Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA ANI
TUGAS KELOMPOK
KEPERAWATAN ANAK

OLEH KELOMPOK 4 :
Kelas B SAP Keperawatan
ZIA SUFLAN HAKIM 185070209111002
DODI SAGITA SETIAWAN 185070209111007
STEFILUS LAKI LETA 185070209111009
CHAIRUNNISA PERMATA SARI 185070209111012
MARIA ROSARI TJEME 185070209111015
ENAH NURJANAH 185070209111017
ENI YULISTIANINGSIH 185070209111020
TUTUT ANDAYANI 185070209111024
ANI JUWITA 185070209111027
SAGUNG MANIK DWI PURNAMA DEWI 185070209111033
MUHAMMAD SYAIFULLOH MAHDZUR 185070209111036
DIMAS DWI ADI PRAKOSO 185070209111040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN PROGRAM ALIH JENJANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah Keprawatan Anak dengan judul “Asuhan
Keperawatan Atresia Ani”. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ibu
Dosen yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Penyusun tentu
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 7 November 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................. 1
BAB II Tinjauan Teori Penyakit ................................................................................ 3
A. Definisi ............................................................................................................ 3
B. Etiologi ............................................................................................................ 3
C. Klasifikasi ........................................................................................................ 4
D. Pathway .......................................................................................................... 8
E. Patofisiologi .................................................................................................... 8
F. Manifestasi Klinis ............................................................................................ 9
G. Komplikasi....................................................................................................... 10
H. Penegakan Diagnosis ...................................................................................... 10
I. Penatalaksanaan ............................................................................................. 12
BAB III Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan........................................................... 14
A. Pengkajian ...................................................................................................... 14
B. WOC ............................................................................................................... 18
C. Diagnosis......................................................................................................... 19
D. Intervensi ........................................................................................................ 20
BAB IV Tinjauan Kasus ............................................................................................ 22
A. Pengkajian ...................................................................................................... 22
B. Analisis Data ................................................................................................... 33
C. Diagnosis......................................................................................................... 34
D. Intervensi ........................................................................................................ 35
E. Implementasi .................................................................................................. 39
F. Evaluasi ........................................................................................................... 42
BAB V Penutup ....................................................................................................... 44
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 44
B. Saran ............................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 45

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran,
sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus
dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani
pada laki-laki lebih banyak ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan
sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani
juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah
anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum
vagina pada perempuan (Alpers, 2006).
Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang
didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya Semarang
yaitu sekitar 50% dari tahun 2007-2009. Menyikapi kasus yang demikian serius akibat
dari komplikasi penyakit atresia ani, maka penulis mengangkat kasus atresia ani untuk
lebih memahami perawatan pada pasien dengan atresia ani.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan teori atresia ani?
2. Bagaimana tinjauan teori asuhan keperawatan pada anak dengan atresia ani?
3. Bagaimana tinjauan kasus atresia ani dan asuhan keperawatannya?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Mengetahui secara umum mengenai penyakit atresia ani dan asuhan keperawatan
anak yang tepat serta tinjauan kasus penyakit tersebut.
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui definisi dari penyakit atresia ani.
b. Mengetahui etiologi dari penyakit atresia ani.
c. Mengetahui klasifikasi dari penyakit atresia ani.
d. Mengetahui pathway dari penyakit atresia ani.
e. Mengetahui patofisiologi dari penyakit atresia ani.

1
f. Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit atresia ani.
g. Mengetahui komplikasi dari penyakit atresia ani.
h. Mengetahui penegakan diagnosis dari penyakit atresia ani.
i. Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit atresia ani.
j. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien retino blastoma

2
BAB II
TINJAUAN TEORI PENYAKIT

A. DEFINISI
Istilah atresia ani berasal dari bahasa yunani, yaitu “a” yang artinya tidak ada dan
trepis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ini
merupakan kelainan bawaan (Kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan ebrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk
Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat
muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra,
Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Malformasi anorektal mencakup spetrum luas defek-defek pada pembentukan
saluran makanan dan urogenital bagian paling bawah.Banyak anak-anak dengan
malformasi ini dikatakan memiliki anus imperforata karena mereka tidak mempunyai
lubang dimana anus seharusnya berapa.Walaupun istilah tersebut dapat secara akurat
mendeskripsikan penampakan pada anak tersebut, selalu diyakini bahwa kebenaran
kompleksitas dari malformasi tersebut jauh diatasnya. Ketika muncul malformasi pada
anus, otot dan saraf-saraf yang berhubungan dengan anus selalu memiliki derajat
keterlibatan yang sama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa, Anus imperforata merupakan defek kongenital
dimana lubang anus hilang atau tersumbat.Anus merupakan lubang menuju rektum
dimana kotoran meninggalkan tubuh.

B. ETIOLOGI
Penyebab sebenarnya dari atresia ini belum diketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan ada kelainan bawaan anus disebabkan oleh :

3
1. Karena kegagalan pembentukan sektum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3
bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin
tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli, bahwa gen autosomal ressesif
yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai
gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang carier
saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25%-30% dari bayi yang mempunyi
sindrom genetic, abnormalitas kromosom, atau kelainan 2001).

Factor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :
1. Kelainan system pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomaly pada
gastrointestinal.
2. Kelainan system perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinary.

C. KLASIFIKASI
1. Secara Fungsional
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus gastrointestinalis
dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan
bayi perempuan dengan fistula recto-vagina atau recto-fourchette yang
relatif besar,dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa
didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.

4
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak ada. Hal
ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-retrouretral (pria)
atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rektum sampai
kulit perineum lebih dari 1 cm.
3. Klasifikasi Wingspread
a. Jenis Kelamin Laki-laki
 Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium
eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke
vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah
dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin
jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke
vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita
memerlukan kolostomi segera.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
- Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.

5
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan,
lubangnya terletak lebih anterior dari letak anus normal, tetapi
tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya,
tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga
biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2

Gambar 1. Malformasi anorektal pada laki-laki


b. Jenis Kelamin Perempuan
 Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses

6
umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.
- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina.
Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan
kolostomi.
- Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum
susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita
dalam keadaan optimal.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2
cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva
dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu
menimbulkan obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar
sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

7
Gambar 2. Malformasi anorektal pada perempuan

D. PATHWAY

Kelainan kongenital pada bayi


dan anak

Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan


pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik

Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang

Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka (bakal genitourinasi
dan struktur anorektal)

Terjadi stenosis anal (penyempitan pada kanal anorektal)

Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus

Atresia ani

E. PATOFISIOLOGI
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan

8
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar
anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami
obstrksi.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.
Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot
dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internus mungkin tidak
memadai. Kelainan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka
menjadi rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan
perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Dalam hal ini terjadi fistula
antara saluran kemih dan saluran genital.Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang
anus.Atresia ini adalah suatu kelainan bawaan.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rectum berakhir di atas M. levator ani (M
pubrorektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. letak upralevator biasanya disertai dengan fistel
ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rectum terletak pada M. levator ani tetapi tidak
menembusnya.
3. Rendah : rectum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

F. MANIFESTASI KLINIS
Bayi muntah muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
meconium, Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan

9
tiga hampir selalu disertai fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar
feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius.
Sedang pada bayi laki laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung
kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan
2. Tidak dapat dilakukan suhu rektal pada bayi
3. Meconium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4. Perut kembung
5. Bayi muntah muntah pada umur 24-48 jam

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terdapat pada atresia ani antara lain :
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang bias berkepanjangan
3. Kerusakan uretra( akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panJang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis)
5. Masalah atau keterlambatan yang berhubungan dengan tolit training
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
7. Prolaps mukosa anurektal
8. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi).

H. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan:
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
 Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit
ke daerah yang melebar.

10
 Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran
mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.
b. Biopsi hisap rektum
 Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak adanya
sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa, dan adanya
serabut saraf yang menebal.
 Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:
a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
 Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran
berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital
Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
 Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi
terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram. Bila
akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum
> 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-laki fistel dapat berupa rektovesikalis,
rektouretralis dan rektoperinealis.
b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel
 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP
(Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.
 Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih
dahulu.
 Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari
kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm
dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada
perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah
. Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau
rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar
usus terisis, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi
badan vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud)

11
dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat
fistula lakukan fistulografi.
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus
ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi
daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan
fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan
selama beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa
keluar melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan
bagian distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot
volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong. Tekanan
intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang
mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam
untuk menentukan jenis malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan
apakah akan dilakukan colostomy atau anoplasty.
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum,
ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan
bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini
berhubungan dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan
colostomy.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-
handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran
pada anus (tempat keluarnya mekonium).

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih
tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus

12
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong
rektum dan pemotongan fistel.
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran
rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan
fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan
oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan
ada tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada:
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan
tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani
ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah
posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti.
Posterior Sagital Anorektal Plasty (PSARP)
Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke arah rektum. Sfingter rektal sebenarnya
terdiri dari saraf dan otot yang dapat diidentifikasi dan fistula dipisahkan dari rektum.
Pembuatan lubang anus dimana saraf dan otot rektum berada, bertujuan untuk
memaksimalkan kemampuan bayi dalam mengontrol pergerakan usus. Kolostomi
tidak ditutup selama prosedur operasi. Kotoran akan tetap keluar melalui kolostomi
dan memberi waktu bagi lubang anus yang baru untuk sembuh.

13
BAB III
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. IDENTITAS PASIEN
Nama, Tempat tgl lahir, umur, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa
Pendidikan, Pekerjaan , No. CM, Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama : Distensi abdomen
b. Riwayat Kesehatan Sekarang :Muntah, perut kembung dan
membuncit, tidak bisa buang air besar, meconium keluar dari vagina
atau meconium terdapat dalam urin
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah
24-48 jam pertama kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan
kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh
angota keluarga yang lain
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak
mempengaruhi kejadian atresia ani
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa
yang dirasakan dan apa yang diinginkan
b. Pola aktifitas kesehatan/latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih
bayi.
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilitas ditempat tidur
Pindah
Ambulansi
Makan

14
Keterangan :

0: Mandiri
1: Dengan menggunakan alat bantu
2: Dengan bantuan dari orang lain
3: Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4: Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola istirahat/tidur
Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau kelurga yang lain
d. Pola nutrisi metabolic
Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
e. Pola eliminasi
Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada meconium
f. Pola kognitif perseptual
Klien belum mampu berkomunikasi, berespon, dan berorientas i dengan
baik pada orang lain
g. Pola konsep diri
1) Identitas diri : belum bisa dikaji
2) Ideal diri : belum bisa dikaji
3) Gambaran diri: belum bisa dikaji
4) Peran diri : belum bisa dikaji
5) Harga diri : belum bisa dikaji
f. Pola seksual Reproduksi
Klien masih bayi dan belum menikah
g. Pola nilai dan kepercayaan
Belum bisa dikaji karena klien belum mengerti tentang kepercayaan
h. Pola peran hubungan
Belum bisa dikaji karena klien belum mampu berinteraksi dengan orang
lain secara mandiri
i. Pola koping
Belum bisa dikaji karena klien masih bayi dan belum mampu berespon
terhadap adanya suatu masalah.
4. PEMERIKSAAN FISIK
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus

15
tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi,
termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada
auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi
lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu Kesehatan Anak:1985).
a. Pemeriksaan Fisik Head to toe
1. Tanda-tanda vital
 Nadi : 110 X/menit.
 Respirasi : 32 X/menit.
 Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom.
3. Mata
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva,
tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak
agak pucat.
4. Hidung
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna
7. Leher
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur

16
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor,
tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
11. Genitalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-
kadang tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam
anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki
dan kukunya tampak agak pucat
14. Punggung
Tidak ada penonjolan spina gifid
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting +
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

17
B. Web Of Causation

Faktor kongenital dan faktor lain yang tidak diketahui / idiopatik

Atresia Ani

Ujung rektum buntu

Ketidakmampuan fekal dikeluarkan

Preoperasi Dilakukan tindakan operasi


Fekal menjadi menumpuk di atas

Kurang pengetahuan tentang tindakan operasi


Obstruksi Colostomy Pembuatan lubang anus
Terputusnya kontinuitas jaringan

Respon psikologis
Distensi abdomen Perubahan struktur tubuh

Pot de entri mikroorganisme Waktu lama tidak


Pasien dan keluarga cemas Merangsang mediator kimia terkontrol
(bradikinin, serotonin, histamin,
Mendorong diafragma Merangsang peningkatan peristaltik usus Gangguan citra tubuh prostaglandin) di ujung-ujung saraf

Ansietas Memudahkan
masuknya kuman ke
dalam tubuh Penutupan anus
Complien paru terganggu
Pergerakan makanan lambat Penumpukan feses Impuls/rangsangan

Kebutuhan O2 tidak adekuat Distensi abdomen


Rasa penuh di perut Proses peradangan Risiko infeksi area pembedahan Nyeri akut

Penumpukan feses
Pernapasan tidak optimal Peningkatan HCL (asam lambung) Pengeluaran inter Leukin I

Konstipasi
Sesak Anoreksia, mual, muntah, muntah berlebih Set poin temperatur meningkat

Febris
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakefektifan pola napas

Hipertermia

Risiko defisien volume cairan

18
C. Diagnosis Keperawatan
1. Ansietas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Risiko defisiansi volume cairan
5. Gangguan citra tubuh
6. Hipertermi
7. Risiko infeksi area pembedahan
8. Nyeri akut
9. Konstipasi

19
D. Intervensi
1. Hipertermia (Domain 11. Keamanan/perlindungan; Kelas 6. Termoregulasi; 00007)
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh dalam kisaran normal
NOC NIC
Keparahan Infeksi (0703) Kontrol Infeksi (6540)
Yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : 1. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
Skala outcome 1 2 3 4 5 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan
Kemerahan  pasien.
Cairan (luka) yang berbau busuk  3. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol institusi.
Sputum purulent  4. Berikan terapi antibiotic yang sesuai.
Drainase purulent  5. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
Keterangan penilaian : 6. Dorong intake cairan yang sesuai.
1 = berat 7. Ajarkan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi dan
2 = cukup berat kapan harus melaporkannya kepada penyedia perawatan
3 = ringan kesehatan.
4 = sedang 8. Ajarkan keluarga mengenai bagaiamana menghindari
5 = tidak ada infeksi.
9. Anjurkan keluarga atau pengunjung untuk mencuci tangan
pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien.

20
2. Konstipasi (Domain 3. Eliminasi dan Pertukaran; Kelas 2. Fungsi Gastrointestinal; 00011)
Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam status frekuensi normal defekasi
NOC NIC
Perawatan Ostomi Sendiri (1615) Perawatan Ostomi (0480)
Yang dibuktikan dengan indicator sebagai berikut : 1. Ajarkan keluarga terkait dengan penggunaan alat perawatan
Skala outcome 1 2 3 4 5 ostomy
Terlihat nyaman dengan adanya  2. Monitor luka sayatan / penyembuhan stoma
stoma 3. Jelaskan kepada keluarga arti perawatan ostomy dalam
Keluarga menjelaskan fungsi  rutinitas sehari-hari
ostomi 4. Monitor pola eliminasi
Keluarga menjelaskan tujuan  5. Eksplorasi perawatan ostomy pasien
ostomi 6. Berikan dukungan dan bantuan saat keluarga pasien
Keluarga menjaga perawatan kulit  mengembangkan keterampialn dalam merawat stoma /
di sekitar ostomi jaringan sekitarnya
Keluarga mengosongkan kantung  7. Dorong keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan
ostomi kekhawatiran mengenai perubahan citra tubuh
Keluarga mengganti kantung 
ostomi
Keterangan penilaian :
1 = tidak pernah menunjukkkan
2 = jarang menunjukkkan
3 = kadang menunjukkkan
4 = sering menunjukkkan
5 = secara konsisten menunjukkkan

21
3. Nyeri akut (Domain 12. Kenyamanan; Kelas 1. Kenyamanan Fisik; 00132)
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri teratasi/teratasi sebagian
NOC NIC
Pemulihan pembedahan: segera setelah operasi (2305) Manajemen Nyeri (1400)
Yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
Skala outcome 1 2 3 4 5 karekteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Kepatenan jalan napas  atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
Tekanan darah sistolik  2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
Tekanan darah diastolik  ketidaknyamanan terutama pada pasien yang tidak dapat
Tekanan nadi  berkomunikasi secara efektif
Suhu tubuh  3. Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
Laju pernapasan  pemantauan yang ketat
Irama pernapasan  Monitor Tanda-tanda Vital (6680)
Sensari perifer  1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan
Keterangan penilaian : dengan tepat
1 = deviasi berat dari kisaran normal 2. Catat gaya dan fluktuasi yang luas pada tekanan darah
2 = deviasi yang cukup besar dari kisaran normal 3. Monitor keberadaan dan kualitas nadi
3 = deviasi sedang dari kisaran normal 4. Monitor irama dan laju pernapasan
4 = deviasi ringan dari kisaran normal 5. Monitor pola pernapasan abnormal
5 = tidak ada deviasi dari kisaran normal

22
BAB IV
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
Nama : An. M No. RM : 11283xxx
Usia : 3 Tahun Tgl. Masuk : 08 Maret 2018
Jenis kelamin : Laki-laki Tgl. Pengkajian : 25 Maret 2018
Alamat : RT 11/05 Sukorejo Sumber informasi : Orang tua klien
No. telepon :- Nama klg. dekat yg bisa dihubungi: Tn. A
Status pernikahan : belum menikah
Agama : Islam Status : Ayah kandung Suku
: Madura-Jawa Alamat : RT 11/05 Sukorejo
Pasuruan
Pendidikan : Tidak terkaji (belum sekolah). No. telepon : 08233533xxx
Pekerjaan : Tidak terkaji (belum bekerja) . Pendidikan :-
Lama berkerja : Tidak terkaji (belum bekerja) Pekerjaan :Pedagang

2. Status kesehatan Saat Ini


a. Keluhan utama
Saat MRS : Operasi Pro PSA
Saat Pengkajian : Anak tampak tenang, dan sesekali menangis, selasa 27 Maret rencana akan
dilakukan operasi End to End Anastomosis
b. Lama keluhan : Badan teraba hangat sejak tadi siang
c. Kualitas keluhan : Suhu : 37,5oC
d. Faktor pencetus : Atresia Ani (karena kelainan konginetal )
e. Faktor pemberat : -
f. Upaya yg. telah dilakukan : dibawa ke RSSA
g. Diagnosa medis
a. Atresia Ani Pro PSA Tanggal 08 Maret 2018

3. Riwayat Kesehatan Saat Ini


Orang tua klien mengatakan anaknya tidak bisa BAB sejak lahir karena tidak punya lubang anus. Anak dilahirkan
di RSUD Bangil Pasuruan dengan BB lahir 3.700 gr, dan ibu mengatakan tidak ada keluhan selama masa
kehamilan. Saat pengkajian pasca lahir didapatkan kondisi anak M yang tidak memiliki anus sehingga dilakukan
tindakan olocostomy tahun 2016 di RSUD Bangil. Kemudian anak dilakukan tindakan operasi kedua Februari
2018 PSA di RSSA. (Posterior Sagital Anorectal). Pada

23
saat pengkajian An.A cukup aktif, namun cenderung rewel. Ibu mengatakan masih sulit makan meskipun agak
lebih baik ketika setelah dibuatkan stoma. Anak hanya mau ASI saja. An. A kadang- kadang mengeluh sakit pada
daerah anus. hari selasa 27 Maret rencana akan dilakukan operasi End to End Anastomosis
P: post PSA
Q: Ringan (cekit-cekit)
R: pada daerah anus bekas operasi PSA S:
skala nyeri 3
T: Pada saat terlalu aktif (terlalu banyak bergerak)

4. Riwayat Kesehatan Terdahulu


a. Penyakit yg pernah dialami:
a. Kecelakaan (jenis & waktu) : Tidak ada
b. Operasi (jenis & waktu) : Colocostomy dan PSA
c. Penyakit:
 Kronis : Tidak ada
 Akut : Tidak ada
d. Terakhir masuki RS : MRS ini

b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):

Tipe Reaksi Tindakan


Belum dilakukan pemeriksaan Belum dilakukan Belum dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


a. Prenatal
- Pemeriksaan ANC rutin (6kali) di puskesmas dan di bidan
- tidak ada penyulit selama kehamilan
b. Natal
- Lahir normal / spontan pervaginam
- Lahir cukup bulan
- Tidak ada penyulit selama persalinan
- Berat badan lahir 3700 gr
c. Postnatal
- Tubuh bayi tampak berwarna normal
- Tidak ada tanda asfiksia
- Bayi menangis dan bergerak aktif
- Mekonium keluar <48 jam setelah bayi lahir
d. Imunisasi
- Hepatitis B1

24
- BCG
- OPV - O

6. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Pertumbuhan
- Berat lahir : 3700 gr
- Panjang badan lahir : 48 cm
- Lingkar kepala lahir : 30 cm
- Berat badan saat ini : 10 kg
- Panjang badan saat ini : 78 cm
- Lingkar Lengan atas saat ini : 18 cm
- BBI : 10,2 kg
Kesimpulan : Pertumbuhan anak normal (sesuai usia), status gizi kurang
b. Perkembangan
- Klien sudah bisa mengambar dan menunjukkan suatu objek
- Klien bisa menjawab pertanyaan
- Klien bisa memberikan respon pada orang lain saat diberi stimulasi (tersenyum, tertawa, mengoceh)
Kesimpulan : Perkembangan sesuai umur / normal

7. Riwayat Keluarga
Ayah klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak +/- 7 tahun lalu
Dalam keluarga klien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, Hepatitis B, Stroke, PJK, dll

GENOGRAM

Keterangan :

: laki- laki

: perempuan

: meninggal
: tinggal serumah

: pasien

25
8. Riwayat Lingkungan
Jenis Rumah Pekerjaan
 Kebersihan Bersih, minimal polusi air, udara Belum bekerja
 Bahaya kecelakaan Aman, jauh dari jalan raya Belum bekerja
 Polusi Minimal polusi udara, air, suara Belum bekerja
 Ventilasi Cukup, 1 ruangan 1 ventilasi Belum bekerja
 Pencahayaan Baik, cahaya masuk setiap ruangan Belum bekerja

9. Pola Aktifitas-Latihan
Rumah Rumah Sakit
 Makan/minum
0 0
 Mandi 0 0
 Berpakaian/berdandan 0 0
 Toileting 0 0
 Mobilitas di tempat tidur 0 0
 Berpindah 0 0
 Berjalan 0 0
 Naik tangga 0 0
Pemberian Skor: 0 = mandiri, 1 = alat bantu, 2 = dibantu 1 orang, 3 = dibantu >1 orang, 4 = tidak mampu

10. Pola Nutrisi Metabolik


Rumah Rumah Sakit
a. Jenis diit/makanan ASI, Nasi, Lauk, dll Diet TETP A (Biasa), ASI
b. Frekuensi/pola hari menyusu > 8 kali hari menyusu > 8 kali
c. Porsi yg dihabiskan menyusu -/+ 20 menit menyusu -/+ 20 menit
d. Komposisi menu ASI susu formula, nasi ASI dan diet TETP
e. Pantangan Tidak ada Tidak ada
f. Napsu makan Baik Baik
g. Fluktuasi BB 6 bln. terakhir Meningkat 1300 gr Meningkat 1300 gr
h. Jenis minuman ASI dan susu formula ASI dan susu formula
i. Frekuensi/pola minum hari menyusu > 8 kali hari menyusu > 8 kali
j. Gelas yg dihabiskan menyusu -/+ 20 menit menyusu -/+ 20 menit
k. Sukar menelan (padat/cair) Tidak ada Tidak ada
l. Pemakaian gigi palsu (area) Tidak ada Tidak ada

26
m. Riw. masalah penyembuhan luka Tidak ada Tidak ada

11. Pola Eliminasi


Rumah Rumah Sakit

a. BAB:

a. Frekuensi/pola - tidak tentu


b. Konsistensi - encer
c. Warna & bau - kuning
d. Kesulitan tidak BAB langsung tidak bisa spontan
e. Upaya mengatasi pakai stoma terpasang stoma dan post
PSA
b. BAK:
a. Frekuensi/pola 5-4 kali per hari 5-4 kali per hari
b. Konsistensi Cair Cair
c. Warna & bau Coklat tua – Kuning pekat Kuning pekat - kuning
d. Kesulitan tidak ada tidak ada
- Upaya mengatasi tidak ada tidak ada

12. Pola Tidur-Istirahat


Rumah Rumah Sakit
a. Tidur siang:Lamanya 2-3 jam 2-3 jam
- Jam …s/d… 12.00 - 15.00 12.00 - 15.00
a. Kenyamanan stlh. tidur Nyaman Nyaman
b. Tidur malam: Lamanya 12-15 jam 12-15 jam
- Jam …s/d… 19.00-05.00 ; 07.00-09.00 19.00-05.00 ; 07.00-09.00
a. Kenyamanan stlh. tidur Nyaman Nyaman
b. Kebiasaan sblm. tidur Minum susu Minum susu
c. Kesulitan Kadang rewel Kadang rewel
d. Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

13. Pola Kebersihan Diri


Rumah Rumah Sakit
a. Mandi:Frekuensi 2 kali / hari 2 kali / hari
a. Penggunaan sabun dengan sabun (diseka) dengan sabun (diseka)
b. Keramas: Frekuensi 1 kali/ hari 1 kali/ hari
a. Penggunaan shampoo dengan shampoo dengan shampoo
c. Gososok gigi: Frekuensi tidak gosok gigi tidak gosok gigi
a. Penggunaan odol tidak gosok gigi tidak gosok gigi

27
 Ganti baju:Frekuensi 2 kali / hari 2 kali / hari
 Memotong kuku: Frekuensi 1 minggu / 1x 1 minggu / 1x
 Kesulitan tidak ada tidak ada
 Upaya yg dilakukan tidak ada tidak ada

14. Pola Toleransi-Koping Stres


1. Pengambilan keputusan: ( ) sendiri (v) dibantu orang lain, sebutkan, orang tua klien
2. Masalah utama terkait dengan perawatan di RS atau penyakit (biaya, perawatan diri, dll): tidak ada
3. Yang biasa dilakukan apabila stress/mengalami masalah: orang tua klien bercerita pada anggota keluarga,
berdoa
4. Harapan setelah menjalani perawatan: orang tua berharap anak dapat segera membaik
kondisinya dan pulang ke rumah
5. Perubahan yang dirasa setelah sakit: tidak terkaji

15. Konsep Diri


1. Gambaran diri: tidak terkaji
2. Ideal diri: tidak terkaji
3. Harga diri: tidak terkaji
4. Peran: tidak terkaji
5. Identitas diri : Klien adalah seorang anak, usia 2 bulan, berjenis kelamin laki-laki

16. Pola Peran & Hubungan


1. Peran dalam keluarga : sebagai anak
2. Sistem pendukung:suami/istri/anak/tetangga/teman/saudara/tidak ada/lain-lain, sebutkan: orang tua
klien
3. Kesulitan dalam keluarga: ( ) Hub. dengan orang tua ( ) Hub.dengan pasangan ( )
Hub. dengan sanak saudara ( ) Hub.dengan anak
(v) Lain-lain sebutkan, tidak ada
4. Masalah tentang peran/hubungan dengan keluarga selama perawatan di RS: tidak ada
5. Upaya yg dilakukan untuk mengatasi: tidak ada

17. Pola Komunikasi


1. Bicara: (v ) Normal ( )Bahasa utama: indonesia
( ) Tidak jelas (Mengoceh ( ) Bahasa daerah: jawa/madura
( ) Bicara berputar-putar ( ) Rentang perhatian: Baik ( )
Mampu mengerti pembicaraan orang lain ( ) Afek: baik
2. Tempat tinggal:

28
( ) Sendiri
( ) Kos/asrama
(v ) Bersama orang lain, yaitu: bersama orang tua

3. Kehidupan keluarga
a. Adat istiadat yg dianut: Jawa
b. Pantangan & agama yg dianut: Islam
c. Penghasilan keluarga: ( ) < Rp. 250.000 (v ) Rp. 1 juta – 1.5 juta
( ) Rp. 250.000 – 500.000 ( ) Rp. 1.5 juta – 2 juta
( ) Rp. 500.000 – 1 juta ( ) > 2 juta
18. Pola Seksualitas
1. Masalah dalam hubungan seksual selama sakit: (v ) tidak ada ( ) ada
2. Upaya yang dilakukan pasangan (orang tua):
(v ) Perhatian (v) Sentuhan ( ) lain-lain, seperti, ...........................................................

19. Pola Nilai & Kepercayaan


1. Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk Anda, Ya/Tidak
2. Kegiatan agama/kepercayaan yg dilakukan dirumah (jenis & frekuensi): tidak terkaji
3. Kegiatan agama/kepercayaan tidak dapat dilakukan di RS: tidak terkaji
4. Harapan klien terhadap perawat untuk melaksanakan ibadahnya: tidak terkaji

20. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum: Cukup
- Kesadaran: Compos mentis
- Tanda-tanda vital: - Tekanan darah :tidak terkaji - Suhu :37,5oC
- Nadi : 112 x/menit - RR : 24 x/menit
- Tinggi badan: 56 cm Berat Badan: 10 kg

2. Kepala & Leher


a. Kepala :
- Bentuk : normochepali
- Massa: tidak ada
- Distribusi rambut : merata
- Warna kulit kepala : putih bersih
- Keluhan : tidak ada keluhan

b. Mata:
- Bentuk: simetris

29
- Konjungtiva: tidak anemis
- Pupil : ( v ) reaksi terhadap cahaya (v )isokor ( ) miosis ( )pin point ( )midriasis
- Sklera : ikterik
- Fungsi penglihatan : ( v ) baik ( ) kabur
- Penggunaan alat bantu : ( ) ya ( v ) tidak

c. Hidung:
- Bentuk : Simetris
- Sekret: tidak ada
- Pembengkakan: tidak da
- Nyeri tekan: tidak ada
- Pendarahan: tidak ada
- Sinus: tidak ada nyeri tekan pada sinus para nasal

d. Mulut & tenggorokan:


- Warna bibir: pink, tidak ada sianosis
- Mukosa: lembab
- Ulkus:tidak ada.
- Lesi: tidak ada.
- Massa: tidak ada.
- Warna lidah: pink
- Perdarahan gusi: tidak ada.
- Karies ada.
- Gangguan bicara: tidak

e. Telinga:
- Bentuk: simetris
- Lesi tidak ada.
- Massa: tidak ada.
- Nyeri: tidak ada.
- Nyeri tekan: tidak ada.

f. Leher:
- Kekakuan: tidak ada.
- Benjolan / massa : tidak ada..
- Vena junggulris: tidak ada distensi vena jugularis
- Nyeri: tidak ada.

30
- Nyeri tekan: tidak ada.
- Keterbatasan gerak: : bisa mengangkat kepala 30o saat tengkurap, bisa miring kanan dan kiri
- Keluhan lain: tidak ada

3. Thorak & Dada:


- Jantung
- Inspeksi: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi: Puslasi ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula sinistra
- Perkusi: terdengar dullness pada batas-batas jantung, batas jantung atas : ICS 2 mid sternal,
batas jantung kanan : ICS 2 parasternal kanan, batas jantung kiri : ICS 5 mid clavicula sinistra

- Auskultasi: S1 S2 normal, tidak ada suara jantung tambahan, murmur (-), gallop (-)

- Paru
- Inspeksi:Bentuk dada normal, retraksi dinding dada minimal, tidak ada penggunaan otot bantu
nafas
- Palpasi:pengembangan dada simetris
- Perkusi:resonan
- - - -
- Auskultasi: suara vesikuler, tidak ada ronchi i- - wheez-in-g
- -
- -

4. Payudara & Ketiak


- Benjolan / massa: tidak ada.
- Bengkak: tidak ada..
- Nyeri: tidak ada.
- Nyeri tekan: tidak ada.
- Kesimetrisan : tidak ada.

5. Punggung & Tulang Belakang


- Tidak ada kelainan tulang punggung
- tidak ada lesi / luka, tidak ada massa
6. Abdomen
- Inspeksi : perut tampak datar, terpasang kantong pada perut sebelah kiri, produksinya
±200 cc/ hari. Keadaan stoma baik dan tampak merah
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : Bising usus 16x/menit
7. Genetalia & Anus
Terdapat insisi diantara skrotum dan tulang ekor, terdapat cairan putih keruh agak kekuningan yang
keluar dari sela-sela hecting insisi post PSA, terkadang An.A mengeluh sakit pada anus
8. Ekstermitas ( kekuatan otot, kontraktur, deformitas, edema, luka, nyeri/ nyeri tekan, pergerakan)

31
- Atas: tidak terdapat kontraktur, edema, luka pada ekstremitas atas, terpasang IV line (plug) pada
tangan kiri

- Bawah: tidak terdapat kontraktur, edema, luka pada ekstremitas bawah

9. Sistem Neorologi (SSP : I –XII, reflek, motorik,sensorik)


- Sucking reflex : (+)
- Palmar garsp reflex : (+)
- Tonic neck reflex : (+)
- Rooting reflex : (+)
- Moro reflex (+)
- Babinski reflex (+)

10. Kulit & Kuku


- Kulit (warna, lesi, turgor, jaringan, parut, suhu, tkstur, diaphoresis)
Warna kulit bersih, jaundice minimal, lesi kemerahan bintik-bintik pada area kepala, dan lecet pada
area glutea, turgor kulit baik, suhu teraba hangat, tidak ada diaphoresis
- Kuku: (warna, lesi, bentuk, pengisian kapiler)
Belum dipotong, CRT <2detik

21. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium, USG, Rontgen, MRI)


Terlampir.

22. Terapi (Medis, Rehabmedik, nutrisi)


- IV : ampicilin 3x300
- IV : antrain 3x150
- IV : Ranit 2x10
- IVFD : C 1 :4 1000cc/24 jam
23. Perencanaan Pulang
a. Tujuan pulang: Rumah
b. Transportasi pulang: Kendaraan pribadi
c. Dukungan keluarga: Orang tua
d. Antisipasi bantuan biaya setelah pulang: Umum
e. Antisipasi masalah perawatan diri setalah pulang: ASI, kontrol teratur
f. Pengobatan: -
g. Rawat jalan ke: poli anak
h. Hal-hal yang perlu diperhatikan di rumah: ASI, kontrol teratur
i. Keterangan lain: Tidak ada

32
B. Analisis Data
No. Data Fokus Etiologi Masalah
1 DS: Ketidakseimbangan
 Ibu mengatakan anak nutrisi: kurang dari
Asupan makanan
masih sulit makan kebutuhan tubuh
kurang dari RDA
dan hanya minum asi
saja
DO
 BB 10 kg (z score di Gizi kurang
bawah -2), <20% BBI
(14,2kg), kesimpulan
gizi kurang
 TB 78 cm (z score di Nutrisi kurang dari
bawah -2, normal kebutuhan tubuh
96cm), kesimpulan
perawakan pendek
 BAB encer
 Asupan dari asi saja =
asupan makanan
kurang dari RDA
(Recommended daily
allowance)
2 DS: Riwayat post PSA /
Risiko infeksi
 Ibu mengatakan anak prosedur invasif
di RS kadang rewel
DO:
 Terdapat cairan putih
Luka post operasi
keruh agak
kekuningan keluar
dari sela-sela
heacting insisi post Cairan putih keruh
kekuningan, lecet,
PSA suhu 37,5 C
 Lecet pada area
glutea
 Suhu 37,5 C Risiko infeksi
 Malnutrisi (BB 10 kg
(z score di bawah -2),
<20% BBI (14,2kg),
kesimpulan gizi
kurang ; TB 78 cm (z
score di bawah -2,
normal 96cm),
kesimpulan
perawakan pendek)

33
3 Pengkajian nyeri Riwayat post PSA Nyeri akut
P: post PSA / prosedur invasif
Q: ringan (cekit-cekit)
R: pada daerah anus bekas
operasi PSA Cedera fisik
S: skala 3
T: pada saat terlalu aktif
(terlalu banyak reaksi reseptor
bergerak) ke SSP
DS:
 Ibu mengatakan anak
kadang mengeluh persepsi nyeri
sakit pada anus
terutama ketika
banyak gerak
DO:
 Lecet pada area
glutea

C. Diagnosis
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan diet kurang
2. Resiko infeksi b/d prosedur invasive
3. Nyeri akut b/d proses pembedahan/ agen cedera fisik

34
D. Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan diet kurang
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam makanan dan cairan yang masuk dalam tubuh ditingkatkan
NOC NIC
Status nutrisi : asupan makanan dan cairan (1008) Manajemen nutrisi (1100)
Yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut : 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk
Skala outcome 1 2 3 4 5 memenuhi kebutuhan gizi
Asupan makanan secara oral  2. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
Asupan cairan secara oral  dimiliki pasien
Asupan cairan intravena  3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi
Keterangan penilaian : 4. Atur diet yang diperlukan
1 = tidak adekuat 5. Pastikan makanan yang disajikan dengan cara menarik dan
2 = sedikit adekuat pada suhu yang cocok
3 = cukup adekuat 6. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan
4 = sebagian besar adekuat kenaikan berat badan
5 = sepnuhnya kuat

35
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam tidak tampak tanda tanda infeksi pada area insisi

NOC NIC
Pemulihan pembedahan : penyembuhan (2304) Kontrol infeksi (6540)
Yang dibuktikan oleh indicator sebahgai berikut : 1. Tempatkan isolasi sesuai tindakan pencegahan yang sesuai
Skala outcome 1 2 3 4 5 2. Lakukan tindakan- tindakan pencegahan yang bersifat
Eliminasi usus  universal
3. Gosok kulit pasien dengan agen anti bakteri yang sesuai
Keseimbangan elektrolit 
4. Jaga lingkungan aseptic
Integritas jaringan 
5. Pastikan penanganan aseptic
Penyembuhan luka  6. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
7. Kolaborasi dengan dokter terapi anti biotik yang sesuai
Keterangan Penilaian :
1 = Deviasi Berat Dari Kisaran Normal
2 = Deviasi Yang Cukup Besar Dari Kisaran Normal
3 = Deviasi Sedang Dari Kisaran Normal
4 = Deviasi Ringan Dari Kisaran Normal
5 = Tidak Ada Deviasi Dari Kisaran Normal

36
3. Nyeri akut b/d proses pembedahan/ agen cedera fisik
Tujuan : setelah mendapat perawatan selama 3 x 24 jam nyeri klien terkontrol

NOC NIC
Status kenyamanan fisik 2010 Manajemen nyeri 1400
Definisi : kenyamanan fisik yang berkaitan dengan sensasi tubuh Definisi : pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada tingkat
dan mekanisme homeostatis kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
Dengan skala outcome : 1. Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai
Skala outcome 1 2 3 4 5 ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
Posisi yang nyaman √ dapat berkomunikasi secara efektif
Baju yang nyaman √ 2. Gunakan metode penilaian sesuai dengan tahapan
Intake makanan √ perkembangan yang memungkinkan untuk memonitor
Intake cairan √ perubahan dari dan akan dapat membantu
Keterangan : mengidentifikasi factor pencetus actual dan potensial
1. sangat terganggu (misalanya : catatan perkembangan, catatan harian)
2. banyak terganggu 3. Kurangi atau eliminasi factor – factor yang dapat
3. cukup terganggu mencetus atau meningkatkan nyeri misalnya (ketakutan,
4. sedikit terganggu kelelahan)
5. tidak terganggu 4. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
(misalnya farmakologi, nonfarmakologi, interpersonal)
untuk memfasilitasi peurunan nyeri sesuai dengan
kebutuhan
5. Informasikan tim kesehatan lain / anggota keluarga
mengenai strategi non farmakologi yang sedang di
gunakan untuk mendorong pendekatan preventif terkait
dengan menajemen nyeri

37
Manajemen obat 2380
Definisi : fasilitasi penggunaan dan efektifitas resep yang aman
serta penggunaan obat bebas
1. Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
2. Monitor efek samping obat
3. Kaji ulang pasien dan / keluarga secara berkala mengenai
jenis dan jumlah obat yang dikonsumsi
4. Kembangkan strategi bersama pasien/keluarga untuk
meningkatkan kepatuhan mengenai regimen obat yang
diresepkan
5. Konsultasi dengan professional erawatan lainnya untuk
meminimalkan jumlah dan frrkwensi obat yang
dibutuhkan agar didapatkan efek terapeutik
6. Berikan alternative mengenai jangka waktu dan cara
pengobatan mandiri untuk meminimalkan efek gaya
hidup

38
E. Implementasi

Hari/Tanggal Jam Diagnosis Keperawatan Implementasi Tanda Tangan


9 November 12.00 WIB Ketidakseimbangan Manajemen nutrisi (1100)
2018 nutrisi kurang dari 1. Menentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk
kebutuhan memenuhi kebutuhan gizi,
Status gizi saat ini :
TB : 78 cm
BB : 10 Kg
Status gizi nomal :
BB : 14,2 Kg
TB : 96 cm
2. Mengidentifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien dengan keluarga hasil keluarga mengatakan Pasien
tidak memiliki alergi makanan.
3. Mentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
Kebutuhan Kalori usia 3 tahun = 1000 + (100 x 3) = 1300 setara
dengan
a. 2 putih telur (kuning telur tidak saya makan) dan susu skim.
Total 200 kalori
b. Kacang . Total 100 kalori.
c. 4 sendok nasi merah, dada ayam bakar, cah brokoli, pepes tahu,
dan buah jeruk. Total 700 kalori.
d. 2 putih telur. Karena 1 putih telur mengandung 100 kalori, total
200 kalori.
e. Wortel : 100 kalori
4. Mengatur diet yang diperlukan
Hasil diit yang diperlukan untuk pasien yaitu Diit TKTP.

39
5. Memastikan makanan yang disajikan dengan cara menarik dan
pada suhu yang cocok
Menyediakan makanan hangat, bukan panas untuk disajikan
untuk anak.
6. Memonitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan
berat badan
BB saat ini yaitu10 Kg, setelah ditimbang BB tetap 10 Kg, tidak
ada penurunan dan kenaikan berat badan
9 nopember 12.00 WIB Risiko infeksi Kontrol infeksi (6540)
2018 1. Menempatkan isolasi sesuai tindakan pencegahan yang sesuai
2. Melakukan tindakan- tindakan pencegahan yang bersifat universal
3. Menggosok kulit pasien dengan agen anti bakteri yang sesuai
4. Menjaga lingkungan aseptic
5. Memastikan penanganan aseptic
6. Memastikan teknik perawatan luka yang tepat
7. Kolaborasi dengan dokter terapi anti biotik yang sesuai
9 nopember 12.00 WIB Nyeri akut Manajemen nyeri
2018 1. mengobservasi adanya petunjuk non verbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif
2. melakukan penilaian dan monitoring rasa nyeri skala awal 3 saat ini
1
3. mengurangi factor pencetus nyeri dengan bercerita untuk
menghilangkan ketakutan
4. melakukan terapi non farmakologis untuk menghilangkan nyeri
dengan masase halus dan lembut sekitar area luka operasi ---- skala
nyeri sebelum 3 saat ini menjadi 1
5. melaukan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan kelaurga
pasien tentang penanganan nyeri non farmakologis seperti kompres

40
hangat kering sekitar luka operasi ataukah masase lembut dan
ringan pada daerah sekitar operasi
manajemen obat
1. melakukan Monitoring pasien mengenai efek terapeutik obat :
pasien tidak kesakitan
2. melakukan Monitor efek samping obat tidak terdapat mual, muntah,
alergi
3. melakukan pengkajian kepada keluarga pasien mengenai jenis obat
dan jumlah obat yang di onsumsi. Keluarga mampu memahami cara
pemakaian dan nama obat yang di konsumsi oleh anak mereka.
4. Berdiskusi dengan kelaurga pasien tentang perawatan kolostomi dan
jadwal pengontrolan
5. Melakukan kolaborasi engan dokter dan ahli farmasi mengenai
jumlah obat yang diberikan serta dosis sesuai dengan berat badan.
6. Melakukan kontrak waktu dengan pkeluarga pasien tentang
penggantian kolostomi dan perawatan sendiri di rumah

41
F. Evaluasi

Tanggal / Jam Diagnosis Keperawatan Evaluasi


Ketidakseimbangan Nutrisi S : Ibu mengatakan bab tidak terlalu encer, warna kuning.
kurang dari Kebutuhan Ibu mengatakan anak habis 2 sendok makan untuk makanan yang diberikan di
Tubuh rumah sakit
O:
Indikator Skor Hasil Skor Target Skor Pengkajian
Asupan makanan secara oral 3 4 2
Asupan cairan secara oral 3 4 2
Asupan cairan intravena 3 4 3
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Resiko infeksi S :-
O:
indikator Skor hasil Skor target Skor pengkajian
Eliminasi usus 5 5 3
Keseimbangan elektrolit 5 5 3
Integritas jaringan 5 5 3
Penyembuhan luka 5 5 3
A : Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi

42
Nyeri akut S: -
O:
Indikator Skor Hasil Skor Target Skor Pengkajian
Posisi yang nyaman 4 4 1
Baju yang nyaman 4 4 2
Intake makanan 4 4 2
Intake cairan 4 4 2
A : masalah nyeri akut teratasi sebagaian
P : Intervensi dilanjutkan

43
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rectum tidak mempunyai
lubang keluar (Walley, 1996). Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun
ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Secara fungsional,
atresia ani dibagi menjadi 2 yaitu tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate
traktus gastrointestinalis dan tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate
untuk jalan keluar tinja. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan Sinar X terhadap abdomen, Ultrasound terhadap
abdomen, CT Scan dan Pemeriksaan fisik rektum. Penatalaksanaan Medis yang sering
dilakukan pada pasien atresia ani yaitu pada Malformasi anorektal dieksplorasi melalui
tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal
posterosagital dan Colostomi sementara.
Pasien dengan atresia ani harus diberikan perawatan secara intensif terutama
bila dilakukan pembedahan colostomy dan perlunya pengetahuan dari pihak keluarga
agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi. Dan kita sebagai perawat harus
mampu memberikan edukasi tentang perawatan selanjutnya.
B. Saran
Sebagai seorang perawat yang professional, maka seharusnya kita bisa
melakukan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir terutama pada anggota badan yang
rentan mengalami kelainan kongenital seperti anus. Hal yang harus dilakukan adalah
bayi dilakukan colok dubur untuk mengetahui apakah bayi mempunyai anus atau
tidak. Lalu dianjurkan bayi untuk menginap di klinik atau RS dalam waktu 24 jam untuk
mengetahui apakah bayi sudah mengeluarkan mekonium atau tidak, kalau dalam
jangka waktu tersebut bayi sudah mengeluarkan mekonium maka bayi tidak
mengalami kelainan.
Untuk ibu bayi yang mengalami atresia ani sebaiknya bisa berkolaborasi dengan
tim medis dalam melakukan perawatan bayinya tersebut. Bayi terkadang dilakukan
pembedahan kolostomi dan harus dirawat secara ekstra agar kolostomi tersebut tidak
mengalami infeksi.

44
DAFTAR PUSTAKA

Nanda. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Bulechek at all. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Philadephia:
Elsevier
Moorhead et all. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5. Philadephia:
Elsevier
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. “Buku Saku Keperawatan Pediatrik”. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. “Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik”. Sri Kurnianianingsih (ed),
Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.

45

Anda mungkin juga menyukai