Jelas? Menurut UUGD, ini Cukup jelas, tetapi agaknya masih banyak yang
perlu dijelaskan. Kalau perkataan prinsip digunakan dalam arti sebuah awal yang
dijadikan dasar dari doktrin profesionalitas, maka syarat untuk dapat
diperhitungkan sebagai guru profesional cukup berat. Satu prinsip saja tidak
terpenuhi, profesionalitas tidak sempurna. Didalam arti apa dan mengapa
sembilan kondisi itu (bukan yang lain) disebut prinsip keprofesionalan, tidak jelas.
Kalaupun ada penjelasanya (ternyata tidak ada), tidak semua dari sembilan prinsip
itu berbobot seimbang dan dapat dianggap sebagai kategori sendiri sendiri yang
setara.
Pencantuman pasal ini, dalam bentuknya demikian, agaknya terdorong
keinginan para penyusun UUGD untuk menekan bahwa tugas seorang guru yang
profesional, karena bersifat khusus, perlu dilaksanakan berdasarkan sejumlah
prinsip yang hebat, yang dapat dijadikan jaminan keprofesionalan dan sembilan
buah prinsip tersebut itulah pilihan mereka.
Bagaimana kalau prinsip a (idealisme) tidak ada? Apakah konsekuensinya
akan sama bila yang tidak ada ialah Prinsip i (organisasi profesi)? Bagaimana bila
ditambahkan sebagai prinsip bahwa seorang guru harus menerima UUD 1945 dan
Pancasila? Ringkasnya, asumsi yag dapat digunakan menjelaskan tercantumnya
sembilan buah prinsip meggambarkan bahwa UUGD memang serius. Tetapi
pengistimewaan ini terasa agak berlebihan, baik bila dibandingkan dengan
persyaratan berbagai jenis profesi lain, maupun bila dilihat dari konteks dunia
pendidikan saat ini (bagaimana pula pasal ini harus ditafsirkan oleh guru dan
dosen asing yang bekerja di indonesia?).
Tidak mudah menemukan manusia unggul sebagai guru yang bersosok
sedemikian sempurna. Apalagi karna ayat selanjutnya menekankan, melalui
ungkapan yang begitu tinggi, bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan
melalui :
“Pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan,
tidak diskriminatif dan berkelanjutan, dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode
etik profesi”.
Kecuali terlalu abstrak, ketentuan ini juga terlalu tinggi untuk dijangkau
oleh seorang guru. Bagaimana menuangkan rumusan ini kedalam praktik? Seluruh
jiwa pasal ini menjadi gambaran yang diimpikan, yang dicita citakan, bahkan
ditetapkan seharusnya sebagai tipe ideal guru.
Karakteristik manusia dan guru serupa itu adalah modal dan tumpuan
kekuatan profesional yang dahsyat, seseorang yang telah mampu bernapas lega
dan bergerak dengan leluasa didalam pola hidup seperti itu adalah seseorang yang
telah berpijak diatas tumpuan profesionalisme keguruan yang kuat. Selebihnya,
perkembangan yang berkelanjutan bergantung pada pengendalian diri guru.