Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat sebagai ilmu telah berkembang sejak zaman Yunani kuno. Istilah
filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philosophia. Kata Philosophia merupakan
kata majemuk yang terdiri dari dua kata yaitu Philos dan Sophia. Jika kata
Philos berarti cinta, maka kata Sophia berarti kebijaksanaan, kearifan, dan juga
bisa berarti pengetahuan. Jadi secara harfiah, filsafat berarti mencintai
kebijaksanaan.1 Filsafat merupakan kegiatan berfikir manusia yang berusaha
mencapai kebijaksanaan atau kearifan.2 Secara umum filsafat berarti ilmu
pengetahuan yang mengenai segala sesuatu dengan memandang sebab-sebab
yang terdalam, tercapai dengan budi murni.3
Menurut tradisi, Phytagoras atau Socrates yang pertama-tama menyebut
diri “philosophus”, yaitu sebagai protes terhadap kaum “Shopist”, kaum
terpelajar pada waktu itu yang menamakan diri mereka “bijaksana”, padahal
kebijaksanaan mereka itu hanya semu kebijaksanaan saja. Sebagai protes
terhadap kesombongan mereka maka Socrates lebih suka menyebut dirinya
sebagai “pencinta kebijaksanaan”, artinya orang-orang yang ingin mempunyai
pengetahuan yang luhur (shopia) itu.4
Sejalan dengan waktu, filsafat kemudian semakin berkembang dan
menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Filsafat dapat dikatakan
sebagai ilmu karena filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah yaitu:
bagaimana, mengapa, kemana dan apa.5 Filsafat sebagai ilmu memiliki ciri-ciri
yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk
apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Jadi ketiga landasan ini saling
berkaitan satu sama lain, ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan

1
Zaprulkhan. 2015. Filsafat Ilmu: Sebuah Analisis Kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. hlm. 2.
2
Burhanuddin Salam. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 58.
3
Ibid. hlm. 70.
4
Ibid. hlm. 46.
5
Mohammad Adib. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 22.

i
epistemologi ilmu berakaitan dengan aksiologi ilmu.6 Ketiga hal ini diuraikan
dalam upaya untuk menggambarkan hakikat keberadaan ilmu.
Filsafat sebagai ilmu hendak menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai
hakekat ilmu, diantaranya yaitu objek apa yang ditelaah. Pertanyaan mengenai
objek apa yang diteliti ini disebut dengan landasan ontologi.7 Jadi ontologi
dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakekat yang ada.
Dengan kata lain ontologi ialah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu
yang bewujud dengan berdasarkan logika semata.8 Dalam teori hakikat
(ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran filsafat diantaranya filsafat
materialisme, filsafat idealisme, filsafat skeptisisme dan filsafat agnotisisme.9
Makalah ini berfokus pada pembahasan salah satu cabang aliran filsafat,
yaitu filsafat idealisme. Dalam pembahasan ini akan mencakup bagaimana
sejarah perkembangan filsafat idealisme dan siapa saja tokoh yang turut
berperan dalam perkembangan filsafat idealisme.

6
Ibid. hlm. 24.
7
Ibid. hlm. 68.
8
Ibid. hlm. 69.
9
Ibid. hlm. 70.

ii
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Idealisme
Idealisme berasal dari kata idea yang berarti sesuatu yang hadir dalam
jiwa dan isme yang berarti paham/ pemikiran. Secara sederhana, idealisme
hendak menyatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide, pikiran-pikiran, akal
(mind), atau jiwa (selves) dan bukan benda material dan kekuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu daripada materi. Jika
materialisme mengatakan bahwa materi riil dan akal (mind) adalah fenomena
yang menyertainya, maka idealisme mengatakan bahwa akal itulah yang riil
dan materi adalah produk sampingan. Dengan begitu maka idealisme
mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada dasarnya adalah sebuah
mesin besar dan harus ditafsirkan sebagai materi, mekanisme atau kekuatan
apa saja.10
Paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa atau spirit.
Idealisme berpandangan bahwa hakikat kenyataan yang beragam itu berasal
dari roh atau spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk
mempelajari paham idealisme zaman modern. Pada filsafat modern, pandangan
ini mula-mula kelihatan pada George Berkeley (1685-1753) yang menyatakan
bahwa hakekat objek-objek fisik adalah idea-idea.11 Sumber filsafat mengikuti
filsafat kritisismenya Immanuel Kant, kemudian Fitche yang dijuluki sebagai
idealism subjektif yang merupakan murid Kant. Adapun Schelling, filsafatnya
dikenal dengan filsafat idealism objektif mutlak Hegel.12
Sebab-sebab timbulnya filsafat idealisme ialah:
1. Aliran ini dapat memenuhi hasrat-hasrat yang tinggi dari roh kemanusiaan.
Manusia tidak merasa asing seakan-akan telah kembali pada rumah sendiri
yang wajar.
2. Seluruh kenyataan ini menjadi sangat berarti, sebab dia dianggap sebagai
perwujudan dan pada alam cita-cita.

10
Zaprulkhan. 2015. Loc. Cit. hlm. 57.
11
Ahmad Tafsir. 2003. Fislasat Umum. Bandung: Remaja Rosda Karya. hlm. 144.
12
Nunu Burhanuddin. 2018. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group. hlm. 44.

3
3. Manusia merasa seperti dipanggil oleh seruan yang nyaring untuk
mewujudkan cita-citanya, karena itu sudah seharusnya dia dianggap pulang
pada alam cita-cita itu sendiri.
4. Idealisme menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih gembira dan
memuaskan, sehingga meskipun manusia fana dalam kemanusiaannya juga
merasa seakan-akan dia turut sebagai pencipta juga.
5. Lebih menarik lagi idealisme itu karena orang lalu dapat merasakan
kepuasan beragama dengan anggapan :
a. Kita dapat memikirkan Tuhan itu sebagai idea (alam cita-cita) yang
tertinggi (ajaran Plato).
b. Memikirkan Tuhan sebagai keseluruhan dari idea-idea (windelband).
c. Memikirkan Tuhan sebagai kekuasaan yang menghubungkan idea
dengan kenyataan (Kant)
d. Memikirkan idea-idea sebagai alam akhirat yang kekal dan asli yang
diciptakan Tuhan lebih utama dari dunia kebendaan yang fana (tasawuf
Islam).13

B. Macam-Macam Idealisme
1. Scheling menanamkan idealism subyektif dan juga obyektif, idealism
subjektif bagi ficher, dan dunia adalah suatu tempat untuk memahami
subyek. Sedangkan dari segi obyektifnya scheling berpendapat bahwa alam
adalah sekadar “inteligensi yang dapat dilihat “ ( visible intelegence).
2. Hegel menerima penggolongan scheling yaitu idealism subjektif dan juga
obyektif, tetapi ia mengemukakan filsafatnya tessis-anti tessis dan hegel
juga mendirikan alur pemikirannya sendiri yang disebut idealism absolute
sebagai sintesis tertinggi dibandingkan denggan idealism subyektif (tesis)
dan idealism obyektif (anti tesis).
3. Immanual Kant mempunyai filsafat idealism transendental atau idealism
kritis(critical idealism).

13
Rasyid Rizani. 2013. Filsafat Idealisme. Di unduh dari http://konsultasi-hukum-
online.com/2013/06 /idealism/ pada 27 September 2018 pada pukul 18.20.

4
4. Locke sebagai penganut idealism epistimologi yang mengatakan bahwa
seseorang hanya dapat kontak dengan idea-idea, atau pada kesempatan
tertentu dengan sosok-sosok fisik.
5. Howison menyebut filsafatnya idealism personal
Dari berbagai tipe idealisme di atas, terdapat pengelompokkan-
pengelompokkan tentang jenis-jenis idealisme. Berikut akan diuraikan
secara singkat tentang idealisme subjektif, idealisme objektif, dan
personalisme, rasional, etis, estetis, religius.
a. Idealisme Subjektif
Idealisme jenis ini kadang-kadang dinamakan mentalisme atau
fenomenalisme. Seorang idealis sujektif akan mengatakan bahwa akal
dan persepsi-persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada,
tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya. Idealisme ini
diawali oleh Berkeley yang lebih suka menamai filsafatnya dengan nama
immaterialisme. .Menurut Hegel, arti, makna, atau nous bukanlah sesuatu
yang dimiliki tiap-tiap manusia, melainkan manusia menjadi alat nous
yang meliputi seluruh alam semesta. Perbuatan seseorang bukan
berdasarkan kecakapannya sebagai individu, melainkan merupakan
perbuatan nous yang mempergunakannya sebagai alat. Filosof yang
meniti karir berfilsafatnya dimulai dari seminar, yaitu suatu pendidikan
tinggi keagamaan. Dalam karya-karya pertamanya, Hegel berusaha untuk
mendampingkan filsafat dengan kristianitas.
b. Idealisme Objektif
Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi
dunia dalam dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan,
suara dan benda-benda individual. Dunia yang konkret ini adalah
temporal dan rusak dan bukan dunia sesungguhnya, melainkan sebagai
bayangan atau penampakan saja. Kedua, terdapat alam di atas alam
benda, yaitu alam konsep, idea, universal atau esensi yang abadi.
Plato menamakan realitas yang fundamental dengan nama ide, tetapi
baginya, tidak seperti Berkeley, hal tersebut tidak berarti bahwa ide itu,

5
untuk berada, harus bersandar kepada suatu akal, apakah itu akal manusia
atau akal Tuhan. Menurut Plato, dunia dibagi dalam dua bagian. Pertama,
dunia persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda-benda individual.
Dunia seperti itu, yakni yang kongkrit, temporal dan rusak, bukanlah
dunia yang sesungguhnya, melainkan dunia penampakkan saja. Kedua,
terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, ide, universal atau
essensi yang abadi.
Konsep manusia mengandung realitas yang lebih besar daripada
yang dimiliki orang seorang. Kita mengenal benda-benda individual
karena mengetahui konsep-konsep dari contoh-contoh yang abadi.
Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian
alam tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala sesuatu, dan
mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-
maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute mind).14
c. Idealisme Personal
Personalisme muncul sebagai proses terhadap materialisme mekanik
dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu
bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus,
akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.15
d. Idealisme kritis
Idealisme semakin populer ketika ia menyebut teori pengetahuannya
sebagai idealisme kritis atau idealisme transendental. Dalam alternatif ini
isi pengalaman langsung tidak dianggap sebagai benda dalam dirinya
sendiri, dan ruang dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri.16
e. Idealisme Religius
Idealisme religious memandang kepercayaan sebagai hakikat
manusia. Memurut Plato (427-347 SM), manusia dengan erosnya,
senantiasa menuju pada idea-idea bersifat rohani. Sebenarnya, kehidupan

14
Di unduh dari http://avenie-putri-fib13.web.unair.ac.id pada 27 September 2018 pukul 20.18.
15
Juhaya S Praja. 2003. Aliran-aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Fajar IInter Pratama. Hlm. 127-
128.
16
Di unduh dari http://seha-fib13.web.unair.ac.id pada 27 September 2018 pukul 20.13.

6
di dunia adalah maya. Kehidupan yang sejati hanya ditemukan di dalam
idea, yaitu Tuhan merupan idea tertinggi. Agustinus (354-430)
memandang Tuhan sebagai ruh yang menciptakan idea-idea itu.17

C. Tokoh-Tokoh Filsafat Idealisme


1. Plato (427-347 SM)
Tempat dan kelahiran Plato yang sesungguhnya tidak diketahui dengan
pasti. Ada yang mengatakan ia lahir di Athena, ada pula yang mengatakan ia
lahir di pulau Aegina. Demikian halnya dengan tahun kelahirannya, ada
yang mengatakan ia lahir pada tahun 428 SM,2 ada juga yang mengatakan
ia lahir tahun 427 SM.18 Plato dilahirkan di penting dalam politik di Athena.
Ayahnya bernama Ariston, seorang bangsawan keturunan Raja Kordus, raja
terakhir Athena yang dikagumi oleh rakyatnya. Ibunya bernama Periktione
keturunan Solon, tokoh legendaris dan negarawan agung Athena.19
Nama Plato yang sebenarnya adalah Aristokles. Karena dahi dan
bahunya amat lebar, maka ia mendapatkan julukan “Plato” dari seorang
pelatih senamnya. Julukan ini cepat populer dan menjadi panggilannya
sehari-hari, bahkan kemudian diabadikannya lewat seluruh karya-
karyanya.20
Pada awalnya, Plato ingin menjadi seorang politikus, akan tetapi
kematian Sokrates, gurunya dalam mempelajari filsafat selama delapan
tahun, memadamkan cita citanya tersebut.21 Kematian Sokrates menjadi
awal pengembaraan Plato yang cukup lama sampai di Italia dan Sisilia.
Setelah kembali dari pengembaraannya ia mendirikan sekolah “Akademi”
(dekat kuil pahlawan Akademos). Maksud Plato mendirikan sekolah itu
ialah untuk memberikan pendidikan yang intensif dalam ilmu pengetahuan
dan filsafat. Ia memegang pimpinan akademi itu selama 40 tahun.22

17
Sutardjo A. Weiranihardja. Pengantar Filsafat. Jakarta: Refika Aditama. Hlm. 139-140.
18
Mohammad Hatta. 1986. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. hlm. 87
19
J.H. Rapar. 1996. Filsafat Politik Plato. Jakarta: Rajawali Press. hlm. 41.
20
Ibid.
21
Harun Hadiwiyono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Brat I. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 38.
22
Ibid.

7
Banyak karya Plato yang masih utuh dan lengkap. Di antara karyanya
adalah : Apologia, Politeia, Shophistes, dan Timaios, serta dua karyanya
yang terkenal “Republik” dan “Laws”. Dari seluruh karyanya dapat
diketahui bahwa Plato kenal dengan para filosof pendahulunya seperti
Herakleitos, Phytagoras, para filosof Elea, dan terlebih-lebih kaum Sophis.
Sebagai seorang filsuf, Plato mencoba menyelesaikan permasalahn
lama: mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap
(Parmenides). Mana yang benar antara pengetahuan yang lewat indera
dengan pengetahuan yang lewat akal. Pengetahuan yang diperoleh lewat
indera disebut pengetahuan indera atau pengetahuan pengalaman.
Sedangkan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebut pengetahuan
akal. Pengetahuan indera atau pengetahuan pengalaman bersifat tidak tetap
atua berubah-ubah, sedangkan pengetahuan akal bersifat tetap atau tidak
berubah-ubah.
Sebagai contoh, di dalam pengalaman hidup sehari-hari, kita mengenal
banyak jenis manusia ada yang lelaki dan ada yang perempuan. Kelelakian
dan keperempuanannyapun berbeda-beda. Tetapi, dunia akal budi (idea)
hanya mengenal satu manusia saja yang bersifat tetap dan tidak berubah.
Dunia pengalaman disebut sebagai dunia “semu” atau dunia bayang-bayang.
Sedangkan dunia idea (akal budi) disebutnya sebagai “dunia asli”. Jadi,
manusia yang kita saksikan melalui pengalaman ini, yang jumlah dan
jenisnya beraneka ragam, merupakan bayang-bayang dari manusia yang
hanya ada satu di dunia idea itu. Sedangkan, pertanyaan mengenai mengapa
manusia yang beraneka ragam itu ada, hal itu disebabkan karena perbedaan
tentang caranya menjadi bayang-bayang itu.23
2. Immanuel Kant (1724-1804)
Immanuel Kant lahir kota Koenisberg. Kota yang terletak di Prussia
bagian timur. Kant dilahirkan pada tanggal 22 April tahun 1724. Latar
belakang keluarganya adalah sebagai pengusaha pembuat bahan keperluan
menunggang kuda seperti pelana dari kulit. Awal nama Kant sendiri ditulis

23
Suparlan Suhartono. 2004. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Hlm. 132.

8
dengan nama C (Cant), karena pada masa itu ada perubahan tata bahasa
dimana huruf C dibaca S maka ibunya menukar penulisan nama Cant
menjadi Kant.24
Menjadi filsuf, Kant dikenal sangat kritis. Pada saat itu para pengikut
rasionalis Leibniz ditentang. Bahkan Empirisme yang diungkap Hume
dijadikan bahan skeptisime. Karya terbesar Kant diterbitkan tahun 1781
dengan judl Critique of Pure Reason. Kant giat memasukkan unsur
metafisika dalam akryanya dan yang paling populer Kant membantah
sesuatu 'yang memang sudah dari sana-nya'. Pernyataan golongan empiris
(Hume dkk) yang menyatakan bahwa pengetahuan harus berasal dari
pengalaman, di balikkan Kant menjadi Pengalaman harus sesuai dengan
pengetahuan. Cakupan unsur lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah
kualitas, kuantitas dan keterkaitan.
Ketidaksetujuan Kant akan Hume hanya pada permasalahan
bahwasanya semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Lebih dari itu
Kant setuju dengan Hume. Dalam pandangan Kant, ruang dan waktu
merupakan subjektif dari kejadian, pengetahuan dan pengalaman. Tanpa dua
unsur tersebut tidak akan ada kejadian, pengetahuan dan pengalaman.
Ruang dan waktu mencakup ide, pluralitas, hubungan sebab-akibat dan
eksistensial. Ini terlihat jelas pemikiran Kant dipengaruhi oleh Leibniz dan
beberapa ahli lainnya.
Buku Kant berikutnya adalah Critique of Partical Reason. Buku ini
membahas tentang ketuhanan. Kant berusaha menemukan hukum moral
yang mendasar. Kebaikan dan kejahatan bukan lah lah prinsip dasar alam.
Hanya ada prinsip imperative categories atau kategori yang tak bisa
dihindari. Inti ajaran ini adalah untuk bertindak dengan sebuah prinsip, pada
waktu bersamaan prinsip tersebut akan menjadi sebuah hukum universal.25

24
Di unduh dari http://www.marthamatika.com/2016/09/biografi-dan-pemikiran-immanuel-kant.ht
ml pada 27 September 2018 pukul 21.00
25
Bambang Q-Anees & R. J. A. Hambali. 2003. Filsafat Untuk Umum. Jakarta: Kencana. hlm.
357.

9
Di tahun 1790, Kant kembali meluncurkan buku dengan judul Critique
of Judgment.Buku ini dibuat sebagai bentuk penghormatan pada Zedlith,
menteri pendidikan pada masa itu. Buku ini lebih bersifat agak ketuhanan.
Dimana ada seni, ada seniman, ada estetika dan dengan estetika tersebut kita
bisa mengenali sang penciptanya. Alam ini diciptakan dengan keindahan,
dengan demikian manusia bisa mengenal Tuhannya. Sang Pencipta
keindahan tersebut.
3. Johann Gottlieb Fichte (1762-1814)
Johann Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Fichte belajar teologi
pada tahun 1780-1788. Berkenaan dengan filsafat Kant di Leipzig pada
1790, ia berkelana ke Konigsberg untuk menemui Kant dan menulis
Critique of Revelation pada zaman Kant. Buku tersebut ia persembahkan
kepada Kant. Tahun 1810-1812 ia menjadi rektor Universitas Berlin.26
Menurut Fichte, dasar realitas; kemauan inilah thing-in it self-nya manusia.
Penampakkan menurut pendapatnya adalah sesuatu yang di tanam roh
absolut sebagai penampakkan kemauannya. Roh absolut adalah sesuatu
yang bearda di belakang kita. Itu adalah Tuhan pada Spinoza.27
Menurut Fichte, dasar kepribadian adalah kemauan, bukan kemauan
irasional seperti pada Schopenhauer, melainkan kemauan yang dikontrol
oleh kesadaran bahwa kebebasan diperoleh hanya dengan melalui kepatuhan
keada peraturan. Kehidupan moral adalah kehidupan usaha. Manusia
dihadapkan kepada rintangan-rintangan dan manusia digerakkan oleh rasa
wajib bahwa ia berutang pada aturan moral umum yang memungkinkannya
mampu memilih yang baik. Idealisme etis Fichte diringkaskan dalak
pernyataan bahwa dunia aktual hanya dapat dipahami sebagai bahan bagi
tugas-tugas kita. Oleh karena itu, filsafat bagi Fichte adalah filsafat hiduo
yang terletak pada pemilihan antara moral idealisme dan moral
materialisme. Substansi materialisme menurut Fichte ialah naluri,

26
Ahmad Tafsir. 1994. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. hlm. 129.
27
Ibid. hlm. 129-130.

10
kenikmatan tak bertanggungjawab, bergantung pada keadaan. Sedangkan
idealisme ialah kehidupan yang bergantung pada diri sendiri.
Reese membuat ringkasan filsafat Fichte sebagai berikut,28
a. Fichte amat banyak dipengaruhi oleh Kant. Ia dikenal sebagai
pendiri idealisme Jerman dan mengembangkan filsafatnya bertolak
dari pemikiran Kant dengan cara menjadikan akal praktis Kant
menjadi lebih penting daripada akal murni. Hasilnya ialah idealisme
itu menjadi idealisme yang berangkat dari kemauan moral. Langkah
yang ditempuh Fichte untuk menjelaskan hal itu ditulis di dalam
bukunya, The Vocation of Man. Argumen yang diajukannya untuk
itu ialah bahwa bila setiap sesuatu terjadi oleh suatu keharusan
kausalitas, maka kita tidak bertanggungjawab atas tindakan kita
karena sumber tindakan kita ialah hukum alam, bukan kita
b. Seseorang memahami karena ialah melihat objek, tidak hanya
sekedar memikirkannya.
c. Fichte menyatakan bahwa keharusan terlibatnya segala sesuatu
dalam penempatan diri dalam Ego-absolut adalah suatu keharusan
teologis dan keharusan dialektis. Bukanlah Hegel, melainkan Fichte
orang pertama yang mula-mula mengetengahkan proses dialektis
yang terdiri atas tesis, antitesis, dan sintesis, dan juga ia yang
meletakkan tahap-tahapannya.
d. Karena keharusan yang dilihatnya mula-mula dalam alam hanyalah
keharusan dalam pikiran, maka ia tidak begitu memperhatikannya.
Sebenarnya, kesadaran moral mengatakan kepada kita bahwa kita ini
bebas, dan kita bertanggung jawab sendiri atas perbuatan kita. Itu
tidak akan sama seandainya kita ini berada di dalam penguasaan
hukum kausalitas, yang telah diberikan kepada kita sebelum kita
menyadarinya.
e. Keunggulan kesadaran moral ialah tidak memerlukan contoh. Ia
memerlukan dunia yang disana kita bebas berbuat dan bertanggung

28
Ibid. hlm. 130-131.

11
jawab serta memenuhi tugas kita satu dengan lainnya. Itu adalah
dunia spiritual yang tidak ditentukan oleh ruang dan waktu.
f. Akan tetapi, mengapa kita mempercayai penginderaan? Kita berbuat
demikian agar kita mampu meningkatkan kebijakan kita dalam
mengenali berbagai kesulitan hidup ini.
g. Membiasakan melakukan tugas terhadap satu sama lainnya adalah
suatu tugas kemanusiaan, yang sebaiknya menjadi etika budaya
dunia yang akan dapat menjaga kebebasan dan hak setiap orang.
Negara tempat kita hidup harusnya bertanggungjawab menyediakan
dan menjaga kebebasan dan hak kita itu.
h. Di belakang tugas dan kesadaran moral itu ada roh (Spirit) dan
moral, yang dapat dikenali Tuhan, Tuhan sebagai dunia, Logos,
bukan sebagai Pencipta atau Penyebab. Tuhan Fichte itu disebutnya
juga “Ada” (Being) atau absolut. Tuhan itu kekal maka ia mesti
sempurna.
4. Friedrich Wilhelm Joseph Schelling (1775-1854)
Friedrich Wilehlm Joseph Schelling sudah menjadi seorang filosof
diumur yang sangat muda. Schelling sudah menjadi seorang guru besar di
Universitas Jena pada ahun 1798, ketika ia berumur 23 tahun. Dia adalah
filosof Jerman yang menjadi peletak dasar dasar pemikiran bagi
perkembangan idealisme Hegel. Ia pernah berteman dengan Fichte.
Bersama Fichte dan Hegel, Schelling adalah idealis Jerman yang terbesar.
Pemikirannya pun merupakan mata rantai antara Fichte dan Hegel.29
Reese menyatakan bahwa filsafat Schelling berkembang melalui 5
tahap. (1) Idealisme Subjektif. Pada tahap ini ia mengikuti pemikiran Fichte.
(2). Filsafat alam. Pada tahap ini ia menerapkan prinsip atraksi dan repulsi
dalam berbagai problem filsafat dan sains. Alam dilihatnya sebagai vitalitis,
self-creativ, dan motivasi oleh suatu proses dialektis. (3) Idealisme trans
absolut yang perkembangannya merupakan Wahyu Absolut dalam sejarah.
Filsafatnya tentang seni memperlihatkan pendapatnya itu. Ia menyatakan

29
Ibid. hlm. 132.

12
bahwa seni merupakan kesatuan antara subjek dan objek, roh dan alam.
Tragedi dipandang sebagai tubrukan antara keharusan dengan kebebasan,
didamaikan oleh kesediaan menerima hukum secara jantan. Hukuman itu
memperlihatkan kesediaan kita menerima realitas dan idealitas. (4) Filsafat
identitas. Sesuatu yang absolut pada tahap ini menjadi lebih penting
kedudukannya, dipandang sebagai identitas semua individu isi alam. (5)
Filsafat Positif. Pada tahap terakhir ini pemikirannya menekankan nilai
mitologi dan mengakui perbedaan yang jelas antara Tuhan dan alam
semesta.30
5. G.W. Hegel (1770-1831)
Hegel lahir pada tahun 1770 di Stuttgart. Ini adalah tahun-tahun
Revolusi Perancis dan juga tahun-tahun berkembangnya kesusasteraan
Jerman. Lessing, Goethe, dan Schiller hidup pada periode ini juga. Friedrich
Holderlin, sastrawan puisi terbesar Jerman, merupakan teman dekat Hegel.
Di Universitas Tubingen ia belajar teologi, pada 1791 ia memperoleh gelar
doktor dalam teologi. Oleh karena itu karya Hegel mula-mula tentang
agama Kristen, seperti The Life of Jesus dan The Spirit of Christianity.31
Tahun 1801 ia bergabung dengan Schelling di Universitas Jena dan
menjadi pengajar kuliah filsafat. Pada waktu inilah ia menuliaskan sistem
yang dibuatnya sebagai jawaban atas posisi Kant. Oleh karena itu, pengaruh
Kant ada pada Hegel. Akan tetapi Hegel tidak pernah menjadi pengikut
Kant. Perbedaan keduanya lebih besar dibandingkan antara Plato dan
Aristoteles. Hegel tidak akan menemukan metode dialektikanya tanpa
memulainya dari dialektika transendental yang dikembangkan oleh Kant
dalam Critique of Pure Reason. Sekalipun demikian, filsafat Hegel sangat
berbeda dengan filsafat Kant,
Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist (roh; spirit) suatu istilah yang
diilhami oleh agamanya. Istialh ini agak sulit dipahami. Roh dalam
pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret, kekuatan yang

30
Ibid. hlm. 132-133.
31
Ibid. hlm. 134.

13
objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai “World of Spirit (Dunia
roh) yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran
diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia.32
Pemikiran Hegel dapat diringkaskan sebagai berikut:
a. Rasio, Idea dan Roh
Hegel sangat mementingkan rasio. Tetapi, kalau dikatakan demikian,
jangan kita salah mengerti maksudnya. Yang dimaksud bukan saja rasio
pada manusia perorangan, tetapi juga dan terutama rasio pada Subyek
Absolut, karena Hegel pun menerima prinsip idealistis bahwa realitas
seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu subyek. Suatu dalil Hegel
yang kemudian menjadi terkenal berbunyi: “Semuanya yang real bersifat
rasionaldan semuanya yang rasional bersifat real”. Maksudnya adalah
bahwa luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya
adalah proses pemikiran (atau “ide” menurut istilah yang dipakai Hegel)
yang memikirkan dirinya sendiri. Dengan mementingkan rasio, Hegel
sengaja bereaksi atas kecondongan intelektual waktu itu yang mencurigai
rasio sambil mengutamakan perasaan. Kecondongan ini terutama dilihat
dalam kalangan ”filsafat kepercayaan” dan dalam aliran sastra Jerman
Jerman yang disebut “Romantik”.33
b. Dialektika
Untuk menguraikan filsafatnya, Hegel menggunakan metode dialektik.
Maksudnya realitas itu berlangsung dalam suatu dialektik. Hegel
mengagumi pandangan filsuf Yunani Herakleitos yang mengatakan
bahwa “pertentangan adalah bapak segala sesuatu”. Gagasan tentang
dialektika telah dirintis oleh Fichte yang mengatakan bahwa bila ada
“aku” maka akan muncul unsur penentang yaitu “non aku”. Pertentangan
antara keduanya akan menghasilkan unsur ketiga, yang mensintesiskan
“aku” dan “non aku”. 34

32
Rasyid Rizani. 2013. Loc. Cit.
33
K. Bertens. 1975. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. hlm. .68
34
Sutarjo Adisusilo, JR. 2013. Sejarah Pemikiran Barat: Dari yang Klasik Sampai Modern.
Jakarta: RajaGravindo Persada. hlm. 310.

14
Proses dialektika selalu terdri atas tiga fase. Ada suatu fase pertama
(tesis) yang menampilkan lawannya (antitesis), yaitu fase kedua.
Akhirnya timbullah fase ketiga yang mendamaikan fase pertama dan
kedua (sintesis). Dalam sintesis itu tesis dan antitesis menjadi
“aufgehoben” (dicabut, ditiadakan, atau tidak berlaku lagi). Dengan
adanya sintesis maka tesis dan sintesis memang tidak ada lagi, tetapi dua-
duanya diangkat kepada tingkatan baru. Maksudnya dalam sintesis, maka
baik tesis maupun antitesis mendapat eksistensi baru. Tesis dan antitesis
keduanya disimpan dan sintesis. Sintesis baru ini seterusnya akan muncul
sebagai tesis baru dan memunculkan antitesis baru lagi dan menghasilkan
sintesis yang lebih baru. Maka terjadi gerak spiral didalam proses
dialektika itu.35
c. Sejarah
Realitas seluruhnya sebagai proses menjadi sadarnya Roh Absolut.
Dengan munculnya manusia, maka Roh sudah menjadi sadar akan diri
sendiri. Tetapi proses penyadaran ini berlangsung terus dalam sejarah
manusia hingga titik penghabisan. Proses sejarah berlangsung secara
dialektis. Proses sejarah itu sendiri pada dasarnya merupakan proses Roh
menjadi “au und fur sich” (dalam dan bagi dirinya).
Dalam pandangan Hegel proses Roh menyejarah itu telah tecapai
puncaknya pada diri bangsa Jerman abad ke-19, dalam segala bidang.
Dalam bidang politik (munculnya negara Prusia), dalam bidang agama
(munculnya Kristen Protestan), dalam bidang filsafat (tampilnya Hegel),
musik (munculnya Beethoven, Bach). Proses menyejarah Roh sudah
mencapai puncaknya di Jerman, dan setelah itu seharag memang masih terus
berlangsung namun setelah itu (Jerman) tidak ada lagi yang baru, melainkan
hanya tinggal pengulanga-pengulangan saja.36

35
Ibid. hlm. 310-311.
36
Ibid. hlm. 311.

15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di
alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak
sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan
ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea
adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia
idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami
perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi
kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang
sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang
keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan
dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada
kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu
lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk
kebudayaan dan peradaban baru. Maka apabila kita menganalisa perbagai macam
pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang
alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di
mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani
sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai
kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.

16
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad Tafsir. 1994. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ahmad Tafsir. 2003. Fislasat Umum. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Bambang Q-Anees & R. J. A. Hambali. 2003. Filsafat Untuk Umum. Jakarta:
Kencana.
Burhanuddin Salam. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.
Harun Hadiwiyono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Brat I. Yogyakarta: Kanisius.
J.H. Rapar. 1996. Filsafat Politik Plato. Jakarta: Rajawali Press.
Juhaya S Praja. 2003. Aliran-aliran Filsafat & Etika. Jakarta: Fajar IInter
Pratama.
K. Bertens. 1975. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Mohammad Adib. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mohammad Hatta. 1986. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Nunu Burhanuddin. 2018. Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group.
Sutardjo A. Weiranihardja. Pengantar Filsafat. Jakarta: Refika Aditama.
Sutarjo Adisusilo, JR. 2013. Sejarah Pemikiran Barat: Dari yang Klasik Sampai
Modern. Jakarta: RajaGravindo Persada.
Suparlan Suhartono. 2004. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Zaprulkhan. 2015. Filsafat Ilmu: Sebuah Analisis Kontemporer. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Internet:
Rasyid Rizani. 2013. http://konsultasi-hukum-online.com/2013/06/idealism,
Diunduh pada 27 September 2018 pukul 18:20

http://seha-fib13.web.unair.ac.id Diunduh pada 27 September 2018 pukul 20.13.

17
http://avenie-putri-fib13.web.unair.ac.id Diunduh pada 27 September 2018 pukul
20.18.
http://www.marthamatika.com/2016/09/biografi-dan-pemikiran-immanuel-kant.ht
ml Diunduh pada 27 September 2018 pukul 21.00

18

Anda mungkin juga menyukai