Anda di halaman 1dari 21

1

MINI CLINICAL EXAMINATION

Perhitungan Kebutuhan Cairan Perioperatif pada Pasien Post Craniotomi


dengan Meningioma Temporal Base Dextra

Disusun oleh:
Ardhila Aida Nirmala G4A015138
Mona Septina Rahayu G4A015141

Pembimbing:
dr. Iwan Dwi Cahyono, Sp. An

KEPANITERAAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2016
2

LEMBAR PENGESAHAN

MINI CLINICAL EXAMINATION


Perhitungan Kebutuhan Cairan Perioperatif pada Pasien Post Craniotomi dengan
Meningioma Temporal Base Dextra

Disusun oleh:
Ardhila Aida Nirmala G4A015138
Mona Septina Rahayu G4A015141

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian


Ilmu Anestesi Aan Terapi Intensif RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui,
Pada September 2016

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Iwan Dwi Cahyono, Sp.An


3

I. LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Tanggal Lahir : 6 Desember 1976
Alamat : Beji RT 02/ RW 04, Pandanarum
Berat Badan : 50 kg
Tinggi badan : 150 cm
Diagnosis : Meningioma
Pro : Craniotomi, eksisi tumor
DPJP Anestesi : dr. Iwan Dwi Cahyono, Sp. An
Tanggal Operasi : 25 Agustus 2016 (09.00)

B. Anamnesis Pre-Anestesi
1. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan kepala terasa pusing dan
pipi sebelah kiri terasa tebal. Pasien datang ke Poli Bedah Saraf RSUD
Prof DR Margono Soekarjo tanggal 22 Agustus 2016 dan direncanakan
untuk dilakukan operasi pada tanggal 25 Agustus 2016.
2. Riwayat Penyakit Dahulu: riwayat asma (-), maag (-), DM (-), sesak nafas
(-), jantung (-), pingsan (-), HT (-), hepatitis (-), GGK (-), anemia (-),
stroke (-), alergi makanan (-), alergi obat (-), riwayat operasi (-), mengorok
(-), riwayat obat (-)
3. Riwayat Penyakit Keluarga: asma (-), diabetes (-), jantung (-), hipertensi (-
), gangguan pembekuan darah (-)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Sedang
b. Kesadaran: Compos mentis
c. Tanda Vital:
1) Tekanan Darah : 110/80 mmHg
2) Heart Rate : 84x per menit
3) Respiratory Rate : 20x per menit
4

4) Suhu : 36,5 C
d. Airway: Clear (+), gigi palsu (+), gigi tanggal (-), gigi goyang (-), buka
mulut 5 jari, Mallampati II, TMD 6 cm
e. Kepala/Leher: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
pupil (+/+), massa di wajah (-), membran mukosa mulut basah, mulut
sianosis (-), massa di leher (-), luka bakar (-), deviasi trakea (-).
f. Breathing/Thorak:
Spontan (+), RR 20x per menit
1) Paru : Suara dasar vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronki basah
kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)
2) Jantung : s1>s2 reguler, gallop (-), murmur (-)
g. Circulation
Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 84x per menit, tegangan dan isi
cukup
h. Abdomen :
Cembung, supel, bising usus (+) normal, timpani, nyeri tekan (-)
i. Ekstremitas
Akral (hangat), capillary refill <2 detik, edema superior (-/-) edema
inferior (-/-), parese superior (-/-), parese inferior (-/-), paralise
superior (-/-), paralise inferior (-/-)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium 24/07/2016
1) Hb : 14.0 gr/dL
2) Ht : 44 %
3) Leukosit : 11890 U/L (H)
4) Eritrosit : 4,7 juta/uL
5) Trombosit : 238.000/uL
6) PTT : 9,9 detik
7) aPTT : 28,6 detik (L)
8) Ureum : 28,6 mg/dL
9) Kreatinin : 0,60 mg/dL
10) GDS : 116 mg/dL
5

11) Na : 132 mmol/L (L)


12) K : 4,0 mmol/L
13) SGOT : 11 U/L (L)
14) SGPT : 37 U/L
ASSASMENT : ASA III
RENCANA OPERASI : Craniotomi, eksisi tumor
RENCANA ANESTESI : General Anestesi, Intubasi

C. Laporan Anestesi Durante Operasi


1. Tanggal operasi : 25/08/2016
2. Jam mulai anestesi : 09.00 WIB
3. Jam selesai anestesi : 13.15 WIB
4. Kondisi pre-induksi
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 130/80mmHg
Heart rate : 100x per menit
Respiratory Rate : 16 x per menit
Suhu : 36.8 0C
5. Teknik anestesi
Anestesi : General anestesi
Pre-medikasi : Ondansetron 4 mg
Preemptive analgesia : Fentanyl 100 µg
Induksi : Isoflurane
Intravena : Thiopental 250 mg
Fasilitas Intubasi : Rocuronium 50 mg
Airway : FM no. 3
Intubasi ET non kinking no 7.0
Laringoskop mancintosh
6

6. Monitoring Durante Operasi


a. Tekanan Darah dan Heart Rate
Tabel 1. Monitoring Tekanan darah dan HR saat operasi
Jam TD HR
09.00 130/80 100
09.15 130/80 87
09.30 120/85 87
09.45 115/78 85
10.00 110/72 80
10.15 115/68 78
10.30 105/68 78
10.45 103/68 78
11.00 100/67 87
11.15 95/65 90
11.30 97/67 89
11.45 97/69 87
12.00 97/70 87
12.15 97/57 75
12.30 98/60 75
12.45 98/59 73
13.00 100/60 75
13.15 100/62 76

1) Fentanyl 200 mg
2) Thiopental 250 mg
3) Roculax 50 mg
4) Dexa 10 mg
5) Asam tranexamat 500 mg
6) Vitamin K 1 amp
7) Ondansetron 4 mg
8) Precedex Syr pump
9) Roculax Syr pump
b. Cairan yang masuk:
1) NaCl 0.9 % 2500 ml
2) Ringer laktat 1000 ml
3) HES 500 ml
c. Perdarahan : 1000 ml
d. Urin : 1500 ml
7

D. Laporan Post Anestesi (ICU) 26 Agustus 2016


1. Subjektif : wajah sebelah kiri terasa kaku, suara serak
2. Objektif : KU : Sedang
TD : 117/73 mmHg
RR : 12x/menit
HR : 69x/menit
Suhu : 34,7ºC
Saturasi O2 : 100 %
3. Assesment : Post craniotomi (eksisi tumor) atas indikasi meningioma
temporal base dextra + brain compression
4. Hasil Lab (25 Agustus 2016—19.00 WIB)
Hb : 11,0 g/dL (L)
Ht : 34% (L)
Leukosit : 20100 U/L (H)
Eritrosit : 3,7 10^6/Ul (L)
Trombosit : 185000 /uL
GDS : 122 mg/dL
Natrium : 145 mmol/L
Kalium : 4.0 mmol/L
Klorida : 108 mmol/L (H)
Kalsium : 7,6 mg/dL (L)

5. Balance Cairan
Tabel 2. Total intake dan output tanggal 25 Agustus 2016

6 jam pertama 6 jam kedua 6 jam ketiga


Intake
(18.00) (00.00) (06.00)
RL 200 cc 100 cc 400 cc
NS 500 cc 200 cc 300 cc
PRC 100 cc - -
Precedex 5 cc 15 cc -
Total Intake 805 cc 315 cc 700 cc
8

Output
Urine 200 cc 350 cc 200 cc
Muntah/ CMS - - -
IWL 83 cc 125 cc 125 cc

Total Output 283 cc 475 cc 325 cc

Balance +522 cc -160 cc +375 cc


Balance 24
+737 cc
Jam

Tabel 3. Total intake dan output tanggal 26 Agustus 2016


6 jam pertama
Intake
(12.00)
RL -
NS 100 cc
PRC -
Precedex -
Total Intake 100 cc
Output
Urine 200 cc
Muntah/ CMS -
IWL 125 cc

Total Output 325 cc

Balance -225 cc
Balance 24 Jam +512 cc
9

II. ANALISIS KASUS

A. Fisiologi Cairan
Tubuh manusia terdiri dari berbagai molekul padat dan cairan. Dari
kedua komposisi tersebut air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia,
persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat
obesitas seseorang. Pada bayi usia <1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 70-
80% berat badan dan pada bayi usia >1 tahun mengandung air sebanyak 60-
70%. Sedangkan untuk orang dewasa sebanyak 60% total berat badan laki-laki
dan 50% total berat badan perempuan terisi oleh cairan tubuh. Cairan tersebut
didistribusikan oleh tubuh menjadi 2 bagian yaitu cairan ekstraseluler (CES)
serta cairan intraseluluer (CIS). Cairan intraseluler adalah cairan yang berada
di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan
yang berada di luar sel (Fox, 2004; Martini et al., 2012; Gwinnutt & Thorburn,
2010).

Gambar 1. Komposisi cairan tubuh pada pria dan wanita (Martini et al., 2012)
Cairan ekstraseluler terdiri dari tiga kelompok yaitu: cairan
intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler (Martini et al.,
2012; Guyton & Hall, 2006).
1. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler.
Rata–rata volume intravasukular orang dewasa kira–kira 5-6 L (8% BB)
yang terdiri dari plasma (3 L/60%) sel darah merah, leukosit dan
trombosit (2-3 L/40%).
10

2. Cairan interstitial adalah cairan yang terletak di antara sel, pada orang
dewasa volume cairan intersisial sekitar 8 L.
3. Cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan
serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non
elektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan
dan tidak bermuatan listrik, seperti: protein, urea, glukosa, oksigen,
karbondioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit tubuh
mencakup kation (elektrolit bermuatan positif) seperti natrium (Na+), kalium
(K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+) serta anion (elektrolit bermuatan
negatif) seperti Klorida (Cl-), Bikarbonat (HCO3-), Fosfat (HPO42-), Sulfat
(SO42-). Komposisi dari zat elektrolit bergantung pada lokasi cairan apakah
intraseluler maupun ekstaseluler (Martini et al., 2012).
Tabel 4 . Komposisi cairan intrasel (CIS) dan cairan ekstrasel (CES)
(Sjamsuhidajat, 2010)

Elektrolit CIS (mEq/L) CES (mEq/L)


Na 20 135-145
K 150 3-5
Cl 3 98-110
Bikarbonat 10 20-25
Fosfat 110-115 5
Protein 75 10

B. Terapi cairan
Selain untuk mempertahankan atau memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit, penderita yang akan/sedang menjalani masa pascabedah memerlukan
tambahan pemberian cairan untuk mengganti asupan cairan selama pasien
dipuasakan, mengganti asupan cairan selama pasien dipuasakan, mengganti
kehilangan darah, kehilangan cairan ke rongga ketiga, dan kehilangan cairan
lambung, dan lain-lain. Tiga prinsip utama yang harus dipenuhi untuk
melakukan terapi cairan yaitu memenuhi kebutuhan normal per hari, koreksi
kekurangan atau kehilangan cairan, dan koreksi kekurangan atau kehilangan
elektrolit. Koreksi tidak perlu dilakukan sampai mencapai nilai normal, namun
cukup sampai masuk ke batas kompensasi karena selanjutnya akan diatasi oleh
11

mekanisme homeostasis tubuh. Hal ini bertujuan menghindari penyulit


iatrogenik akibat terapi yang berlebihan (Sjamsuhidajat, 2010).
1. Terapi cairan praoperatif
Pemenuhan kebutuhan normal cairan adalah untuk mengganti
cairan yang normalnya keluar melalui ginjal, saluran cerna, paru-paru
dan keringat. Rata-rata kebutuhan cairan 30-40 mL/kgBB/24 jam. Bila
pasien tidak dapat minum, cairan diberikan melalui infus atau pipa
lambung. Dalam perhitungan pemberian cairan selain dihitung jumlah
cairan, juga dihitung kebutuhan elektrolit elektrolit terutama natrium dan
kalium. Kebutuhan natrium harian yaitu 2-4 mEq/kgBB/hari sedangkan
kebutuhan kalium harian sebesar 1-2 mEq/kgBB/hari. Pada hari pertama
atau kedua pascabedah biasanya tidak diperlukan pemberian kalium
kecuali jika hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipokalemia
(Sjamsuhidajat, 2010).
Dari anamnesis perlu diketahui riwayat penyakit, lama sakit,
adanya rasa haus dan muntah/diare, seberapa banyak muntahnya atau
berapa kali mengalami diare, jumlah cairan yang masuk, jumlah kencing
terakhir, obat apa yang sedang diminum (Sjamsuhidajat, 2010).
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memeriksa turgor kulit, adanya
mata cowong, keadaan mukosa mulut, tekanan darah, nadi (kekuatan
pengisian, irama, frekuensi), perfusi perifer, waktu pengisian kapiler
(normal < 2 detik). Dari pemeriksaan fisik, dapat diperkirakan beratnya
kekurangan cairan terutama jika karena kehilangan cairan isotonis atau
kehilangan cairan ke rongga ketiga (Sjamsuhidajat, 2010).
Tabel 5 . Derajat dehidrasi (Sjamsuhidajat, 2010)

Derajat Defisit (% BB) Tanda-tanda


Ringan 5 Turgor, mata cowong, mukosa kering
Sedang 5-8 Terdapat tanda dehidrasi ringan
ditambah oliguria, hipotensi ortostatik,
dan takikardia
Berat 8-10 Oliguria, gangguan kardiovaskular,
gangguan kesadaran
.
12

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat kadar


hematokrit, kadar albumin, BUN/serum kreatinin, kadar natrium,
osmolaritas urin (Sjamsuhidajat, 2010).
Sebelum dilakukan pembedahan sebaiknya masalah dehidrasi
diatasi lebih dahulu, karena induksi anestesia pada dehidrasi berat akan
membahayakan pasien. Resusitasi cairan menggunakan larutan ringer
laktat atau ringer asetat (Sjamsuhidajat, 2010).
2. Terapi cairan intra-operatif
Gangguan cairan pada kasus bedah umumnya menyangkut
kompartemen ekstrasel sehingga jenis cairan yang dipilih untuk terapi
harus menyerupai jenis cairan ekstrasel. Cairan pengganti juga harus
disesuaikan dengan komposisi cairan tubuh yang hilang selama
perawatan, misalnya cairan lambung, keringat, atau diare. Dalam
memilih jenis cairan juga perlu diketahui komposisi dan tujuan terapi
cairan (Sjamsuhidajat, 2010).
Tabel 6. Komposisi cairan parenteral (Sjamsuhidajat, 2010)
Sediaan Kalori/L Na+ K+ Cl- HCO3- Osmolaritas
Cairan (mEq/L) (mOsm/kg)
Glukosa 5% 170 278
Normal Saline
154 154 308
(NS)
Ringer Laktat 130 4 109 28 273
0.45 NS D5 170 77 77
0.225 NS D5 170 34 34
HES 6%
154 154 310
(BM 200.000)
Voluven
154 154 307
(BM 130.000)
Haemacel
145 5,1 145 301
(MW 30.000)
Gelofusine 154 0,4 154 274
13

Selama pembedahan, pemberian cairan didasarkan pada (1) jumlah


cairan untuk menggantikan darah yang keluar yaitu cairan NaCl 0,9%
atau ringer laktat sebanyak ±3 kali jumlah perdarahan; (2) perkiraan
defisit cairan yang belum sepenuhnya terkoreksi (misalnya defisit cairan
5 liter, diberikan resusitasi cairan awal 3 liter, dan kekurangan 2 liternya
dibagi menjadi: 1 liter diberikan dalam 16 jam); (3) cairan rumatan
selama pembedahan, bergantung pada jenis operasinya, berkisar antara
2,5 mL/kg/jam (untuk operasi pada permukaan/superfisial) hingga 15
mL/kg/jam (untuk operasi yang membuka rongga abdomen)
(Sjamsuhidajat, 2010).
3. Terapi cairan pascabedah
Perhitungan kebutuhan cairan pascabedah juga harus selalu
didasarkan pada kebutuhan basal ditambah kebutuhan pengganti.
Kebutuhan basal adalah kebutuhan normal per hari, sedangkan kebutuhan
pengganti adalah sejumlah cairan yang hilang akibat demam tinggi,
poliuria, drainase lambung, muntah, diare, atau perdarahan
(Sjamsuhidajat, 2010).
C. Jenis-jenis cairan
Cairan intravena dapat diklasifikasikan menjadi cairan koloid dan
kristaloid. Keduanya memiliki karakteristik fisik, kimia dan fisiologis yang
berbeda (Gan, 2011).
1. Larutan Kristaloid
Kristaloid merupakan larutan ion anorganik dan molekul organik
yang kecil yang terlarut dalam air. Zat terlarut utamanya adalah glukosa
dan natrium klorida (saline) dan larutan tersebut dapat bersifat isotonik,
hipotonik atau hipertonik terhadap plasma. Nacl isotonik memiliki
konsentrasi 0,9% (mengandung 0,9 gram NaCl pada detiap liternya).
Kalium, kalsium dan laktat ditambahkan untuk mereplikasi ionik plasma.
Kristaloid dengan komposisi ionik mirip dengan plasma dapat disebut
sebagai “balance” atau “fisiologis” (Gan, 2011).
Ekspansi volume plasma yang signifikan membutuhkan volume
kristaloid yang besar. Hal ini menyebabkan ekspansi yang signifikan
14

volume ekstraseluler mengarah ke edema jaringan. Besar volume


resusitasi kristaloid pada luka bakar mayor berhubungan dengan edema
jaringan yang signifikan bila dibandingkan dengan resusitasi koloid.
Secara teoritis hal ini akan mengakibatkan meningkatnya jarak difusi
dalam jaringan dan kompresi pembuluh kecil serta kapiler akibat
kompensasi perfusi dan oksigenasi organ akhir (Gan, 2011).
Pasien yang menjalani resusitasi kristaloid RL dengan prosedur
Whipple menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam kadar air dari
spesimen jejunum dibandingkan dengan resusitasi intraoperatif dengan
hetastarch atau albumin. Edema usus telah dikaitkan dengan gangguan
gastrointestinal dalam fungsi intoleransi untuk nutrisi enteral,
peningkatan potensi untuk pengembangan translokasi bakteri, dan
pengembangan beberapa sindrom disfungsi organ (Gan, 2011).
Larutan glukosa tersedia sebagai isotonik (5% yang mengandung
glukosa 50g dalam setiap liter air) atau larutan hipertonik (25% dan
50%). Glukosa dalam jumlah yang sedikit pada larutan isotonik secara
cepat dimetabolisme sehingga memungkinkan pelarut air terdistribusi
secara bebas melalui cairan tubuh total. Larutan glukosa isotonik harus
diresepkan untuk mengobati dehidrasi sederhana dan memberikan
penggantian air. Larutan glukosa hipertonik diberikan untuk memberikan
glukosa sebagai substrat metabolik di hipoglikemia atau dalam
kombinasi dengan terapi insulin (Gan, 2011).
2. Larutan Koloid
Koloid adalah substansi homogen non-kristalin yang terdiri dari
molekul besar atau partikel ultra mikroskopik dari satu substansi yang
didispersi melalui substansi kedua – partikel-partikel tidak mengendap
dan tidak dapat dipisahkan dengan filtering atau centrifuging biasa
seperti pada suspensi darah. Larutan koloid digunakan pada praktik klinis
dibagi menjadi koloid semi sintetis (gelatin, dextran, dan hydroxyethyl
starches) dan alami turunan plasma manusia (larutan albumin manusia,
fraksi plasma protein, fresh frozen plasma dan larutan immunoglobulin).
Sebagian besar larutan koloid berupa molekul koloid yang dilarutkan
15

dalam saline isotonik kecuali glukosa isotonik, saline hipertonik dan


isotonik seimbang atau larutan elektrolit fisiologis juga dapat digunakan
(Gan, 2011).
Ukuran molekul koloid dapat sangat bervariasi. Koloid semisintetis
dan berbagai persiapan protein plasma dalam larutan (contohnya fresh
frozen plasma, fraksi protein plasma) memiliki distribusi yang luas dari
ukuran molekul dan digambarkan sebagai polidisperse. Larutan albumin
manusia mengandung lebih dari 95% albumin dengan ukuran molekul
yang seragam dan digambarkan sebagai monodisperse (Gan, 2011).

D. Pemberian Cairan Perioperatif


Sebelum dioperasi, Ny. S dipuasakan selama 8 jam. dengan berat badan
sebesar 50 kg, kebutuhan maintenance cairan ny.S sebanyak 100 ml/jam,
dengan rumus dibawah ini.

Tabel 7. Kebutuhan maintenance Ny. S


Pre- Maintenance (M)
operatif = 2ml/ kgBB/jam M = 100 cc/jam
= 2cc x 50 kg
= 100 cc/jam

Berdasarkan perhitungan di atas, cairan yang harus diberikan kepada


pasien Ny. S pada saat pre-operatif sebesar 100 ml/jam. Karena pasien puasa
selama 8 jam, maka kebutuhan cairan pasien sebanyak 800 ml. Pasien dapat
diberikan cairan kristaloid 1000 ml RL. Pemberian cairan saat puasa
diperlukan untuk mengurangi dehidrasi akibat puasa. Sebelum puasa, pasien
makan terlebih dulu untuk mendapatkan karbohidrat. Karbohidrat oral
preoperatif berguna untuk mengurangi resistensi insulin post operatif dan
meningkatkan keadaan preoperatif. Jumlah cairan yang keluar dan masuk
pada Ny. S selama operasi sebagai berikut:
16

Tabel 8. Jumlah cairan yang keluar dan masuk saat operasi


Cairan masuk Jumlah Total Perhitungan

RL (500 mL) 2 1000 mL 1000 mL


NaCL 0.9 % (500 mL) 5 2500 mL 2500 mL
PRC (250 mL) 1 250 mL 750 mL
Hes (500 mL) 1 500 mL 1500 mL

Total 5750 mL

Cairan Keluar

Urine 1500 1500 mL 1500 mL


Perdarahan 1000 1000 mL 3000 mL
Cairan suction 1000 1000 mL 1000 mL

Total 5500 mL

Dari tabel diatas, pemberian cairan yang diberikan saat operasi


sebanyak 3500 mL kristaloid, 500 mL Koloid dan 250 mL PRC. Kristaloid
yang diberikan berfungsi untuk mempertahankan volume darah, sehingga
tubuh tidak mengalam kekurangan cairan. Jumlah kebutuhan cairan selama
operasi perlu diketahui untuk dilakukan penggantian cairan. Hal ini berguna
agar volume cairan tetap adekuat dalam mengantarkan oksigen ke jaringan.
Dalam penerapannya, kebutuhan cairan dengan rumus berikut:

Tabel 9. Perhitungan kebutuhan cairan selama operasi


Cairan pre-operatif pada Ny. S, BB = 50 kg, operasi 4 jam 15 menit
Puasa 8 jam, Stress operasi berat
Pre- Maintenance (M)
operatif = 2ml/ kgBB/jam M = 100 cc/jam
= 2cc x 50 kg
= 100 cc/jam
Durante- Pengganti puasa (PP) PP = 800 cc
operatif = 8 jam x M
= 8 x 100cc
= 800 cc
Stres operasi (SO) berat SO = 400 ml/jam
= 8ml/kg/jam
= 8 ml x 50 kg/jam
= 400 ml/jam
17

Dari tabel diatas, jumlah cairan setiap jamnya sebagai berikut:


1. Jam 1: (1/2 PP) + SO + M
a. = (0.5x 800 ml) + 400 + 100
b. = 900 ml,
2. Jam ke 2: (1/4 x PP)+ SO + M
a. = (0.25 x 800) + 400 + 100
b. = 700 ml
3. Jam ke 3: (1/4 x PP)+ SO + M
a. = (0.25 x 800) + 400 + 100
b. = 700 ml
4. Jam ke 4: SO + M
a. = 400 + 100
b. = 500 ml
5. 15 menit terakhir: 1⁄4 x ( SO + M)
= 1⁄4 + 500
= 62.5 mL

Sehingga total kebutuhan cairan dalam memenuhi kebutuhan cairan


selama operasi adalah 2862,5 ml. Pasien diberikan cairan yang masuk dengan
total perhitungan cairan berjumlah 5750 ml.
Setelah selesai operasi, dilakukan pemeriksaan ulang laboratorium
untuk menilai kimia darah dan kadar elektrolit. Perbandingan jumlah kimia
darah dan elektrolit pada Ny. S sebagai berikut:
Tabel 10. Perbedaan Nilai elektrolit sebelum dan sesudah operasi

Elektrolit Pre-OP Post-OP Selisih Nilai Kesimpulan


normal
Na 132 (L) 145 13 136-145 Normal
mmol/L
K 4,0 4,0 0 3,5-5,1 Normal
mmol/L
Cl Tidak 108 (H) - 98-107 Hiperkloremia
diperiksa mmol/L
Ca Tidak 7.6 (L) - 8,4-10,2 Hipokalsemia
diperiksa mg/dL
18

Tabel 11. Perbedaan Nilai kimia darah sebelum dan sesudah operasi

Kimia Pre-OP Post-OP Selisih Nilai normal Kesimpulan


darah
Hb 14,0 11,0 (L) 3,0 11,7-15,5 g/dL Anemia
Ht 44 34 (L) 10 35-47 % Anemia
Leukosit 11890 20100 8210 3600-11000 Leukositotis
(H) (H) U/L
Eritrosit 4,7 3,7 (L) 1,0 3,8-5,2 Anemia
x10^6/uL
Trombosit 238000 185000 53000 150000- Normal
440000 /uL

Dari hasil Laboratorian di atas, nilai elektrolit Ny. S mengalami


hiperkloremia dan hipokalsemia. Sedangkan dari hasil kimia darah, pasien
mengalami anemia dan leukositotis. Keadaan hiperkloremia dapat disebabkan
karena intake yang berlebihan dari cairan intra vena NaCl 0,9%.
Hipokalsemia pascaoperasi biasanya bersifat sementara dan diterapi dengan
suplemen kalsium serta vitamin D hidroksi 1α. Keadaan anemia pada pasien
ini dapat disebabkan karena perdarahan yang terjadi saat operasi. Biasanya
leukositosis tampil selama beberapa hari setelah operasi karena demarginasi
kumpulan leukosit intravaskular, tetapi nilai ini akan kembali ke normal
dalam beberapa hari (Davey, 2005; Rassam & Counsell, 2005; Sabiston,
2004).

E. Balance Cairan
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka
harus ada keseimbangan (balance) antara air yang keluar dan yang masuk ke
dalam tubuh. Hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar
kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya (Sherwood, 2011).

Hal yang perlu diperhatikan (Horne & Swearingen, 2001):

1. Rata-rata intake cairan per hari:


a) Air minum : 1500-2500 ml
19

b) Air dari makanan : 750 ml


c) Air hasil metabolisme oksidatif : 300 ml
2. Rata-rata output cairan per hari:
a) Urine : 1-2 cc/kgBB/jam
b) Insesible water loss
– Dewasa [IWL=10-15 cc/kgBB/hari]
– Anak [IWL=30-umur (th) cc/kgBB/hari]
– Bila ada kenaikan suhu [IWL=200 (suhu sekarang-36,8oC)]
c) Feses : 100-200 ml
Pada kasus ini balance cairan pasien pada hari pertama dan hari kedua
tidak seimbang antara cairan yang keluar (output) dengan cairan yang masuk
(intake) yaitu +737 cc dan +512 secara berurutan. Hal ini menunjukkan
jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh pasien lebih banyak dibandingkan
dengan cairan yang keluar. Produksi urine seseorang normalnya 1-2
cc/kgBB/jam, jika berat badan pasien 50 kg maka normalnya produksi urine
pasien per jam nya 50-100 cc/jam. Pada 24 jam pertama produksi urine
pasien mencapai 750 cc/18 jam, dengan begitu produksi urine ±42 cc/jam.
Namun pada hari ke-2 (6 jam pertama) kadar urine pasien sudah cenderung
berkurang mencapai 200 cc/6 jam, dengan begitu produksi urine ±34 cc/jam.
20

III. KESIMPULAN

Pasien Ny. S, 39 tahun postcraniotomi meningioma temporal base dextra


yang di operasi elektif di OK IBS tanggal 25 Agustus 2016 dengan post operasi
rawat ICU. Persiapan operasi pasien berupa anamnesis yang dilakukan sudah
mencakup gejala dan tanda dehidrasi serta pemeriksaan fisik yang dilakukan
meliputi pemeriksaan tanda-tanda dehidrasi, hal ini terkait dengan perhitungan
kebutuhan cairan perioperatif pasien.
Saat pemenuhan kebutuhan cairan perioperatif Ny.S, pasien membutuhkan
kebutuhan preoperatif 100 ml per jam atau 800 mL dalam 8 jam puasa. Sedangkan
saat durante operatif, kebutuhan pasien sebanyak 2862,5 ml dalam 4 jam 15 menit
operasi. Cairan yang diberikan terlalu besar, sebanyak 5750 ml. cairan yang
keluar saat operasi sebanding dengan cairan yang masuk, sebanyak 5500 ml.
Selama perawatan di ICU, balance cairan pasien tidak seimbang antara
cairan yang keluar (output) dengan cairan yang masuk (intake) yaitu +737 cc pada
hari pertama. Namun pada hari kedua, balance cairan pasien menjadi +512 dan
kondisi pasien sudah lebih baik. Oleh karena kondisi pasien yang sudah mulai
membaik maka pasien dipindahkan dari ICU pada tgl 26 Agustus 2016 ke bangsal
Cempaka.
21

DAFTAR PUSTAKA

Davey, P., 2005. At a glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Fox, S.I., 2004. Human Physiology. USA: McGraw Hill.

Gan, Tong J. 2011. Colloid or Crystalloid: Any Differences in Outcomes?.


International Anesthesia Research Society: 7-12
Guyton, A.C. & Hall, E., 2006. Textbook of Medical Physiology. Jakarta: EGC.

Gwinnutt, & Thorburn, J., 2010. Body fluid - part 1 anasthesia tutorial od the
week 184. [Online] anesthesia Available at:
http://www.frca.co.uk/Documents/184%20Body%20fluids%20-
%20part%201.pdf.

Horne, M.M. & Swearingen, L.P., 2001. Keseimbangan cairan, elektrolit dan
asam basa. 2nd ed. Jakarta: ECG.

Martini, F.H. et al., 2012. Fundamental of Anatomi and Physiology. USA:


Elvisier.

Rassam, S.S. & Counsell, D.J., 2005. Perioperative electrolyte and fluid balance.
Continuing Education in Anesthesia, Critical Care & Pain, 5(5), pp.157-
60.

Sabiston, D.C., 2004. Buku Ajar Bedah (Sabiston's essentials surgery). Jakarta:
ECG.

Sherwood, L., 2011. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R., 2010. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai