Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KIMIA MEDISINAL

ANALGETIKA NON-NARKOTIKA (GOLONGAN


SALICYLATES)

Kelompok 10
Anggota Kelompok :

I Kadek Yudiastra 1208505068


Ni Kadek Ayu Suryani 1208505069
Ni Nyoman Tri Nur Permata Sari. S 1208505070
I Made Sanjaya Sapanca 1208505071
Gede Agastya Aparigraha 1208505072
Ni Luh Ulandari 1208505073

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
Hubungan Struktur dan Aktivitas Senyawa Analgetika Non-
Narkotika (Golongan Salicylates)

A. Analgetika Non Narkotik (Golongan Salicylates)


Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan
sampai moderat, sehingga sering disebut analgetika ringan, juga untuk menurunkan
suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk
pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem
saraf pusat. Obat golongan ini mengadakan potensiasi dengan obat-obat penekan
sistem saraf pusat (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
B. Mekanisme kerja Obat Analgetika Non Narkotik
1. Analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara
menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang
mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin,
histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang
dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan
Soekardjo, 2008).
2. Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan
eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan
dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan
pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil. Penurunan
suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat
kontrol suhu di hipotalamus (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
3. Antiradang
Keradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase A2, enzim yang
menyebabkan pelepasan asam arakidonat, yang kemudian diubah menjadi
prostaglandin oleh prostaglandin sintetase. Analgetika non narkotika menimbulkan
efek antiradang melalui beberapa kemungkinan, antara lain adalah menghambat
biosintesis dan pengeluaran prostagladin dengan cara memblok secara terpulihkan
enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme yang
lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis
mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringan kolagen
dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim
lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang. Analgetika non narkotika
efektif untuk mengurangi keradangan tetapi tidak dapat mencegah kerusakan jaringan
pada penderita artritis (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotika dibagi menjadi dua
kelompok yaitu analgetika-antipiretika dan obat antiradang bukan steroid (Non
Steroidal Antiinflamatory Drugs= NSAID). Obat turunan salicylates merupakan obat
analgetika non narkotika yang termasuk ke dalam golongan antiradang bukan steroid
atau NSAID.

C. Struktur Senyawa Golongan Asam Salisilat


Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan antirematik,
tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik. Pada umumnya yang banyak
digunakan sebagai analgesik-antipiretik adalah senyawa turunannya. Turunan asam
salisilat digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, sakit otot, dan
sakit yang berhubungan dengan rematik. Kurang efektif untuk mengurangi rasa sakit
gigi, sakit pada waktu menstruasi dan sakit karena kanker. Selain itu juga tidak efektif
untuk mengurangi rasa sakit kerena kram, kolik dan migrain. Turunan asam salisilat
menimbulkan efek samping iritasi lambung, dimana iritasi lambung akut
kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang bersifat asam. Sedangkan
iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh penghambatan pembentukan
prostaglandin E1 dan E2, yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi
mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan
vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan
mukosa lambung.
a) Struktur obat

Gambar a. Struktur kimia Asam Salisilat


(Moffat et al., 2005)

Asam salisilat (2-hydroxybenzoit acid) atau acidum salicylicum memiliki


rumus kimia C7H6O3 dengan berat molekul 138,1 gram/mol. Pemerian dari asam
salisilat adalah tidak berwarna, berbentuk mirip seperti kristal atau berbentuk kristal
berwarna putih. Asam salisilat memiliki titil didih 1590C (Moffat et al., 2005). Asam
salisilat mempunyai aktivitas analgesic-antipiretik dan antiremetik, tetapi tidak
digunakan secara oral karena terlalu toksik. Turunan asam salisilat banyak digunakan
sebagai analgesik dan antipiretik.

D. Mekanisme Farmakologis Obat Golongan Salisilat


Salisilat dan obat serupa lainnya yang digunakan untuk mengobati penyakit
reumatik mempunyai kemampuan untuk menekan tanda dan gejala peradangan. Obat-
obat ini juga mempunyai efek antipiretik dan analgesik, tetapi efek anti-inflamasinya
yang membuat obat-obat ini paling bermanfaat dalam tatalaksana kelainan disertai
nyeri yang berhubungan dengan intensitas proses peradangan (Katzung, 2007).
Meskipun semua obat antiinflamasi non steroid (NSAID) tidak disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) untuk semua penyakit reumatik, namun
mungkin efektif dalam rheumatoid arthritis, spondiloartropi seronegatif (misalnya,
arthritis psoriatik dan arthritis yang terkait dengan penyakit usus inflamatorik),
osteoatritis, sindrom musculoskeletal terlokalisasi (misalnya terkilir dan teregang,
nyeri punggung bawah) dan gout. Sejak aspirin memiliki berbagai efek samping,
banyak NSAID telah dikembangkan dalam usaha untuk meningkatkan efekivitas
aspirin dan menurunkan toksisitasnya (Katzung, 2007).

Farmakokinetika
NSAID dikelompokkan ke dalam beberapa golongan kimiawi, beberapa diantaranya
adalah turunan asam propionate, turunan asam pirolealkanat, turunan asam
fenilalkanoat, turunan indo, turunan pirazolon, turunan asam fenilasetat, fenamat,
oxicam dan calon-obat asam naftilasetat. Keberagaman kimiawi ini memunculkan
berbagai karakteristik yang luas. Meskipun terdapat banyak perbedaan dalam kinetik
NSAID, semuanya memiliki kesamaan dalam beberapa sifat umum. Kebanyakan
NSAID berinteraksi baik dengan makanan, namun tidak secara substansial mengubah
bioavailabilitas mereka. Kebanyakan NSAID sangat mudah dimetabolisme oleh
enzim P450 di hati. Meskipun ekskresi melalui ginjal merupakan jalur eliminasi
terakhir, namun hampir semua NSAID mengalami ekskresi dan reabsorpsi bilier yang
bervariasi (sirkulasi enterohepatik). Kebanyakan NSAID sangat terikat pada protein
(~98%) biasanya pada albumin (Katzung, 2007). Semua NSAID dapat ditemukan
dalam cairan synovial setelah pemberian dosis berulang. Obat dengan waktu paruh
yang pendek tetap berada dalam sendi untuk waktu yang lebih lama dari yang
diperkirakan dari waktu paruh, sementara obat dengan waktu paruh yang lebih
panjang tidak ditemukan dalam cairan sinovial (Katzung, 2007).

Farmakodinamika
Aktivitas anti-inflamasi NSAID diperantai terutama melalui inhibisi biosintesis
prostaglandin. Berbagai macam NSAID memiliki kemungkinan mekanisme kerja
tambahan, termasuk inhibisi kemotaksis, penurunan produksi interleukin-1,
penurunan produksi radikal bebas dan superoksida, dan gangguan dengan kejadian
intrasel yang diperantai kalsium. Aspirin secara ireversibel mengasetilasi dan
menyekat siklooksigenasi trombosit, sementara kebanyakan NSAID yang tidak
selektif-COX merupakan penghambat reversibel (Katzung, 2007).
Selektivitas COX-1 dengan COX-2 bervariasi dan tidak komplek pada obat-
obat lama, tapi penghambat COX-2 yang sangat selektif. Aspirin yang merupakan
golongan salisilat yang memiliki efek lebih efektif dalam menghambat COX-1.
NSAID menurunkan sensitivitas pembuluh darah terhadap bradikinin dan histamin,
mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T, dan memulihkan vasodilatasi akibat
peradangan. Semua NSAID terbaru, pada derajat yang berbeda, bersifat analgesik,
anti-inflamasi, dan anti-piratik, dan semuanya (kecuali agen selektif-COX-2 dan
salisilat non-terasetilasi) menghambat agregasi trombosit. Smua NSAID dapat
menimbulkan iritasi lambung daripada aspirin. Nefrotoksisitas, menurut pengalama,
telah diamati terjadi akibat penggunaan semua obat NSAID, dan hepatotoksisitas juga
disebabkan oleh NSAID. Nefrotoksisitas sebagian disebabkan oleh gangguan
autoregulasi aliran darah ginjal yang dimodulasi oleh prostaglandin (Katzung, 2007).

Farmakologi Klinis
Semua NSAID termasuk aspirin memiliki efektifitas yang sama kecuali beberapa
obat yaitu tolmetin tidak efektif untuk pengobatan gout dan aspirin kurang efektif
dibandingkan dengan NSAID lainnya (misalnya, indometasin) untuk spondilitas
ankilosa. Oleh karena itu, NSAID cenderung dibedakan atas dasar toksisitas dan
efektifitas biayanya. Beberapa penelitian menyatakan bahwa indomethacin, tolmetin
dan meclofenamate merupakan NSAID yang toksisitasnya paling besar, sedangkan
toksisitas salisilat, aspirin dan ibuprofen adalah yang paling kecil. Penghambat COX-
2 selektif tidak diikut sertakan dalam analisis ini (Katzung, 2007).

E. Hubungan antara struktur dan aktivitas obat tersebut jika terjadi


penambahan subtituen
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan menurunkan efek
samping modifikasi struktur turunan asam salisilat telah dilakukan melalui empat cara
yaitu :
1. Mengubah gugus karboksilmelalui pembentukan garam, ester atau amida.
Turunan tipe ini mempunyai efek antipiretik rendah dan lebih banyak utnuk
penggunaan setempat sebagai counterirritant dan obat gosok karena
diabsorpsi dengan baik melalui kulit. Contoh : metilsalisilat, asetaminosalol,
natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat dan salisilamid.
2. Substitusi pada gugus hidroksil. Contoh : asam asetilsalisilat (aspirin) dan
salsalat.
3. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini berdasarkan
pada prinsip salol, dan pada in vivo senyawa dihidrolisis menjadi aspirin.
Contoh : aluminium aspirin dan karbetil salisilat.
4. Memasukkan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik atau
mengubah gugus-gugus fungsional. Contoh : flufenisal, difunisal dan
meseklazon.

Gambar struktur umum asam salisilat


R1 R2 Nama Obat
H OH Asam salisilat
H OCH3 Metil salisilat
H NH2 Salisilamid
COCH3 OH Asam asetilsalisilat

Berikut penjelasan masing – masing contoh turunan modifikasi struktur asam


salisilat untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan menurunkan efek
samping.
1) Modifikasi struktur turunan asam salisilat yang dilakukan dengan
mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau amida.
Contoh : metilsalisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin salisilat,
magnesium salisilat dan salisilamid.
 Modifikasi turunan dari asam salisilat dilakukan dengan cara mengubah gugus
karboksil melalui pembentukan amina yaitu pada salisilamid. Adanya gugus
amino pada salisilamid dapat menurunkan efektivitas. Salisilamid tidak
terhidrolisis menjadi asam salisilat maka yang bertanggung jawab terhadap
efektivitas analgesic adalah seluruh molekul. Dibandingkan aspirin, salisilamid
mempunyai awal kerja lebih cepat, lebih cepat diekskresikan (masa kerja
pendek) dan menimbulkan toksisitas relative lebih rendah. Pada sediaan sering
dikombinasikan dengan obat analgesik lain seperti asetaminofen. Absorpsi obat
dalam saluran cerna cepat, kadar plasma tertinggi dicapai dalam waktu 0,3-2
jam, dengan waktu paro ± 1 jam (Siswandono dan Soekardjo, 2008). Efek
antipiretik dan analgesic tidak seefektif aspirin. Dosis : 300 mg – 1 gr, 3 kali
sehari.
Salicylamide diperoleh dari interaksi antara salisil klorida dan ammonia.

Gambar Sintesis Salisilamid


(Ashutosh Kar, 2006).
 Modifikasi turunan dari asam salisilat dilakukan dengan cara mengubah gugus
karboksil melalui pembentukan garam mempunyai efek antipiretik rendah dan
lebih banyak untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant dan obat
gosok, karena diabsorpsi dengan baik melalui kulit (Siswandono dan Soekardjo,
2008).
Gambar Struktur Sodium Salisilat
Sodium salisilat diperoleh dari campuran pasta asam salisilat dalam air suling
dengan sodium karbonat. Hasil campuran disaring dengan iron-free filter paper dan
diuapkan sampai kering di bawah tekanan.

Gambar Sintesis Sodium Salisilat


Sodium salisilat umumnya digunakan untuk mengurangi demam dan
menghilangkan nyeri. Sodium salisilat juga memiliki anti-inflamasi mirip dengan
aspirin. Disarankan pada rematik akut dan dalam terapi gejala gout. Dosis : rheumatic
fever, 5 – 10 g tiap hari dalam dosis terbagi (Ashutosh Kar, 2006).

2) Modifikasi struktur turunan asam salisilat yang dilakukan dengan


substitusi pada gugus hidroksil yaitu contohnya asam asetilsalisilat
(aspirin) dan salsalat
 Modifikasi struktur turunan asam salisilat yang dilakukan dengan substitusi
pada gugus hidroksil yaitu contohnya asam asetilsalisilat. Asetilasi dari asam
salisilat dengan asetat anhidrat akan menghasilkan aspirin. Aspirin yang
dihasilkan dapat direkristalisasi dengan benzena, campuran asam asetat dan air
(1:1) atau campuran pelarut non polar : polar (Ashutosh Kar, 2006).
Gambar Sintesis aspirin dari asam salisilat dengan asetat anhidrat
(Ashutosh Kar, 2006).
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan menurunkan efek
samping dari asam salisilat, modifikasi struktur asam salisilat dilakukan dengan
substitusi gugus hidroksil pada struktur asam salisilat. Akibatnya adalah absorbsi
aspirin (asam asetil salisilat) dalam saluran cerna cepat, terutama pada usus kecil dan
lambung, dan segera terhidrolisis menjadi asam salisilat yang aktif. Asam salisilat
terikat oleh protein plasma sekitar 90%, kadar plasma aspirin tercapai dalam waktu
14 menit, sedangkan asam salisilat ± 3,15 jam. Efek iritasi lambung aspirin
dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksilat akan
menurunkan efek iritasi tersebut (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Aspirin digunakan sebagai antipiretik antiinflamasi dan analgesik pada
keadaan sakit kepala, demam, dan nyeri otot. Sebagai antiinflamasi aspirin
menghambat nonselektif untuk kedua isoform siklooksigenase (COX), tapi salisilat
lebih efektif dalam menghambat kedua isoform tersebut. Salisilat nonterasetilasi
dapat bekerja sebagai penangkap radikal oksigen. Aspirin secara ireversibel
menghambat COX dan menghambat agrerasi trombosit, sementara salisilat
nonterasetilasi tidak (Khatzung, 2007). Aspirin paling efektif meredakan nyeri
dengan intensitas ringan sampai sedang melalui efeknya pada peradangan dan karena
aspirin menghambat rangsang nyeri pada lokasi subkortikal (Khatzung, 2007).

 Modifikasi struktur turunan asam salisilat yang dilakukan dengan substitusi


pada gugus hidroksil yaitu contohnya salsalat. Salsalate diperoleh dari
kondensasi 2 mol asam salisilat yang dipresentasikan dengan thionyl klorida.
Salsalate merupakan antipiretik, analgesic, dan antiinflamasi yang menyerupai
aspirin. Salsalate digunakan dalam pengobatan rheumatoid arthritis. Dosis :
Dewasa, oral, 325-1000 mg tiap 2-3 kali sehari.

Gambar Sintesis Salsalate


(Ashutosh Kar, 2006).

3) Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini


berdasarkan pada prinsip salol yaitu:
Salol pertama kali diperkenalkan sebagai obat pada tahun 1886 oleh Nencki.
Salol dapat digunakan sebagai antipiretik dan antiseptik internal, tetapi pada dosis
terapi dapat menimbulkan efek toksik akibat pembebasan fenol. Hal ini tidak
biasanya dihidrolisis dalam perut tetapi di dalam usus, yang secara bertahap akan
dihidrolisis menjadi asam salisilat dan fenol. Pelepasan fenol dapat memberikan efek
antiseptik tanpa efek toksik yang tidak semestinya. Obat yang digunakan pada prinsip
salol umumnya diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu: true salols dan parsial
salols (Ashutosh Kar, 2006).
Adanya gugus fenol pada asam salisilat menjadi salol (true Salol)
menyebabkan meningkatnya aktivitas, tetapi menimbulkan toksisitas yang lebih
besar. Pemasukan gugus 11-etal (11-etal salisilat) menyebabkan metabolisme atau
hidrolisis gugus etil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih
panjang (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Gambar Struktur Salol
Sintesis Salol diperoleh dari salah satu dari dua jalur sintesis berikut ini :
1. Pemanasan langsung asam salisilat
Salol diperoleh dengan pemanasan asam salisilat pada suhu 160-240oC
dibawah tekanan dan didestilasi dari air yang terbentuk dari produk
sampingan.

Gambar Sintesis Salol dengan Pemanasan Asam Salisilat


(Ashutosh Kar, 2006).
2. Pemanasan Asam Salisilat dan Fenol
Salol dapat dibuat dengan pemanasan bersama asam salisilat dan fenol pada
suhu 120oC dalam keadaan osfor oksiklorida atau karbonil klorida (COCl2).
Gambar Sintesis Salol dari Pemanasan Asam Salisilat dan Fenol

4) Memasukkan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik
atau mengubah gugus-gugus fungsional. Contoh : flufenisal, diflunisal
dan meseklazon
Modifikasi struktur asam salisilat dengan memasukkan gugus hidroksil atau
gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional
menghasilkan sintesis obat yang lebih baik daripada aspirin dengan potensi
meningkat, durasi yang lebih lama dan memiliki efek minimal pada sekresi lambung
melahirkan flufenisal yang pada dasarnya memiliki bagian hidrofobik di C5. Pada
manusia, flufensial menunjukkan peningkatan potensi dan durasi dua kali lipat
daripada aspirin. Dosis : 150 sampai 300 mg setiap 3 atau 4 jam.

Flufenisal
(Ashutosh Kar, 2006).
Hubungan antara struktur dan aktivitas turunan asam salisilat :
1. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus
karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan
dengannya.
2. Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas
tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.

Halogen

3. Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.

Gugus
amino

2-hydroxy-4-aminobenzoic acid

4. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau


hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi
lebih panjang.
Asam hidroksi 3-metilbenzoat
Gugus
metil

5. Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan
aktivitas.

Gugus
aril

Flufenisal
Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan
aktivitas. Pada turunan asam salisilat di atas yaitu flufenisal berpotensi
meningkatkan aktivitas, durasi yang lebih lama dan memiliki efek minimal
pada sekresi lambung karena pada dasarnya memiliki bagian hidrofobik di C5.

6. Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat


(diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang masa
kerja obat dan menghilangkan efek sampiing, seperti iritasi saluran cerna dan
peningkatan waktu pembekuan darah.

Gugus
diflluorofenil
7. Efek iritasi lambung dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat.
Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil
salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester ini akan menimbulkan
iritasi lambung dan tidak berasa.

Karbetil Salisilat

F. Senyawa Turunan Asam Salisilat Berdasarkan Aktivitasnya

Flufenisal Asam asetil salisilat (Aspirin)

Sodium Salisilat Salisilamid


Flufenisal memiliki efek analgetika-antipiretika yang paling tinggi
dibandingkan dengan asam asetil salisilat, sodium salisilat, dan salisilamid. Hal ini
dikarenakan adanya modifikasi struktur asam salisilat dengan memasukkan gugus
gugus lain pada cincin aromatik dengan menghasilkan sintesis obat yang lebih baik
daripada asam asetil salisilat, yaitu dengan adanya gugus aril yang bersifat hidrofob
pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas. Pada flufenisal berpotensi meningkatkan
aktivitas dengan durasi yang lebih lama dan memiliki efek minimal pada sekresi
lambung karena pada dasarnya memiliki bagian hidrofobik di C5. Pada manusia,
flufensial menunjukkan peningkatan potensi dan durasi dua kali lipat daripada
aspirin. Kemudian asam asetil salisilat (Aspirin) memiliki aktivitas analgetika-
antipiretika kira-kira 50% lebih kuat daripada natrium salisilat, namun senyawa
natrium salisilat memiliki kelebihan kurang mengiritasi lambung (Katzung, 1997).
Pada senyawa Salisilamid efektivitas sebagai analgetika-antipiretika paling rendah
karena terdapat modifikasi struktur pada gugus karboksil dari asam salisilat dengan
pensubstitusi senyawa golongan amina salisilamida memiliki aktivitas yang mirip
dengan asam salisilat karena merupakan turunannya, tetapi tidak mudah terhidrolisis
menjadi asam salisilat sehingga akan menurunkan absorpsi obat. Efek analgetika-
antipiretika salisilamid lebih lemah dari salisilat karena salisilamid dalam mukosa
usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga salisilamid yang diberikan
masuk sirkulasi sebagai zat aktif.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B.G. 2007. Farmakologi Dasar & Kllinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Katzung, B.G. 1997. Farmakologi Dasar & Kllinis. Edisi IV. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kar, Ashutosh. 2006. Medicinal Chemistry Fourth Edition. New Delhi : New Age
International Publisher.
Moffat, antonym C., M.David Osselton, dan Brian Widdop. 2005. Clarke`s Analysis
of Drugs. and Poisons. 3rd editions. The Pharmaceutical Press. London.
Siswandono dan Soekardjo, B. 2008. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press.

Anda mungkin juga menyukai