Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KELOMPOK 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
1
MODUL 3
GANGGUAN TIDUR
SKENARIO 1
Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke dokter dengan keluhan sulit memulai
tidur, sering terbangun dini hari sejak 2 bulan yang lalu. Ia mengeluh sakit kepala
dan mudah lelah, terus-menerus merasa sedih, energi juga berkurang, kurang
minat terhadap hobi yang biasanya, kemampuan berkonsentrasi berkurang,
kadang-kadang muncul ide-ide bunuh diri. Dia mengatakan bahwa dia mendengar
suara-suara gurunya yang mengatakan “dia tidak akan berhasil” dan kadang-
kadang mengomentari tentang tingkah lakunya yang selalu negatif. Dia
mengatakan bahwa dia telah mendengar suara ini selama beberapa tahun. Dia
menyangkal menggunakan obat-obatan atau alcohol dan dia tidak mempunyai
masalah medis.
KATA SULIT :
Tidak ada
KATA KUNCI :
2
4. Pasien mendengar suara-suara gurunya yang mengatakan “dia tidak akan
berhasil” dan kadang-kadang mengomentari tentang tingkah lakunya yang
selalu negatif
5. Pasien telah mendengar suara ini selama beberapa tahun
6. Pasien menyangkal menggunakan obat-obatan atau alcohol dan dia tidak
mempunyai masalah medis
PERTANYAAN :
JAWABAN :
3
Fisiologi tidur :
4
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran
EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-
50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan.
Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50%
tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur NREM, ini biasanya
berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan
masuk ke fase REM.
a. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisma asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya
jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga
meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila
serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka
terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti
lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus
5
raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
b. Sistem Adrenergik
c. Sistem Kholinergik
membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur
kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti
dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang
depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran
kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase
awal dan penurunan REM.
d. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
e. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh
beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon
hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar
pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara
teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,
dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan
bangun.
6
2. Bagaimana klasifikasi gangguan tidur?
Jawab :
7
4. Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang
menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk
medikasi). Penilaian sistematik terhadap seseorang yang mengalami
keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang spesifik,
gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau medikasi
yang digunakan, perlu dilakukan.
Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau
Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau
Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM
yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium
dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat, lalu diikuti oleh fase
REM. Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus
dalam semalam.
Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya
ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang
dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan
jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit.
Siklus tidur normal merupakan salah satu dari irama sirkadian yang
merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama
sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu,
maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu.
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh
sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular
Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar
jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut akan
dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat
8
dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kolinergik, histaminergik.
a. Sistem Serotoninergik
Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil
metabolisme asam amino triptofan. Dengan bertambahnya jumlah
triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan
menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam
triptofan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa
tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem
serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak,
yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe
dorsalis dengan tidur REM.
b. Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin
terletak di badan sel nucleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel
neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau
hilangnya REM Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon
(LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur
oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini
secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter
norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur
mekanisme tidur dan bangun tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi
peningkatan aktivitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
c. Sistem Kolinergik
Pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode
tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas
gambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas
kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini
terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur
REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat
9
pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan
pada fase awal dan penurunan REM.
d. Sistem Histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
e. Sistem Hormon
Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti
Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH),
Tyroid Stimulating Hormon (TSH), Lituenizing Hormon (LH).
Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh
kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara
teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefirn,
dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan
bangun.
a. Stres
Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit
untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian
atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan
pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
b. Kecemasan dan depresi
Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak
atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
c. Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi,
stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
10
d. Kafein, nikotin dan alkohol
Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah
stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat
menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat
membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam
tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.
e. Kondisi Medis
Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan
sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami
insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut.
Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal
jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD),
stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
f. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja.
Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat
menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit
untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur
siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
g. 'Belajar' insomnia.
Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak
bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur.
Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka
berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak
mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.
11
5. Bagaimana hubungan gangguan tidur dan perubahan perilaku sesuai
dengan skenario?
Jawab :
1. Sakit kepala
Gangguan tidur dengan nyeri kepala (khususnya nyeri kepala
primer) merupakan dua keluhan yang sering dijumpai pada praktik klinik.
Pola kronobiologi dan neurokimia seperti melatonin yang meregulasi
proses tidur juga memegang peranan penting dalam timbulnya nyeri
kepala. Penelitian yang dilakukan oleh Paiva dkk, mengidentifikasi adanya
gangguan tidur yang spesifik pada 55 % populasi penderita nyeri kepala
dengan awitan tidur pada malam hari. Kadar melatonin menurun pada
nyeri kepala. Melatonin dihasilkan di badan pineal yang berbentuk cemara
pada pusat otak dibelakang ventrikel tiga. Melatonin memiliki efek
terapeutik terhadap nyeri kepala melalui efek anti-oksidan, anti inflamasi,
dan anti nosiseptiknya. Melatonin juga merupakan faktor yang berperan
dalam ritme atau irama tidur sirkadian. Nukleus noradrenergik lokus
ceruleus dan nukleus serotonergik rafe dorsalis mengontrol siklus bangun
tidur dan modulasi nyeri.
12
2. Mudah lelah & Energi berkurang
Kelelahan yang dirasakan seseorang dapat pula mempengaruhi
kualitas tidur seseorang. Kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan
periode tidur REM (Rapid Eye Movement) lebih pendek sehingga sulit
memulai tidur. Kelelahan karena faktor psikologis seperti cemas, stres, dan
depresi juga akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini
disebabkan karena kondisi cemas akan meningkatkan hormon norepinefrin
darah melalui sistem saraf simpatis dimana zat ini yang akan mengurangi
atau mengganggu tahap 4 REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non-
Rapid Eye Movement), yaitu dimana seseorang tidur dalam keadaan rileks
dan sulit dibangunkan tetapi karena terganggu maka seseorang akan sukar
memulai tidur dan merasa tidak rileks (cemas, gelisah, stress, depresi).
13
memori aktif lebih rentan terhadap kurangnya tidur. Waktu tidur yang
terbagi-bagi memiliki hubungan dengan pengurangan besar aktivitas
kortikotalamik yang menghubungkan proses kesiagaan, atensi, dan fungsi
kognitif di area prefrontal otak. Lobus frontal serebri juga berkaitan
dengan gangguan tidur, yang mengalami kesulitan dalam memikirkan
kata-kata imajinatif dan tidak mampu memfokuskan perhatian sehinga
mengurangi kecepatan dan efisiensi kerja.
A. Anamnesis
1. Data identitas
2. Keluhan utama dan masalah
3. Riwayat penyakit sekarang onset dan faktor presipitasi
4. Riwayat penyakit dahulu psikiatri, medis, riwayat penggunaan zat dan
atau alkohol
5. Riwayat pribadi (prenatal, masa kanak dini, pengahan dan akhir atau
remaja, masa dewasa, riwayat pekerjaan, perkawinan, pendidikan,
agama, aktivitas sosial, lingkungan tempat tinggal sekarang)
6. Riwayat seksual: pernah mengalami traumadimasa muda/tidak (seperti
diperkosa), pernah melihat kekerasan seksual yang dilakukan ayahnya
pada ibunya/tidak.
14
Teknik umum pemeriksaan psikiatri, yaitu:
15
presepsitentang diri dan lingkungan (yang akan ditampilkan dalam
pola interaksi dengan orang lain)
Contoh : gangguan kepribadian anankastik segala sesuatu yang
dilihat harus sempurna, orang lain harus mengikuti perkataanya
sehingga seringkali menimbulkan kekecewaan pada dirinya, sering
terdapat suatu yang mengakibatkan obsesif kompulsif.
3. Aksis III: Penyakit Fisik
Penyakit atau kondisi fisik, khususnya yang perlu
diperhatikan pada tatalaksanaan atau menjadi penyebab munculnya
gangguan yang dituliskan di aksis I.
4. Aksis IV: Stresor Psikososial
Merukapan stressor psikososial yaitu semua peristiwa yang
mencetuskan gangguan yang dituliskan di aksis I.
Contoh : Hubungan antara individu (bercerai, ditinggal
meninggal).
5. Aksis V: Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian yang dinilai dari:
a. Fungsi sosial (hubungan sosial dengan keluarga dan
masyarakat)
b. Fungsi peran (yang dinilai mutu dan produktivitas peran yang
disandang subjek)
c. Pemanfaatan waktu luang
d. Fungsi perawatan diri
B. Pemeriksaan Psikiatri
1. Bicara:
Kualitas dan kuantitas pembicaraan pasien dapat
menginformasikan proses pikirnya. Kualitasnya berupa relevansi,
kepatuhan,koherensi, kejelasan, dan volume suara. Kuantitas yaitu
banyak dan cepatnya pembicaraan serta suasana.
16
2. Persepsi :
a. Halusinasi
Dapat berupa halusinasi auditorik, visual, gustatorik, taktil,
olfaktorik, kinestetik, viseral, hipnagonik, histerik dan
formicatioon. Tanyakan apakah pasien mendengar suara orang
saat tidak ada orang disekitar, apakah suara tersebut datang dari
luar atau didalam kepala, apakah ada halusinasi perintah dan
apa reaksi pasien atas halusinasi tersebut.
b. Ilusi
Merupakan penilaian yang salah tentang pencerapan yang
sungguh terjadi.
c. Depersonalisasi
Adalah perasaan aneh tentang dirinya bahwa dirinya telah
berubah dan tidak seperti biasa lagi. Contohnya pengalaman
diluar tubuh (out of body experience) dan sesuatu dari bagian
tubuhnya bukan lagi kepunyaannya.
d. Derealisasi
Adalah perasaan aneh tentang lingkungannya berubah dan
tidak sesuai kenyataan.
3. Proses Pikir:
a. Bentuk Pikiran
Cara bagaimana buah pikir terhubungkan. Pikiran normal
adalah bertujuan dan terangkai berurutan dengan hubungan
yang logis.
b. Isi Pikiran
Dapat terjadi gangguan isi pikiran seperti waham, fobia,
fantasi, obsesi, suicidal thoughts, dan lain-lain.
c. Mimpi atau Fantasi
d. Gangguan proses pikir
17
C. Pemeriksaan Status Mental
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
b. Perilaku dan psikomotor
c. Sikap terhadap pemeriksa
2. Mood dan Afek
a. Mood
b. Afek
c. Keserasian
3. Pembicaraan
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi Auditorik
b. Halusinasi Visual
c. Halusinasi Taktil
5. Pikiran
a. Proses dan bentuk Pikiran
b. Isi pikiran
6. Kesadaran dan Kognisi
a. Taraf kesadaran
b. Orientasi (waktu, tempat, orang)
18
c. Daya Ingat (segera, janga pendek, jangka menengah, jangka
panjang)
d. Konsentrasi dan perhatian
e. Kemampuan membaca dan menulis
f. Kemampuan Visuospasial
7. Pengendalian Impuls
8. Daya Nilai dan Tilikan
a. Daya nilai sosial
b. Uji daya nilai
c. Penilaian Realita
d. Tilikan
9. Taraf Dapat Dipercaya
D. Pemeriksaan Penunjang
19
2. Uji perangsangan hormon pelepas tiroid (TRH)
Prosedur :
20
merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan antidepresan
karena DST dapat menjadi normal sebelum depresi sembuh.
Reliabilitasi :
21
Katekolamin
22
kreatinin 2-jam dan, pada akhirnya, bersihan kreatinin 24-jam.
Tabel 4-2 merangkum pemeriksaan laboratorium lain untuk pasien
yang mengonsumsi litium.
1. SKIZOAFEKTIF
a. Definisi
Skizoafektif adalah gangguan mental yang rancu pada
keadaan yang terdapat gejala skizofrenia persisten (delusi dan
halusinasi) dan gejala afektif berat (mood depresif, maniak,
23
campuran) yang terjadi secara bersamaan, akan tetapi gejala
skizofrenia lebih dominan.
b. Etiologi
Sampai sekarang etiologinya belum jelas, tetapi beberapa
pakar mengatakan bahwa ada kaitannya dengan faktor
psikologis, faktor lingkungan, faktor keluarga (genetik), dan
obat-obatan psikoaktif atau psikotropika
c. Epidemiologi
Gangguan skizoafektid terjadi pada 0,2 % dari populasi
umum di Amerika. Sekitar 9 % penderita skizoafektif dirawat
di rumah sakit. Gangguan skizoafektif lebih sering angka
kejadiannya dibanding gangguan bipolar. Gangguan ini disertai
dengan adanya riwayat keluarga. Prevalensi perempuan lebih
tinggi, terutama wanita yang telah menikah
d. Klasifikasi
1. Gangguan Skizoafektif Tipe Maniak
Suasana perasaan harus meningkat secara menonjol/
ada peningkatan suasana perasaan yang tidak begitu
menonjol yang dikombinasi dengan iritabilitas/ kegelisahan
yang meningkat. Dalam episode yang sama, harus jelas ada
sedikitnya 1 atau 2 gejala skizofrenia yang khas. Maniak:
hiperaktif, lebih cerewet dan bicara lebih cepat dari
biasanya, konsentrasi pecah, tidak merasa perlu tidur,
berbangga diri
2. Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif
Ada depresi yang menonjol desertai sedikitnya 2
gejala depresif yang khas/ kelainan perilaku seperti yang
terdapat dalam kriteria episode depresif. Dalam episode
yang sama, harus ada 1 atau 2 gejala skizofrenia yang khas.
Depresi: hilang nafsu makan, berat badan naik/ turun,
perubahan kebiasaan tidur, hilang energi, hilang minat pada
24
hal-hal yang biasanya dilakukan, merasa tidak berharga/
tidak punya harapan/ merasa bersalah. sulit konsentrasi &
berpikir, dan memikirkan kematian/ bunuh diri
3. Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran
Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia ada
secara bersama-sama dengan gejala-gejala gangguan afektif
bipolar tipe campuran
e. Faktor Resiko
1. Skizoafektif tipe depresif lebih sering pada orang tua
2. Skizoafektif tipe bipolar (campuran) lebih sering pada
dewasa muda
3. Prevalensi perempuan lebih tinggi, terutama wanita yang
telah menikah
4. Bila terjadi pada laki-laki, maka akan bersamaan dengan
perilaku antisosial dan afek yang tumpul
f. Gejala Klinis
1. Gejala psikotik: Waham (bizarre, pikiran yang disiarkan,
pikiran yang dikendalikan dari luar, ada kekuatan dari luar
yang mengendalikan perilaku), halusinasi (mendengar
suara-suara yang tidak ada objeknya/ tidak jelas)
2. Gejala afek: Afek depresif, afek maniak (energi yang
berlebihan, waham kebesaran, waham kejar, agresif,
iritabilitas/gelisah), afek campuran
g. Diagnosis
1. Anamnesis: autoanamnesis/ alloanamnesis/ keduanya
2. Pemeriksaan status mental (penampilan, perilaku, bicara,
afek, pikiran, persepsi)
3. Pemeriksaan tambahan:
a. Pemeriksaan antropometri (IMT), lingkar pinggang,
tekanan darah
25
b. Laboratorium: kadar lithium plasma, GDS, fungsi hati
& ginjal
c. Radiologi: CT-Scan kepala untuk menyingkirkan
kelainan vaskuler
d. Pemeriksaan EEG (Electro Encephalography) untuk
melihat ada tidaknya fokus epileptik (kejang)
h. Diagnosis Banding
1. Gangguan psikotik akibat kondisi medik umum
2. Gangguan psikotik akibat zat (amfetamin, kafein,
fensiklidin, steroid)
3. Delirium, demensia, skizofrenia
4. Gangguan mood dengan gambaran psikotik
5. Gangguan waham
i. Terapi
1. Fase Akut
a. Skizoafektif Tipe Maniak/ Tipe Campuran
1. Injeksi: Olanzapin dosis 10 mg/mL intramuskular,
Haloperidol dosis 5 mg/mL intramuskular,
Diazepam 10 mg/2 mL intramuskular/ intravena.
Efek samping: sedasi & inhibisi psikomotor,
gangguan otonom (hipotensi, mulut kering,
kesulitan defekasi, hidung tersumbat, aritmia),
gangguan ekstrapiramidal (sindrom parkinson:
tremor halus, distonia akut).
2. Oral: Olanzapin 1 x 10-30 mg/hari, Risperidon 2 x
1-3 mg/hari, Lithium karbonat 2 x 400 mg/hari
dinaikkan mencapai terapeutik 0,8-1,2 mEq/L,
Lorazepam 3 x 1-2 mg/hari (efektif untuk gaduh,
gelisah, insomnia), Haloperidol 5-20 mg/hari. Efek
samping: sedasi & inhibisi psikomotor, relaksasi
26
otot (rasa lemas, cepat lelah), fungsi kognitif &
kewaspadaan lemah.
3. Psikoedukasi: Terapi suportif antara dokter, pasien,
dan keluarga pasien, latihan keterampilan, dan
rehabilitasi kognitif. Pasien dan keluarga harus
menerima penjelasan bahwa spektrum gangguan
sangat luas sehingga sulit menentukan prognosis.
Keluarga disiapkan menghadapi perubahan sifat dan
kebutuhan pasien .
4. Terapi ECT (Electro Convulsive Therapy) untuk
pasien yang refrakter terhadap obat
b. Skizoafektif Tipe Depresi
1. Injeksi: Olanzapin dosis 10 mg/mL intramuskular,
Aripriprazol dosis 9,75 mg/mL intramuskular,
Diazepam 10 mg/2 mL intramuskular/ intravena.
Efek samping: sedasi & inhibisi psikomotor,
gangguan otonom (hipotensi, mulut kering,
kesulitan defekasi, hidung tersumbat, aritmia),
kelemahan otot, konsentrasi menurun.
2. Oral: Lithium karbonat 2 x 400 mg/hari dinaikkan
mencapai terapeutik 0,8-1,2 mEq/L, SSRI (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor): fluoksetin 1 x 10-20
mg/hari, anti-psikotik generasi kedua (Olanzapin
dosis 1 x 10-30 mg/hari), Haloperidol 5-20 mg/hari.
Efek samping: mulut kering, sedasi, kelemahan otot,
tremor halus, kesulitan defekasi, fungsi kognitif &
konsentrasi menurun.
3. Psikoedukasi: Terapi suportif antara dokter, pasien,
dan keluarga pasien, latihan keterampilan, dan
rehabilitasi kognitif. Pasien dan keluarga harus
menerima penjelasan bahwa spektrum gangguan
27
sangat luas sehingga sulit menentukan prognosis.
Keluarga disiapkan menghadapi perubahan sifat dan
kebutuhan pasien
4. Terapi ECT (Electro Convulsive Therapy) untuk
pasien yang refrakter terhadap obat atau katatonik
2. Fase Lanjutan
a. Psikofarmakologi
1. Terapi Monoterapi
a. Lithium karbonat 0,6-1 mEq/L, biasanya
dicapai dengan dosis 900-1200 mg/hari sekali
b. Olanzapin 1 x 10 mg/hari
c. Quetiapin dosis 300-600 mg/hari
d. Risperidon dosis 1-4 mg/hari
e. Aripirazol dosis 10-20 mg/hari
f. Efek samping: sedasi & inhibisi psikomotorik,
mulut kering & haus, sulit defekasi, tremor
halus/kasar, relaksasi otot, fungsi kognitif &
konsentrasi menurun, hipotensi, aritmia.
2. Terapi Kombinasi
a. Kombinasi obat-obatan terapi monoterapi.
Penggunaan obat anti-depresan jangka
panjang untuk skizoafektif tipe episode
depresi mayor tidak dianjurkan karena dapat
menginduksi terjadinya episodik maniak
b. Klozapin dosis 300-700 mg/hari (untuk pasien
yang refrakter) selama 2-6 bulan sampai
tercapai recovery dengan bebas gejala selama
2 tahun
j. Prognosis
Prognosis skizoafektif lebih baik daripada skizofrenia,
tetapi lebih buruk bila dibandingkan dengan gangguan
28
mood. Perjalanan penyakitnya cenderung tidak mengalami
deteriorasi (kemunduran) dan respon terhadap obat lithium
lebih baik disbanding skizofrenia. Bila semakin lama
gangguan, maka akan lebih mengarah ke prognosis yang
buruk.
2. SKIZOFRENIA
a. Definisi
b. Epidemiologi
29
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko
penyalahgunaan zat terutama ketergantungan nikotin. Hampir 90%
pasien mengalami ketergantungan nikotin. Pasien skizofrenia juga
berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh diri
merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak,
hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.
c. Etiologi
1. Faktor Genetik
Factor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal
ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka
kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7
– 15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita
skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40
– 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar
satu telur (monozigot) 61 – 86%.
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena
yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering
kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di
tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga
mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada
orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin
tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang
memiliki penyakit ini.
30
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan
kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak
yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain.
Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagianbagian
tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap
dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas
dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia.
Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan
norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan.
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter
yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat
kejiwaan, adanya hubungan orang tua anak yang patogenik, serta
interaksi yang patogenik dalam keluarga.
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi
dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai
contoh, istilah schizophregenic mother kadang-kadang digunakan
untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin,
dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak – anaknya.
d. Perjalanan Penyakit
31
remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan
perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat
berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian
retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa
sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala,
nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan.
e. Tipe-Tipe Skizofrenia
1. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang
mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya
fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham
biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau
keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham
kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul.
32
Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan
suka berargumentasi, dan agresif.
2. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah
pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau
inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan
dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan.
Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang
serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
3. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada
psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy
flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang
ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi
(mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang
ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang
lain (echopraxia).
4. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang
menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat
menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang
sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat
dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang
berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar,
autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase
yang menunjukkan ketakutan.
5. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas
dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual
atau sisa, seperti keyakinan - keyakinan negatif, atau mungkin
masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya
33
delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri
secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.
g. Penatalaksanaan
1. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian
yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi
elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan
penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala
skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine
(thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat
tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine
(serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang
utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan,
tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis
yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun).
Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya
tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan.
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi
electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir
1930-an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai
penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok
perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.
ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai
gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.
2. Terapi Psikososial
Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik
mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah
Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara
34
historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada
pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa
gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia
karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi
psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi
keluarga.
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi
humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling
berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai
pemberi arah di dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan
feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta
diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta
dalam kemampuan berkomunikasi.
Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari
terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah
keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.
Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi
yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali.
Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara
untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif
maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk
memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga
diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk
menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan
oleh Fallon, ternyata campur tangan keluarga sangat membantu
dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah
kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi
secara individual.
35
h. Obat Antipsikotik
i. Prognosis
36
3. GANGGUAN DEPRESI
a. Definisi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai
dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan
bersalah (menarik diri, tidak dapat tidur, kehilangan selera, minat
dalam aktivitas sehari-hari), dalam Gerald C. Davison 2004.
Menurut Rice PL (1992), depresi adalah gangguan mood, kondisi
emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental
(berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya
mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya
dan kehilangan harapan.
Menurut Iyus Yosep (2007), depresi adalah salah satu bentuk
gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai
kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada
semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa,
tidak berguna dan putus asa. Chaplin (2002) mendefinisikan depresi
pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus
patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan
kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai
dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme
menghadapi masa yang akan datang. Sedangkan pada kasus
patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi
terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan,
tidak mampu danputus asa.
Sedangkan menurut Kartono (2002), depresi adalah kemuraman
hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang
patologis sifatnya. Biasanya timbul oleh; rasa inferior, sakit hati
yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma psikis. Jika depresi
itu psikotis sifatnya, maka disebut melankholi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
depresi merupakan gangguan emosional atau suasana hati yang buruk
37
yang ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan,
perasaan bersalah dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses
mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) tersebut dapat
mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam kehidupan
sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal.
b. Epidemiologi
Depresi bukan saja dialami oleh orang dewasa tetapi anak-anak
juga bisa mengalami depresi yang tidak mengenal kelas sosial. Banyak
faktor yang menyebabkan seseorang menjadi depresi dan terpuruk.
Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri
(suicide). Sebanyak 40% penderita depresi mempunyai ide untuk bunuh
diri, dan hanya lebih kurang 15% saja yang sukses melakukannya.
Jumlah penderita depresi wanita dua kali lebih banyak dari pria, tetapi
pria lebih berkecenderungan bunuh diri. Di Amerika Serikat, 17% orang
pernah mengalami depresi pada suatu saat dalam hidup mereka, dengan
jumlah penderita saat ini lebih dari 19 juta orang. Depresi merupakan
salah satu masalah kesehatan mental utama saat ini, yang mendapat
perhatian serius. Dinegara-negara berkembang, WHO memprediksikan
bahwa pada tahun 2020, depresi akan menjadi salah satu gangguan
mental yang banyak dialami dan depresi berat akan menjadi penyebab
kedua terbesar kematian setelah serangan jantung. Berdasarkan data
WHO tahun 1980, hamper 20% - 30% dari pasien rumah sakit di Negara
berkembang mengalami gangguan mental emosional seperti depresi.
c. Penyebab Depresi
Depresi disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Jika
seseorang di dalam riwayat kesehatannya memiliki keluarga yang
mengalami depresi, maka terdapat kecenderungan untuk mengalami
depresi juga. Menurut Kaplan (2002) dan Nolen – Hoeksema & Girgus
(dalam Krenke & Stremmler, 2002), faktor–faktor yang dihubungkan
38
dengan penyebab dapat dibagi atas : faktor biologi, faktor
psikologis/kepribadiandan faktor sosial. Dimana ketiga faktor tersebut
dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Faktor Biologi
Beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan mood melibatkan
patologik dan system limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus.
Dalam penelitian biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan
dua neurotrasmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Pada wanita, perubahan hormone dihubungkan dengan kelahiran
anak dan menoupose juga dapat meningkatkan risiko terjadinya
depresi. Penyakit fisik yang berkepanjangan sehingga menyebabkan
stress dan juga dapat menyebabkan depresi.
Faktor Psikologis/Kepribadian
Individu yang dependent, memiliki harga diri yang rendah, tidak
asertif, dan menggunakan ruminative coping. Nolen – Hoeksema &
Girgus juga mengatakan bahwa ketika seseorang merasa tertekan akan
cenderung fokuspada tekanan yang mereka rasa dan secara pasif
merenung daripada mengalihkannya atau melakukan aktivitas untuk
merubah situasi.
Pemikiran irasional yaitu pemikiran yang salah dalam berpikir
seperti menyalahkan diri sendiri atas ketidakberuntungan. Sehingga
individu yang mengalami depresi cenderung menganggap bahwa dirinya
tidak dapat mengendalikan lingkungan dan kondisi dirinya. Hal ini dapat
menyebabkan pesimisme dan apatis.
Faktor Sosial
1. Kejadian tragis seperti kehilangan seseorang atau kehilangan dan
kegagalan pekerjaan
2. Paska bencana
3. Melahirkan
4. Masalah keuangan
5. Ketergantungan terhadap narkoba atau alkhohol
39
6. Trauma masa kecil
7. Terisolasi secara sosial
8. Faktor usia dan gender
9. Tuntutan dan peran sosial misalnya untuk tampil baik, menjadi
juara di sekolah ataupun tempat kerja
10. Maupun dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya.
Risiko yang ditimbulkan akibat depresi
1. Bunuh Diri
Orang yang menderita depresi memiliki perasaan kesepian,
ketidakberdayaan dan putus asa. Sehingga mereka
mempertimbangkan membunuh dirinya sendiri.
2. Gangguan Tidur
Insomnia ataupun hypersomnia, Gangguan tidur dan depresi
biasanya cenderung muncul bersamaan. Setidaknya 80% dari orang
yang menderita depresi mengalami insomnia atau kesulitan untuk
tidur. 15% mengalami depresi dengan tidur yang berlebihan. Kesulitan
tidur dianggap sebagai gejala gangguan mood.
3. Gangguan Interpersonal
Individu yang mengalami depresi cenderung mudah
tersinggung, sedih yang berkepanjangan sehingga cenderung
menarik diri dan menjauhkan diri dari orang lain. Terkadang
menyalahkan orang lain. Hal ini menyebabkan hubungan dengan orang
lain maupun lingkungan sekitar menjadi tidak baik.
4. Gangguan dalam pekerjaan
Depresi meningkatkankemu ngkinan dipecat atau penderita
sendiri yang mengundurkan diri dari pekerjaan ataupun sekolah.
Orang yang menderita depresi cenderung memiliki motivasi yang
menurun untuk melakukan aktivitas ataupun minat pekerjaan dalam
kehidupan sehari-hari.
40
5. Gangguan pola makan
Depresi dapat menyebabkan gangguan pola makan atau
sebaliknya gangguan pola makan juga dapat menyebabkan depresi.
Pada penderita depresi terdapat dua kecenderungan umum menegenai
pola makan yang secara nyata mempengaruhi berat tubuh yaitu :
a. Tidak selera makan
b. Keinginan makan-makanan yang manis bertambah
6. Perilaku-perilaku merusak
Beberapa orang yang menderita depresi memiliki perilaku
yang merusakmseperti, agresivitas dan kekerasan, menggunakan
obat-obatan terlarang dan alkhohol, serta perilaku merokok yang
berlebihan.
Gejala Fisik
1. Gangguan pola tidur; Sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan
(hipersomnia)
2. Menurunnya tingkat aktivitas, misalnya kehilangan minat,
kesenangan atas hobi atau aktivitas yang sebelumnya disukai.
3. Sulit makan atau makan berlebihan (bisa menjadi kurus atau
kegemukan)
41
4. Gejala penyakit fisik yang tidak hilang seperti sakit kepala, masalah
pencernaan (diare, sulit BAB dll), sakit lambung dan nyeri kronis
5. Terkadang merasa berat di tangan dan kaki
6. Energi lemah, kelelahan, menjadi lamban
7. Sulit berkonsentrasi, mengingat, memutuskan
Gejala Psikis
1. Rasa sedih, cemas, atau hampa yang terus – menerus.
2. Rasa putus asa dan pesimis
3. Rasa bersalah, tidak berharga, rasa terbebani dan tidak
berdaya/tidak berguna
4. Tidak tenang dan gampang tersinggung
5. Berpikir ingin mati atau bunuh diri
6. Sensitive
7. Kehilangan rasa percaya diri
Gejala Sosial
1. Menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari (menarik diri,
menyendiri, malas)
2. Tidak ada motivasi untuk melakukan apapun
3. Hilangnya hasrat untuk hidup dan keinginan untuk bunuh diri
e. Klasifikasi
1. Episode Depresi Ringan
Pedoman diagnostic (menurut PPDGJ-III):
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama depresi ditambah
minimal 2 gejala lainnya. Di antara gejala tersebut tidak boleh ada
gejala yang berat.
a. Gejala timbul minimal selama 2 minggu
b. Timbul sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan aktivitas social
(penderita masih dapat berfungsi secara social)
42
2. Episode Depresi Sedang
Pedoman diagnostic (menurut PPDGJ-III):
Minimal ditemukan 2 dari 3 manifestasi klinis utama depresi ditambah
minimal 3 gejala lainnya.
a. Lama timbul gejala minimal 2 minggu
b. Terdapat kesulitan melakukan pekerjaan, aktivitas social, maupun
urusan rumah tangga
43
Macam Gangguan Depresi
Gangguan depresi terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Major Depressive Disorder (MDD)
MDD ditandai dengan kondisi emosi sedih dan kehilangan
kemampuan untuk menikmati aktivitas yang biasa dilakukan,
bersama dengan minimal 4 (empat) dari gejala di bawah ini :
a. Tidur terlalu banyak (10 jam atau lebih) atau terlalu sedikit (sulit
untuk tertidur, sering terbangun)
b. Kekakuan motorik
c. Kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun drastis atau
sebaliknya makan berlebihan sehingga berat badan meningkat
drastis.
d. Kehilangan energy, lemas, tidak bersemangat, tidak tertarik
melakukan apapun
e. Merasa tidak berharga
f. Kesulitan untuk berkonsentrasi, berpikir, dan membuat keputusan
g. Muncul pikiran tentang kematian berulang kali atau bunuh diri.
Gejala-gejala ini muncul hamper sepanjang hari, setiap
hari, selama minimal 2 (dua) minggu dan bukan dikarenakan
kehilangan yang wajar, misalnya karena suami/istri meninggal.
MDD sering disebut masyarakat umum dengan istilah depresi.
2. Dysthymic Disorder(Gangguan Distimik/Distimia)
Merupakan gangguan depresi yang kronis. Individu yang
didiagnosis mengalami distimik mengalami kondisi depresif lebih dari
separuh waktu dari minimal 2 (dua) tahun. Jadi, dalam jangka waktu
2 (dua) tahun, separuh dari waktu tersebut individu ini mengalami
kondisi depresif, minimal mengalami 2 (dua) gejala di bawah ini :
a. Kehilangan nafsu makan atau sebaliknya
b. Tidur terlalu banyak/terlalu sedikit
c. Merasa diri tidak berharga
d. Kesulitan berkonsentrasi dan mengambil keputusan
44
e. Merasa kehilangan harapan
Gejala tidak tampak jelas lebih dari 2 (dua) bulan. Tidak
ada episode MDD selama 2 tahun pertama gejala muncul. Gejala yang
dialami lebih ringan daripada MDD namun dengan waktu yang
lebih lama.
f. Diagnosis
Kriteria diagnostic memerlukan adanya mood yang terdepresi pada
sebagian besar waktu untuk sekurangnya dua tahun ( atau satu tahun untuk
anak-anak dan remaja). Untuk memenuhi kriteria diagnostic, pasien tidak
boleh memiliki gejala yang lebih baik dilaporkan sebagai gangguan
depresi berat. Pasien tidak boleh memiliki episode manik atau hipomanik.
g. Diagnosis banding
1. Gangguan Mood Disebabkan oleh Kondisi Medis Umum (Tumor
otak, gangguan metabolik, HIV AIDS, Penyakit Parkinson dan
Penyakit Cushing)
2. Gangguan Mood diinduksi Zat
3. Skizofrenia
4. Berduka
5. Gangguan Kepribadian
6. Gangguan Skizoafektif
7. Gangguan Penyesuaia dengan Mood Depresi
8. Gangguan Tidur Primer
h. Penanganan Depresi
Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi
psikologi, dan dengan pengobatan (obat antiretroviral/ARV). Dilarang
keras mengomati diri sendiri dengan alkhohol, merokok yang berlebihan
dan narkoba, karena zat yang terkandung di dalamnya dapat
45
meningkatkan gejala depresi dan menimbulkan masalah lain. Berikut
beberapa cara penanganan depresi :
1. Perubahan pola hidup
a. Berolahraga
Orang yang menderita depresi mengalami stress,
kecemasan, galau, kebingungan dan kegelisahan yang berlarut –
larut. Hal ini disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang
negatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
pikiran dan perasaan positif yang dapat menghalangi munculnya
mood negatif adalah dengan berolahraga.
b. Mengatur pola makan
Simptom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan
nutrisi di dalam tubuh, yaitu:
1. Konsumsi kafein secara berkala
2. Konsumsi sukrosa (gula)
3. Kekurangan biotin, asam folat, vitamin B, C, kalsium,
magnesium atau kelebihan magnesium dan tembaga
4. Ketidakseimbangan asam amino
5. Alergi makanan
c. Berdoa
Beberapa orang mempunyai kecenderungaan untuk
berpaling dari agama dalam memperoleh kekuatan dan hiburan.
Dengan berdoa seseorang melakukan dan mengucap rasa syukur
kepada Tuhan YME.
d. Memiliki keberanian untuk berubah
Penderita depresi harus memiliki keberanian untuk
melewati kegelapan menuju terang, keberanian untuk berubah.
e. Rekreasi
Berjalan-jalan di tempat yang asri, menyejukkan agar
tubuh dan pikiran menjadi lebih rileks dan nyaman. Selain itu,
melakukan aktivitas yang menjadi minat sebelumnya seperti,
46
membaca buku, memasak, memancing dll, yang bisa membuat
penderita menjadi rileks dan nyaman.
2. Terapi psikologi
a. Terapi Interpersonal
Bantuan psikoterapi bisa dilakukan oleh psikolog dalam
jangka pendek yang berfokus kepada hubungan antara orang-orang
dengan perkembangan symptom gangguan kejiwaan.
b. Konseling kelompok dan dukungan sosial
Mengunjungi tempat layanan bimbingan konseling.
Pelaksaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang
konselor professional dengan beberapa pasien sekaligus dalam
kelompok kecil.
c. Terapi humor
Profesional medis yang membantu pasien untuk
mempertahankan sikap mental yang positif dan berbagai tawa
merespons psikologis dari tertawa termasuk meningkatkan
pernafasan, sirkulasi, sekresi hormone, enzim pencernaan, dan
peningkatan tekanan darah.
d. Terapi Kognitif (CBT)
Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses
berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan
psikologi klien. Pendekatan ini akan berupaya membantu klien
mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negatifdan
keyakinan-keyakinan pasien yang tidak rasional. Fokus dalam teori
ini adalah mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis
menjadi logis.
e. Terapi farmakologi
Tujuan utama terapi yaitu mengakhiri episode depresi saat
ini dan mencegah timbulnya episode penyakit di masa yang akan
datang. Untuk itu dibagi menjadi 3 fase :
47
1. Terapi fase akut
Akut dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir
dengan remisi. Skala penentuan beratnya depresi (HAM-D dan
MADRS) dapat membantu menentukan beratnya penyakit dan
perbaikan gejala. Target pengobatan pada fase akut tercapainya
respon atau remisi (lebih baik). Lama terapi pada fase akut 2-6
minggu. Indikasi yang pasti untuk perawatan di rumah sakit
adalah:
a. Prosedur diagnostik
b. Risiko bunuh diri atau pembunuhan
c. Kemunduran yang parah dalam kemampuan memenuhi
kebutuhan makan dan perlindungan
d. Cepatnya perburukan gejala
e. Hilangnya sistem dukungan yang biasa didapatnya
Kombinasi terapi psikososial dan farmakoterapi
memberikan hasil yang baik. Untuk kasus ringan terapi
psikososial saja juga memberikan hasil yang baik. Panduan
memilih medikasi :
a. Riwayat respons pengobatan
b. Prediksi respons gejala terapi
c. Adanya gangguan psikiatri/medik lain
d. Keamanan
e. Potensi Efek Samping
48
2. Terapi fase lanjutan
49
3. Pengobatan
Berkonsultasi kepada dokter kejiwaan/psikiater. Beberapa
obat antidepresan yaitu: lithium, MAOIs, Tricyclics. Beberapap
sikiater meresepkan perangsang jiwa (psychostimulant), obat yangdi
pakai untuk mengobati gangguan deficit perhatian (attention deficit
disorder).
i. Prognosis
Terdapat indicator prognosis yang dapat digunakan untuk menilai
prognosis pada pasien
1. Prognosis baik: episode depresi ringan serta tidak ditemukan gejaa
psikotik, durasi rawat inap yang singkat, adanya dukungan psikososial
dari ingkungan pasien, tidak ada komorbid dengan gangguan psikiatri
lainnya.
2. Prognosis buruk: depresi berat, adanya komorbiditas dengan gangguan
psikiatri lain, episode depresi lebih dari 1 kali.
Gangguan depresi berat seringkali menjadi kronik maupun kambuh pada
periode waktu tertentu.
j. Pencegahan Depresi
Beberapa cara mencegah depresi agar tidak terjadi atau tidak
datangkembali adalah sebagai berikut:
1. Bersikap realistis terhadap apa yang kita harapkan dan apa yang bisa
kita lakukan.
2. Tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain saat kita melakukan
suatu kesalahan atau mengalami kegagalan.
3. Tidak membanding-bandingkan diri dengan orang lain ataupun
kehidupan orang lain.
4. Pikirkan untuk menyimpan keputusan besarsampai sembuh dari depresi,
seperti menikah, bercerai, tentang pekerjaan atau sekolah. Bicarakanlah
dengan teman, professional (psikolog, konselor atau psikiater)atau
50
orang yang kita sayangi atau kita anggap mampu membantu untuk
melihat gambaran besarnya.
5. Dukungan keluarga, social dengan mengatakan jika kita mengalami
masalah atau sedang mengalami depresi.
6. Rutin lakukan olahraga dan kegiatan outdoor
7. Tidak terlalu menyesali suatu kejadian, bersikap tenang dan tidak
mudah marah.
8. Bangunlah harga diri dan mencoba bersikap dan berpikir positif.
9. Tidak menyendiri, menjauhi diri dari pergaulan, lebih bersosialisasi,
melakukan aktivitas dengan lingkungan sekitar.
10. Lebih religious, mendekatkan diri kepada Tuhan YME
Laki-laki 28 tahun - √ √
Sulit tidur √ - √
Sakit kepala - - √
Mudah lelah √ - √
Konsentrasi kurang √ √ √
Mendengar suara-suara √ - √
51
8. Bagaimana penatalaksanaan awal gangguan tidur?
Jawab :
A. Farmakologi
Benzodiazepin paling sering digunakan dan tetap
merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik
primer maupun sekunder. Kloralhidrat dapat pula bermanfaat
dan cenderung disalahgunakan. Antihistamin, precursor protein
seperti l-triptofan yang saat ini tersedia dalam bentuk suplemen juga
dapat digunakan. Penggunaan jangka panjang obat hipnotik tidak
dianjurkan. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas
atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan
durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepine dapat
direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak
lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit
yang mendasari. Penggunaan benzodiazepine harus hati-hati pada
pasien penyakit paru obstruktif kronik, obesitas, gangguan jantung
dengan hipoventilasi.
Benzodiazepine dapat mengganggu ventilasi pada apnea tidur.
Efek samping berupa penurunan kognitif dan terjatuh akibat gangguan
koordinasi motoric sering ditemukan. Oleh karena itu, penggunaan
benzodiazepine pada lansia harus hati-hati. Benzodiazepine dengan
waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat pilihan
untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat
52
yang waktu paruhnya panjang (e s t a z o l a m , temazepam, dan
lorazepam) berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur.
Benzodiazepin yang kerjanya lebih panjang dapat
memperbaiki anxietas disiang hari dan insomnia dimalam
hari. Sebagian obat golongan benzodiazepine dimetabolisme
di hepar. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang
menghambat oksidasi sitokrom (seperti simetidin, estrogen,
INH eritomisin, dan fluoxetine) dapat menyebabkan sedasi
berlebihan disiang hari. Triazolam tidak menyebabkan
gangguan respirasi pada pasien COPD ringan sedang yang
mengalami insomnia. Neuroleptic dapat digunakan untuk
insomnia sekunder terhadap delirium pada lansia. Dosis
rendah-sedang benzodiazepin seperti lorazepam digunakan untuk
memperkuat efek neuroleptik terhadap tidur. Antidepresan
yang bersifat sedative seperti trazodone dapat diberikan
bersamaan dengan benzodiazepine pada awal malam.
Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan
gerakan terkait tidur (RLS).
Mirtazapine merupakan antidepresan baru golongan
noradrenergic and specific serotonin antidepressant
(NaSSA). Ia dapat memperpendek onset tidur, stadium 1
berkurang dan meningkat dalamnya tidur. Latensi REM, total
waktu tidur, kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat
pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita
depresi dengan insomnia tidur.
Tidak dianjurkan menggunakan imimpramin,
desipramin dan monoaminoksidase inhibitor pada lansia
karena dapat menstimulasi insomnia. Lithium dapat
mengganggu kontinuitas tidur akibat efek samping poliuria.
Khloralhidrat dan barbiturate jarang digunakan karena
cenderung menekan pernafasan. Antihistamin
53
dandifenhidramin bermanfaat untuk beberapa pasien tapi
penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi
delirium.
Benzodiazepine paling sering digunakan dan tetap
merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia, baik
primer maupun sekunder. Melatonin merupakan hormone
yang disekresikan oleh glandula pineal. Ia berperan mengatur
siklus tidur. Efek hipnotiknya terlihat pada pasien gangguan
tidur primer. Ia juga memperbaiki tidur pada penderita
depresi mayor. Melatonin juga dapat memperbaiki tidur tanpa
efek samping pada lansia dengan insomnia. Melatonin dapat
ditambahkan ke dalam makanan.
B. Non farmakologi
1. Higene tidur
Memberikan lingkungan dan kondisi yang kondusif
untuk tidur merupakansyarat mutlak untuk gangguan tidur. Jadual
tidur-bangun dan latihan fisik sehari-hari yang teratur perlu
dipertahankan. Kamar tidur dijauhkan dari suasana
tidak nyaman. Penderita diminta menghindari latihan fisik berat
sebelum tidur. Tempat tidur jangan dijadikan tempat untuk
menumpahkan kemarahan. Perubahan kebiasaan sikap dan
lingkungan ini efektif untuk memperbaiki tidur. Edukasi tentang
higene tidur merupakan intervensi efektif yang tidak memerlukan
biaya.
2. Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah
yang sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau
jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi factor
primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia.
54
Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita
insomnia, yaitu :
55
tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila
efisiensi tidur pasien mencapai 85% (rata-rata setelah
lima hari), waktu ditempat tidurnya boleh ditambah 15
menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur,
dapat mengurangi frekuensi dan durasi terbangun dimalam
hari.
4. Terapi relaksasi dan biofeedback
Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik.
Menghipnosis diri sendiri, relaksasi progresif dan latihan nafas
dalam sehingga terjadi keadaan relaks cukup efektif untuk
memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang cukup dan
serius. Biofeedback yaitu memberikan umpan balik perubahan
fisiologik yang terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat
meningkatkan kesadaran diri pasien tentang perbaikan yang
didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan higene tidur dan
terapi pengontrolan tidur.
5. Terapi apnea tidur obstruktif
Tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur
terlentang, menggunakan perangkat gigi (dental appliance),
menurunkan berat badan menghindari obat-obat yang menekan
jalan nafas, menggunakan stimulansia pernafasan seperti
acetazolamide (Diamox), nasal continuous positive airway
pressure (NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal continuous
positive airway pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar
pasien. Metode ini dapat memperbaiki tidur pasien di malam hari,
rasa mengantuk disiang hari dan keletihan serta perbaikan fungsi
kognitif.
Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu
teknik pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tiduur.
Efikasi metode ini kurang. Trakeostomi juga merupakan pilihan
terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan kedua bentuk terapi
56
bedah ini sangat terbatas karena resiko morbiditas dan mortalitas.
Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan atas frekuensi
dan beratnya gangguan tidur, beratnya derajat kantuk disiang hari,
dan akibat medik yang ditimbulkannya (abnormalitas
kardiorespirasi).
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa tidur kita di siang atau malam
hari adalah bagian dari kekuasaan Allah. Justru Allah memberikan
kesempatan untuk manusia istirahat tidur di malam hari sedangkan
berusaha di pagi harinya. Sistem tidur seperti ini sudah Allah ciptakan
57
sesuai dengan sistem kehidupan di muka bumi. Pagi atau siang hari
matahari masih sangat kuat dan terlihat cahayanya, lalu memberikan
energi untuk tumbuhan berfotosintesis, menyinari manusia sehingga bisa
aktif beraktifitas. Andai kan di siang hari tidak ada sistem seperti itu, dan
tubuh manusia di siang hari tidak dapat aktif bekerja maka akan ada
kerusakan tubuh bagi manusia itu sendiri.
ًسبَات
ُ ًن َْو َم ُك ْم
َو َجعَ ْلنَا
“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”. (QS. An-Naba’: 9).
58
DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah:
Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2006. Hal : 433
Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed:
Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
59
Kamelia, Lina. dkk. 2013. Jurnal: Nyeri Kepala dan Gangguan Tidur Vol.44
No.2. Bagian SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar Bali. Hal.101-104.
60
Rosani Selti, Hervita Diatri. 2014. Gangguan suasana perasaan. Kapita
Selekta Kedokteran. Ed. 4. Jakarta: Media Aesculapius, Jilid 2. Halaman 914-
915
61