
Sumber: KP 06 halaman 28
2.7.1.4. Berat Bangunan
∑V 6𝑥e
P = x (1 ± )
L L
Dimana :
P = reaksi pondasi/tegangan, ton/m2
e = eksentrisitas, m
L = panjang pondasi, m
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
MG = momen guling, ton.m
MT = momen tahan, ton.m
Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk
gaya angkat, yang bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus
kurang dari koefisien gesekan yang diizinkan pada bidang tersebut.
∑V 𝑥 f
Sf =
∑H
Dimana :
Sf = faktor keamanan
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
H = total gaya/reaksi horisontal, ton
f = faktor gesekan = tan θ°
Dimana :
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
H = total gaya/reaksi horisontal, ton
c = kekuatan geser bahan, ton/m2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m2
Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-
harga yang hanya mencakup gesekan saja, yakni 1,50 untuk kondisi normal dan
1,20 untuk kondisi ekstrem. Untuk beton, c (satuan kekuatan geser) boleh
diambil 1.100 kN/m2.
2.7.2.2. Ketahanan Terhadap Guling
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang
bekerja pada bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat,
harus memotong bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang
irisan mana pun. Besarnya tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap
dipertahankan pada harga-harga maksimal yang dianjurkan.
∑MT
Sf =
∑MG
Dimana :
MG = momen guling, ton.m
MT = momen tahan, ton.m
2.7.2.3. Ketahanan Terhadap Piping
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan jalan
membuat jaringan aliran/flownet. Dalam hal ini ditemui kesulitan berupa
keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk
menganalisa jaringan aliran, maka perhitungan dengan beberapa metode
empiris dapat diterapkan, seperti:
1. Metode Bligh
2. Metode Lane
3. Metode Koshia
Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio
method), adalah yang dianjurkan untuk mengecek bangunan-bangunan utama
untuk mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang
aman dan mudah dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relative kecil,
metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik,
tetapi penggunaannya lebih sulit.
Di sepanjang jalur perkolasi, kemiringan yang lebih curam dari 450
dianggap vertikal dan yang kurang dari 450. Oleh karena itu, rumusnya adalah:
1
Σ𝐿𝑣 + Σ𝐿𝐻
3
CL =
𝐻
Dimana :
CL = angka rembesan lane
Lv = jumlah panjang vertikal, m
LH = jumlah panjang horisontal, m
H = beda tinggi muka air, m
BAB III
DESAIN DAN PERENCANAAN
No. Tahun Debit banjir ( m 3 /dt ) No. Tahun Debit banjir ( m 3 /dt )
Distribusi Gumbel
Ʃ(𝑋𝑖−𝑋𝑟)2
Sd= √ 𝑛−1
= 95,94
Jumlah data dalam perhitungan Debit Banjir Rancangan Q100 th adalah 10 tahun,
sehingga nilai Yn dan Sn adalah sebagai berikut :
Jumlah data (n) = 10
Harga rata- rata reduce variate (Yn) = 0,4952
Reduced standard deviation (Sn) = 0,9496
Reduced variated (Yt) = 4,6001 (periode 100 th)
𝑌𝑡−𝑌𝑛
Maka nilai K = 𝑆𝑛
4,6001−0,4952
= 0,9496
= 4,3227
= 696,95
Karena debit rancangan terlalu besar , Maka Debit Rancangan Q100 yang
digunakan = 450,0 m3/dt
Q = x a x b x √2 x g x z
Q = 3 m3/dt (debit di saluran primer)
= 0,80 (koefisien debit)
a = 0,9 m + 0,30 m= 1,20 m yang dipakai 1,5 m (tinggi pintu)
b = 2 m (lebar pintu)
Q = x a x b x √2 x g x z
3 = 0,80 x 1,5 x 2 x √2 x 9,81 x z
3 = 2,4 x 4,42 x z1/2
3 = 10,63 x z1/2
3
z = (10,63)2
z = 0,08 m
kontrol :
Q = x a x b x √2 x g x z
3 = 0,80 x 1,50 x 2 x √2 x 9,81 x 0,08
3 3,00(m3/det)
P = 4,78 m
= 1 x 50 m
= 50 m
Lebar bendung yang dipakai = lebar sungai (50m) hal ini bertujuan agar konstruksi
bendung lebih ekonomis.
𝟏
- Lebar pembilas = 𝟏𝟎 x lebar bendung
1
= 10 x 50 = 50 m
Direncanakan :
Pintu pembilas yang direncanakan = 2 dengan lebar 2 m
= 50 – 0,5 – (2 x 0,5)
= 48,5 m
Be = 48,5 – 0,24 He
𝟐 𝟐
Q = 𝟑 x Cd x√𝟑 𝐱 𝐠 x Be x He 3/2
Cd = asumsi = 1,3
2 2
450 = x 1,3 x√ x 9,81 x (48,5 – 0,24 He)x H13/2
3 3
Kontrol :
2 2
450,0 = x 1,3 x√ x 9,81 x (48,5 – 0,24 x 2,63) x 2,633/2
3 3
Perhitungan Hd
V2
He = Hd +
2g
2,55 m = 2,633 m
- Kontrol
Cd = C0 x C1 x C2
- Misal dengan data Ogee IV
R = 0,45 Hd
R = 0,45 x 2,55
R = 1,14 m
1,36
2,30
0,99
1,48
0,993
1,48
Lengkung Hulu
R1 = 0,68 Hd X1 = 0,139 Hd
= 0,68 . 2,090 = 0,139 . 2,090
= 1,421 m = 0,290 m
R2 = 0,21 Hd X2 = 0,237 Hd
= 0,21 . 2,090 = 0,237 . 2,090
= 0,438 m = 0,495 m
Lengkung Hilir
X1,836 = 1,939 x Hd0,836 x Y
= 1,939 . 2,090 0,836 . Y Maka (X,Y) = (2,25 ; 1,24)
1 1,836
Y = .X Tabel Perhitungan untuk lengkung hilir Ogee II
3,59
Y = 0,28 X1,836
Y1 = 0,31 m
Bilangan Froude, Fr
𝑉1
Fr =
√𝑔.𝑌1
10,07
=
√9,81 𝑥 0,31
Y2 = 2,38 m
3 𝑞2 3 3,142
hc = √ 𝑔 = √ 9,81 = 1,00 m
L2 = Lb − L1
Dimana,
L2 = Panjang rip-rap, m
L1 = panjang loncatan air, m = 10.35 m
Lb = Panjang perlindungan, m
C = Koefesien (tabel 3.3) =5
q = banjir desain per lebar satuan, m3/dt/m = 3,14 m3/dt/m
f = faktor aman (1,0 untuk bendung tetap)
Ha = beda elevasi mercu bendung − lantai hilir, m = 4,04 m
Perhitungan :
Lb = 0,67 x 5 x (4,04 x 3,14)0.5 x 1,0 = 11,93 m
Tabel 8.7. Gaya dan momen horizontal akibat tekanan tanah dan lumpur
NOTASI KA/KP LEBAR TINGGI BERAT RASIO GAYA LENGAN MOMEN
(M) (M) JENIS (TON) MOMEN GULING
(T/M3) (M) (TM)
PA1 0.28 3.00 3.00 0.95 0.50 1.20 2.50 2.99
PA2 0.28 2.50 2.50 0.95 0.50 0.83 2.00 1.66
PA3 0.28 3.50 3.50 0.95 0.50 1.63 2.00 3.26
PA4 0.28 3.50 3.50 0.95 0.50 1.63 2.50 4.07
PA5 0.28 1.50 1.50 0.95 0.50 0.30 1.50 0.45
PP1 3.53 3.80 3.80 0.95 0.50 -24.21 1.50 -36.32
PP2 3.53 1.00 1.00 0.95 0.50 -1.68 1.00 -1.68
PP3 3.53 1.00 1.00 0.95 0.50 -1.68 1.00 -1.68
PP4 3.53 1.00 1.00 0.95 0.50 -1.68 1.50 -2.52
PP5 3.53 1.00 1.00 0.95 0.50 -1.68 1.50 -2.52
PS - 4.00 4.00 1.67 26.72 3.00 80.16
JUMLAH 1.39 47.89
Terhadap guling
∑MT 1721,12
Sf = = = 21,89 ≥ 1,2 (OKE)
∑MG 78,89
Terhadap geser
∑V 𝑥 f 58,55 𝑥 0,8
Sf = = = 8,90 ≥ 1,2 (OKE)
∑H 5,26
1. Eksentrisitas; L = 34 m
L ∑MT − ∑MG L
e = – ≤
2 ∑V 6
34 1721,12 − 78,89 34
= – ≤
2 58,55 6
= -11,04 m ≤ 5,67 m (OKE)
3. Terhadap guling
∑MT 1721,12
Sf = = = 3,24 ≥ 1,20 (OKE)
∑MG 529,60
4. Terhadap geser
∑V 𝑥 f 58,55 𝑥 0,8
Sf = = = 1,78 ≥ 1,20 (OKE)
∑H 26,22
5. Eksentrisitas; L = 34 m
L ∑MT − ∑MG L
e = – ≤
2 ∑V 6
34 1721,12 − 529,60 34
= – ≤
2 58,55 6
= -3,35 m ≤ 5,67 m (OKE)
Tabel 8.11. Gaya dan momen vertikal akibat uplift keadaan banjir
NOTASI LEBAR TINGGI BERAT JENIS RASIO GAYA (TON) LENGAN MOMEN
(M) (M) (T/M3) MOMEN (TM)
(M)
U1 1.00 6.24 1 1 6.24 33.5 209.04
U2 10.00 1.64 1 1 16.40 30.5 500.20
U3 10.00 5.06 1 0.5 25.30 28 708.40
U4 1.50 4.89 1 1 7.34 22.25 163.20
U5 1.50 3.59 1 1 5.39 20.75 111.74
U6 1.50 3.19 1 1 4.79 19.25 92.11
U7 1.50 3.8 1 1 5.70 17.75 101.18
U8 1.50 4.73 1 1 7.10 16.25 115.29
LENGAN
LEBAR TINGGI GAYA
NOTASI BJ (T/M3) RASIO MOMEN MOMEN
(M) (M) (TON)
(M) (TM)
C1 1.00 1 2.4 1 2.40 33.50 82.80
C2 10.00 1 2.4 1 24.00 28.50 924.00
C3 1.50 1.5 2.4 1 5.40 22.25 128.25
C4 2.00 1 2.4 1 4.80 21.50 112.80
C5 0.80 2.77 2.4 0.5 2.66 22.40 61.69
C6 1.20 3 2.4 1 8.64 21.11 192.76
C7 1.50 0.7 2.4 0.5 1.26 19.62 26.61
C8 1.50 1.05 2.4 1 3.78 19.25 78.44
C9 1.50 0.8 2.4 0.5 1.44 18.26 28.45
C10 1.50 1.5 2.4 1 5.40 17.97 105.14
C11 1.50 1.43 2.4 0.5 2.57 17.03 47.70
C12 1.50 2.5 2.4 1 9.00 16.25 159.75
C13 1.50 1.5 2.4 1 5.40 7.75 49.95
C14 14.00 1 2.4 1 33.60 0.75 495.60
C15 1.50 1.3 2.4 0.5 2.34 0.60 4.91
C16 1.20 1.3 2.4 1 3.74 0.15 5.05
JUMLAH 116.44 2503.91
LENGAN
LEBAR TINGGI BJ GAYA
NOTASI KOEF RASIO MOMEN MOMEN
(M) (M) (T/M3) (TON)
(M) (TM)
KW1 1.00 1 0.18 2.4 1 0.43 33.50 14.90
KW2 10.00 1 0.18 2.4 1 4.32 28.50 166.32
KW3 1.50 1.5 0.18 2.4 1 0.97 22.25 23.09
KW4 2.00 1 0.18 2.4 1 0.86 21.50 20.30
KW5 0.80 2.77 0.18 2.4 0.5 0.48 22.40 11.10
KW6 1.20 3 0.18 2.4 1 1.56 21.11 34.70
KW7 1.50 0.7 0.18 2.4 0.5 0.23 19.62 4.79
KW8 1.50 1.05 0.18 2.4 1 0.68 19.25 14.12
KW9 1.50 0.8 0.18 2.4 0.5 0.26 18.26 5.12
KW10 1.50 1.5 0.18 2.4 1 0.97 17.97 18.92
KW11 1.50 1.43 0.18 2.4 0.5 0.46 17.03 8.59
KW12 1.50 2.5 0.18 2.4 1 1.62 16.25 28.76
KW13 1.50 1.5 0.18 2.4 1 0.97 7.75 8.99
KW14 14.00 1 0.18 2.4 1 6.05 0.75 89.21
KW15 1.50 1.3 0.18 2.4 0.5 0.42 0.60 0.88
KW16 1.20 1.3 0.18 2.4 1 0.67 0.15 0.91
JUMLAH 20.96 450.70
Tabel 8.16. Gaya dan momen horizontal akibat tekanan tanah dan lumpur
Terhadap guling
∑MT 2990,10
Sf = = = 19,13 ≥ 1,2 (OKE)
∑MG 156,27
Terhadap geser
∑V 𝑥 f 125,07 𝑥 0,8
Sf = = = 8,57 ≥ 1,2 (OKE)
∑H 11,67
7. Eksentrisitas; L = 34 m
L ∑MT − ∑MG L
e = – ≤
2 ∑V 6
34 2990,10 − 156,27 34
= – ≤
2 125,07 6
= -6,65 m ≤ 5,67 m (OKE)
9. Terhadap guling
∑MT 2990,10
Sf = = = 4,92 ≥ 1,20 (OKE)
∑MG 606,90
11. Eksentrisitas; L = 34 m
L ∑MT − ∑MG L
e = – ≤
2 ∑V 6
34 2990,10 − 606,9 34
= – ≤
2 125,07 6
= -2,05 m ≤ 5,67 m (OKE)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil Tugas Besar Perencanaan Bendung dan Bangunan Air ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
b. Tnggi mercu bendung sebesar 2,54 m dengan tinggi muka air 2,21 m
c. Lebar bendung sebesar 96 m dengan pintu pembilas berjumlah 5 lebar 1,5 m dan lebar pilar 0,5 m
g. serta dilakukan kontrol stabilitas bendung terhadap guling, geser, daya dukung tanah dan terhadap erosi
bawah pondasi, dalam berbagi kondisi baik normal serta banjir di dapatkan hasil aman sesuai spesifikasi
kontrol dari KP 02
5.2 Saran
Dari hasil Tugas Besar Perencanaan Bendung dan Bangunan Air diharapkan agar:
a. Bisa menjadi nilai tambah bagi mahasiswa Teknik Sipil dilingkungan Universitas Muhammadiyah Malang.
b. Bisa menjadi pertimbangan untuk menyediakan masalah-masalah yang berkaitan dengan Mata Kuliah
Bangunan air
c. Bisa menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk bisa berkarya kedepannya.
d. Hasil tugas besar ini nantinya bisa menjadi pegangan dan referensi pada saat mengarungi dunia kerja
kelak.
BAB VI
Daftar Pustaka
Kriteria Perencanaan (KP) Jaringan Irigasi – 01, Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi. Direktorat Jenderal
Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum.
Kriteria Perencanaan (KP) Jaringan Irigasi – 03, Bagian Saluran. Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum.
Kriteria Perencanaan (KP) Jaringan Irigasi – 04, Bagian Bangunan. Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum.
Standar Perencanaan Irigasi, Bagian Gambar Perencanaan. Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum.