OPTIMALISASI PELAKSANAAN
PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) BIDANG
PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN (PKP) MELALUI
PENINGKATAN KAPASITAS PEMERINTAH DAERAH
2018
Judul :
Oleh :
Nama : Ni Putu Ratih Novyanti Dewi, S.T.
Menyetujui,
Penulis Mentor
(Ni Putu Ratih Novyanti Dewi, S.T.) (Dr. Taufan Madiasworo, S.T., M.T.)
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
Sasongko (2009). Menurut United Nation Economic and Social Council (1997) dalam Dewi
(2006) mengarusutamakan persepektif gender adalah proses memeriksa pengaruh terhadap
perempuan dan laki-laki setelah dilaksanakannya sebuah rencana, termasuk legislasi dan
program-program dalam berbagai bidang dalam semua tingkat. PUG merupakan sebuah
strategi untuk membuat masalah dana pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian
yang menyatu dengan rencana, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian kebijakan dan
program dalam semua aspek politik, ekonomi, dan sosial agar perempuan dan laki-laki
mendapatkan manfaat dan ketidaksetaraan (inequality) tidak berlanjut dengan tujuan akhirnya
yaitu kesetaraan gender.
4. Manfaat
Indikator manfaat menunjukkan keadilan dan kesetaraan bagi setiap Gender dalam
memanfaatkan hasil hasil pembangunan infrastruktur, baik fisik maupun non fisik.
Ada pula pendapat lain tentang indikator-indikator kesenjangan gender. Menurut
(Hungu, 2012) terdapat 4 jenis indikator yang terdiri dari:
1. Indikator tingkat dampak, yaitu indikator yang bersifat makro yang biasanya
mengacu pada indikator yang disepakati secara nasional, misalnya:
a. Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index-GDI) merupakan
indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia untuk
mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan
perempuan. Variabel GDI: angka harapan hidup, pendidikan, pendapatan;
b. Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measures-GEM)
merupakan indeks yang mengukur peran aktif perempuan dan kehidupan
ekonomi dan politik. Variabel GEM: partisipasi perempuan dalam politik,
partisipasi dalam bidang ekonomi, partisipasi dalam pengambilan keputusan
serta penguasaan sumber daya ekonomi;
c. Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs),
yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
2. Indikator pada tingkat hasil/outcome, yaitu indikator yang merupakan hasil
langsung dari pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi/SKPD dalam jangka
waktu satu sampai lima tahun. Contohnya adalah data/indeks yang menjelaskan
hasil suatu layanan; misalnya:
a. populasi laki-laki dan perempuan yang mendapatkan pelayanan yang
berkualitas;
b. jumlah rumah tangga miskin yang mendapat pelayanan air bersih;
c. pekerja laki-laki dan perempuan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja,
d. perempuan korban kekerasan yang mendapatkan pelayanan terpadu.
3. Indikator pada tingkat output, yaitu indikator yang merupakan hasil langsung dari
suatu kegiatan; misalnya:
a. Rasio laki-laki dan perempuan yang mendapatkan pelatihan agribisnis;
b. Perempuan yang terlibat dalam Musrenbang.
4. Indikator spesifik gender, yaitu indikator yang secara khusus terkait dengan satu
jenis kelamin saja, misalnya:
Dalam mengidentifikasi kesenjangan Gender, ada 4 aspek yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Pengaturan, yaitu norma,standar, pedoman, dan kriteria (NSPK);
2. Pembinaan/pemberdayaan, yaitu pelatihan, sosialisasi, pendidikan, manajemen
sdm, pemetaan mitra, pemetaan kelembagaan, perkuatan kelembagaan,
pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana internal;
3. Pembangunan/pelaksanaan, yaitu pra studi kelayakan, studi kelayakan, survey,
investigasi, perencanaan teknik, amdal, pengawasan teknik/supervisi, litbang,
rehabilitasi, peningkatan pembangunan, pembebasan tanah, fisik penunjang;
4. Pengawasan, yaitu monitoring, evaluasi, manajemen pengendalian, kajian makro
pengawasan, dan pengawasan lainnya.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
BAB IV
PEMBAHASAN
Kurangnya data terpilah dan informasi masih menjadi kendala utama dalam analisis
gender, walaupun sebagian besar provinsi telah lama menjalankan
pengarusutamaan gender dan telah berkali-kali mengalami kesulitan dalam hal
data terpilah dan informasi. Pendataan secara terpilah belum menjadi mekanisme
yang terintegrasi di dalam pendataan daerah. Bila permasalahan ini tidak segera
diatasi, maka pelaksanaan PUG tidak akan efisien, dan perencanaan serta
penganggaran tanpa basis data akan menjadi kurang efektif.
akan disusun. Dapat pula ditambahkan mengenai tahapan yang harus dilakukan dalam
melaksanakan PUG di bidang PKP. Dengan adanya materi khusus tentang PUG di setiap
pertemuan dengan Pemerintah Daerah maka PUG tidak akan asing lagi dan segera
dapat dilaksanakan di daerah.
2. Perlu adanya dukungan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terkait Perda
tentang PUG, khususnya di bidang PKP (indikator partisipasi)
Pemerintah pusat perlu memberikan bimbingan dan pendampingan penyusunan Perda
kepada pemerintah daerah bagi daerah yang belum memiliki Perda serta bimbingan
dan pendampingan implementasi Perda bagi daerah yang sudah memiliki Perda.
Aturan-aturan yang dicantumkan juga harus disertai dengan sanki hukum apabila tidak
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Di samping itu juga perlu adanya pengawasan di
masing-masing kelompok masyarakat untuk memastikan kebijakan dilaksanakan
dengan benar dan sesuai target.
3. Perlu adanya kunjungan lapangan untuk dokumentasi Best Practices Kegiatan PUG
(indikator kontrol)
Pemerintah pusat sebaiknya memiliki data dan dokumentasi setiap daerah yang
tergolong berhasil dalam pelaksanaan PUG bidang PKP. Misalnya pada daerah yang
telah memiliki Perda tentang PUG, melaksanakan PPRG, menyelenggarakan
infrastruktur yang responsif gender sesuai kebutuhan masyarakat setempat, serta
melaksanakan KIE tentang PUG kepada penduduk daerah tersebut. Data dan
dokumentasi ini dapat dijadikan Best Practices kegiatan PUG guna memberi wawasan
kepada pemerintah daerah lain yang belum optimal dalam pelaksanaan PUG.
4. Perlu adanya sosialisasi tentang gender kepada masyarakat (indikator manfaat)
Lembaga dan institusi terkait di daerah perlu mengadakan kegiatan penyebarluasan,
sosialisasi, penyuluhan, maupun kampanye ke masyarakat tentang pentingnya
penerapan gender dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini harus dapat menjelaskan
tentang gender secara praktis dan mudah dipahami serta contoh-contoh perilaku yang
mencerminkan kesetaraan gender, baik bagi perempuan, anak-anak, lansia, para
penyandang disabilitas, para etnis atau penganut kepercayaan minoritas, dan lainnya
yang tergolong gender.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di bab sebelumnya maka kesimpulan dari tulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Permasalahan pelaksanaan PUG bidang PKP di daerah dapat ditinjau dari 3 aspek,
yaitu aspek kebijakan, aspek SDM pemerintah daerah, dan aspek masyarakat.
2. Rekomendasi yang diberikan penulis untuk menangasi permasalahan PUG bidang
PKP di daerah secara umum adalah dengan peningkatan kapasitas kelembagaan di
tingkat daerah oleh pemerintah pusat.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Penulisan ini masih sangat umum sehingga perlu dilakukan penelitian lebih
mendalam terkait keberhasilan pelaksanaan PUG di daerah tertentu. Penelitian
dapat mengambil studi kasus di suatu Provinsi atau Kabupaten/Kota tertentu.
2. Metodologi dalam penulisan ini masih sangat sederhana, sehingga informasi yang
didapat juga terbatas. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
data primer seperti wawancara dengan lembaga, institusi terkait, maupun
masyarakat di daerah.
3. Perlu dientukan indikator-indikator sehingga tingkat keberhasilan pelaksanaan PUG
di daerah jelas terukur.
DAFTAR PUSTAKA
Hungu, F. T. (2012, Oktober 1). Kesetaraan Gender dan Indikator Kesetaraan Gender. Diambil
kembali dari Genderpedia: http://genderpedia.blogspot.com/2012/10/kesetaraan-
gender-dan-indikator.html
Indonesia, P. R. (2000). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. 7.
Lestari, P. (2010). Model Komunikasi dalam Sosialisasi Pengarusutamaan Gender dan Anggaran
Responsif Gender di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, 191-
203.
Mardana, A. (2017, April 14). Ini Kunci Keberhasilan Pengarusutamaan Gender. Diambil kembali
dari www.majalahkartini.co.id: https://majalahkartini.co.id/berita/peristiwa/ini-kunci-
keberhasilan-pengarusutamaan-gender/
Publik, Biro Komunikasi. (2018, Agustus 16). Berita PUPR> Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Infrastruktur Menjadi Perhatian Kementerian PUPR. Diambil kembali dari
PU-net: https://www.pu.go.id/berita/view/16058/pengarusutamaan-gender-dalam-
pembangunan-infrastruktur-menjadi-perhatian-kementerian-pupr
Rahayu, W. K. (2016). Analisis Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Publik. Jurnal Analisis
Kebijakan dan Pelayanan Publik, 16.
Syafii, I. (2017, Mei 3). Program Pengarusutamaan Gender Dukung Infrastruktur Pekerjaan
Umum dan Permukiman Kota Malang. Diambil kembali dari malangtimes.com:
https://www.malangtimes.com/baca/18293/20170503/185845/program-
pengarusutamaan-gender-dukung-infrastruktur-pekerjaan-umum-dan-permukiman-
kota-malang/
VOA. (2013, Agustus 25). Komnas Perempuan: Ada 342 Perda Diskriminatif di Indonesia.
Diambil kembali dari https://www.voaindonesia.com/a/komnas-perempuan-ada-342-
perda-diskriminatif-di-indonesia/1736465.html