Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah
kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945
itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai
“kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-
citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi).
Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi
negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga
negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu
agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa. Realitas yang berkembang
kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap
elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945.
Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya
serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang
menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan
dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga
masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia
kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai
keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan. Dengan melihat kembali dari
hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan
yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna.

1
B. Rumusan Masalah :
1. Bagaimana perubahan konstitusi di Indonesia ?
2. Bagaimana sejarah amandemen UUD 1945 ?
3. Bagaimana Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia ?

2
BAB II
Gambaran Umum

A. Pengertian Konstitusi

Dari segi bahasa istilah konstitusi berasal dari kata constituer (Prancis) yang
berarti membentuk. Maksudnya yaitu membentuk, menata, dan menyusun suatu
negara. Demikian pula dalam bahasa Inggris kata constitute dapat berarti
mengangkat, mendirikan atau menyusun. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi
dikenal dengan sebutan gronwet yang berarti undang-undang dasar.

Istilah konstitusi pada umumnya menggambarkan keseluruhan sistem


ketatanegaraan suatu negara. Sistem itu berupa kumpulan peraturan yang membentuk,
mengatur atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis
sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis yang berupa
kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara. Dengan demikian, pengertian
konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan ketatanegaraan baik
yang tertulis maupun tidak tertulis.

Selain itu, beberapa ahli juga mengemukakan pengertian konstitusi sebagai


berikut:

1. E.C. Wade

Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan
tersebut.

2. KC. Wheare

Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa


kumpulan peraturan yang membentuk an mengatur pemerintahan negara.

3
3. Herman Heller

Herman Heller membagi konstitusi menjadi tiga pengertian, yaitu:

 Konstitusi yang bersifat politik sosiologis, yaitu konstitusi yang


mencerminkan kehidupan politik masyarakat.
 Konstitusi yang bersifat yuris, yaitu konstitusi merupakan kesatuan kaidah
yang hidup di dalam mayarakat.
 Konstitusi yang bersifat politis, yaitu konstitusi yang ditulis dalam suatu
naskah sebagai undang-undang.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada dua
pengertian konstitusi, yaitu :

 Dalam arti luas : Konstitusi merupakan suatu keseluruhan aturan dan


ketentuan dasar (hukum dasar yang meliputi hukum dasar tertulis dan
hukum dasar tidak tertulis yang mengatur mengenai suatu pemerintahan
yang diselenggarakan di dalam suatu negara;
 Dalam arti sempit : Konstitusi merupakan undang-undang dasar, yaitu
suatu dokumen yang berisi aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang
bersifat pokok dari ketatanegaran suatu negara.

B. Kedudukan Konstitusi
1. Sebagai hukum dasar

Dalam hal ini, konstitusi memuat aturan-aturan pokok mengenai penyelengara


negara, yaitu badan-badan/lembaga-lembaga pemerintahan dan memberikan
kekuasaan serta prosedur penggunaan kekuasaan tersebut kepada badan-badan
pemerintahan.

4
2. Sebagai hukum tertinggi

Dalam hal ini, konstitusi memiliki kedudukan yang lebih tinggi terhadap
peraturan-peraturan yang lain dalam tata hukum pada suatu negara. Dengan
demikian, aturan-aturan di bawah konstitusi tidak bertentangan dan harus sesuai
dengan aturan-aturan yang terdapat pada konstitusi.

C. Jenis-jenis Konstitusi
Konstitusi dapat dibedakan dalam dua macam.

 Konstitusi tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan (menjelaskan)


kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan serta
menentukan cara kerja dari badan-badan pemerintahan tersebut. Konstitusi
tertulis ini dikenal dengan sebutan undang-undang dasar.
 Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang ada
dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara.
Konstitusi tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.

D. Unsur-unsur Konstitusi

Unsur-unsur yang harus dimuat di dalam konstitusi menurut pendapat Lohman


adalah:

 Konstitusi sebagai perwujudan kontak sosial, yaitu merupakan perjanjian dari


kesepakatan antara warga negara dengan pemerintah;
 Konstitusi sebagai penjamin hak asasi manusia, yaitu merupakan penentu hak
dan kewajiban warga negara dan badan-badan pemerintah;
 Konstitusi sebagai forma regiments, yaitu merupakan kerangka pembangunan
pemerintah.

5
E. Sifat Konstitusi

Menurut pendapat dari C.F. Strong sifat dari konstitusi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :

 Konstitusi yang bersifat kaku (rigid), hanya dapat diubah melalui prosedur
yang berbeda dengan prosedur membuat undang-undang pada negara yang
bersangkutan;
 Konstitusi yang bersifat supel (flexible), sifat supel disini diartikan bahwa
konstitusi dapat diubah melalui prosedur yang sama dengan prosedur
membuat undang-undang pada negara yang bersangkutan.

F. Fungsi Konstitusi

Fungsi konstitusi bagi suatu negara sebagai berikut :

 Membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam


menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
 Memberi suatu rangka dan dasar hukum untuk perubahan masyarakat
yang dicita-citakan dalam tahap berikutnya.
 Sebagai landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem
ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga
negaranya, baik penguasa maupun rakyat (sebagai landasan struktural).

BAB III

6
Pembahasan

A. Perubahan Konstitusi di Indonesia


1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

Pada saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik


Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya adalah mengesahkan UUD
yang kemudian disebut UUD 1945. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu
Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang
terbagi menjadi 37 pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.

Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”.
Sebagai negara kesatuan, maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu
kekuasaan pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat. Mengenai sistem
pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi “Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.
Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan menganut sistem
presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai
kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana tugas pemerintahan adalah
pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada Presiden, bukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).

7
2. Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)

Perjalanan negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak
Belanda yang menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha
memecah belah bangsa Indonesia dengan cara membentuk negara-negara ”boneka”
seperti Negara Sumatera Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan
Negara Jawa Timur di dalam negara RepubIik Indonesia. Bahkan, Belanda kemudian
melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta, yang dikenal dengan
Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta pada
tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik Indonesia,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan menyelenggarakan
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23 Agustus – 2
November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia,
BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang
dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB
tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:

1. Didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;


2. penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3. Didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.

Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat


mengharuskan adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD
Republik Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan
delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar. Setelah kedua belah pihak menyetujui
rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang
diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas
Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta
sebuah lampiran.

8
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang
berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara
hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Sistem pemerintahan yang
digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Hal itu
sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1)
ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak
dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden
adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Dengan demikian, yang
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah
menteri-menteri.

3. Periode Berlakunya UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)

Pada awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara
RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya
adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur
dan Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk
negara kesatuan. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam
Persetujuan tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara
kesatuan diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh
dengan cara memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari
Konstitusi RIS.

Sejak tanggal 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950,
dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang
Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang Tubuh, yang meliputi 6
bab dan 146 pasal. Mengenai dianutnya bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam
Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan
berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. Sistem

9
pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem
pemerintahan parlementer.

4. UUD 1945 (5 Juli 1959 – Sekarang)

Pada pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang
berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali
kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi
dengan pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat,
maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan
suara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum
memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir. Atas dasar hal
tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5 Juli 1959
Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:

1. Menetapkan pembubaran Konsituante


2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS
1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku
kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan
Republik Indonesia.

B. Sejarah Amandemen UUD 1945

Amandemen I

Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999
atas dasar SU MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9
pasal, yakni: Pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20,
pasal 21.

10
Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran kekuasaan Presiden yang
dipandang terlalu kuat (executive heavy).

Amandemen II

Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 dan


disahkan melalui sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen dilakukan pada
5 Bab dan 25 pasal. Berikut ini rincian perubahan yang dilakukan pada amandemen
kedua.

Pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal 19, pasal 20, pasal 20A, pasal 22A, pasal 22B,
pasal 25E, pasal 26, pasal 27, pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D, pasal 28E,
pasal 28F, pasal 28G, pasal 28H, pasal 28I, pasal 28J, pasal 30, pasal 36B, pasal 36C.
Bab IXA, Bab X, Bab XA, Bab XII, Bab XV, Ps. 36A ;

Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR dan
Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.

Amandemen III

Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan disahkan


melalui ST MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen
ketiga ini terdiri dari 3 Bab dan 22 Pasal. Berikut ini detil dari amandemen ketiga.

Pasal 1, pasal 3, pasal 6, pasal 6A, pasal 7A, pasal 7B, pasal 7C, pasal 8, pasal 11,
pasal 17,
pasal 22C, pasal 22D, pasal 22E, pasal 23, pasal 23A, pasal23C, pasal 23E, pasal 23F,
pasal 23G, pasal 24, pasal 24A, pasal 24B, pasa l24C. Bab VIIA, Bab VIIB, Bab
VIIIA.

Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan
Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan
Negara, Kekuasaan Kehakiman.

11
Amandemen IV

Sejarah amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan pada tanggal 10
Agustus 2002 melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada
amandemen ke-4 ini terdiri dari 2 Bab dan 13 Pasal. Pasal 2, pasal 6A, pasal 8, pasal
11, pasal16, pasal 23B, pasal 23D, pasal 24, pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34,
pasal 37. BAB XIII, Bab XIV.

Inti Perubahan: DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan


perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan
kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.

C. Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia

Hubungan antara Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia secara umum
tampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan yang tertuang dalam Pembukaan
UUD 1945. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia berkaitan erat dengan
konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara. Hal tersebut ditegaskan dalam
pembukaan UUD 1945 alinea IV bahwa “...dengan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia”.

Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebatinan negara. Pembukaan


memuat asas kerohanian negara, asas politik negara, asas tujuan negara, serta menjadi
dasar hukum daripada undang-undang. Pancasila dengan batang tubuh merupakan
wujud yuridis konstitusional tentang sesuatu yang telah dirumuskan dalam
pembukaan. UUD 1945 adalah peraturan perundangan teringgi negara Indonesia yang
bersumberkan pada Pancasila.

12
Bagi bangsa Indonesia, negara dan konstitusi adalah dwitunggal. Jika
diibaratkan sebagai bangunan, negara adalah pilar-pilar atau tembok yang tidak bisa
berdiri kokoh tanpa pondasi yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia. Hampir setiap
negara memiliki konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi tersebut sudah berjalan
optimal atau belum.

Secara terperinci dapat dijabarkan hubungan antara Dasar Negara dan Konstitusi,
yaitu sebagai berikut:

 Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk


melaksanakan dasar negara.
 Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan
dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi).
 Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum
dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga
melaksanakan
dasar negara.

Jadi, seperti yang telah dituangkan dalam pembukaan UUD dan


penjabarannya Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia memiliki hubungan
yang sangat erat, keduanya memiliki fungsi yang berbeda namun pada dasarnya
dilandasi tujuan yang sama dalam memperadabkan bangsa Indonesia dan menjadi
suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta saling melengkapi satu sama
lainnya, sehingga keduanya harus berjalan bersama-sama dan selaras sesuai dengan
cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang pada Pembukaaan UUD
1945.

13
BAB IV
Penutup

A. Kesimpulan
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang-undang
Dasar 1945 yang diberlakukan di Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan
sesuai masa berlakunya, yakni dengan rincian sebagai berikut :
1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
2. Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
3. Periode Berlakunya UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
4. UUD 1945 (5 Juli 1959 – Sekarang)
Dalam sejarah amandemen UUD 1945 terhitung sudah 4 kali UUD 1945
mengalami amandemen (Perubahan, tetapi bukan dalam pengertian
Pergantian). Setelah 4 kali diamandemen sebanyak 25 butir tidak diubah, 46 butir
diubah atau ditambah dengan ketentuan lainnya. Secara keseluruhan saat ini
berjumlah 199 butir ketentuan, 174 ketentuan baru.
Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia memiliki hubungan yang
sangat erat, keduanya memiliki fungsi yang berbeda namun pada dasarnya dilandasi
tujuan yang sama dalam memperadabkan bangsa Indonesia dan menjadi suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta saling melengkapi satu sama lainnya,
sehingga keduanya harus berjalan bersama-sama dan selaras sesuai dengan cita-cita
dan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang pada Pembukaaan UUD 1945.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://www.zonasiswa.com/2014/07/pengertian-konstitusi-lengkap.html
https://asefts63.wordpress.com/materi-pelajaran/pkn-kls-8/konstitusi-yang-pernah-
digunakan-di-indonesia/
Nasution, Mirza. NEGARA DAN KONSTITUSI. 2004 ( diakses lewat internet)
http://www.wikipedia.com
Drs. H. Suradi Abubakar dkk, Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani Kelas 1
SMA (Jakarta: Yudhistira, 2004), h. 106
http://prince-mienu.blogspot.com/2010/01

15

Anda mungkin juga menyukai