Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vektor
2.1.1. Defenisi Vektor
Vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular

penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat dari

cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting karena

kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar (Soulsby

dalam Beriajaya).

2.1.2. Vektor Sebagai Penular Penyakit

Arthropoda sebagai vektor yang mampu menularkan penyakit dapat berperan

sebagai vektor penular dan sebagai intermediate host (Slamet, 1994).

1. Arthropoda Sebagai Vektor Penular

Arthropoda sebagai penular berarti arthropoda sebagai media yang membawa

agent penyakit dan menularkannya kepada inang (host). Vektor dikategorikan atas 2

yaitu :

a. Vektor Mekanik

Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan

menularkannya kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun seluruh bagian

luar tubuhnya dimana agent penyakitnya tidak mengalami perubahan bentuk

maupun jumlah dalam tubuh vektor. Arthropoda yang termasuk ke dalam

vektor mekanik antara lain kecoa dan lalat.

Universitas Sumatera Utara


b. Vektor Biologi

Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit

dimana agent penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam

tubuh vektor. Vektor Biologi terbagi atas 3 berdasarkan perubahan agent

dalam tubuh vektor, yaitu :

i. Cyclo Propagative

Cyclo propagative yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan

bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam

tubuh host. Misalnya, plasmodium dalam tubuh nyamuk anopheles

betina.

ii. Cyclo Development

Cyclo development yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan

bentuk namun tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor

maupun dalam tubuh host. Misalnya, microfilaria dalam tubuh

manusia.

iii. Propagative

Propagative yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan

bentuk namun terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun

dalam tubuh host. Misalnya, Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila

cheopis.

Universitas Sumatera Utara


2. Arthropoda Sebagai Intemediate Host

Arthropoda sebagai intermediate host artinya arthropoda berperan hanya

sebagai tuan rumah ataupun tempat perantara agent infeksius tanpa memindahkan

ataupun menularkan agent infeksius tersebut ke tubuh inang (host).

2.1.3. Pengendalian Vektor

Dalam PERMENKES RI No 374/MENKES/PER/III/2010, pengendalian

vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk:

1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya

tidak lagi beresiko untuk terjadinya penularanan penyakit di suatu wilayah.

2. Menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor

dapat dicegah.

Vektor merupakan makhluk hidup yang perlu untuk dikendalikan. Terdapat 3

metode pengendalian vektor yaitu:

1. Pengendalian secara fisik dan mekanik

Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk mencegah,

mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor

secara fisik dan mekanik. Contohnya: modifikasi dan manipulasi lingkungan

tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman bakau, pengeringan,

pengalihan/ drainase, dll), pemasangan kelambu, memakai baju lengan

panjang, penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier),

pemasangan kawat.

Universitas Sumatera Utara


2. Pengendalian secara biologi

Pengendalian secara biologi yaitu pemanfaatan predator yang menjadi

musuh vektor dan bioteknologi sebagai alat untuk mengendalikan vektor.

Misalnya, predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dan lain sebagainya),

pemanfaatan bakteri, virus, fungi, manipulasi gen (penggunaan vektor jantan

mandul dan lain sebagainya)

3. Pengendalian secara kimia

Pengendalian secara kimia merupakan pengendalian vektor dengan

menggunakan pestisida kimia. Misalnya, penggunaan kelambu berinsektisida,

larvasida dan lain sebagainya

2.2. Vektor Penyakit Malaria

Diperkirakan di dunia terdapat 422 spesies nyamuk Anopheles dan ada 67

spesies yang telah dikonfirmasi dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah

diidentifikasi sebanyak 90 spesies, 20 diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor

malaria. Nyamuk Anopheles yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria A.

aconitus, A. punculatus, A. farauti, A.balabacencis, A. punculatus, A. farauti, A.

balabacencis, A. sundaicus, A. maculatus. Sedangkan di luar pulau tersebut khusunya

Indonesia Tengah dan wilayah timur adalah A. punctulatus, A. farauti, A.koliensis,

A.balabacencis, A. barbirostris, A. subpictus (Achmadi,2008).

Beberapa faktor lingkungan sangat berperan dalam tumbuhnya nyamuk

sebagai vektor penular penyakit malaria. Faktor-faktor tersebut antara lain,

lingkungan fisik, seperti suhu udara. Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya

Universitas Sumatera Utara


masa inkubasi ekstrinsik, yakni fase sopogoni dalam perut nyamuk. Kelembaban

udara yang akan memperpendek umur nyamuk. Hujan yang diselingi panas semakin

besar kemungkinan perkembangbiakannya, sedangkan pengaruh sinar matahari

terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. Sundaicus lebih suka tempat

teduh. Faktor lain, adalah arus air. An. Barbirostris lebih suka aliran tenang sedikit

mengalir. Oleh sebab itu pada musim hujan, populasi nyamuk ini berkurang (Susanna

dalam Achmadi, 2008).

Beberapa jenis nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah disebut

endofagik, dan ada yang suka menggigit di luar rumah atau eksofagik. Setelah itu

beristirahat di dalam (endofilik) atau di luar rumah (eksofilik), dan ada yang suka

menggigit sore hari atau malam hari atau pada tempat teduh dan gelap. Tempat

tinggal manusia dan ternak, khususnya atap yang terbuat dari kayu merupakan tempat

yang paling disenangi oleh anopheles (Achmadi, 2008).

Sumber: Achmadi, Umar Fahmi, 2005

Universitas Sumatera Utara


2.2.1. Bionomik Nyamuk Malaria

1. Tempat Perindukan

Keberadaan nyamuk malaria di suatu daerah sangat tergantung pada

lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan pantai, curah hujan,

kecepatan angin, suhu, sinar matahari, ketinggian tempat dan bentuk perairan yang

ada. Nyamuk Anopheles aconitus dijumpai di daerah-daerah persawahan, tempat

perkembangbiakan nyamuk ini terutama di sawah yang bertingkat-tingkat dan di

saluran irigasi (Hiswani, 2004). Anopheles balabacencis dan An. maculatus adalah

dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah-daerah pegunungan non

persawahan dekat hutan. Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim

hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau (Barodji dkk, 2001). Tempat

perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar matahari

langsung seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di

tanah, di mata air - mata air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu (Barodji,

1987).

Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim

penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan

di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat

untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki

kerbau dan kebun salak. Dari gambaran di atas tempat perindukan An. balabacencis

tidak spesifik seperti An. maculatus dan An. aconitus, karena jentik An. Balabacencis

dapat hidup di beberapa jenis genganan air, baik genangan air hujan maupun mata air,

Universitas Sumatera Utara


pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada

genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi

yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain (Barodji dkk, 2001).

An. maculatus yang umum ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di

daerah persawahan dan daerah pantai yang ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu

(Barodji dkk, 2001).

Puncak kepadatan An. maculatus dipengaruhi oleh musim, pada musim

kemarau kepadatan meningkat, hal ini disebabkan banyak terbentuk tempat

perindukan berupa genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau

tergenang. Perkembangbiakan nyamuk An. maculatus cenderung menurun bila aliran

sungai menjadi deras (flushing) yang tidak memungkinkan adanya genangan di

pinggir sungai sebagai tempat perindukan (Sunaryo, 2001) An. sundaicus dijumpai di

daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau dengan salinitas antara 0-

25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus yang

banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak ditumbuhi

tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan

berlumut (Hiswani, 2004). An. sundaicus ditemukan sepanjang tahun dan paling

banyak ditemukan pada pertengahan sampai akhir musim kemarau (September-

Desember) (Sundararman dkk, 1957).

2. Tempat Istirahat

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak

rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk

Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari

Universitas Sumatera Utara


menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat

lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat

yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk

pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan

kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di

sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).

Tempat istirahat alam nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya.

Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang

lembab dan teduh, terletak di tengah kebun salak (Damar, 2002). Tempat istirahat An.

aconitus pada umumnya di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas

cahaya rendah, serta di lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-

tempat dekat tanah. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi

tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah. Nyamuk ini biasanya

hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai,

dekat air yang selalu basah dan lembab (Hiswani, 2004). Tempat istirahat An.

balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang seresah yang lembab dan teduh,

terletak ditengah kebun salak (Damar, 2002). An. balabacencis juga ditemukan di

tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta

di lubang tanah bersemak (Harijanto, 2000). Di luar rumah tempat istirahat An.

maculatus adalah di pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab

(Sundararman dkk, 1957). Perilaku istirahat nyamuk An. sundaicus ini biasanya

hinggap di dinding-dinding rumah penduduk (Hiswani, 2004).

Universitas Sumatera Utara


2.3. Malaria
2.3.1. Defenisi Malaria

Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal yaitu buruk dan

area yaitu udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa -

rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti

demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam

kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 ).

Malaria merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan melalui gigitan

nyamuk Anopheles yang disebabkan oleh parasit atau protozoa dari genus

plasmodium. Terdapat empat spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia,

yaitu plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, dan

plasmodium ovale. (Anies, 2006). Jenis plasmodium tersebut menimbulkan malaria

yang berbeda pola demam maupun gejala-gejala klinik yang ditimbulkannya.

Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax, disebut juga malaria tertiana

brnigna (jinak), sedangkan Plasmodium faciparum menimbulkan malaria falciparum

atau malaria tertiana maligna (ganas). Selain itu Plasmodium falciparum juga

menimbulkan malaria perniciosa dan Blackwater Fever. Plasmodium malariae

menimbulkan malaria malariae, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.

(Soedarto, 2009).

Parasit Plasmodium berkembang di dalam sistem imun (kekebalan tubuh)

manusia, menginfeksi hati, dan menghancurkan sel darah merah. Pada masa inkubasi,

Universitas Sumatera Utara


Plasmodium hidup dan berkembang biak dalam sel hati. Beberapa hari sebelum

gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah

merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.

Demam ini dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi (FKUI, 1990).

2.3.2. Siklus Hidup Plasmodium Malaria

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia

dan nyamuk Anopheles betina (Harijanto P.N.2000)

1. Siklus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit

yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah

selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati

dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri

dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang

berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian

tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi

bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel

hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas

tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh)

(Depkes RI.2006)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam

peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit

tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses

Universitas Sumatera Utara


perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi

skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.

Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni

darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium

seksual yaitu gametosit jantan dan betina (Depkes RI. 2006)

2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung

gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan

pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk. Di luar dinding lambung nyamuk ookinet akan

menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat

infektif dan siap ditularkan ke manusia (Harijanto, 2000)

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit

masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam

bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium, sedangkan masa prepaten atau

rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam

darah dengan pemeriksaan mikroskopik (Harijanto, 2000).

2.3.3. Penularan Malaria

Infeksi malaria bermula ketika nyamuk betina anopheles menyuntikkan

sporozoit salah satu bentuk dalam siklus kehidupan plasmodium di alam bebas ini,

ketika nyamuk menghisap darah manusia. Bentuk sporozoit ini dikeluarkan dari

kelenjar ludah nyamuk (Harrisons dalam Umar Fachmi, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Pada keadaan tertentu, penularan dapat juga terjadi dengan masuknya bentuk

aseksual (tropozoit) sehingga terjadi trophozoite incluced malaria. Penularan melalui

transfusi darah, melalui plasenta yag rusak atau penularan melalui jarum suntik.

(Soedarto, 1990).

Faktor penentu penularan terbagi ke dalam 2 kelompok variabel, yaitu:

1. Faktor yang berpengaruh langsung, rata-rata nyamuk menggigit manusia

dalam sehari, rata-rata gametosit plasmodium pada populasi, lamanya siklus

sporogonik dalam tubuh nyamuk, rata-rata kemampuan hidup harian pada

nyamuk.

2. Lingkungan dan iklim, curah hujan, kekeringan, pengelolaan lingkungan

buatan, perubahan pola menggigit vektor, suhu udara, kelembaban (Susanna

dalam Achmadi, 2008).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2009 tentang Eliminasi malaria

di Indonesia, penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain:

1. Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat

perindukan nyamuk malaria.

2. Banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vektor

malaria (17 spesies), dari berbagai macam habitat.

3. Mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemik malaria.

4. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan.

5. Semakin meluasnya penyebaran parasit malaria yang telah resisten terhadap

obat anti malaria.

Universitas Sumatera Utara


6. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa yang

bermasalah malaria, karena hambatan geografis, ekonomi, dan sumber daya.

2.3.4. Gejala-Gejala Klinis Malaria

Secara umum seorang yang mengalami penyakit malaria akan merasakan

gejala penyakit seperti demam, pening, lemas, pucat (karena kurang darah), nyeri

otot, chess pain, menggigil, suhu bisa mencapai 400C terutama pada infeksi

falciparum. Pada infeksi falciparum bahkan seringkali mengalami koma, mual,

muntah. Komplikasi yang sering timbul adalah splenomegali (pembesaran limpa),

hipoglikemia, serta kegagalan ginjal (Achmadi, 2008).

1. Tahap demam menggigil atau stadium dingin (cold stage). Penderita akan

merasa dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, bibir dan

jari-jemari kebiru-biruan pucat, kadnag muntah. Pada anak-anak demam bisa

menyebabkan kejang. Demam ini berkisar antara 15 menit hingga 1 jam.

2. Tahap puncak demam (hot stage) yang berlangsung 2-6 jam, wajah memerah,

kulit mengering, nyeri kepala, denyut nadi keras, haus yang amat sangat terus

menerus, mual hingga muntah. Pada saat ini sebenarnya merupakan peristiwa

pecahnya schizon matang menjadi merozoit-merozoit yang beramai-ramai

memasuki aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah merah.

3. Stadium berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali.

Hal ini bisa berlangsung 2 sampai 4 jam.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih

sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu

Universitas Sumatera Utara


hamil. Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah

anemia karena P.falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang

berlebihan. eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) dan

gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang

(Mansjoer, 2001).

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria

kronik. Limpa merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi

malaria. Limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan

terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Pembesaran terjadi akibat timbunan pigmen

eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Harijanto, 2000).

Masa inkubasi setiap jenis malaria berbeda-beda. Pada malaria vivax dan

malaria ovale inkubasi berlangsung antara 10 sampai 17 hari, pada malaria

falciparum antara 8 sampai 12 hari dan pada malaria malariae, masa inkubasi

berlangsung 21 sampai 40 hari (Soedarto, 2009)

2.3.5. Faktor Resiko Malaria

Faktor resiko penyakit malaria adalah berbagai faktor yang memiliki peran

dalam kejadian atau timbulnya penyakit malaria. Faktor resiko malaria terbagi ke

dalam dua keompok besar, yakni faktor yang mempengaruhi siklus kehidupan

plasmodium bersama kehidupan nyamuk sekaligus, serta siklus kehidupan

plasmodium dalam tubuh penderita beserta perilaku kependudukannya.

Menurut Achmadi, ada tiga faktor risiko malaria, yakni:

Universitas Sumatera Utara


1. Faktor risiko berkenaan dengan nyamuk, baik karakteristik maupun

bionomiknya. Masing-masing wilayah dan nyamuk memiliki karakteristik

ekosistem dan bionimik sendiri-sendiri, dan cara penularannya tergantung

perilaku penduduk, kebiasaan, adat-istiadat, cara mencari nafkah, pekerjaan,

dan lain-lain.

2. Faktor risiko berkenaan dengan kependudukan. Kegiatan-kegiatan masyarakat

yang dapat memberi peluang penularan malaria, tergantung jenis spesies yang

ada. Contohnya, di Sumatera menyadap karet sering dilakukan pada pagi hari,

kebiasaan nonton televisi di rumah, memelihara ternak di rumah karena takut

di curi, dan lain sebagainya.

Variabel lain yang berkenaan dengan kependudukan adalah mobilitas, lintas

batas perladangan, konflik sosia yang menimbulkan pengungsian, serta

bencana alam.

3. Faktor risiko berkenaan dengan kondisi lingkungan. Faktor-faktor yang

termasuk hal ini pada dasarnya adalah faktor-faktor yang membentuk

ekosistem seperti topografi, suhu lingkungan, serta kondisi iklim yang

berubah setiap musim. Iklim akan mempengaruhi kelembaban, suhu

lingkungan, cahaya matahari, vegetasi dan sebagainya. Termasuk disini

kondisi peruntukan lahan yang mengubah ekosistem menjadi ekosistem

buatan, seperti perkebunan, persawahan, pertambangan.

2.3.6. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria


1. Faktor Agen

Universitas Sumatera Utara


Nyamuk Anopheles dalam malariologi diartikan sebagai spesies yang

mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai pembawa parasit (vektor) yang

efisien.(Yudhastuti, 2005). Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria

yang menghisap darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90

macam. Dari jenis yang ada 22 (ada yang menyebut 16) di antaranya mempunyai

potensi untuk menularkan malaria. Setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria

biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor

penting. Vektor-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan,

sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2008).

Menurut Achmadi (2008), secara umum nyamuk yang diidentifikasi sebagai

penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:

Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang.

Anthropofilik : nyamuk yang menyukai darah manusia.

Zooanthropofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan juga manusia.

Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumatera adalah A. sundaicus, A. maculatus,

A. aconitus dan A. balabacensis. Sedangkan di luar pulau tersebut, khususnya

Indonesia wilayah tengah dan timur adalah A.barbirostis, A. farauti, A. koliensis, A.

punctulatus, A. subpictus dan A. balabacensis (Achmadi, 2008).

Kepadatan nyamuk yang cukup tinggi akan menyebabkan penularan

(transmisi) parasit antar manusia. Kepadatan nyamuk yang cukup tinggi dapat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan jumlah atau frekuensi kontak antara nyamuk dengan manusia cukup

tinggi dan memperbesar keterpaparan serta risiko penularan ( Yudhastuti, 2005)

2. Faktor Manusia

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Menurut Anies (2006),

manusia menjadi sumber infeksi malaria bila mengandung gametosit dalam jumlah

yang besar dalam darahnya, kemudian nyamuk mengisap darah manusia tersebut

dan menularkan kepada orang lain.

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan

dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan

nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal

yang diperoleh secara transplasental (Anies, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons

imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah

risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap

kesehatan ibu dan anak. Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi

terjadinya malaria, dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah

respons immunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor (Harijanto,

2000). Di daerah endemis, penderita terutama anak-anak merupak sumber infeksi

yang utama (Soedarto, 2009).

3. Faktor Lingkungan

Universitas Sumatera Utara


Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut

Harijanto (2000) ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :

a) Lingkungan fisik

i. Suhu

Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus

sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Suhu yang hangat membuat

nyamuk mudah untuk berkembang biak dan agresif mengisap darah.

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu

yang optimum berkisar anatara 20-300C. Makin tinggi suhu (sampai batas

tertentu) makin pendek pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan

sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,700C masa

inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P.falcifarum dan 8- 11 hari

untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae dan P. ovale. (Depkes RI,

2001)

ii. Kelembaban

Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek usia nyamuk,

meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60%

merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk.

Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif atau lebih

sering menggigit, juga mempengaruhi perilaku nyamuk, misalnya kecepatan

Universitas Sumatera Utara


berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain dari nyamuk,

sehingga meningkatkan penularan malaria.

iii. Curah Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk

dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada

jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang

diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya

nyamuk Anopheles.

iv. Kecepatan Angin

kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat

terbang nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah satu faktor yang ikut

menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk adalah jarak terbang

nyamuk (flight range) tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya,

jika ada tiupan angin yang kencang, bisa terbawa sejauh 20-30 km.

v. Ketinggian

Ketinggian yang semakin naik maka secara umum malaria

berkurang, hal ini berhubungan dengan menurunnya suhu rata-rata. Mulai

ketinggian diatas 2000 m diatas permukaan laut jarang ada transmisi

malaria, hal ini dapat mengalami perubahan bila terjadi pemanasan bumi

dan pengaruh El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang

ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria.

Universitas Sumatera Utara


Ketinggian maksimal yang masih memungkinkan transmisi malaria

ialah 2500 m diatas permukaan laut (di Bolivia).

vi. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk

berbeda-beda. A. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. A.hyrcanus dan

A.pinctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. A.barbirostris dapat

hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.

vii. Arus air

A.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau

mengalir lambat, sedangkan A. minimus menyukai aliran air yang deras dan

A.letifer menyukai air tergenang.

b) Lingkungan biologik

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat

mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau

melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan

pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan

mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi,

kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila

ternak tersebut dikandangkan tidak jauh jaraknya dari rumah.

c) Lingkungan kimiawi

Universitas Sumatera Utara


Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan

nyamuk, seperti A. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya

12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% keatas. Namun di Sumatera

Utara ditemukan pula perindukan A. sundaicus dalam air tawar.

d) Lingkungan sosial budaya

Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana

vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk.

Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan

mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain

dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa

pada rumah dan menggunakan anti nyamuk (Achmadi, 2005).

Menurut penelitian Dasril (2005), masyarakat yang berpengetahuan rendah

kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang

berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang

memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap baik

Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai risiko

tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan

bekerja di luar rumah malam hari.

2.4. Kandang Ternak


2.4.1. Defenisi Kandang ternak

Universitas Sumatera Utara


Kandang ternak adalah bangunan yang dapat digunakan untuk melindungi

ternak dari pengaruh cuaca buruk, seperti hujan, panas matahari, angin kencang dan

gangguan lainnya.

2.4.2. Fungsi Kandang Ternak

Walaupun karakteristik, genetik dan cara pemeliharaan berbeda-beda antara

jenis ternak yang satu dengan jenis lainnya, namun secara umum fungsi kandang

dalam suatu usaha peternakan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebagai tempat tinggal bagi ternak agar terlindung dari pengaruh-pengaruh

buruk iklim (hujan, panas dan angin) serta gangguan lainnya (hewan liar/buas

dan pencurian).

2. Menyediakan lingkungan yang nyaman agar ternak terhindar dari cekaman

(stres) akibat perubahan lingkungan dan kebisingan, sehingga ternak dapat

memberikan hasil produksi sebagaimana yang diharapkan.

3. Mengendalikan kebutuhan ternak sesuai dengan tujuan pemeliharaan sebagai

penghasil daging, telur, susu, wol dan kulit.

4. Membatasi ruang gerak bagi ternak agar energi yang dikonsumsi dalam

bentuk pakan dapat diubah secara efektif sehingga dapat meningkatkan

efesiensi penggunaan pakan dan kebutuhan tenaga kerja.

5. Menyediakan suhu ambang dengan kualitas udara yang baik, tingkat gas

beracun yang rendah dan pencahayaan yang cukup.

6. Menyediakan perlengkapan pakan dan minum yang baik.

7. Membuat hasil produksi yang lebih bersih.

8. Mempemudah pengelolaan dan pengawasan.

Universitas Sumatera Utara


9. Mempermudah pengontrolan internal parasit dan masalah penyakit.

10. Mencegah pencemaran lingkungan dari ternak yang membuang kotoran

sembarangan.

2.4.3. Syarat Kandang Ternak

1. Cukup dapat sinar matahari, bersih, kering

2. Ventilasi baik

3. Drainase dalam dan luar kandang harus lancar

4. Dalam satu kandang babi harus sejenis dan seumur

5. Ukuran Kandang:

i. Ukuran kandang anak babi 2,5 x 1,5 m/ekor

ii. Babi pejantan 3 x 2 m/ekor

iii. Kandang penggemukan 40 Kg (0,36 m/3kor), berat 40-90 Kg (0,50

m/ekor), daan berat >90 Kg (0,75 m/ekor).

Membangun kandang dalam bentuk bangunan seperti untuk hewan besar

seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan lainnya banyak hal yang harus

diperhatikan, diantaranya:

1. Struktur tanah, hal ini penting untuk mengurangi gangguan kesehatan pada

ternak, tanah yang cenderung berawa atau berair dapat menjadi masalah serius

dalam kesehatan ternak.

2. Arah angin, sebelum membangun kandang perhatikanlah arah angin yang

biasa bertiup di daerah anda ini bisa berguna menghindari rembesan air hujan

masuk ke kandang ternak.

Universitas Sumatera Utara


3. Suhu rata-rata wilayah, di dataran tinggi suhu sudah pasati dingin, maka

kandang di dataran tinggi sebaiknya lebih tertutup, begitu juga dengan

kandang di dataran rendah sebaiknya agak terbuka untuk menjaga kestabilan

sirkulasi udara yang masuk kedalam kandang.

4. Bahan bangunan yang akan digunakan, hindarilah bahan bangunan yang

bersipat sintetis khusus di bagian bawah kandang terutama dinding dan tempat

pakan ternak, bial aitu satu-satunya pilihan maka sebainya sterilisasi seluruh

bahan bangunan tersebut.

5. Jenis hewan ternak, setiap hewan ternak berbeda perilaku hidup mereka

seperti sapi lebih suka temapat yang kering bila dibandingkan dengan kerbau,

kerbau sangat suka berkubang. Hala-hal seperti ini harus anda perhatikan agar

efisien dalam menjaga kesehatan ternak.

Sedangkan beberapa komponen sanitasi kandang yang harus kita perhatikan

menurut HAKLI 2013 antara lain menyangkut letak bangunan kandang. Beberapa

persyaratan letak kandang sebagai berikut :

1. Harus memperhatikan faktor hygiene. Faktor higiene lingkungan penting

untuk ternak maupun peternak, antara lain untuk menjamin kesehatan ternak

dan lingkungan sekitar

2. Letak bangunan kandang juga harus jauh dari pemukiman penduduk.

Kandang di dalam rumah tertutup dapat menarik nyamuk vektor An. aconitus

(zoophilic), sehingga memungkinkan kontak dengan manusia makin besar.

Berdasarkan teori dari Kusnoputranto H (2002) Dan MENRISTEK (2005)

Universitas Sumatera Utara


mengenai jarak kandang dengan rumah sebaiknya terpisah dari rumah tinggal

dengan jarak minimum 10 meter.

3. Dibangun dekat sumber air, yang berfungsi untuk air minum dan

memandikan ternak serta sebagai sarana pembersih lantai.

4. Mudah diakses transportasi

5. Kandang tunggal menghadap ke timur, kandang ganda membujur utara-

selatan

6. Penggunaan sumber air untuk ternak tidak mengganggu ketersediaan air bagi

masyarakat. Persyaratan untuk topografi ini antara lain tempat kandang harus

lebih tinggi dari sekitar, tanah mudah menyerap air sehingga mengurangi

kemungkinan genangan air

7. Tempat tidak terlalu tertutup pepohonan rindang yang dapat mengurangi

sinar matahari dan sirkulasi udara

8. Kandang harus dekat dengan petugas, sehingga mempermudah dan

memperlancar pengawasan kesehatan, keamanan, dan tata laksana

9. Ketersediaan air bersih untuk minuman ternak dan jarak dengan pakan ternak

seperti rumput (HMT), sebaiknya di dekat kandang ada cukup sumber air

bersih, seperti sumur, air pdam, atau mata air. Agar proses perawatan ternak

lebih efisien.

2.4.4. Usaha Ternak Babi

Universitas Sumatera Utara


Suatu usaha peternakan babi, harus telah membuat perkiraan dampak

lingkungan hidup, baik fisik, ekonomis dan sosial budaya. Berdasarkan analisis

tersebut dapat diperkirakan secara terperinci dampak negatif dan positif yang akan

timbul dari usaha atau kegiatan beternak babi, sehingga sejak dini sudah dipersiapkan

langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak

positifnya. Dampak yang perlu dipertimbangkan antara lain : banyak manusia yang

akan terkait disekitarnya; luas wilayah penyebaran dampak; lama dampak

berlangsung; intensitas dampak; banyak komponen lingkungan lainnya yang akan

terkena; sifat komulatif dampak tersebut; berbalik (reversible) atau tidaknya

(irreversibel) dampak (Kementerian Pertanian RI, 2012)

Usaha peternakan babi seharusnya berada di daerah yang jauh dari penduduk.

Hal ini sangat tepat untuk menghindari manusia dari pencemaran bau dan kebisingan

dari peternakan babi. Limbah ternak babi dapat didaur ulang, sebagian besar menjadi

pupuk dan sebagian ada yang mengolahnya untuk menghasilkan biogas. Pupuk yang

dihasilkan kemudian dapat dipakai untuk memupuk tanaman yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak babi itu sendiri. Peternakan babi

harus dikelola secara lebih baik sehingga tidak menimbulkan pengaruh negatif

terhadap lingkungan. Jika ingin membuang limbah ternak, maka dalam memilih

lokasi penampungan limbah ternak pun perlu dilakukan secara hati-hati, sehingga

limbah pembuangan tersebut tidak mencemari air tanah sekitarnya terutama lokasi

pembuangan limbah tersebut. Untuk itu dapat dilakukan pengujian dengan cara

menggali satu atau dua lubang untuk mengetahui ambang air tanah dan kondisi tanah,

Universitas Sumatera Utara


sehingga mempermudah memilih lokasi penampungan limbah ternak (Kementerian

Pertanian RI, 2012).

2.4.5. Hasil Samping Ternak

Disamping hasil utama, suatu usaha peternakan pasti menghasilkan hasil

sampingan yaitu berupa limbah. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu

kegiatan usaha peternakan seperti limbah padat dan limbah cair yaitu feses, urine, sisa

makanan dll. Volume limbah yang dihasilkan tergantung dari skala usaha, jenis

ternak yang dipelihara, dan sistim perkandangan. Manajemen dan penampungan

limbah ternak babi menggunakan teknologi terapan untuk menekan pencemaran dari

usaha peternakan babi seminimal mungkin, misalnya menangani limbah ternak

dengan cara : pengomposan, kolam oksidasi ataupun kocokan, kolam aerob alamiah,

kolam anaerob, kolam fakultatif (aerob dan anaerob), Pencerna anaerob dan membuat

biogas, dehidrasi, pensilasean, pengeringan, pengkonversian elektrokimiawi,

penumbuhan simbiotik dengan ganggang (algae) atau bakteri. Limbah ternak babi

perlu ditampung di suatu tempat penampungan sementara, misalnya lagun, yakni

semacam kolam dengan sistem manajemen limbah yang praktis, mengurangi tenaga

kerja dan cukup waktu menampung sebelum digunakan selanjutnya untuk berbagai

tujuan, misalnya untuk tanaman pertanian (Kementerian Pertanian, 2012).

Mengenai saluran pembuangan air limbah kandang ternak harus ada saluran

pembuangan yang khusus dengan lantai dengan kemiringan ± 30 derajat yang

bertujuan agar air limbah (air kencing dan kotoran) dengan mudah bisa dialirkan

langsung ke parit (Dinas Peternakan dan Perikanan Bogor, 2005) atau tertampung di

dalam bak penampungan dan tidak mengganggu sekelilingnya serta bisa

Universitas Sumatera Utara


dimanfaatkan untuk usaha-usaha pertanian. Ukuran bak ini tergantung dari persediaan

bak yang ada serta jumlah babi atau luas kandang. Adanya saluran pembuangan air

limbah pada kandang ternak yang baik dapat melindungi hewan ternak terhadap

berbagai serangan penyakit dan menghindari intervensi dari serangga dan hama ke

tempat hewan lain dan menularkan penyakit (Mukono Hj, 1999).

Tempat penampungan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Cukup volume penampungan agar jangan ada yang tercecer atau berserak;

b. Tempat penampungan harus cukup menampung untuk jangka waktu

tertentu dan jangan sampai limbah nilai haranya kurang;

Struktur penampungan harus menjamin limbah agar jangan mencemari air;

Limbah yang ditampung harus mudah diangkut untuk dipindah ke tempat lain.

2.4.6. Pengelolaan Manajemen Budidaya Ternak Babi Ramah Lingkungan

a. Manajemen pemeliharaan

Untuk pencegahan penularan penyakit, maka pemeliharaan ternak babi di

pedesaan harus dilakukan secara tertib dan memenuhi tata cara budidaya ternak babi

yang baik terutama menyangkut masalah biosecuriti, higiene dan sanitasi dan

pencemaran lingkungan. (Kementerian Pertanian, 2012). Hal-hal yang perlu

diperhatikan sebagai berikut :

1. Melakukan pembersihan dan pencucian kandang serta menyediakan

desinfektan.

2. Membersihkan lingkungan sekitar kandang;

3. Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan, penyemprotan insektisida

terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama lainnya;

Universitas Sumatera Utara


4. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari suatu kelompok

ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani hewan

sakit/kandang isolasi tidak diperkenankan untuk melayani ternak-

ternak/kandang lainnya;

5. Membakar atau mengubur bangkai babi yang mati karena penyakit hewan

menular dibawah pengawasan Dokter Hewan Peternakan setempat;

6. Setiap usaha peternakan babi harus menyediakan fasilitas desinfeksi

untuk petugas dan tamu serta kendaraan di pintu masuk ke peternakan.

7. Kandang ternak babi harus terpisah dengan kandang ternak lainnya.

8. Pemberian pakan tambahan untuk menghilangkan bau kotoran dengan

cara pemberian probiotik kedalam pakan babi.

b. Kebersihan Kandang

1. Kandang harus cukup luas, dibersihkan setiap hari dan didisinfeksi secara

teratur ( 2 x dalam seminggu) serta memiliki ventilasi dan sirkulasi udara

yang cukup.

2. Hindarkan/cegah dan bersihkan makanan yang berceceran di sekitar

kandang.

c. Kesehatan Hewan dan Biosekuriti

1. Situasi Penyakit Ternak Babi

Situasi penyakit ternak babi yaitu penyakit cacing pita, hog cholera,

brucellosis dan penyakit menular lain yang dapat menyerang ternak babi

seperti desentri, cacar babi dan Influenza, Tuberculosis.

2. Tindakan Pengamanan Penyakit yang perlu mendapat perhatian :

Universitas Sumatera Utara


a) Pemelihara ternak babi, perlu melakukan desinfeksi kandang dan

peralatan, penyemprotan terhadap serangga, lalat dan pembasmian

terhadap hama-hama lainnya dengan menggunakan desinfektan yang

ramah lingkungan atau teregestrasi.

b) Kandang-kandang yang ada harus dibersihkan dan didesinfeksi secara

berkala.

c) Menjaga kebersihan lingkungan sehingga memenuhi syarat higiene

yang dapat dipertanggung jawabkan; ternak babi sebaiknya

dimandikan 1-2 kali sehari tergantung suhu udara.

d) Ternak babi yang menderita penyakit menular atau bangkai babi dan

bahan yang berasal dari kandang yang bersangkutan tidak

diperbolehkan dibawa keluar melainkan harus segera dimusnahkan

dengan cara dibakar atau dikubur sesuai ketentuan yang berlaku;

e) Ternak bersangkutan tidak diperbolehkan dibawa keluar melainkan

harus segera dimusnahkan dengan cara dibakar atau dikubur sesuai

ketentuan yang berlaku;

f) Setiap terjadinya kasus penyakit terutama yang dianggap/diduga

penyakit menular, petugas/peternak segera melaporkan kepada

Instansi/Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan

Hewan atau ke Drh yang ada pada pos keswan;

g) Lakukan pengawasan terhadap serangga, lalat dan pengganggu lainnya

agar tidak masuk kedalam lokasi kandang;

Universitas Sumatera Utara


h) Masyarakat membantu pemerintah dalam usaha pencegahan dan

pemberantasan penyakit hewan menular.

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konsep

Karakteritik Responden

1. Umur

2. Pendidikan

3. Pekerjaan

Kejadian Malaria
Karakteristik Kondisi kandang
Ternak

1. Jarak Kandang dengan


rumah
2. Kelembaban Kandang
3. Kebersihan Kandang
4. Genangan air di sekitar
kandang ternak yang
terdapat jentik
5. Tindakan Pemeliharaan
terhadap kandang ternak

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dibuat

hipotesis penelitian sebagai berikut :

2.6.1. Hipotesis Mayor

Ha: Ada hubungan kondisi kadang ternak dengan kejadian malaria di Desa

Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Universitas Sumatera Utara


2.6.2. Hipotesis Minor

Ha: Ada hubungan jarak kandang ternak dengan kejadian malaria di Desa Lauri

Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan tingakat kelembaban kandang ternak dengan kejadian

malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan kebersihan kandang ternak dengan kejadian malaria di

Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan keberadaan genangan air di sekitar kandang ternak dengan

kejadian malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Ha: Ada hubungan tindakan pemeliharaan kandang ternak dengan kejadian

malaria di Desa Lauri Kecamatan Gido Kabupaten Nias

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai