Vertigo
Pembimbing:
Disusun oleh:
Harpi 17360106
Hilda Trid D. 17360107
“Vertigo”
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RS. Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung
Disusun oleh:
Harpi 17360106
Hilda Tri D. 17360107
Telah diterima dan disetujui oleh dr. R.A. Neilan Amroisa. Sp.S.,M. Kes selaku dokter
penguji dan
Mengetahui,
1
DAFTAR ISI
JUDUL
A.Identitas ……………………………………………………………………………3
D.Pemeriksaan Neurologis……………………………………………………………6
E.Resume……………………………………………………………………………..10
F.Diagnosis ………………………………………………………………………......11
H.Penatalaksanaan…………………………………………………………………....11
I. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………11
J. Prognosis …………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
STATUS PASIEN
SMF NEUROLOGI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa : Harpi dan Hilda Tri Damayanti
A.IDENTITAS
3
Nama : Ny. Heprina Purba
Umur : 17-02-1992
Alamat : Jln. H. Komarudin
Gg. Citra 10/
Rajabasa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga
Status perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal masuk : 8 September 2017
Ruang : Lantai 6. 2607
MR : 095072
4
B.ANAMNESA
Riwayat Pengobatan
5
Setelah kejadian muncul Os esok paginya dibawa ke puskesmas oleh
keluarga. Namun setelah 3 hari sejak Os berobat di puskesmas pusing berputar
semakin memburuk ketika malam hari di sertai mual dan muntah sehingga Os
segera dibawa ke IGD RS Pertamina Bintang Amin pada pukul 23.52 WIB. Dan
Os telah mendapatkan obat atau minum obat setelah kejadian.
Riwayat Kebiasaan
C.PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesent
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
Status Generalis
a. Kepala
6
Rambut : Rambut berwarna hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor 3mm/3mm, Ptosis (-/-)
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi
septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Normal (+/+), sekret (-/-), membran timpani utuh
(+/+), serumen (-/-)
Mulut : simetris, mukosa kering (+), lidah normal
Tenggorokan : Mukosa faring hiperemis (-); uvula di tengah ; tonsil
normal (T1/T1)
b. Pemeriksaan Leher
a) Pembesaran KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB
b) Pembesaran Tiroid : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
c. Pemeriksaan Toraks
Jantung
a) Inspeksi :Bentuk dada simetris, gerak tertinggal (-), tidak ada luka (-)
b) Palpasi : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)
c) Perkusi :
Batas atas kiri : ICS II linea parasternal sinistra
Batas atas kanan : ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri bawah : ICS V, I-2 cm kearah medial linea midclavicula
sinistra
d). Auskultasi :
Paru
a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis,
retraksi otot-otot pernapasan (-)
7
b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
d. Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi : Perut datar, massa (-), luka (-), defans muscular (-)
b) Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
c) Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
d) Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
k. Pemeriksaan Ekstremitas
Status Neurologis
a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig : -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak
terdapat tahanan sblm mencapai 135º)
5. Laseque : -/-(tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak
timbul tahanan sebelum mencapai 70o)
b. Nervus Kranialis
8
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman kanan/kiri
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak ada kelainan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Normal (+/+)
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
Kelopak Mata
Ptosis :-
Endoftalmus :-
Exopthalmus :-
Reflek Pupil
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus) : + (simetris pada kedua sisi merasakan
rangsangan)
N-V2 (maksilaris) : + (simetris pada kedua sisi merasakan
rangsangan)
N-V3 (mandibularis) : + (simetris pada kedua sisi merasakan
rangsangan)
b. Motorik
9
M. maseter :+
M. temporalis :+
M. pterigoideus :+
c. Refleks
Refleks Bersin :+
5. N-VII (Fasialis)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : simetris
Tersenyum : simetris
Meringis : simetris
Sensoris
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
Nistagmus : (-)
Tes Romberg biasa : (+)
Tes Romberg dipertajam : (+)
Tes Tandem Walking : (+)
10
b. Pendengaran
Ketajaman Pendengaran : Normal (+/+)
Tinitus : (-)
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : +/+
b. Kekuatan M. Trapezius : +/+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Atrofi lidah : tidak ditemukan
b. Deviasi :-
c. fasikulasi :-
a. Sistem Motorik
Kekuatan Otot :5/5/5/5
Tonus :+
Klonus :-
Atrophi :-
Refleks Fisiologis
Biceps : +
Triceps : +
11
Achiles : +
Patella : +
Refleks Patologis
Babinski : -/-
Oppenheim : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Scaeffer : -/-
Hoffman : tidak dilakukan
Trommer : tidak dilakukan
Gonda : tidak dilakukan
b. Sensibilitas
Eksteroseptif/ rasa permukaan (Superior/Inferior)
Rasa Raba : tidak ada kelainan
Rasa Nyeri : tidak ada kelainan
Rasa Suhu Panas : tidak diperiksa
Rasa Suhu dingin : tidak diperiksa
Priopioseptif/ rasa dalam
Rasa Sikap : tidak diperiksa
Rasa Getar : tidak diperiksa
Rasa Nyeri Dalam : tidak diperiksa
Koordinasi
Tes Tunjuk Hidung : ada kelainan
Tes Pronasi Supinasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Telunjuk – Telunjuk : tidak ada kelainan
Tes Rebound Phenomenom : tidak ada kelainan
Tes Tumit Lutut : tidak ada kelainan
Susunan saraf otonom
Miksi : tidak ada kelainan
12
Defekasi : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur
Fungsi Bahasa : tidak ada kelainan
Fungsi Orientasi : tidak ada kelainan
Fungsi Memori : tidak ada kelainan
Fungsi Emosi : tidak ada kelainan
Resume
Os mengeluh kepala pusing berputar sejak 3 hari sebelum masuk RS.
Keluhan ini dirasakan tiba-tiba saat os bangun dari tidur siang. Os juga tiba-
tiba langsung menggeluh pusing berputar semakin bertambah jika terdapat
perubahan posisi kepala dan melihat cahaya secara langsung hingga hari ini.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien pernah mengalami hal
seperti ini sebelumnya.
GCS : E4V5M6
Nadi : 84 x/menit
13
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
Diagnosis
Klinis : Vertigo
Topis : Kanalis semisirkularis
Etiologi : Benign Paroxysmal Postitusional Vertigo
(BPPV)
Diagnosis Banding
Meniere Disease
Disekuilibrium
Penatalaksanaan
Non Farmakologis
Hindari faktor pencetus pusing berputar
Farmakologis
IVFD RL XX tpm
Omeprazole 1 vial/ 12 jam
Ondancentron 1 amp/ 12 jam
Betahistin 3x1
Neurodex 2x1 tab
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
Prognosa
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
14
BAB II
ANALISIS KASUS
15
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita vertigo.
A. ANAMNESIS
B. PEMERIKSAAN FISIK
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
D. PENATALAKSANAAN
16
Prognosis quo ad vitam pada kasus ini dubia ad bonam, hal ini
dipengaruhi oleh keadaan pasien sesaat setelah mendapatkan pengobatan
keluhan berangsur membaik. Untuk prognosis quo ad fungsionam dubia ad
bonam dikarenakan sangat tergantung dari pasien menghindari faktor
pencetus vertigo. Prognosis quo sanationam dubia ad bonam dikarenakan
jika pasien dapat menghindari faktor pencetus, vertigo dapat dihindari
sehingga pasien dapat beraktivitas seperti biasanya.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Vertigo
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan
igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan ilusi gerakan, dan yang paling
sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan
atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar.
3.2. Epidemiologi Vertigo
Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000
orang, wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna
Paroxysmal Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57
tahun, jarang pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala (George, 2009).
Menurut survey dari Department of Epidemiology, Robert Koch Institute
Germany pada populasi umum di Berlin tahun 2007, prevalensi vertigo dalam
1 tahun 0,9%, vertigo akibat migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat
Meniere’s Disease 0.51%. Pada suatu follow up study menunjukkan bahwa
BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50% selama 5 tahun. Di
Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi Semarang menyebutkan bahwa kasus
vertigo menempati urutan ke 5 kasus terbanyak yang dirawat di bangsal saraf.
3. Jenis Vertigo
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo
sentral. Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang
senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga
keseimbangan. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang
disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas
mengontrol keseimbangan.
18
Gambar 3. 1 Jenis Vertigo
19
Tabel 3. 1Gejala yang sering menyertai vertigo
Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal
di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah
percabangan otak dan serebelum (otak kecil).
20
saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan
oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga
dengan otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan
dengan kelainan penglihatan atau peruba han tekanan darah yang terjadi secara
tiba – tiba.
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
Alkohol
Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara
karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada
arterivertebral dan arteri basiler
4. Kelainan di telinga
Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal
positional vertigo) Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
Herpes zoster
Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
Peradangan saraf vestibuler
Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
Sklerosis multipel
Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
Tumor otak
Tumor yang menekan saraf vestibularis.
21
Etiologi vertigo adalah abnormalitas dari organ - organ vestibuler, visual,
ataupun sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3
kanalis semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi
angular, serta utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan
gravitasi dan akselerasi vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus
vestibularis menuju nukleus vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus
medialis (bagian kranial muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan
traktus vestibulospinalis (rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensor
kepala, ekstremitas, dan punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh).
Selanjutnya, serebelum menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat
untuk integrasi antara respons okulovestibuler dan postur tubuh.
Fungsi vestibuler dinilai dengan mengevaluasi refleks okulovestibuler dan
intensitas nistagmus akibat rangsangan perputaran tubuh dan rangsangan
kalori pada daerah labirin. Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas
fiksasi mata terhadap objek diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak.
Nistagmus merupakan gerakan bola mata yang terlihat sebagai respons
terhadap rangsangan labirin, serta jalur vestibuler retrokoklear, ataupun jalur
vestibulokoklear sentral. Vertigo sendiri mungkin merupakan gangguan yang
disebabkan oleh penyakit vestibuler perifer ataupun disfungsi sentral oleh
karenanya secara umum vertigo dibedakan menjadi vertio perifer dan vertigo
sentral. Penggunaan istilah perifer menunjukkan bahwa kelainan atau
gangguan ini dapat terjadi pada end-organ (utrikulus maupun kanalis
semisirkularis) maupun saraf perifer.
Lesi vertigo sentral dapat terjadi pada daerah pons, medulla, maupun
serebelum. Kasus vertigo jenis ini hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh kasus
vertigo, tetapi gejala gangguan keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi
pada 50% kasus vertigo. Penyebab vertigo sentral ini pun cukup bervariasi, di
antaranya iskemia atau infark batang otak (penyebab terbanyak), proses
demielinisasi (misalnya, pada sklerosis multipel, demielinisasi pascainfeksi),
tumor pada daerah serebelopontin, neuropati kranial, tumor daerah batang
otak, atau sebab - sebab lain. Beberapa penyakit ataupun gangguan sistemik
22
dapat juga menimbulkan gejala vertigo. Begitu pula dengan penggunaan obat,
seperti antikonvulsan, antihipertensi, alkohol, analgesik, dan tranquilizer.
Selain itu, vertigo juga dapat timbul pada gangguan kardiovaskuler (hipotensi,
presinkop kardiak maupun non-kardiak), penyakit infeksi, penyakit endokrin
(DM, hipotiroidisme), vaskulitis, serta penyakit sistemik lainnya, seperti
anemia, polisitemia, dan sarkoidosis.
Neurotransmiter yang turut berkontribusi dalam patofi siologi vertigo, baik
perifer maupun sentral, di antaranya adalah neurotransmiter kolinergik,
monoaminergik, glutaminergik, dan histamin. Beberapa obat antivertigo
bekerja dengan memanipulasi neurotransmiter-neurotransmiter ini, sehingga
gejala-gejala vertigo dapat ditekan. Glutamat merupakan neurotransmiter
eksitatorik utama dalam serabut saraf vestibuler. Glutamat ini memengaruhi
kompensasi vestibuler melalui reseptor NMDA (N-metil-D-aspartat). Reseptor
asetilkolin muskarinik banyak ditemukan di daerah pons dan medulla, dan
akan menimbulkan keluhan vertigo dengan memengaruhi reseptor muskarinik
tipe M2, sedangkan neurotransmiter histamin banyak ditemukan secara merata
di dalam struktur vestibuler bagian sentral, berlokasi di predan postsinaps pada
sel-sel vestibuler.
23
misalnya dengan melihat modalitas motorik dan sensorik. Penilaian terhadap
fungsi serebelum dilakukan dengan menilai fiksasi gerakan bola mata; adanya
nistagmus (horizontal) menunjukkan adanya gangguan vestibuler sentral.
Pemeriksaan kanalis auditorius dan membran timpani juga harus
dilakukan untuk menilai ada tidaknya infeksi telinga tengah, malformasi,
kolesteatoma, atau fi stula perilimfatik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan
tajam pendengaran.
Tes keseimbangan
Pemeriksaan klinis, baik yang dilakukan unit gawat darurat
maupun di ruang pemeriksaan lainnya, mungkin akan memberikan
banyak informasi tentang keluhan vertigo. Beberapa pemeriksaan
klinis yang mudah dilakukan untuk melihat dan menilai gangguan
keseimbangan diantaranya adalah: Tes Romberg. Pada tes ini,
penderita berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
tumit yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain (tandem).
Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg ini selama
30 detik atau lebih. Berdiri dengan satu kaki dengan mata terbuka
dankemudian dengan mata tertutup merupakan skrining yang
sensitif untuk kelainan keseimbangan. Bila pasien mampu berdiri
dengan satu kaki dalam keadaan mata tertutup, dianggap normal.
Tes melangkah di tempat (stepping test)
Penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dan
tidak diperbolehkan beranjak dari tempat semula. Tes ini dapat
mendeteksi ada tidaknya gangguan sistem vestibuler. Bila penderita
beranjak lebih dari 1 meter dari tempat semula atau badannya
berputar lebih dari 30 derajat dari keadaan semula, dapat
diperkirakan penderita mengalami gangguan sistem vestibuler.
Tes salah tunjuk (past-pointing)
Penderita diperintahkan untuk merentangkan lengannya dan
telunjuk penderita diperintahkan menyentuh telunjuk pemeriksa.
24
Selanjutnya, penderita diminta untuk menutup mata, mengangkat
lengannya tinggitinggi (vertikal) dan kemudian kembali pada posisi
semula. Pada gangguan vestibuler, akan didapatkan salah tunjuk.
Manuver Nylen-Barany atau Hallpike
Untuk menimbulkan vertigo pada penderita dengan
gangguan sistem vertibuler, dapat dilakukan manuver Nylen-Barany
atau Hallpike. Pada tes ini, penderita duduk di pinggir ranjang
pemeriksaan, kemudian direbahkan sampai kepala bergantung di
pinggir tempat tidur dengan sudut sekitar 30 derajat di bawah
horizon, lalu kepala ditolehkan ke kiri. Tes kemudian diulangi
dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan kepala
menoleh ke kanan. Penderita harus tetap membuka matanya agar
pemeriksa dapat melihat muncul/tidaknya nistagmus. Kepada
penderita ditanyakan apakah merasakan timbulnya gejala vertigo.
25
Tes ini berguna untuk mengevaluasi nistagmus, keluhan pusing, dan
gangguan fi ksasi bola mata.
Pemeriksaan lain dapat juga dilakukan, dan selain
pemeriksaan fungsi vestibuler, perlu dikerjakan pula pemeriksaan
penunjang lain jika diperlukan. Beberapa pemeriksaan penunjang
dalam hal ini di antaranya adalah pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, tes toleransi glukosa, elektrolit darah, kalsium, fosfor,
magnesium) dan pemeriksaan fungsi tiroid. Pemeriksaan penunjang
dengan CT-scan, MRI, atau angiografi dilakukan untuk menilai
struktur organ dan ada tidaknya gangguan aliran darah, misalnya
pada vertigo sentral.
26
Gambar 3. 3 Evley manuver
27
Penatalaksanaan Medikamentosa.
Secara umum, penatalaksanaan medikamentosa mempunyai
tujuan utama: (i) mengeliminasi keluhan vertigo, (ii) memperbaiki
proses-proses kompensasi vestibuler, dan (iii) mengurangi gejala-
gejala neurovegetatif ataupun psikoafektif. Beberapa golongan obat
yang dapat digunakan untuk penanganan vertigo di antaranya
adalah:
a. Antikolinergik
Antikolinergik merupakan obat pertama yang digunakan
untuk penanganan vertigo, yang paling banyak dipakai adalah
skopolamin dan homatropin. Kedua preparat tersebut dapat
juga dikombinasikan dalam satu sediaan antivertigo.
Antikolinergik berperan sebagai supresan vestibuler melalui
reseptor muskarinik. Pemberian antikolinergik per oral
memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek
samping yang timbul terutama berupa gejala-gejala
penghambatan reseptor muskarinik sentral, seperti gangguan
memori dan kebingungan (terutama pada populasi lanjut
usia), ataupun gejala-gejala penghambatan muskarinik
perifer, seperti gangguan visual, mulut kering, konstipasi, dan
gangguan berkemih.
b. Antihistamin
Penghambat reseptor histamin-1 (H-1 blocker) saat ini
merupakan antivertigo yang paling banyak diresepkan untuk
kasus vertigo,dan termasuk di antaranya adalah
difenhidramin, siklizin, dimenhidrinat, meklozin, dan
prometazin. Mekanisme antihistamin sebagai supresan
vestibuler tidak banyak diketahui, tetapi diperkirakan juga
mempunyai efek terhadap reseptor histamin sentral.
Antihistamin mungkin juga mempunyai potensi dalam
mencegah dan memperbaiki “motion sickness”. Efek sedasi
28
merupakan efek samping utama dari pemberian penghambat
histamin-1. Obat ini biasanya diberikan per oral, dengan
lama kerja bervariasi mulai dari 4 jam (misalnya, siklizin)
sampai 12 jam (misalnya, meklozin).
c. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan
sebagai antivertigo di beberapa negara Eropa, tetapi tidak di
Amerika. Betahistin sendiri merupakan prekrusor histamin.
Efek antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek
vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di
daerah telinga tengah dan sistem vestibuler. Pada pemberian
per oral, betahistin diserap dengan baik, dengan kadar
puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek samping
relatif jarang, termasuk di antaranya keluhan nyeri kepala
dan mual.
d. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol
keluhan mual pada pasien dengan gejala mirip-vertigo.
Sebagian besar antidopaminergik merupakan neuroleptik.
Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui
dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa antikolinergik dan
antihistaminik (H1) berpengaruh pada sistem vestibuler
perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4
sampai 12 jam. Beberapa antagonis dopamin digunakan
sebagai antiemetik, seperti domperidon dan metoklopramid.
Efek samping dari antagonis dopamin ini terutama adalah
hipotensi ortostatik, somnolen, serta beberapa keluhan yang
berhubungan dengan gejala ekstrapiramidal, seperti
diskinesia tardif, parkinsonisme, distonia akut, dan
sebagainya.
29
e. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan
berikatan di tempat khusus pada reseptor GABA. Efek
sebagai supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui
mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat sedatif,
akan memengaruhi kompensasi vestibuler. Efek
farmakologis utama dari benzodiazepin adalah sedasi,
hipnosis, penurunan kecemasan, relaksasi otot, amnesia
anterograd, serta antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini
yang sering digunakan adalah lorazepam, diazepam, dan
klonazepam.
f. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat
kanal kalsium di dalam sistem vestibuler, sehingga akan
mengurangi jumlah ion kalsium intrasel. Penghambat kanal
kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler. Flunarizin
dan sinarizin merupakan penghambat kanal kalsium yang
diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo; kedua obat ini
juga digunakan sebagai obat migren. Selain sebagai
penghambat kanal kalsium, ternyata fl unarizin dan sinarizin
mempunyai efek sedatif, antidopaminergik, serta
antihistamin-1. Flunarizin dan sinarizin dikonsumsi per oral.
Flunarizin mempunyai waktu paruh yang panjang, dengan
kadar mantap tercapai setelah 2 bulan, tetapi kadar obat
dalam darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan
setelah pengobatan dihentikan. Efek samping jangka pendek
dari penggunaan obat ini terutama adalah efek sedasi dan
peningkatan berat badan. Efek jangka panjang yang pernah
dilaporkan ialah depresi dan gejala parkinsonisme, tetapi
efek samping ini lebih banyak terjadi pada populasi lanjut
usia.
30
g. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus
digunakan secara hati-hati karena adanya efek adiksi.
h. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja
obat ini sebagai antivertigo tidak diketahui dengan pasti,
tetapi diperkirakan bekerja sebagai prekrusor neuromediator
yang memengaruhi aktivasi vestibuler aferen, serta
diperkirakan mempunyai efek sebagai “antikalsium” pada
neurotransmisi. Beberapa efek samping penggunaan
asetilleusin ini di antaranya adalah gastritis (terutama pada
dosis tinggi) dan nyeri di tempat injeksi.
i. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan
mempunyai efek antivertigo di antaranya adalah ginkgo
biloba, piribedil (agonis dopaminergik), dan ondansetron.
31