Leaflet Diare
Leaflet Diare
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
Etiologi ALL seperti yang dijelaskan oleh Price dan Wilson dalam bukunya
yang berjudul Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (2012) adalah
sebagai berikut.
• Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom
atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan
insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga
merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik
(misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan
dengan peningkatan kejadian leukemia.
• Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu
dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis
alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh
diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya
• Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan
pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel
(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan
sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi leukemia.
• Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.
• Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida
• Human T-Cell Leukemia Virus-1(HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan
leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.
• Merokok : dapat meningkatkan risiko ALL pada usia > 60 tahun.
C. FAKTOR RISIKO
a. Faktor Predisposisi
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel leukemia
mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan berasal dari virus).
Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus EB, dapat berakhir dengan
leukemia.
3. Radiasi ionisasi
Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu selama
kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik dilingkungan kerja,
maupun pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzene,
arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Herediter
Faktor herediter lebih sering pada saudara sekandung terutama pada kembar
monozigot.
5. Obat-obatan
b. Faktor Lain
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol,
arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras, orang kulit putih lebih beresiko terjangit
3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang
dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur)
(Hoffbrand dan Pettit, 1987).
D. EPIDEMIOLOGI
Biasanya terjadi pada anak-anak, dan lebih banyak diderita pada laki-laki
dan dan lebih sering pada ras Kaukasia daripada Afrika-Amerika. ALL merupakan
leukemia pada anak yang paling sering dijumpai (80%), dengan rentang usia
puncak tiga sampai lima tahun, namun dapat mengenai semua usia. Walaupun
orang dewasa dengan ALL hanya mencapai 20%, angka kematiannya lebih tinggi.
Individu-individu tertentu, seperti penderita Sindrom Down dan ataksia-
telangiektasis sangat berisiko mengalami penyakit ini (Schwartz, 2005: 441).
Gejala pada saat pasien datang berobat adalah pucat, fatigue, demam,
pendarahan, atau memar. Nyeri tulang sering dijumpai, dan anak kecil dapat datang
untuk dievaluasi karena pincang atau tidak mau berjalan. Pada pemeriksaan fisik,
dijumpai adanya memar, petekie, limfadenopati, dan hepatosplenomegali. Evaluasi
laboratorium dapat menunjukkan leukositosis, anemia, dan trombositopenia. Pada
kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi 10.000/mm3 pada saat
didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi 50.000/mm3.
Manifestasi klinis dari ALL sendiri adalah sebagai berikut (Robbin dan
Cottran, 2006).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
H. PENATALAKSANAAN
I. PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
b. Pencegahan Sekunder
Hoffbrand, A.V. dan Pettit, J. E. 1987. Kapita Selekta Hematologi, Ed. II. Jakarta:
EGC.
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine McCarty. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Ed. 6. Jakarta: EGC.
Robbins dan Cotran. 2006. Buku Saku Dasar Patologis, Ed. 7. Jakarta: EGC.
THALASSEMIA
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
D. EPIDEMIOLOGI
Gejala lain yang dapat muncul pada penderita thalassemia antara lain
sebagai berikut.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Diagnosis dini
• Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%),
hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan
perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi yang
mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang
disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis
LLK ditemukan hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia, gejala-
gejala hipermetabolisme (penurunan berat badan, berkeringat)
menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir selalu
ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan
nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat
purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan
kadang-kadang priapismus.
b. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan darah tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan
kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan
penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan
limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.
• Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan
keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang
tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti
dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi
merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.
Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.
Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular
dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis.
Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.
H. PENATALAKSANAAN
1. Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sapai kadarHb 11 g/dl.
Jumlah SDM yang diberikan sebaiknya 10-20 ml/kg BB.
2. Asam folat teratur (misalnya 5 mg/hari), jika diet buruk.
3. Pemberian chelating agents (desferal) secara teratur membentuk
mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan,
dengan bantuan pompa kecil, 2 gr dengan setiap unit darah transfuse.
4. Vitamin C 200 mg setip hari, meningkatkan eksresi besi dihasilkan oleh
Desferioksamin.
5. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini
ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
6. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk
merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
7. Pada sedikit kasus transplantasi sumsum tulang tulang telah dilaksanakan
pada umur 1 atau 2 tahun dari saudara kandung HIA cocok (HIA–Matched
Sibling). Pada saat ini keberhasilan hanya mencapai 30% kasus.
(Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand, 1996).
8. Menghindari makan yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna
merah, hati, ginjal, sayur-mayur berwarna hijau, sebagian dari sarapan yang
mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol.
I. PENCEGAHAN
J. KOMPLIKASI
Mikrajuddi, dkk. 2007. IPA Terpadu SMP dan MTs jilid 2A. Jakarta: Erlangga.
Santoso, Bogot. 2007. Pelajaran Biologi untuk SMA/MA Kelas XII. Bekasi:
Interplus.
http://milissehat.web.id/?p=2314