Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK KARDIOGENIK

1. Definisi Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik adalah suatu kondisi dimana jantung secara tiba-tiba tidak mampu
memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kondisi ini merupakan
kegawatdaruratan medis dan memerlukan penanganan secara cepat. Penyebab paling umum
syok kardiogenik adalah kerusakan otot jantung akibat serangan jantung. Namun, tidak
semua pasien dengan serangan jantung akan mengalami syok kardiogenik. Rata-rata, sekitar
7% pasien dengan serangan jantung akan mengalami kondisi ini (National Heart, Lung, and
Blood Institute, 2011).
Syok merupakan sindroma klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok
keadaan dengan manifestasi hemodinamika yang bervariasi, tetapi petunjuk yang umum
adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah mengalami kerusakan (Muttaqin, 2010).
Syok kardiogenik adalah suatu sindroma yang diakibatkan oleh gangguan sirkulasi,
akibat utama dari aktivitas pompa jantung yang lemah. Biasanya terjadi secara tiba-tiba dan
mengakibatkan efek yang sangat besar terhadap organ-organ vital (Eliastam et al., 1998
dalam Muttaqin 2010).
Syok kardiogenik merupakan keadaan gawat darurat jantung yang menuntut
penatalaksanaan cepat dan tepat. Syok ini dapat timbul akibat infak miokard akut (IMA)
atau sebagai fase terminal beberapa penyakit jantung lainnya. Syok kardiogenik adalah
kelainan jantung primer yang mengakibatkan perfusi jaringan tidak cukup untuk
mendistribusi bahan-bahan makanan dan pengambilan sisa-sisa metabolik tubuh. Darisegi
hemodinamik ayok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang mengakibatkan hal-hal
berikut:
a. Tekanan arterial sistolik < 90 mmHg (hipotensi absolut) atau paling tidak 60 mmHg
dibaah tekanan basal (hipotensi relatif).
b. Gangguan aliran darah ke organ-organ penting (kesadaran menurun, vasokonstriksi
perifer, oliguria (urine < 30 ml/jam).
c. Tidak adanya gangguan pre-load atau proses non-miokardial sebagai etiologi syok
(artimia, asidosid atau antidepresan jantung secara farmakologik maupun fisiologik).
Adanya gangguan miokardial primer secara klinik dan laboratorik (Bakta dan Suastika,
1999 dalam Mayoclinic, 2014).
2. Klasifikasi Syok Kardiogenik
Menurut Muttaqin (2010), syok dapat dibagi dalam 3 tahap (yang semakin lama semakin
berat):
a. Tahap I
Syok terkompensasi (non-progresif), ditandai engan resnpons kompensatorik, dapat
menstabilkan sirkulasi, mencegah meunduran lebih lanjut.
b. Tahap II
Merupakan tahap progresif, ditandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ.
c. Tahap III
Refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat dan tidak dapat lagi
dihindari, yang akhirnya menuju kematian.

3. Etiologi
Syok kardiogenik biasanya disebabkan oleh karena gangguan mendadak fungsi jantung atau
akibat penurunan fungsi kontraktilitas jantung kronik. Secara praktis, syok kradiogenik
timbul karena gangguan mekanik atai miopatik. Etiologi syok kardiogenik adalah (Bakta dan
Suastika, 1999 dalam Mayoclinic, 2014):
a. Infark miokard akut
Kebanyakan IMA terjadi akibat dari PJK. Plak menurunkan aliran darah ke jantung
sehingga akan menyebabkan sumbatan.
b. Miokarditis akut
c. Tamponade jantung akut
d. Endokarditis infektif
e. Trauma jantung
f. Ruptur septal ventrikular (biasanya terjadi karena komplikasi post-IMA_
g. Ruptur korda tendinea spontan
h. Kardiomiopati tingkat akhir
i. Stenosis valvular berat
j. Regurgitasi valvular akut
k. Miksoma atrium kiri
l. Komplikasi bedah jantung

4. Faktor Risiko Syok Kardiogenik


Faktor risiko paling utama timbulnya syok kardiogenik adalah serangan jantung. Jika pasien
pernah mengalami serangan jantung, faktor yang dapar meningkatkan risiko terjadinya syok
kardiogenik antara lain:
a. Umur yang relative lebih tua > 60 tahun : dengan bertambah umur produksi hormone,
enzim dan daya imun biasanya juga menurun.
b. Telah terjadi payah jantung sebelumnya.
c. Adanya infark yang lama ataupun baru
d. IMA yang meluas secara progresif
e. Komplikasi IMA : septum sobek, disenergi ventrikel
f. Gangguan irama jantung
g. Factor factor ekstramiokardial : obat obatan yang menyebabkan hipotensi atau
hipovolemi .

5. Patofisiologi Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik dicirikan oleh lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi
penurunan kontraktilitas miokardium (depression of myocardial contractility), biasanya
karena iskemia, menyebabkan pengurangan cardiac output dan tekanan arteri (arterial
pressure), dimana menghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan dan
penurunan cardiac output.

Disfungsi miokardial sistolik mengurangi stroke volume; dan bersama dengan


disfungsi diastolik, memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan pulmonary
capillary wedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti pada kongesti paru.

Jantung tidak mampu memusatkan secara sinkron atau penekanan dan aliran darah ke
aorta dihindarkan. LEVD (The Left Ventrikular End – Diastolik Pressure) dan Arterial
Pressure (LAP) meningkat dari sistolik outflow yang tidak efisien. Pada akhirnya, tekanan
arteri pulmonary selaput interstisial dan alveoli menurunkan daerah permukaan untuk
pertukaran gas.

Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu pemburukan iskemia, disfungsi


miokardium progresif, dan spiral menurun yang cepat (rapid downward spiral), bilamana
jika tidak diputus, seringkali menyebabkan kematian.

Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia dari edem paru
(pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari kegagalan pompa dan kemudian berkontribusi
terhadap lingkaran setan ini dengan memburuknya iskemia miokardium dan hipotensi.
Asidosis berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (efficacy) yang secara
endogen dan eksogen telah diberi katekolamin (catecholamines).
6. Phatways
7. Manifestasi Klinis Syok Kardiogenik
Timbulnya syok kardiogenik dalam hubungan dengan infark miokard akut dapat
dikategorikan dalam:
a. Timbul tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat gangguan miokard masif atau
ruptur dinding ventrikel kiri.
b. Timbul secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat dari infark yang berulang.
c. Timbul tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark disertai timbulnya nising mitral sistolik,
ruptur septum atau disosiasi elektromekanik. Episode ini daoat disertai atau tanpa nyeri
dada, tapi sering disertai dengan sesak napas akut.
Keluhan nyeri dada pada IMA biasanya di daerah substernal, rasa seperti ditekan,
diperas, seperti diikat, rasa dicekik. Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan, dan
punggung, nyeri biasanya hebat, ebrlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan
obat-obatan nitrat. Syok kardiogenik yang berasal dari penyakit jantung lainnya,
keluhannya sesuai dengan penyakit dasarnya (Eliastam et al., 1998 dalam Muttaqin
2010).

Kekurangan oksigen pada otak, ginjal, kulit, dan bagian tubuh lainnya akan menimbulkan
tnda dan gejala syok kardiogenik. Bebarapa tanda gejala dibawah ini biasanya timbul dua
atau lebih ttanda gejala, yaitu:
a. Penurunan kesadaran sampai kehilangan kesadaran
b. Denyut jantung yang tiba-tiba cepat
c. Diaforesis
d. Kulit pucat
e. Nadi lemah
f. Napas cepat
g. Penurunan atau tidak ada produksi urin
h. Tangan dan kaki dingin (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011)

Menurut Mubin (2010), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan


1) Keluhan Pokok
• Oliguri (urin < 20 mL/jam).
• Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
• Nyeri substernal seperti IMA.
2) Tanda Penting
• Tensi turun < 80-90 mmHg
• Takipneu dan dalam
• Takikardi
• Nadi cepat
• Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
• Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
• Sianosis
• Diaforesis (mandi keringat)
• Ekstremitas dingin
• Perubahan mental
3) Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai :
• Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
• Produksi urin < 20 mL/jam.
• Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
• Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi (Mubin, 2010).

8. Pemeriksaan Diagnostik Syok Kardiogenik


Menurut Bakta dan Suastika (1999) dalam Mayoclinic (2014), sebagai pegangan diagnosis
syok kardiogenik adalah:
a. Hipotenssi
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau 60 mmHg dibaah tekanan darah yang biasa
sebelumnya.
b. Gejala hipoperfusi jaringan:
1) Kulit (gejala vasokonstriksi perifer)  pucat, basah, dingin, sianosis, vena-vena pad
punggung tangan dan kaki kolaps.
2) Ginjal  oliguria, prosukdi urine < 30 ml/jam.
3) Otak  gangguan fungsi mental, gelisah, berontak, apatis, bingung, penurunan
kesadaran hingga koma.
4) Seluruh tubuh  asidosis metabolik.
c. Tanpa penyebab hipotensi lainnya (misalnya aritmia jantung primer atau bradikardia
berat, berkurangnya volume intravaskuler, nyeri hebat, hipoksemia, asidosis, efek toksik
obat-obatan seperti vasodilator antihipertensi atau obat anti-arithmia).
d. Sindrom syok menetap setelah:
1) Aritmia diatasi
2) Rasa nyeri dihilangkan
3) Pemberian oksigen
4) Trial of c\volume expansion

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan (Bakta dan Suastika, 1999) (National Heart, Lung,
and Blood Institute, 2011):
Langkah pertama dalam mendiagnosa syok kardiogenik adalah dengan
mengidentifikasi apakah pasien tersebut benar-benar dalam keadaan syok. Pada waktu
tersbut, penatalaksanaan emergensi harus segera dilakukan. Kemduian diidentifikasi
penyebab syok tersebut. Jika penyebab terjadinya syok karena jantung tidak dapat
memompa darah secara adekuat, berarti diagnosisnya merupakan syok kardiogenik.
Prosedur untuk mendiagnosa yok dan penyebabnya adalah:
a. Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan untuk mengetahui apakah pasien mengalami
hiptensi. Ini merupakan tanda ayok yang paling umum.
b. Foto toraks
 Umumnya normal atau kardiomegali ringan hingga sedang
 Edema paru intersisial/alveolar
 Mugnkin ditemukan efusi pleural
c. Elektrokardiogram
 Umumnya menujukkan infark miokard akut dengan tau tanpa gelombang Q
 Electrical alternans menunjukkan adanya efusi perikardial dengan tamponade jantung

d. Elektrokardiografi
Ekokardiogram menggunakan gelombang usra untuk membentuk sebuha gambaran
jantung. Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai ukuran dan bentuk jantung dan
bagaimana kinerja jantung. Pemeriksaan ini penting untuk menilai:
 Hipokinesis berat ventrikel difus atau segmental (bila berasal dari infark miokard)
 Efusi perikardial
 Katup mitral dan aorta
 Ruptur septum
e. Kateterisasi jantung
 Umumnya tidak perlu kecuali pad aksus tertentu untuk mengetahui anatomi pembuluh
darah koroner dan fungsi ventrikel kiri untuk persiapan bedah pintas krooner atau
angioplastu koroner transluminal perkutan.
 Untuk menunjukkan defek mekanik pada septum ventrikel atau regurgitasi mitrala
kiabat disfungsi atau ruptur otot papilaris.
f. Cardiac Enzyme Test
Ketika sel jantung ada yang mengalami kematian, maka tubuh akan mengelurakan enzim
ke darah. Enzim tersebut disebut biomarker. Pemeriksaan enzim ini dapet menunjukkan
apakah jantung mengalami kerusakan.
g. Tes darah
 Pemeriksaan gas darah arteri  pemeriksaan ini mengukur kadar oksigen, karbon
dioksida, dan pH dalam darah.
 Pemeriksaan untuk mengukur fungsi beberapa organ, misalnya ginjal dan hati. Jika
organ-organ tersebut tidak bekerja dengan baik, maka mungkin menunjukkan bahwa
organ terebut tidak mendapatkan suplai nutrisi dan oksigen yang cukup dan hak
tersebut bisa menunjang tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.

9. Penatalaksanaan Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik merupakan kondisi yang mengancam nyawa dan memerluka
penangan secara cepat. Kondisi ini akan terdiagnosa setelah pasien masuk rumah sakit
karena serangan jantung. Tujuan utama pertolongan kegawatdaruratan adalah untuk
meningkatkan aliran darah (oksigen dan nutrisi) ke organ tubuh (National Heart, Lung, and
Blood Institute, 2011).
a. Emergency Life Support
Penatalaksanaan emergency life support dibutuhkan pada semua tipe syok. Tindakan
ini akan membantu mengalirkan darah kaya oksigen ke otak, ginjal, dan organ lainnya.
Mempertahankan aliran darah ke organ akan mencegah kerusakan organ jangka panjang.
Tindakan ini meliputi:
 Berikan oksigen pada pasien. Pada tahap awal syok, suplemen oksigen diberikan
melalui nasal kanul 3-5 L/menit (Muttaqin, 2010)
 Berikan bantuan napas jika diperlukan.
 Berikan cairan melalui IV
b. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan meliputi (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011):
 Obat-obatan yang mencagah pembentukan blood clot
 Obat-obatan untuk meningkatkan kontraksi otot jantung
berikan dopamin 2-15 µg/kg/m, norepinefrim 2-20 µg/kg/m atau dobutamin 2,5-10
µg/kg/m untuk meninggikan tekana perfusi srterial dan kontraktilitas (Bakta dan
Suastika, 1999 dalam Mayoclinic, 2014).
 Obat-obatan untuk serangan jantung

Obat-obatan untuk mengatasi syok kardiogenik bekerja untuk meningkatkan aliran datrah
ke jantungg dan meningkatkan daya pompa jantung, antara lain (Mayoclinic, 2014):
 Aspirin
Aspirin dapat menurunkan proses pembentukan blood clot dan membantu menjaga
aliran darah.
 Agen trombolitik
Ageen trombolitik akan menghancurkan blood clot yang menyumbat aliran darah ke
jatung. Semakin cepat pasien mendapatkan agen trombolitik, maka semakin besar pula
kesempatan hidupnya. Trombolitik akan diberikan jika emergency cardiac
catheterization tidak tersedia.
 Superaspirin
Obat ini akan mencegah permbentukan blood clot, misalnya clopidogrel oral, platelet
glycoprotein Iib/IIIa receptor blocker.
 Antikoagulan
Oat-obatan ini misalnya heparin, yang berfungsi untuk mencegah terjadinya blood
clot. Heparin dberikan secara IV atau injeksi yang diberikan selama beberapa hari
pertama setelah serangan jantung.
 Agen inotropik

c. Penatalaksanaan dengan Peralatan Medis


 Intra-aortic ballon pump (IABP)
IABP menggunakan counterpilsation internal untuk menguatkan kerja
pemompaan jantugn dengan cara pengembangan dan penegmpisan balon secara teratur
yang diletakkan di aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol
yang seirama dengan aktivtas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga
sangat penting untk menentukan status sirkulasi pasien selama penggunaan IABP.
Balon dikembangkan selama fase diastole ventrikel dan diempiskan selama sistole
dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan
diastole, yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteri kotronaria dan jantung. IABP
dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban ekrja ventrikel kiri
(Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Muttaqin 2010).

 Left ventricular assist device (LVAD)


Alat ini merupakan pompa yang dioperasikan dengan baterai yang akan
menggantikan fungsi pompa jantung. LVAD membantu jantung memompa darah ke
tubuh. Alat ini digunkaan jika terjadi kerusakan di ventrikle kiri (National Heart, Lung,
and Blood Institute, 2011).

d. Prosedur Bedah
Prosedur bedah dilakukan jika obat-obatan dan penggunaan lat bantu medis tidak bisa
mengatasi syok kardiogenik. Prosedur bedah akan megembalikan aliran darah dan
memperbaiki kerusakan jantung. Prosedur bedah yang dilakukan dalam 6 jam setelah
onset terjadinya tanda gejala syok akan meningkatkan harapan hisup lebih besar. Tipe
prosedur bedah yang digunakan antara lain:
 Percutaneous coronary intervention (PCI) dan stent
PCI yang juga dikenal dengan nama coronary angiplasty, merupakan prosedur yang
digunakan untuk membuka arteri koroner yang mengalami obstruksi. Kemudian pada
saat itu juga digunakan stent yang berfungsi untuk menjaga arteri koroner tetap
terbuka selama prosedur PCI.
 Coronary artery bypass grafting
Pada prosedur ini, arteri dan vena yang berasal dari baggian tubuh lainnya digunakan
untukmembuat jalan pintas pada arteri kornaria. Kemudian akan terbentuk sebuah
jalan baru untuk memberikan perfusi ke jantung.
 Pembedahan untuk memperbaiki katup jantung
 Pembedahan untuk memeprbaiki ruptur septal (didning antar ventrikel)
 Transplantasi jantung
Pembedahan jenis ini jarang dilakukan dalam keadaan emergensi seperti ini. Tindakan
ini direkomendasikan jika ini merupakan jalan yang paling baik untuk meningkatkan
harapan hisup pasien (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).

10. Komplikasi Syok Kardiogenik


Komplikasi yang bisa terjadi akibat dari syok kardiogenik adalah:
 Gagal ginjal
 Kerusakan hati
(National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2010. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Bakta, I M. dan Suastika, I K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Eliastam, M., Sternbach, L. S., dan Bresler, M. J. 1998. Penuntun Kedruratan Medis. Jakarta:
EGC.
National Heart, Lung, and Blood Institute. 2011. What is Cardiogenic Shock? (Online)
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/shock (Diakses 26 September
2015).
Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Mayoclinic. 2014. Diseases and Conditions: Cardiogenic Shock Treatments and Drugs (Online)
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cardiogenic-
shock/basics/treatment/con-20034247 (Diakses 26 September 2015).
Panja, M., Panja, M., Madal, S., dan Kumar, D. 2010. Cardiogenic shock-management, Medicine
Update, 20 (3): 301-308.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer

Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan
seperti snoring.
Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas,
kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada
dada.
Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
2. Pengkajian sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat


menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.

1) Data Biopsikososial-spiritual
Oksigen
Gejala :
 Dispnea tanpa atau dengan kerja
 Paroxymal nocturnal dyspnea
 Pernapasan cheyne stokes
 Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Tanda :
 Peningkatan frekuensi pernafasan
 Sesak/sulit bernafas
 Tampak pucat, sianosis
 Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Nutrisi
Gejala : mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat badan
Eliminasi
Gejala : Oliguri
Tanda : Produksi urin < 20 mL/jam
Gerak dan aktifitas
Gejala :
 Kelemahan
 Kelelahan
 Pola hidup menetap
Tanda :
 Takikardi
 Dispnea pada istirahat atau aktifitas
Istirahat dan Tidur
Gejala : insomnia/susah tidur
Tanda : kesulitan saat akan tidur dan sering terbangun saat tidur akibat nyeri dan sesak
napas.

Pengaturan suhu tubuh


Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak teraba dingin (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.
Kebersihan Diri
Gejala dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
Rasa Nyaman
Gejala :
 Gelisah
 Meringis
 Nyeri hebat, berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan
nitrat.
Lokasi : Biasanya di daerah subternal. Nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan, dan
punggung.
Kualitas : Rasa seperti ditekan, diperas, seperti diikat, rasa seperti dicekik.
Sosialisasi
Gejala :
- Stress
- Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS dan
ancaman kematian.
Tanda :
 Kesulitan istirahat dengan tenang
 Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, ketakutan )
 Menarik diri
 Gelisah
 Cemas
Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah.
Tanda :
- Tekanan darah
Penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg).
- Nadi
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi
berat.
- Bunyi jantung
S1 terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung
abnormal (abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari
ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur .
- Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
- Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukosa atau bibir
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tampilan umum (inspeksi) :
 Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas
simpatis berlebih.
 Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
 Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya stemi.
 Oliguri (urin < 20 mL/jam).
 Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
b. Denyut nadi dan tekanan darah (palpasi):
- Sinus takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
- Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
- Nadi teraba lemah dan cepat
- Tensi turun < 80-90 mmHg.
c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
- Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
- Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat
sementara.
- Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
- Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.

1. Pemeriksaan Diagnostik
1) Electrocardiography (elektrokardiografi)
 Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan suatu
pola infark ventrikel kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi
untuk penyebab–penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
 Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure),
gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau
left bundle branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari
semua infark yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia
karena severe left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3
mm) pada multiple leads.
2) Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau
menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart
failure), yaitu:
- Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
- Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic pressures)
meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara radiografis dengan
adanya gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis
Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan
(exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates.
- Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada
penderita syok kardiogenik:
 Kardiomegali ringan
 Edema paru (pulmonary edema)
 Efusi pleura
 Pulmonary vascular congestion
 Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark
miokard yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard
sebelumnya.
3) Bedside echocardiography
Ini berguna untuk menunjukkan:
 Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
 Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
 Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.

4) Laboratorium
Penemuan laboratorium :
 Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
 Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal,
namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise
progressively).
 Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
 Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion
gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
 Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan
metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
 Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fractionnya,
jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN / PRIORITAS MASALAH


1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
3 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek
otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea,
gelisah, meringis.
4 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan
kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan,
kelemahan, pucat.

C. RENCANA KEPERAWATAN
NO. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. pola nafas tidak Setelah diberikan Evaluasi frekwensi Respon pasien berfariasi.
efektif berhubungan askep selama 3x pernafasan dan Kecepatan dan upaya mungkin
dengan pertukaran 24 jam kedalaman. Catat upaya meningkat karena nyeri, takut,
gas ditandai dengan diharapkan pola pernafasan, contoh demam, penurunan volume
sesak nafas, nafas efektif adannya dispnea, sikulasi (kehilangan darah atau
gangguan frekwensi penggunaan obat bantu cairan), akumulasi secret,
pernafasan, batuk- kriteria hasil : nafas, pelebaran nasal hipoksia atau distensi gaster.
batuk Penekanan pernapasan
 Klien tidak (penurunan kecepatan) dapat
sesak nafas terjadi dari pengunaan
analgesik berlebihan.
 Frekwensi
Pengenalan disini dan
pernafasan
pengobatan ventilasi abnormal
normal
dapat mencegah komplikasi
 Tidak ada Auskultasi bunyi nafas. Auskultasi bunyi napas
batuk-batuk Catat area yang menurun ditujukan untuk mengetahui
atau tidak adannya bunyi adanya bunyi napas tambahan
nafas dan adannya bunyi
nafas tambahan, contoh
krekels atau ronki

Kalaborasi dengan
Meningkatkan pengiriman
beriakan tambahan
oksigen ke paru-paru untuk
oksigen dengan kanula
kebutuhan sirkulasi,
atau masker sesuai
khususnya adanya penurunan/
indikasi
gangguan ventilasi
2. Ketidakefektifan Setelah diberikan Lihat pucat, sianosis, Vasokontriksi sistemik
ferfusi jaringan askep 3x24 jam belang, kulit dingin, atau diakibatkan karena penurunan
perifer berhubungan diharapkan lembab. Catat kekuatan curah jantung mungkin
dengan gangguan perfusi jaringan nadi perifer. dibuktikan oleh penurunan
aliran darah sekunder perifer efektif perfusi kulit dan penurunan
akibat gangguan Dorong latihan kaki aktif nadi.
vaskuler ditandai Kriteria hasil : atau pasif, hindari latihan Menurunkan statis vena,
 Klien tidak isometrik meningkatkan aliran balik
dengan nyeri, cardiac
nyeri vena dan menurunkan resiko
out put menurun,
sianosis, edema tromboflebis.
 Cardiac out
(vena) put normal Kalaborasi - Indikator perfusi
Pantau data atau fungsi
 Tidak terdapat laboratorium,contoh : organ
sianosis GBA, BUN, creatinin,
dan elektrolit Dosis rendah heparin
 Tidak ada mungkin diberika secara
edema (vena) Beri obat sesuai indikasi: profilaksis pada pasien resiko
heparin atau natrium tinggi dapat untuk
warfarin (coumadin) menurunkan resiko
trombofleblitis atau
pembentukan trombusmural.
Coumadin obat pilihan untuk
terapi anti koangulan jangka
panjang/pasca pulang

3. Gangguan rasa Setelah diberikan Pantau atau catat Mengetahui tingkat nyeri agar
nyaman nyeri askep selama karekteristik nyeri, catat dapat mengetahui perencanaan
berhubungan dengan 3x24 jam, laporan verbal, petunjuk selanjutnya
trauma jaringan dan diharapkan non verbal dan repon
spasme refleks otot pasien merasa hemodinamik ( contoh:
sekunder akibat nyaman meringis, menangis,
gangguan viseral gelisah, berkeringat,
jantung ditandai Kriteria Hasil : mengcengkram dada,
dengan nyeri dada, napas cepat,
 Tidak ada
dispnea, gelisah, TD/frekwensi jantung
nyeri
meringis berubah)
 Tidak ada Membantu dalam menurunan
dispnea
Bantu melakukan teknik persepsi atau respon nyeri.
relaksasi, misalnya napas Memberikan kontrol situasi,
 Klien tidak
dalam perlahan, perilaku meningkatkan perilaku positif.
gelisah diskraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi meskipun morfin IV adalah
 Klien tidak
pilihan, suntikan narkotik lain
meringis
dapat dipakai fase akut atau
Kalaborasi
nyeri dada beulang yang tidak
Berikan obat sesuai hilang dengan nitrogliserin
indikasi, contoh: untuk menurunkan nyeri
analgesik, misalnya hebat, memberikan sedasi, dan
morfin, meperidin mengurangi kerja miokard.
(demerol)
Hindari suntikan IM dapat
menganggu indikator
diagnostik dan tidak diabsorsi
baik oleh jaringan kurang
perfusi

4. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan Periksa tanda vital Hipertensi ortostatik dapat
berhubungan dengan askep selama sebelum dan segera terjadi dengan aktivitas karena
ketidak seimbangan 3x24 jam, setelah aktivitas, efek obat (vasodilatasi),
suplay oksigen diharapkan khususnya bila pasien perpindahan cairan, (diuretik)
dengan kebutuhan pasien dapat menggunakan vasolidator,atau pengaruh fungsi jantung
(penurunan atau melakukan diuretik, penyekat beta
terbatasnya curah aktifitas dengan
Catat respon kardio Penurunan atau
jantung) ditandai mandiri
pulmonal terhadap ketidakmampuan miokardium
dengan kelelahan,
kelemahan, pucat Kriteria Hasil ; aktivitas, catat takikardi, untuk meningkatkan volume
disritmia, dispnea, sekuncup selama aktivitas,
 Klien tidak berkeringat, pucat dapat menyebabkan
mudah lelah peningkatan segera pada
frekwensi jantung dan
 Klien tidak
kebutuhan oksigen, juga
lemas
meningkatkan kelelahan dan
kelemahan
 Klien tidak
pucat
Kaji presipitator atau Kelemahan adalah efek
penyebab kelemahan, samping dari beberapah obat
contoh pengobatan, nyeri, (beta bloker, Trakuiliser dan
obat sedatif). Nyeri dan program
penuh stress juga memerlukan
energi dan menyebabkan
kelemahan

Dapat menunjukkan
Evaluasi peningkatan meningkatan dekompensasi
intoleran aktivitas jantung dari pada kelebihan
aktivitas

Pemenuhan kebutuhan
perawatan diri pasien tanpa
Berikn bantuan dalam
mempengaruhi stress miokard
aktivitas perawatan diri
atau kebutuhan oksigen
sesuai indikasi, selingi
berlebihan
periode aktivitas dengan
periode istirahat

Kalaborasi Peningkatan bertahap pada


Impelementasikan aktivitas menghindari kerja
program rehabilitasi jantung atau komsumsi
jantung atau aktivitas oksigen berlebihan. Penguatan
dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila disfusi
jantung tidak dapat membaik
kembali

Anda mungkin juga menyukai