Anda di halaman 1dari 399
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada yang mengharamkannya.” HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi ca Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, se- bagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa: Kutipan Pasal 113, (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000,000,. (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak R9500.000.000.. (lima ratus juta rupiah). () Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf 6, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan, dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,; (empat miliar rupiah).. HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Edisi Pertama Copyright © 2015 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 978-602-1186-04-6 297.63 15x 23 om xvi, 382 him Cetakan ke-3, Mei 2017 Kencana, 2015.0520 Penulis Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. Desain Sampul Irfan Fahmi Penata Letak Y. Rendy. Percetakan PT Kharisma Putra Utama Penerbit KENCANA Jl. Tambra Raya No. 23 Rawamangun - Jakarta 13220 Telp: (021) 478-64657 Faks: (021) 475-4134 Divisi dari PRENADAMEDIA GROUP e-mail: pmg@prenadamedia.com www.prenadamedia.com INDONESIA Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit. KATA PENGANTAR Dewasa ini di Indonesia, lembaga-lembaga ekonomi syariah baik sektor perbankan syariah, koperasi syariah, pegadaian syariah, asu- ransi syariah, perhotelan syariah, maupun sektor lain berkembang cu- kup pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan bermunculannya lembaga-lembaga itu di berbagai daerah disertai dengan nasabah yang terus bertambah pula. Masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, selayaknya bersyukur dengan munculnya lembaga-lembaga ekonomi syariah itu karena telah menyediakan layanan ekonomi yang terbebas dari unsur riba, berbeda dengan lembaga-lembaga ekonomi konven- sional yang masih menyertakan bunga dalam operasionalnya. Lebih dari itu, umat Islam seyogianya mengisi lembaga-lembaga tersebut dengan tenaga-tenaga profesional yang kompeten tidak ha- nya di bidang teknik-operasional, tetapi juga dalam teori-konseptual yang benar-benar sejalan dengan konsep Islam. Beberapa perguruan tinggi telah mengantisipasi hal ini dengan mendirikan jurusan ataupun program-program studi yang terkait dengan ekonomi Islam, seperti keuangan Islam, perbankan syariah, asuransi syariah, dan sebagai- nya dalam rangka mempersiapkan tenaga-tenaga yang kompeten itu. Salah satu prasyarat untuk mempersiapkan tenaga-tenaga kompeten itu adalah tersedianya kurikulum yang bagus yang ditunjang dengan literatur-literatur yang representatif dan komprehensif. Buku ini adalah buku ajar (buku dasar) yang disusun untuk me- nunjang kegiatan pembelajaran yang terkait dengan ekonomi Islam, HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi khususnya mata kuliah Hadis Ekonomi. Pembahasan dalam buku ini dibagi dalam dua belas bab. Bab Pertama, membahas tentang nilai- dasar ekonomi Islam yang mengkaji tentang pengertian ekonomi Is- lam, hakikat dan dasar ekonomi Islam, Hadis tentang nilai-nilai dasar ekonomi Islam, dan nilai-nilai dasar dalam ekonomi Islam. Melalui bab ini, diharapkan dapat diketahui konsep Hadis Nabi dan pemikiran para ahli ekonomi Islam tentang nilai-nilai dasar yang menjadi fon- dasi pengembangan ekonomi Islam, seperti nilai ketuhanan, kenabi- an, pemerintahan, keadilan, dan pertanggungjawaban. Dengan kon- sep ini, secara tersirat diketahui pula ciri khas ekonomi Islam dalam perbandingannya dengan ekonomi konvensional yang tidak berdasar pada nilai-nilai tersebut. Bab Kedua, membahas tentang motivasi dan tujuan ekonomi yang mengkaji tentang pengertian motivasi ekonomi, Hadis tentang motiva- si ekonomi, motivasi dan asas hukum ekonomi Islam, macam-macam motivasi ekonomi Islam, tujuan dan postulat-postulat ekonomi Islam. Bab ini di samping membahas tentang pengertian dan macam-ma- cam motivasi ekonomi Islam, juga mengkaji motivasi ekonomi dalam hubungannya dengan asas hukum ekonomi Islam, dan tujuan serta postulat-postulat ekonomi Islam. Dengan demikian, motivasi ekonomi Islam dipahami secara luas terutama dilihat dari kaca mata Hadis- hadis Rasulullah, di samping tentunya, dalam sebagian pembahasan tentang teori-teori motivasi secara umum. Pada Bab Ketiga, dibahas tentang produksi yang mencakup kajian tentang pengertian produksi, konsep produksi dalam Hadis Nabi, tu- juan dan prinsip-prinsip produksi dalam ekonomi Islam, mekanisme produksi dalam Islam, dan faktor-faktor produksi dalam Islam. Seba- gai bagian terpenting dari aktivitas ekonomi di samping konsumsi, distribusi, infak, zakat, nafkah, dan sedekah, produksi menjadi fokus kajian dalam ekonomi Islam karena dengan produksi dapat dihasilkan barang dan jasa yang kemudian manfaatnya dirasakan oleh umat ma- nusia. Melalui bab ini, dapat diketahui konsep produksi menurut Hadis Nabi yang mengapresiasi kerja dan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan materiel dan spiritual. Demikian pula tujuan produksi yang berhubungan erat dengan prinsip-prinsip produksi dalam ekonomi Is- vi a Kata Pengantar lam, mekanismenya, dan faktor-faktor produksi seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, dan organisasi atau manajemen. Bab Keempat, membahas tentang konsumsi yang berkenaan de- ngan pengertian konsumsi, konsumsi dalam perspektif Hadis Nabi, tujuan konsumsi dalam Islam, konsumsi, produksi, dan pemenuhan kebutuhan, dan prinsip-prinsip produksi dalam Islam. Dalam rang- ka memenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan materiel maupun spiritual, manusia membutuhkan konsumsi dalam kesehariannya. Da- pat dikatakan bahwa konsumsi lebih penting daripada produksi dan distribusi karena pada dasarnya tujuan produksi dan distribusi adalah untuk memenuhi konsumsi. Melalui bab ini, diharapkan dapat dike- tahui konsep Hadis-hadis Nabi tentang aktivitas dan etika konsumsi yang benar dan tujuan serta prinsip-prinsip konsumsi menurut eko- nomi Islam. Demikian pula, hubungan antara konsumsi, produksi, dan pemenuhan kebutuhan hidup yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Distribusi dibahas dalam Bab Kelima, yang mencakup kajian ten- tang pengertian distribusi, distribusi menurut Hadis Nabi, tujuan dis- tribusi, dan prinsip-prinsip distribusi dalam ekonomi Islam. Sebagai suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen ke kon- sumen dan para pemakai kapan dan di mana barang atau jasa tersebut diperlukan, distribusi sangat dibutuhkan agar dilakukan berdasar kon- sep dan cara-cara yang benar. Karena itu, bab kelima ini akan meng- kaji konsep Rasulullah tentang distribusi yang pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu distribusi profit dan distribusi nonprofit. Konsep Nabi tentang distribusi tidak ditemukan dalam konsep ekonomi kon- fensional. Perbedaan itu terlihat pula pada tujuan dan prinsip-prinsip distribusi dalam ekonomi Islam. Pada Bab Keenam dibahas tentang jual beli dan riba yang meng- kaji tentang pengertian jual beli, jual beli dalam perspektif Hadis Nabi, rukun dan syarat jual beli, tujuan dan bentuk-bentuk jual beli, prin- sip-prinsip jual beli, pengertian riba, tahapan larangan riba dalam Al- Qur'an, riba dalam perspektif Hadis Nabi, macam-macam riba, dan sebab-sebab dilarangnya riba. Melalui bab ini, diharapkan dapat dike- tahui konsep ekonomi yang berbeda antara jual beli dan riba. Kedua- a vi HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi nya terkadang terdapat dalam satu aktifitas yang sama dengan cara yang berbeda. Karena itu, perspektif Hadis Nabi tentang kedua aktivi- tas ekonomi ini dirasa perlu sebab dalam jual beli kadang kala terdapat unsur riba di samping dalam utang piutang. Demikian pula, kajian tentang aspek-aspek hukum yang berkenaan dengan dua hal tersebut perlu dibahas agar jelas status dan posisi masing-masing dalam ranah hukum Islam. Selanjutnya, Bab Ketujuh membahas tentang gadai yang mengkaji tentang pengertian gadai, gadai dalam perspektif Hadis Nabi, rukun dan syarat gadai, hak dan kewajiban pemberi dan penerima gadai, pe- manfaatan barang gadai, sebab-sebab gadai, waktu dalam perjanjian gadai, mengganti barang yang digadaikan, dan berakhirnya akad ga- dai. Melalui bab ini, diharapkan dapat diketahui bagaimana konsep dan praktik gadai yang dilakukan oleh Rasulullah yang kemudian di- sertai dengan tata aturan fikih yang menyangkut gadai itu baik syarat dan rukunnya, hak dan kewajiban, pemanfaatan dan sebab-sebabnya, serta kapan gadai berakhir. Dalam Bab Kedelapan, dibahas tentang penjualan jasa dan sewa menyewa yang mengkaji tentang pengertian jasa, jasa dalam perspektif Hadis Nabi, karakteristik jasa, penjualan jasa menurut ekonomi Islam, pengertian sewa menyewa, syarat dan rukun sewa menyewa, hak dan kewajiban dalam sewa menyewa, sifat akad sewa menyewa, macam- macam sewa menyewa, pembatalan dan berakhirnya sewa menyewa. Melalui bab ini diharapkan dapat diketahui kajian tentang penjualan jasa (ujrah) dalam hubungannya dengan sewa menyewa (ijarah) kare- na sesungguhnya penjualan jasa, dalam fikih Islam, merupakan bagian dari sewa menyewa. Bahasan bab ini di samping melibatkan perspektif Hadis Nabi tentang jasa juga kajian tentang jasa secara umum yang ti- dak ditemukan dalam bab-bab fikih. Berbeda dengan bahasan tentang sewa menyewa yang secara perinci dikaji dalam fikih Islam. Bab Kesembilan, membahas tentang koperasi yang mencakup kajian tentang pengertian koperasi, koperasi dalam perspektif Hadis Nabi, ciri-ciri koperasi, fungsi, peran, dan tujuan koperasi, syarat-sya- rat pendirian koperasi, macam-macam koperasi, hukum koperasi, dan koperasi syariah. Melalui bab ini, diharapkan dapat diketahui konsep viii a Kata Pengantar dasar koperasi menurut Hadis Nabi meskipun pada masanya lembaga keuangan ini belum ada. Karena itu, pada satu sisi pembahasan ten- tang koperasi bersifat umum yang mencakup ciri-ciri, fungsi, peran, lan tujuan koperasi, syarat-syarat pendirian koperasi, macam-macam- koperasi, hukum koperasi, dan pada sisi yang lain dilihat dari perspek- tif Hadis Nabi dan koperasi syariah. Pembahasan juga dapat dikaitkan dengan konsep syirkah dalam fikih Islam. Pada Bab Kesepuluh, dibahas tentang pemasaran yang mengkaji rengenian pemasaran, pemasaran dalam perspektif Hadis Nabi, tu- juan dan fungsi pemasaran, perencanaan pemasaran (marketing plan), rategi pemasaran, dan konsep pemasaran dalam Islam. Sama dengan koperasi pada bab sebelumnya, teori pemasaran belum berkembang pada masa Nabi, tetapi konsep dasarnya sudah ada. Karena itu, bab ini akan mengkaji pemasaran secara umum berkenaan dengan penger- tian, tujuan, fungsi, perencanaan, dan strateginya, di samping pema- iran menurut Hadis Nabi dan ekonomi Islam. Bab Kesebelas, membahas tentang kewirausahaan yang mengkaji pengertian kewirausahaan, bekerja dan berwirausaha menurut perspe- ktif Hadis Nabi, karakteristik wirausaha, fungsi dan peran wirausaha, motivasi dan tujuan kerja dalam Islam, dan produktivitas kerja dalam Islam. Rasulullah sangat menghargai wirausaha sebagaimana terlihat dalam beberapa Hadisnya. Wirausaha sering dikaitkan dengan produk- tfvitas kerja dan kemandirian serta solidaritas sosial. Bab ini menjelas- kan secara gamblang bagaimana menjadi wirausaha yang sukses dan baik berdasar konsep-konsep umum dan Hadis-hadis Nabi. Pada bab terakhir dibahas tentang etika bisnis yang mengkaji pengertian etika bisnis, perspektif Hadis Nabi tentang etika bisnis, konsep etika bisnis Islam, dan metos amoral dalam bidang bisnis menurut perspektif Islam. Kesuksesan seorang pebisnis tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan profesionalitasnya tetapi juga oleh sikap etisnya. Karena itu, bab ini akan mengkaji etika bisnis menurut Rasulullah yang disertai dengan konsep etika bisnis Islam dan mitos -moral dalam bidang bisnis. Buku ini sangat cocok dijadikan pegangan dan referensi dalam rerkuliahan hadis ekonomi dan matakuliah-matakuliah lain yang a ix HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi terkait. Meskipun merupakan buku ajar, buku ini juga layak dibaca oleh oleh siapa saja yang berminat mengkaji ekonomi Islam baik para dosen, mahasiswa, praktisi lembaga-lembaga ekonomi syariah, mau- pun masyarakat pada umumnya. Melalui kata pengantar ini, penulis mengucapkan terima ka- sih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam proses penulisan, pengeditan, sampai penerbitan buku ini, khususnya kepada penerbit Prenada Media Jakarta. Akhirnya, sebagaimana kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, apabila terdapat kekeliruan dan kekhilafan dalam penulisan buku ini, penulis berharap koreksi yang bersifat kon- struktif untuk perbaikan pada edisi berikutnya. Semoga bermanfaat! Surabaya, Januari 2016 Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI xi PEDOMAN TRANSLITERASI xv BAB 1 NILAI-NILAI DASAR EKONOMI ISLAM 1 A. Pengertian Ekonomi Islam... B. _Hakikat dan Dasar Ekonomi Islam C. _ Hadis tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam.. D. _ Nilai-nilai Dasar dalam Ekonomi Islam..... BAB2 MOTIVASI DAN TUJUAN EKONOMI 35 Pengertian Motivasi Ekonomi Hadis tentang Motivasi Ekonomi. Motivasi dan Asas Hukum Ekonomi Islam Jenis-jenis Motivasi Ekonomi Islam .. Tujuan dan Postulat-postulat Ekonomi Islam moo pS BAB3 PRODUKSI 61 A. Pengertian Produksi. Konsep Produksi dalam Hadis Nabi... Tujuan dan Prinsip-prinsip Produksi dalam Ekonomi Islam Mekanisme Produksi dalam Islam.... moo p Faktor-faktor Produksi dalam Islam ..... HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi BAB4 KONSUMSI 97 A. Pengertian Konsumsi.. Konsumsi dalam Perspektif Hadis Nabi. Tujuan Konsumsi dalam Islai Konsumsi, Produksi, dan Pemenuhan Kebutuhan Prinsip-prinsip Produksi dalam Islam... mon pw BABS DISTRIBUSI A. Pengertian Distribusi .. B. _ Distribusi menurut Hadis Nabi C— Tujuan Distribu: D. _ Prinsip-prinsip Distribusi dalam Ekonomi Islam... BAB6 BAB7 GADAI A. Pengertian Gadai B. Gadai dalam Perspektif Hadis Nabi C. — Rukun dan Syarat Gadai. D. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Gadai E. Pemanfaatan Barang Gadai F. Sebab-sebab Gadai . G. Waktu dalam Perjanjian Gad H. Mengganti Barang yang Digadaikan |. Berakhirnya Akad Gadai BAB8 PENJUALAN JASA DAN SEWA-MENYEWA 217 A. Penjualan Jasa B. Sewa-menyewa (|jarah) BAB9 KOPERASI A. Pengertian Koperaii.... xi a Daftar Isi B. _Koperasi dalam Perspektif Hadis Nabi .. C. Giri-ciri Koperasi... D. — Fungsi, Peran, dan Tujuan Koperasi.. E. Syarat-syarat Pendirian Koperasi F.__ Jenis-jenis Koperasi.. G. Hukum Koperasi. H. Koperasi Syariah .. BAB 10 PEMASARAN A. Pengertian Pemasaran Pemasaran dalam Perspektif Hadis Nabi... Tujuan dan Fungsi Pemasaran.. Perencanaan Pemasaran (Marke Strategi Pemasaran.. Konsep Pemasaran dalam Islam. mmo nw BAB 11 KEWIRAUSAHAAN A. Pengertian Kewirausahaar Bekerja dan Berwirausaha Menurut Perspektif Hadis Nabi Karakteristik Wirausaha .. Fungsi dan Peran Wirausaha Motivasi dan Tujuan Kerja dalam Islam. Produktivitas Kerja dalam Islam .. mmon wp BAB 12 ETIKA BISNIS A. Pengertian Etika Bisnis. B. _Etika Bisnis dalam Perspektif Hadis Nal C. _ Konsep Etika Bisnis Islam D. —Mitos A-Moral Dalam Bidang Bisnis Menurut Perspektif Islam ... DAFTAR PUSTAKA 367 BIODATA PENULIS 381 || xiti PEDOMAN TRANSLITERASI Dalam buku ini banyak dijumpai nama dan istilah yang berasal da- ri bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut: A. KONSONAN No. Arab Indonesia Arab Indonesia 1 1 ‘ + th 2. b & zh 3. = t E. : 4, a ts é& gh 5. i j a f 6. a h 3 q 7. é kh 4 k 8 a d d 1 9. 3 dz r m 10. 4 r a n 1. a z 2 w 12. wn s * h 13 fr sy ® ‘ 14. Ca sh i y 15. dh HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi B. VOKAL Vokal rangkap (3) dilambangkan dengan gabungan huruf aw, mi- salnya teg¥3 49 ditulis dengan Ibn al-Jawzi. Vokal rangkap (#4 dilam- bangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya ;J2s3% ditulis dengan al-Zuhayli. Vokal panjang atau maddah dilambangkan dengan harakat dan huruf sebagai berikut: 1: 4, misalnya gd 24z52-$ih dibaca al: Mawdhd’at al-Kubré, «i, misalnya yke3t dibaca al-Nasa’?, dan 3: 4, misalnya $24 dibaca dmand. BAB | NILAI DASAR EKONOMI ISLAM “Pedagang yang tepercaya dan jujur akan bersama dengan para nabi, para shiddigin, dan syuhadd’ pada hari Kiamat. (Hadis Nabi dari Abi Sa‘id al-Khudzri yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dan Ahmad ibn Hanbal). A. PENGERTIAN EKONOMI ISLAM Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani Kuno (Greek) yaitu oicos dan nomos yang berarti rumah dan aturan (mengatur urusan rumah tangga). Menurut istilah konvensional, ekonomi berarti aturan- aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik dalam rumah tangga rakyat (volkshuishouding) maupun dalam rumah tangga negara (staatshuishouding).' Para pakar ekonomi mendefinisikan ekonomi sebagai suatu usaha untuk menda- patkan dan mengatur harta baik materiel maupun non-materiel dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif, yang menyangkut perolehan, pendistribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.? Ekonomi juga diartikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi.* ' ‘abd. Allah Zaki al-Kaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002 M.), him. 19. 2 Taqi al-Din al-Nabhani al-Husayni, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, (Surabaya: Risalah Gusti, 1999 M.), him. 47. > Paul A. Samuelson, Economics, (New York: McGraw-Hill Book Co., 1983 M.), him. 3. ju- ga Eduian Mansfield, Micro-economics, (New York: WW. Norton and Co., 1990 M.), him. 1. HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Dalam bahasa Arab, ekonomi dinamakan al-mu’Gmalah al-mad- diyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan ma- nusia mengenai kebutuhan hidupnya. Disebut juga al-igtishdd, yaitu pengaturan soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya. Secara istilah, pengertian ekonomi Islam dikemukakan dengan redaksi yang beragam di kalangan para pakar ekonomi Islam. Menurut Mohammad Nejatullah Siddiqi, ekonomi Islam adalah jawaban dari pemikir Muslim terhadap tantangan-tan- tangan ekonomi pada zamannya. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, akal pikiran, dan pengalaman.* M. Abdul Mannan mendefinisikan ekonomi Islam dengan ilmu pe- ngetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami dengan nilai-nilai Islam.> Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh M.M. Metwally bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku Muslim (orang yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur’an, Hadis Nabi, ijma’, dan qiyas.° Menurut Yusuf al-Qardhawi, ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah.’ Khurshid Ahmad mendefinisikan ekonomi Islam dengan suatu usaha sistematis untuk memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya kepada persoalan tersebut menurut perspektif Islam.* Syed Nawab Haider Naqvi memahami ekonomi Islam dalam perspektif sosiologi yang mempelajari perilaku manusia dalam perekonomian di segala aspek kehidupan dengan corak yang “ Mohammad Nejatullah Siddiqi, “History of Islamic Economic Thought“ dalam M. Umer Chapra, Lanscape Baru Perekonomian Masa Depan, terjemah oleh Amdiar Amin dkk. (Jakarta: SEBI, 2001 M.), him. 146 5M. Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice, (Cambridge: The Islamic ‘Academy, 1986 M.), him. 18 © MM. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Bangkit Daya Insana, 1995 M.), him. 1 7 Ydsuf al-Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terjemahan (Jakarta: Gema In- sani Press, 1997 M.), him. 31 * Khurshid Ahmad, “Nature and Significance of Islamic Economic” dalam M. Umer Chapra, Lanscape Baru, him. 146 2 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam khas. Bagi Naqvi, ekonomi Islam lebih ditekankan sebagai sains yang bertugas menyibak permasalahan manusia dalam sebuah masyarakat Muslim dengan pola dan corak hidup yang tipikal. Ia menyatakan bahwa ekonomi Islam adalah perwakilan perilaku kaum Muslimin dalam suatu masyarakat Muslim tipikal atau khas.? Louis Cantori, se- bagaimana dikutip oleh M. Umer Chapra, menyatakan bahwa ekonomi Islam pada hakikatnya adalah suatu upaya untuk memformulasikan suatu ilmu ekonomi yang berorientasi kepada manusia dan masyarakat yang tidak mengakui individualisme yang berlebih-lebihan sebagaimana dalam ekonomi klasik.'? Menurut S.M. Hasanuzzaman, ilmu ekonomi Islam adalah penge- tahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya materiel sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka menjalankan perintah Allah dan mengikuti aturan masyarakat."' Adapun M. Umer Chapra mendefinisikan ekonomi Islam dengan cabang pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan magqdshid, tanpa mengekang kebeb: individu, menciptakan ketidakseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan masyarakat.'? in Secara garis besar, pembahasan ekonomi mencakup tiga hal, yaitu ekonomi sebagai usaha hidup dan pencaharian manusia (economical life), ekonomi dalam rencana suatu pemerintahan (political economy), dan ekonomi dalam teori dan pengetahuan (economical science).° Ekonomi dipandang pula sebagai sesuatu yang berkenaan dengan kebutuhan manusia dan sarana-sarana pemenuhannya yang berkenaan ®° Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics, and Society, (London: Kegan Paul Inter- national Ltd, 1994 M,), him. 17. ‘©M. Umer Chapra, Islam and the Economic Challange, (Leicester: The Islamic Founda- tion, 1992 M.), him. 122. "$M. Hasanuzzaman, “Definition of Islamic Economic” dalam Journal of Isalamic Re- search in Islamic Economic, Winter, 1984 M., him. 52. "°M, Umer Chapra, The Future of Economic, him. 131. "Abd. Allah Zaki al-Kaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, hlm. 19. a 3 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi dengan produksi barang dan jasa sebagai sarana pemuas kebutuhan.'* Dengan kata lain, kebutuhan dan sarana-sarana pemuasnya dikaji secara tak terpisah satu dengan yang lain karena keduanya saling berkait secara sinergis; pembahasan distribusi barang dan jasa menjadi satu dengan pembahasan produksi barang dan jasa. B. HAKIKAT DAN DASAR EKONOMI ISLAM Dalam ajaran Islam, aktivitas ekonomi tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dasar yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, Hadis Nabi, dan sumber-sumber ajaran Islam lainnya. Ekonomi Islam, sebagai- mana dinyatakan oleh Muhammad Nejatullah Siddiqi, merupakan jawaban dari pemikir Muslim terhadap tantangan ekonomi pada zamannya yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, akal pikiran, serta pengalaman.'> Islam sarat dengan dengan nilai-nilai yang mendorong manusia untuk membangun ekonomi mereka yang tercermin dalam anjuran disiplin waktu, memelihara harta, nilai kerja, meningkatkan produksi, menetapkan konsumsi, dan juga perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan.'* Asumsi dasar atau norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan ekonomi adalah syariat Islam yang diberlakukan secara me- nyeluruh (kéffah atau totalitas) baik terhadap individu, keluarga, ma- syarakat, pengusaha, atau pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidup baik untuk keperluan jasmani maupun rohani. Jika diperhatikan beberapa definisi di atas terlihat bahwa prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan akhirat oleh manusia selaku khalifah Allah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas (‘ibadah ghayr mahdhah). Menurut M. Umer Chapra, syariat Islam, sebagaimana terlihat pada magdshid al-syari’ah, mencakup segala hal yang diperlukan untuk merealisasikan keberuntungan (falah) dan kehidupan yang baik agi al-Din al-Nabhani al-Husayni, Membangun, him.16. '§ M. Umer Chapra, Islam and the Economic, him. 122. * Ibrahim Yasuf, Istirdtijiyyah wa Tiknik al-Tanmiyyah al-Iqtishddiyyah fi al-Islam (Kai- ro: al-Ittihad al-Dawli li al-Bundk al-Islimiyyah, 1991 M.), him. 269. 4 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam (hayah thayyibah) dalam bingkai aturan syariah yang menyangkut pe- meliharaan keyakinan (faith), jiwa atau kehidupan (soul/life), akal pi- kiran (intellect), keturunan (posterity), dan harta kekayaan (wealth). Syari’at Islam meletakkan hubungan manusia pada tempat yang selayaknya, menjadikan manusia mampu berinteraksi satu dengan yang lain secara seimbang dan saling menguntungkan. Syariah juga memberikan filter moral untuk alokasi dan distribusi sumber daya sesuai dengan konsep persaudaraan dan keadilan sosial ekonomi, serta sistem yang memotivasi kekuatan untuk mencapai tujuan berupa pemenuhan kebutuhan dengan kesetaraan distribusi penghasilan dan harta kekayaan.'? Dalam Islam and the Economic Challenge, Chapra menulis sebagai berikut: “Islam envisages an economic system fundamentally different from the prevailing systems. It has its roots in the Shariah (Islamic teachings) from which it drives its worldview as well as its goals and strategy. The goals of Islam (magasid al-shariah), unlike those of the predominantly secular- ist systems of the present day-world, are not primarily materialist. They rather based on its own concepts of human well being (falah) and good life (hayat tayyibah) which give utmost importance to brotherhood and socio- economic justice and require a balanced satisfaction of both materiel and the spiritual needs of all human beings.” Menurut Rasulullah, suatu usaha untuk mendapatkan, mendistri- busikan, dan mengatur harta harus dilakukan secara benar dan diperlukan keahlian memadai untuk melakukannya. Berkenaan dengan pengelolaan harta dan pemanfaatan ilmu, Nabi pernah menyatakan bahwa seseorang tidak boleh iri kecuali dalam dua hal, yaitu bagi orang yang mendistribusikan harta nya dengan benar dan orang yang mengamalkan ilmu dan mengajarkannya. Rasulullah bersabda: ate th fie gh ae Si te th oy ages op Bile fo tabi is ahh act Jas a2 g Vp seo T dys tegfocdh agg tga ta ads 993 Lake ths al Jas Shs = "”M, Umer Chapra, Islam and the Economic, hlm. 7. " Ibid. a 5 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi “Dari Ibn Mas‘id r.a., katanya, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersab- da: “Tidak boleh iri kecuali dalam dua perkara, yaitu (kepada) orang yang diberi harta oleh Allah lalu ia menggunakan (menghabiskan)-nya dalam kebenaran dan orang yang diberi hikmah (ilmu) oleh Allah kemu- dian ia mengamalkan dan mengajarkannya.” Sebagaimana ekonomi konvensional, ekonomi Islam juga membicarakan tentang aktivitas manusia dalam mendapatkan dan mengatur harta, materiel ataupun non-materiel, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif, yang menyangkut perolehan, pendistribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hanya saja, dalam ekonomi Islam, segala aktivitas ekonomi tersebut harus didasarkan pada norma dan tata aturan ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an, Hadis, ijma’, qiyas, dan sebagainya. Di sinilah letak hakikat ekonomi Islam yang terlihat pada ciri khasnya yang berdasar pada sumber-sumber ajaran Islam tersebut serta magdshid al-syari’ah umumnya yang bertujuan merealisasikan kesejahteraan manusia dengan terealisasinya keberuntungan (falah) dan kehidupan yang baik (haydh thayyibah) dalam bingkai aturan syariah yang menyangkut pemeliharaan keyakinan, jiwa atau kehi- dupan, akal pikiran, keturunan, dan harta kekayaan melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya, menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi, memperkuat solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan masyarakat, dan menciptakan keadilan terutama dalam distribusi. Al-Qur’an merupakan petunjuk yang tidak diragukan kebenarannya bagi umat Islam dalam mengatur kehidupan mereka di dunia, termasuk bidang ekonomi. Allah berfirman: capa sib 43 5 Yd “Itulah kitab (Al-Qurian) yang tidak diragukan di dalamnya (terdapat) petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. 2/al-Bagarah: 2). Aktivitas ekonomi diatur dalam Al-Qur’an,"? misalnya tentang ° ayat-ayat Al-Qur'an yang berkenaan dengan bidang ekonomi antara lain terdapat 6 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam jual beli (perdagangan) yang harus dilakukan secara suka sama suka, tidak boleh dengan cara yang batil termasuk intimidasi, eksploitasi, dan pemaksaan. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: 5a 5 Ki TY oe oS ed A a at aad tae gy Se Sy oR et Re ais “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada- mu”, (QS. 4/an-Nisd’: 29). Sunnah atau Hadis Nabi merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an yang memerintahkan kaum Muslimin agar meng- ikuti perilaku Nabi SAW, yang menjadi teladan, dan sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an baik melalui sabda-sabda, perbuatan, sikap, maupun perilakunya. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat Islam menaati Allah dan mengikuti Rasulullah serta larangan berpaling darinya. Misalnya pada surah al-Anfal: 20: secei dn eat aid cual g Daphne iy ahi hgh Mg jeg ah gta gest ota gals “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)”. Sebagaimana dipraktikkan pada masa Nabi dan masa-masa be- rikutnya, umat Islam mempunyai konsep ekonomi yang khas jika dibandingkan dengan konsep ekonomi lain baik kapitalis maupun sosialis. Meskipun Rasulullah tidak diutus sebagai ahli ekonomi, tetapi sebagai Rasul dalam rangka untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, bidang ekonomi juga tersentuh oleh ajaran yang dibawa Nabi Muhammad sebagaimana bidang-bidang lain; akidah, ibadah, etika, sosial, kenegaraan, dan hukum. Rasulullah pernah menyatakan bahwa pada surat: 2/al-Bagarah: 188, 280, 270, 4/an-Nisa’ 32, 10, 29, 7/al-s Taubah: 60, 10/Yiinus: 67, 13/ar-Ra’ad:11, 51/adz-Dzéar lainnya. a 7 128, 9/at- 24-25, dan HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi dirinya telah meninggalkan dua hal yang jika umat Islam mengikutinya, tidak akan pernah sesat selamanya. Ia bersabda: cu be los ale Oh foo ob bes i dd tia ol 3 GES ty 6h 65 35 Bead "Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian. jika kalian berpegang pada keduanya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah (Al-Qurian) dan Sunnah Rasul-Nya” (HR.al-Hakim al-Naysabiiri). Dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi terdapat banyak ajaran yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Berdasar ajaran dalam kedua sum- ber tersebut, para ulama berijtihad menetapkan hukum dan konsep tentang ekonomi sehingga muncullah aturan-aturan berkenaan de- ngan bidang tersebut, seperti figh muamalah dan al-igtishéd fi al- Islam (ekonomi Islam). Di samping Al-Qur’an dan Sunnah, sumber inspirasi ekonomi Islam adalah ijma’. Ijma’ merupakan kesepakatan semua mujtahid umat Muhammad SAW dalam satu masa setelah beliau wafat tentang hukum syara’. Keberadaan ijma’ menjadi solusi pemecahan persoalan yang dihadapi umat Muslim termasuk dalam bidang ekonomi karena dengan kesepakatan itu, perpecahan pendapat dapat dihindari dan umat Muslim tinggal melaksanakan hasil kesepakatan tersebut. Karena itu, ijma’ merupakan faktor paling ampuh dalam memecahkan kepercayaan dan praktik rumit kaum Muslimin pada suatu masa ter- tentu dan memiliki kesahihan dan daya fungsional yang tinggi. Di kalangan umat Islam, jika suatu persoalan tidak secara tegas diselesaikan dalam Al-Qur’an, Sunnah, atau ijma’, maka mereka menyelesaikannya dengan qiyds atau metode ijtihad lain. Qiyds pada satu sisi menjadi sumber Islam dan pada sisi yang lain sebagai metode penetapan hukum Islam. Qiyds dapat didefinisikan dengan pemindahan hukum yang terdapat pada ashl kepada furd’ atas dasar ‘illat yang tidak dapat diketahui dengan logika bahasa. Qiyds ini sering pula dikaitkan dengan ijtihad, yaitu upaya mencurahkan segala daya kemampuan untuk mnghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terperinci yang bersifat operasional dengan cara istinbath untuk 8 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam mencapai kesimpulan hukum. Qiydés berperan dalam memperluas hukum ayat-ayat Al-Qur’an atau Hadis Nabi kepada soal-soal yang tidak termasuk dalam ketentuan keduanya secara eksplisit dengan adanya persamaan alasan atau sebab efektif yang disebut ‘illat yang terdapat pada dua peristiwa yang dianalogkan. Di samping keempat sumber tersebut, ‘urf merupakan salah satu sumber inspirasi nilai-nilai ekonomi Islam. ‘Urf dapat diartikan de- ngan sesuatu yang diketahui dan dilakukan orang” atau sesuatu yang biasa dilakukan masyarakat Muslim yang telah terinternalisasi dalam bentuk adat istiadat baik berupa perkataan, sikap, perbuatan, atau lainnya. Demikian halnya istihsdn dapat menjadi pertimbangan untuk menelusuri nilai-nilai ekonomi Islam dengan cara mendahulukan qiyds khaff (yang tersembunyi) dari qiyds jal? (jelas) atau dari hukum kulli (umum/global) kepada hukum istitsna@’? (pengecualian).?! Metode lain yang dapat digunakan untuk menggali nilai atau hukum ekonomi Islam adalah dengan istishhab, yaitu dengan cara menetapkan suatu nilai atau hukum tertentu sampai sesuai keadaan yang ada sebelumnya, sampai adanya dalil yang mengubah keadaan itu atau menjadikan hukum atau nilai yang ada di masa lalu tetap dipakai sampai sekarang sampai ada dalil yang mengubahnya.” Di samping itu, nilai-nilai dan hukum ekonomi Islam dapat ditelusuri melalui metode mashlahah al- mursalah yang berupa kemaslahatan yang tidak disyariatkan oleh Allah dalam wujud hukum nash dalam rangka menciptakan kemaslahatan manusia. Nilai-nilai bidang ekonomi banyak yang sebagian tidak tersentuh nash dapat ditetapkan melalui mashlahah ini. Dengan demikian, ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor yang mendasarinya, yaitu Al-Qur’an, Hadis, ijma’, qiyas, dan sebagainya. Karena itu, konsep, sistem, dan nilai dasar ekonomi Islam tidak bisa dilepaskan dari berbagai dasar tersebut. % ‘abd Wahhab Khallaf, ‘Ii Ushil al-Figh, (Beirdt: Dar al-Fikr, 1988 M.), him. 104, 4 bid, him. 93. 2 Jbid., him. 107. % Achmad Ramzy Tadjoedin, “Ekonomi Islam: Suatu Kerangka Berpikir’, dalam R. Rusli_ Karim (ed.), Berbagai Aspek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 192 M), him, 203-204. a 9 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi C. HADIS TENTANG NILAI DASAR EKONOMI ISLAM Niilai-nilai dasar ekonomi antara lain dijelaskan dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan dari Aba Sa’id al-Khudzri yang menjelaskan tentang pedagang yang jujur dan tepercaya dalam melakukan aktivitas ekonomi sehingga tidak melakukan penipuan kepada pembeli ataupun orang lain. Kejujuran merupakan integritas pribadi yang harus dimiliki oleh setiap Muslim, termasuk para pebisnis dan pengusaha, karena dengan kejujuran segala aktivitas ekonomi akan berjalan dengan lancar tanpa ada pihak-pihak yang dirugikan. Pedagang yang jujur di sam- ping akan mendapatkan laba dan kehidupan yang berkah di dunia, di akhirat kelak mereka akan bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan orang-orang yang mati syahid, sebagaimana sabda Nabi berikut: oy its i fod 5 J SAS iy 5 ele ap aati 635 lig 2H; Gee A; Saas gs EAM Spica 3 tl “Dari Abt Sa’id al-Khudzri r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pedagang yang tepercaya, jujur akan bersama dengan para nabi, para shiddigin, dan syuhada”. (HR. al-Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad, Ra- sulullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur lagi tepercaya akan ber- sama dengan para Nabi, para siddigin, dan para syuhada’ pada hari Ki- amat”. (HR. Ahmad). Hadis di atas menjelaskan tentang pedagang, pebisnis, atau peng- usaha yang jujur lagi tepercaya nanti pada hari kiamat akan bersama dengan para nabi, para shiddigin (orang-orang yang jujur) dan syuhad@’ (orang-orang yang mati syahid). Dalam Hadis di atas terdapat nilai-nilai dasar ekonomi, yaitu kejujuran (al-shidq), transparansi dan ketepercayaan (al-amdnah), ketuhanan (al-tawhid), kenabian (al- nubuwwah), serta pertanggungjawaban (ma’ad, yaum al-giyamah). Nilai-nilai ini selanjutnya dijelaskan sebagai berikut: Pertama, kejujuran. Kejujuran merupakan hal yang sangat penting 10 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam dalam kehidupan umat manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Dengan aktivitas ekonomi yang dilandasi dengan kejujuran, manusia akan saling mempercayai dan terhindar dari penipuan. Manusia akan merasa tenang dan tenteram dalam kehidupannya tanpa rasa waswas disebabkan kekhawatiran hak-haknya diambil orang lain. Kejujuran dapat membawa pada kebajikan dan kebajikan dapat membawa pada surga. Demikian pula sebaliknya. Rasulullah bersabda: 2A pg ale tat Loo gh yo 2b 2h ay ph 3B of 45S, i etd 29S, 59S ends Seth Asti i 5055. tay aii Bde Bd be 555 Jah bag 8 UL set th Og apts (ole Si LS dt Se “Dari Ibn Mas‘td r.a., dari Nabi SAW ia bersabda, Sesungguhnya ke- jujuran membawa pada kebajikan dan kebajikan membawa pada surga dan sesungguhnya seseorang benar-benar jujur sehingga ditulis di sisi Al- lah sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya kebohongan membawa pada keburukan dan keburukan itu membawa pada neraka dan sesungguhnya seseorang benar-benar dusta sehingga dicatat oleh Allah sebagai pendus- ta” (Riwayat Bukhari dan Muslim) Hadis di atas menjelaskan betapa pentingnya kejujuran karena kejujuran itu membawa kepada kebajikan. Orang yang selalu berbuat jujur, niscaya hidupnya selalu diliputi dengan sikap dan perilaku baik karena ia tidak menipu dirinya ataupun orang lain. Kehidupannya selalu lurus tidak berbuat hal-hal negatif, sehingga ia menjadi orang saleh. Karena itu, orang yang jujur pada akhirnya akan masuk surga. Orang yang senantiasa jujur dalam kehidupan kesehariannya akan ditetapkan oleh Allah sebagai orang yang jujur. Demikian pula sebaliknya, kebohongan membawa pada keburukan. Orang yang selalu berbuat bohong akan membohongi dirinya sendiri dan orang lain, meskipun melakukan keburukan ia akan tetap merasa benar sehingga tidak menyesal dan terus-menerus melakukannya. Pada akhirnya, ia | | 11 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi masuk neraka karena kebohongan telah membawanya pada maksiat. Orang demikian oleh Allah ditetapkan sebagai pembohong karena memang dalam kesehariannya selalu berbohong. Rasulullah melarang segala bentuk aktivitas ekonomi yang dilaku- kan dengan penipuan karena penipuan dapat merugikan orang lain. Penipuan dapat merugikan orang lain dan melanggar hak asasi jual beli, yaitu suka sama suka. Orang yang tertipu jelas tidak akan suka karena haknya dikurangi atau dilanggar. Jual beli yang mengandung penipuan adalah jual beli sesuatu yang tidak diketahui hasilnya, atau tidak bisa diserahterimakan, atau tidak diketahui hakikat dan ka- darnya, misalnya jual beli burung yang masih terbang di angkasa, jual beli binatang yang masih dalam kandungan induknya, dan sebagai- nya.”4 Nabi ae as, .]- -t 4S fa * * oft oF ples fe tn foo abn Jt gi ie Gi Hy 6h 6 bes Bead “Dari Abi Hurayrah r.a., katanya, “Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara melempar dan jual beli yang mengandung penipuan” (HR. Muslim). Kedua, amanah. Di samping jujur, sikap amanah juga sangat dian- jurkan dalam aktivitas ekonomi. Kejujuran dan amanah mempunyai hu- bungan yang sangat erat karena orang yang selalu jujur pastilah amanah (tepercaya). Perbedaannya, kejujuran bermula dari dalam diri si pelaku, sedangkan amanah berdasar dari kepercayaan orang lain yang diberikan kepadanya. Allah memerintahkan agar umat Islam menunaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan jika memutuskan perkara agar dilakukan secara adil, sebagaimana firman-Nya: - ee ee Srackn eee rE é A abs GER gs AT Sy coacAn hat Gf pdt aly 8 alich, 2st af “Sesungguhnya Allah memerintah kalian untuk menunaikan amanat 24Ali Muhyi al-Din ‘Ali, Buhtits fi Fiqh al-Mu’amalat al-Méliyah al-Mu’ashirah, (Jeddah: Dar al-Basyair al-Islmiyyah, 2003 M.), him. 92. 2 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam kepada orang yang berhak menerimanya dan apabila kalian memutus- kan hukum di antara manusia maka putuskanlah dengan adil“ (QS. 4/ al-Nisa : 58). Bersikap dan berperilaku amanah sangatlah dianjurkan oleh Islam dan orang yang tidak amanah disebut pengkhianat, termasuk salah satu ciri orang munafik. Pengkhianatan merupakan perbuatan yang sangat keji, tidak hanya berakibat fatal pada orang per orang tetapi pada suatu bangsa dan negara. Secara perorangan, tidak sedikit suami istri bercerai karena alasan dikhianati, persahabatan hancur karena adanya pengkhianatan, bahkan sebuah negara bisa hancur karena pengkhianatan sekelompok orang hingga terjadi perang saudara. Ka- rena itu, Rasulullah mengategorikan khianat sebagai salah satu ciri orang munafik, sebagaimana sabdanya: oe # eh eee 39 82 5+ 206 Ji phe let fe 2h 3 ae nah ail on 43 Lar gg Was 4b LIS 35 Ue Je ae ae (afc tig Ab Isto Bly AT Ae By Ste 52h Gh -lgeds Zo “Dari ‘Abd Allah ibn Amr bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga perkara yang barangsiapa memilikinya, maka ia benar-benar mu- nafik dan barangsiapa memiliki sebagian dari yang empat itu, maka ia memiliki salah satu sifat kemunafikan hingga meninggalkannya, yaitu jika diberi amanat mengkhianati, jika berbicara berdusta, dan jika ber- janji mengingkari.” (HR. al-Bukhari). Ketiga, ketuhanan. Konsep ketuhanan dalam ekonomi Islam se- cara sederhana dapat digambarkan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi tidak lain adalah untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surah adz-Dza- riyat ayat 56: ole Wg gh Lily “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (menyembah) kepada-Ku.” Dengan demikian, seluruh aktivitas manusia dilakukan dalam rang- ka untuk mengabdi kepada Allah baik aktivitas yang diperintahkan oleh- a 1B HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Nya seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya maupun aktivitas keseharian yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hi- dupnya seperti berdagang, bertani, bekerja di kantor, dan sebagainya. Karena itu, di kalangan ulama fiqh, konsep ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhah (ibadah murni) seperti shalat, zakat, puasa, haji, zikir, dan sebagainya dan ibadah ghayr mahdhah (ibadah tidak murni) yang berupa aktivitas keseharian umat Islam sebagaimana disebutkan di atas yang dilakukan dengan niat untuk ibadah kepada Allah. Orang berdagang di pasar jika diniatkan karena Allah, maka kegiatan perdagangannya itu termasuk ibadah. Demikian pula, orang bekerja di sawah, kantor, perusahaan, belajar di sekolah dan perguruan tinggi, serta menjalin tali hubungan silaturahmi jika diniatkan untuk beribadah kepada Allah, maka termasuk pula ibadah. Di sinilah letaknya konsep ketauhidan dalam aktivitas kehidupan manusia. Rasulullah pernah ditanya tentang suatu aktivitas yang membuat seseorang dekat dengan surga dan jauh dari neraka. Ila menjawab bahwa jika seseorang ingin dekat dengan surga dan jauh dari neraka, maka hendaklah ia menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya (bertauhid), mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi, sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadis riwayat Muslim berikut: cog is phan ls hen 2 J fg lt J oeS of 3 4g BS abhi 2 8h 5p gots Bh oe galt abil ce ah ys us 554 SS hs Oo Gg SLSAN 3.5 ES AGIA Hy GA gos w jd Oe BEF Oy opleg as St Lee “Dari Ayytb ra. katanya, seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Tunjukkan kepadaku tentang perbuatan yang dapat men- dekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka Nabi bersabda, “Kamu sembah Allah dan jangan sekutukan dengan sesuatu apa pun, dirikan shalat, tunaikan zakat, dan sambunglah tali persaudaraanmu.” Ketika laki-laki itu pergi, Rasulullah bersabda, “Jika ia berpegang pada apa yang diperintahkan kepadanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Muslim). 14 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam Keempat, kenabian. Ada beberapa model perilaku ekonomi yang dicontohkan Nabi misalnya cara menjual barang yang benar, melakukan gadai, berserikat dalam bisnis, dan sebagainya juga pandangan Nabi tentang harta dan kekayaan. Suatu contoh, Nabi melarang umat Islam melakukan jual beli dengan cara menipu sebagaimana dijelaskan dalam Hadis di atas. Segala bentuk aktivitas ekonomi diperbolehkan dalam Islam, selama tidak mengandung unsur penipuan yang dapat me- rugikan orang lain. Tidak hanya itu, bentuk-bentuk aktivitas ekonomi yang bersifat negatif juga dilarang oleh Rasulullah dan dinilainya se- bagai suatu dosa yang layak untuk ditobati. Rasulullah SAW bersabda: hak 9ST Ey OAT 3S peng ate Sh Joo lh yes he sg i een ed 3 5 tga ayy C6 By “Dari Anas r.a., katanya, Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya seorang manusia mempunyai harta sebanyak dua lembah niscaya ia akan men- carinya lembah yang ketiga dan tidak akan penuh mulut manusia itu ke- cuali dengan tanah (kematian) dan Allah akan mengampuni orang yang bertobat” (HR. Bukhari dan Muslim) Rasulullah memandang harta dan kekayaan bukan sebagai tujuan hidup tetapi sekadar sebagai sarana untuk hidup. Karena itu, kekayaan sesungguhnya bukan untuk mencapai kepuasan secara materiel saja sebagaimana dimaksudkan dalam ekonomi konvensional karena secara kodrati manusia tidak akan pernah puas berkaitan dengan materi itu. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa manusia senantiasa dihiasi dengan syahwat, yaitu keinginan yang bersifat duniawi, seperti terhadap para wanita, anak keturunan, emas perak, dan sebagainya, seperti yang digambarkan dalam firman Allah dalam surah 3/Ali ‘Imran ayat 14: Soe pha picts cachy ghadh oe tgp Sh Le AT Sd aH ples SL ody eT pg ech JS aod 5 AL aaplch g2e site alts cla “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah la- dang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kem- bali yang baik (surga)?” Sebenarnya kekayaan itu, menurut Rasulullah adalah kekayaan jiwa karena jika seseorang kaya jiwanya, maka akan berlapang dada meskipun tak sepeser uang pun ada dalam genggamannya. Jika ia mempunyai harta meskipun sedikit akan diberikannya sebagian kepada orang lain yang membutuhkan. Sebaliknya, jika seseorang miskin jiwanya, maka akan merasa kurang dan kurang terus sehingga tidak akan pernah cukup, sebagaimana digambarkan dalam Hadis di atas. Karena merasa kekurangan, maka ia enggan bersedekah dan menolong orang lain dengan hartanya itu. Inilah sesungguhnya orang yang miskin, ibarat ayam yang mati di lumbung padi. Rasulullah pernah bersabda: BF gel oS spay ote a ho oh yes db 6 aah al 3 G2 Bg ph 58 ash ESE, poh “Dari Abii Hurayrah r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda, "(Yang disebut) kaya bukanlah karena banyaknya harta benda tetapi (yang dise- but) kaya adalah kaya jiwa” (HR. Muslim) Kelima, pertanggungjawaban. Segala aktivitas ekonomi hendaklah dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Tanggung jawab muncul karena manusia adalah makhluk mukalaf, yaitu makhluk yang dibe- ri beban hukum berbeda dengan makhluk lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena taklif itulah, manusia harus memper- tanggungjawabkan segala aktivitasnya dan karena itu pula ia oleh Rasulullah disebut sebagai pemimpin. Setiap manusia Muslim yang dewasa, akil dan baligh serta mumayyiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk) adalah pemimpin dan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya itu. Rasulullah bersabda: pide dis phos atch th sy tte ds ys ABB og gh Ss aes 50 Jiteig ob Bah os go yes 22 abs 35 Ths Landi og tat Bah ales 5.3 Uo 585 16 a pak te 56 BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam 15% plenty actactl gn ales 56 tts mate ke a ph pat 465k “Dari ‘Abd. Allah ibn ‘Umar ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepe- mimpinannya. Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin dalam keluar- ganya dan akan dimintai pertanggung-jawaban tentang kepemimpinan- nya. Seorang wanita (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang pembantu adalah pemimpin terhadap harta majikannya dan akan di- mintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. (HR. Al-Bukha- ri, Muslim, Aba Dawud, dan al-Tirmidzi) Menurut Rasulullah, seorang suami yang bekerja bertanggung ja- wab untuk memberi nafkah kepada isterinya. Demikian pula istri di- perbolehkan mendistribu-sikan sebagian harta suaminya kepada orang lain dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan. Masing-masing dapat pahala dan bertanggung jawab untuk itu. Rasulullah bersabda: ale th fo ah boy de Lis ie tn gag He Be 38 Wh pb 5, Heh oa ts ojally 25's a) atts Ca! qetenes gaa! “Dari ‘Aisyah r.a, katanya: Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang perempuan menafkankan (sebagian) makanan di rumahnya tanpa me- nimbulkan kerusakan, maka ia mendapatkan pahala dari apa yang dinafkahkannya dan suaminya juga mendapatkan pahala dari usaha (berkerja)-nya, dan seorang penjaga juga mendapatkan seperti itu. Se- bagian mereka tidak mengurangi pahala sebagian yang lain.” (HR. Al- Bukhari). HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi D. NILAI-NILAI DASAR DALAM EKONOMI ISLAM Nilai dasar ekonomi Islam berbeda dengan nilai dasar ekonomi kapitalis dan sosialis. Ekonomi kapitalis berdasar pada laisez-faire (kebebasan mutlak) sebagai ideologi dasarnya. Nilai dasar tersebut kemudian membentuk nilai-nilai dasar masyarakat kapitalis klasik yang berupa kepemilikan pribadi (private property), motif mencari laba (the profit motive), dan persaingan bebas (free competition). Pada masa modern, nilai-nilai dasar ekonomi kapitalis yang dikembangkan adalah penumpukan modal (capital accumulation), penciptaan keka- yaan (the creation of wealth), dan ekspansi (expansionism). Nilai dasar ekonomi kapitalis tersebut didasarkan pada pandangan Adam Smith yang menekankan pada sistem ekonomi pasar, sering disebut juga ekonomi liberal, yang ditandai oleh berkuasanya kapital sehingga tidak terdapat gagasan orisinal tentang keadilan sosial dan tidak adanya persaudaraan sehingga membawa pada sifat individualisme dan utilitarianisme. Adapun nilai dasar ekonomi sosialis didasarkan pada konsep sosialisme Karl Marx—sebagai antitesis dari konsep kapitalisme—yang menyatakan bahwa produksi yang berlebihan (over production), tingkat konsumsi yang rendah (under consumtion), disproporsi, eksploitasi, dan alineasi yang dialami kaum buruh dapat menciptakan suatu kondisi yang memaksa terjadinya revolusi sosial untuk menumbangkan kapitalis. Karena itu, diperlukan pengaturan oleh kepemimpinan diktator yang mewakili kaum proletar, produksi dan distribusi diatur oleh negara, pendapatan kolektif merupakan norma utama, sedangkan relasi ekonomi dalam transaksi secara individual sangat dibatasi. Nilai dasar ekonomi sosialis yang membatasi kepemilikan pribadi yang sangat ketat dapat melanggar hak asasi dan menghalangi terjadinya kreativitas dan produktivitas yang sehat.2> Berbeda dengan nilai dasar yang dianut oleh kedua sistem eko- nomi tersebut, ekonomi Islam sejak awal merupakan formulasi yang didasarkan atas pandangan Islam tentang hidup dan kehidupan yang mencakup segala hal yang diperlukan untuk merealisasikan keberuntungan (fal@h) dan kehidupan yang baik (haydh thayyibah) dalam bingkai aturan syariah yang menyangkut pemeliharaan keya- 25 Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics,hlm. 71-75. 18 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam kinan (faith), jiwa atau kehidupan (soul/life), akal pikiran (intellect), keturunan (posterity), dan harta kekayaan (wealth).?° Dalam Islam, ekonomi harus dapat terwujud dalam siklus ekonomi pada semua lapisan masyarakat. Ekonomi tidak boleh didominasi oleh satu go- longan tertentu sebagaimana dalam kapitalisme ataupun oleh peme- rintah yang otoriter sebagaimana dalam sosialisme. Dengan tegas, Allah menyatakan dalam Al-Qur’an sebagai berikut: Sad Leg dps ya pS kag oe tes cas 38 3,85 ¥ 5S whch sags ahh by ah get cs “Agar supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka teri- malah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangatlah keras huku- mannya? (QS. 59/al-Hasyr: 7) Ekonomi Islam didasarkan pada nilai-nilai luhur yang ditemukan dalam sumber-sumber ajaran Islam seperti ayat-ayat Al-Qur’an, Hadis- Hadis Nabi, ijma’ para ulama, dan qiyas. Dari sumber-sumber ini, kita bisa memperoleh nilai-nilai dasar ekonomi Islam, termasuk nilai-nilai moralitas seperti menyeru manusia kepada kebenaran dan kebaikan, kesabaran dan akhlak, serta mencegah mereka dari kepalsuan dan kemungkaran. Demikian pula, Islam menyuruh mereka membantu orang miskin dan melarang mereka berbuat zalim, melanggar hak orang lain dan menumpuk harta secara tidak halal. Sebagaimana memerintahkan shalat, puasa, dan haji, Islam juga menetapkan zakat sebagai suatu kebajikan yang wajib untuk menerapkan kebijakan membantu fakir miskin.?” Di kalangan ilmuwan Muslim terjadi perbedaan pendapat tentang nilai-nilai dasar itu, meskipun sesungguhnya mereka mengarah pada muara yang sama. Menurut Adiwarman Karim, ada lima nilai dasar (universal) ekonomi Islam, yaitu tawhid (keimanan), ‘adl (keadilan), % M, Umer Chapra, Islam and the Economic Challange, him. 7 » Muhammad Bagir al-Shadr, Keunggulan Ekonomi Islam: Mengkaji Sistem Ekonomi Barat dengan Kerangka Pemikiran Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2000 M), him, 169, a 19 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi nubuwwah (kenabian), khildfah (pemerintahan), dan ma’ad (kembali/ hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam.?* Menurut Khurshid Ahmad, nilai-nilai dasar ekonomi Islam dan sekaligus sebagai landasan filosofis untuk pengembangan ekonomi Islam adalah tawhid (keesaan dan keagungan Tuhan), rubéibiyyah (pengaturan Tuhan akan sumber alam), khilafah (pemerintahan), dan tazkiyyah (kebersihan, kesucian, dan pengembangan).” Selanjutnya nilai-nilai dasar ekonomi Islam dijelaskan sebagai berikut: 1. Ketuhanan (Keimanan/Tauhid) Konsep ketuhanan atau tauhid, dalam ajaran Islam ada dua, yaitu tauhid rubdbiyyah dan tauhid uldhiyyah. Tauhid rubabiyyah berkenaan dengan Allah sebagai Tuhan, pencipta dan pengatur alam semesta. Kata rubdbiyyah berasal dari kata rabb yang berarti menciptakan, memelihara, dan mengatur. Kata rabb, sesuai makna linguistik Arab, lebih mengarah pada makna kepemilikan dan penguasaan sehingga tauhid rubdbiyyah diartikan sebagai kepercayaan tentang keesaan Tuhan dalam hal sebagai pencipta, pemilik, dan penguasa alam. Menurut Muhammad Syahrur, tauhid rubabiyyah merupakan realitas objektif di luar kesadaran manusia, relasi antara Allah dan seluruh makhluk-Nya berupa relasi penguasaan, pengaturan, dan pemilikan, sebuah relasi paten dan tidak akan pernah berubah.*° Alam semesta diciptakan oleh Allah dan bukan ada dengan sendi- rinya. Allah-lah yang menciptakan dan mengatur segala yang ada di langit dan di bumi, yang diperuntukkan bagi kehidupan umat manusia. Allah berfirman: ® Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema In- sani Press, 2003 M.), him. 17. ® Khurshid Ahmad, “Islam and the Challenge of Economic Development”, dalam John Danohue dan John L. Esposito (ed.), slam in Transition: Muslim Perspectives, (New York: Oxford University Press, 1982 M.), hlm. 221. % Muhammad Syahrur, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Al-Quran Kontemporer, (Ja- karta: elSAQ Press, 2004 M.), him, 160. 20 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam Siok AGEN SD cog FS a ts 28 le coil “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. 2/al-Baqarah: 29) Sebagai bentuk dan manifestasi rasa syukur atas segala karunia Allah yang diberikan kepada manusia yang ada di muka bumi, maka manusia melakukan peribadatan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, Allah Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta adalah satu-satunya Tuhan yang disembah sebagai wujud terima kasih manusia atas segala nikmat yang diberikan-Nya. Konsep inilah yang dikenal dengan tauhid ulahiyyah yang berarti mengesakan Allah, tidak menyekutukan sesuatu apa pun dengan-Nya. Tidak ada tuhan selain Allah yang wajib disembah. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, Ia tak punya sekutu ataupun rekan. Tauhid uldhiyyah berkenaan dengan kewajiban manusia untuk menyembah hanya ke- pada Allah sebagaimana dimaksudkan dalam surah al-Dzariyat ayat 56 di atas: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali un- tuk beribadah (menyembah) kepada-Ku“. Karena itu, Allah memerintah manusia menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Ketaatan ini berada pada wila- yah uldhiyyah, dalam pengertian pengakuan manusia bahwa Allah sebagai Tuhan sesembahan. Allah tidak semata sebagai rabb (Tuhan pencipta alam) tapi Dia juga Dzat yang harus disembah. Dengan demikian, jika rubabiyyah berkait dengan realita objektif keberadaan Tuhan, maka uldhiyyah berkenaan dengan pengakuan dan ketaatan kepada Tuhan.>! Baik tauhid uldhiyyah maupun tauhid rubabiyyah yang menjadi fondasi keberagamaan umat Islam telah berpengaruh terhadap setiap sendi-sendi kehidupan mereka; di bidang ibadah, akhlak, sosial, po- litik, budaya, hukum, termasuk juga bidang ekonomi. John L. Esposito menyatakan bahwa monoteisme Islam yang mutlak dijaga dalam >" Ibid., him. 162. a a HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi doktrin keesaan (tawhid) dan kedaulatan (rabb, penguasa, pengasuh) Tuhan yang mendominasi akidah dan praktik Islam. Karena Tuhan adalah Esa, kekuasaan dan kehendak-Nya atau hukum-Nya mencakup dan meluas sampai ke seluruh makhluk dan seluruh aspek kehidupan.? Nilai dasar ekonomi yang berfalsafah tauhid terlihat antara lain pada konsep kepemilikan (ownership) dan keseimbangan (equilibrium). Konsep kepemilikan (ownership) dalam ekonomi Islam terletak pada pemanfaatannya bukan menguasai secara mutlak terhadap sumber- sumber ekonomi, berbeda dengan konsep kapitalis di mana terdapat kepemilikan mutlak individu terhadap sumber ekonomi. Islam menya- takan bahwa pemilik mutlak sumber-sumber ekonomi hanyalah Allah, Dia-lah pemilik segala yang ada di langit dan di bumi. Allah berfirman: a8 Phat Gis bby ol 2 by oie gu dl tii y pS “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi , dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyem- bunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.” (QS. 2/al-Bagarah: 284). Manusia hanya memiliki hak manfaat dari sumber-sumber eko- nomi. Menurut Islam, harta tidak lebih dari sekadar karunia Allah yang dititipkan kepada manusia. Manusia hanyalah makhluk yang menjadi pengelola harta tersebut dan bukan memilikinya secara penuh. Pada harta titipan tersebut ada hak orang lain yang harus diberikan. Harta tidak lebih dari ujian apakah pemiliknya dapat mensyukurinya atau tidak. Hal ini pernah dikemukakan Nabi Sulayman ketika me- ngomentari nikmat dan karunia Allah yang berlimpah: ee a ee ee ae RE ate Sted Ss OG Ks ps5 hi A sk aglts J; os 5 ts Baer “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk menguji aku apakah aku bersyt- kur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyu- kur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri * John L. Esposito, Istam Warna Warni, (Jakarta: Paramadina, 2004 M.), him. 31. 22 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.” (QS. 27/an-Naml: 40). Kepemilikan tersebut terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia dan bila orang itu meninggal dunia, maka harus didistribusikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: ne 4 . em 2% ae] a. toe yr iss ag iily RING Sangh te Bs Oy Saga 28d sine 2h fe sapchy “Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, ber- wasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf (baik). (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.’ (QS. 2/al-Bagarah: 180). Kepemilikan perseorangan tidak boleh terhadap sumber-sumber yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum dan negara. Rasulul- lah bersabda: se Bs dio igh titel be yeah oe ha Se pie ul 5 Steed odpds s224 9G plang als Je gh gs 25 Ii hog 8531 5) Jy oth FSh g S96 gag “Dari Abit Khidasy dari seseorang muhajir sahabat Rasulullah SAW, ka- tanya: Aku pernah berperang bersama Nabi dan aku mendengar ia ber- sabda, “Umat Islam itu berserikat dalam tiga hal, yaitu rumput, air, dan api.” (HR. Aba Dawud) Nilai-nilai dasar ekonomi Islam yang berkaitan dengan kepemilikan dan aktivitas ekonomi adalah: Pertama, kebebasan individu, yaitu setiap individu mempunyai kebebasan untuk membuat keputusan yang dianggap perlu karena tanpa kebebasan, individu Muslim tidak dapat memenuhi kewajiban agama dan negara, termasuk yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi demi kesejahteraan pribadi dan keluarganya asalkan tidak merugikan pihak lain. Kedua, ketidaksamaan ekonomi || 23 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi dalam batas yang wajar. Islam mengakui ketidaksamaan ekonomi antar orang per orang, namun tidak membiarkannya menjadi bertambah luas melainkan berusaha agar kesenjangan itu dalam batas yang wajar. Ketiga, kesamaan sosial. Islam mengakui adanya ketidaksamaan da- lam bidang ekonomi tetapi mendukung adanya kesamaan sosial se- hingga kekayaan negara tidak hanya dinikmati oleh sekelompok orang tertentu. Di samping itu, harus diupayakan agar setiap individu me- miliki peluang yang sama untuk berusaha atau beraktivitas ekonomi. Keempat, adanya jaminan sosial. Menurut Islam, setiap individu mempunyai hak hidup dan setiap warga negara dijamin mendapatkan kebutuhan pokoknya. Kelima, distribusi kekayaan secara meluas. Sistem ekonomi Islam melarang penumpukan harta kekayaan pada kelompok kecil tertentu melainkan harus didistribusikan secara luas kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Harta yang dimiliki seseorang dan memenuhi ukuran tertentu mengandung hak orang lain yang membutuhkannya. Keenam, larangan menimbun harta kekayaan. Islam mencegah praktik penimbunan kekayaan atau komoditas de- ngan maksud agar tidak terjadi kelangkaan barang dan menghindari kenaikannya untuk kepentingan pribadi pemiliknya. Ketujuh, adanya kesejahteraan bersama. Islam mengakui kesejahteraan individu dan masyarakat secara bersama dan saling melengkapi bukan saling ber- tentangan antar keduanya.** Sumber daya alam dan kekayaan merupakan amanat yang diberi- kan Tuhan kepada manusia sebagai khalifah-Nya dan manusia bukan- lah pemilik mutlak sumber daya alam dan kekayaan itu. Karena itu, sumber daya alam harus diberlakukan sebagai berikut: (1) sumber daya alam digunakan untuk kepentingan seluruh umat manusia bukan untuk sebagiannya saja; (2) setiap orang harus mendapatkan sumber daya alam secara benar sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi; (3) harta kekayaan yang telah diperoleh bukan untuk diri seseorang yang memperolehnya tetapi ada hak orang lain di dalamnya; dan (4) tak seorang pun berhak untuk merusak atau membuang sumber daya alam yang telah diberikan Tuhan. ® Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terjemahan Soeroyo dan Nastangin, jilid I, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995 M.), him. 8-10. 24 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam Konsep keseimbangan (equilibrium) terlihat dalam berbagai aspek dan perilaku ekonomi, misalnya kesederhanaan (moderation), ber- hemat (parsimory), dan menjauhi pemborosan (extravagance). Konsep keseimbangan ini tidak hanya berkenaan dengan timbangan kebaikan hasil usaha manusia yang diarahkan untuk dunia dan akhirat, tetapi juga terkait dengan kepentingan perorangan dan kepentingan umum yang harus dipelihara, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menurut Al-Qur’an, umat Islam diciptakan secara seimbang, sebagai umat yang berada di tengah-tengah. Dalam surah al-Baqarah ayat 143 dinyatakan: * is, af 2% 1 [> - sat EE + Say pin Me sigs 15a theses tH gates gush ; Migs gXile JH “Dan demikian pula Kami menjadikan kamu (umat Islam) umat yang, di tengah-tengah, dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. 2/al-Bagarah: 143). Keseimbangan juga berarti tidak berlebihan dalam urusan ekonomi, baik dalam hal produksi, konsumsi, maupun distribusi. Allah melarang umatnya berperilaku boros dalam membelanjakan harta benda. Ia berfirman: g20ag 3 2 pr tet aE pete ié& fag 2h 22 VY, Gi US “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. 7/al-Aréf: 31). Dengan demikian, dalam melakukan aktivitas ekonomi yang ber- dasar pada konsep tauhid, umat Islam hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut: Pertama, seluruh aktivitas ekonomi tidak ter- lepas dari nilai-nilai ketuhanan. Artinya, apa pun jenis muamalah yang dilakukan oleh seorang Muslim harus senantiasa dalam rangka pengabdian kepada Allah dan berprinsip bahwa Allah selalu mengon- trol dan mengawasi tindakan tersebut. Implikasinya adalah seluruh persoalan-persoalan keduniaan yang dilakukan harus selalu dengan a 25 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi mempertimbangkan persoalan keakhiratan. Kedua, seluruh aktivitas ekonomi tidak terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan dan dilakukan dengan mengetengahkan akhlak yang terpuji, sesuai dengan kedu- dukan manusia sebagai khalifah Allah di bumi. Ketiga, melakukan pertimbangan atas kemaslahatan pribadi dan kemaslahatan masyarakat. Jika untuk memenuhi kemaslahatan bersama harus mengorbankan kemaslahatan individu, maka hal itu boleh dilakukan.>* 2. Kenabian (Nubuwwah) Kenabian (nubuwwah) merupakan sifat yang diberikan Allah kepada manusia pilihan-Nya karena mereka memiliki keistimewaan dan kemampuan khusus yang tidak dimiliki manusia lain berupa wahyu dan mukjizat yang membuktikan kebenaran ajaran yang me- reka bawa. Yang berhak memberi dan menganugerahkan kenabian kepada seseorang hanya Allah (QS. 22/al-Hajj: 75, 3/Ali ‘Imrai 33, 4/an-Nisd’: 125, 20/Thahd: 13, 41, dan 42/asy-Syu’ard’: 42). Kenabian bukan martabat atau derajat yang diperoleh melalui usaha atau warisan. Allah yang mempunyai hak prerogatif untuk memilih umat-Nya menjadi Nabi atau Rasul. Kenabian merupakan salah satu nilai dasar ekonomi Islam karena fungsi Nabi Muhammad SAW yang sentral dalam kesumberan ajaran Islam. Dalam diri Nabi bersemayam sifat-sifat luhur yang layak menjadi panutan setiap pribadi Muslim, termasuk dalam aktivitas ekonomi. Kesempurnaan pribadi Rasulullah terlihat sejak muda sebelum diangkat menjadi Rasul, ia memperoleh penghormatan luar biasa karena sikap dan kejujurannya, seperti tercermin dari julukannya, al-amin (yang tepercaya). Berkenaan dengan sikap dan kepribadian Nabi ini, Syed Mahmood Nasir menulis: “Prophet Muhamad was the embodiment of all virtues. He is not only the best of men but also the greatest of the Prophets. His morals are the Quran said Ayesha, the Prophet's wife. In other words, his daily life was a true picture of the Quranic teachings. He was an embodiment of all that is enjoined in the Holy Quran. Just as the Book of God is a code of high * Harun Nasron, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Gaya Media Pratama, 2000 M.), him. xi-xii, 26 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam morals for the development of the manifold faculties of man, similarly the Prophet’ life is a practical demonstration of all those morals." Nabi Muhammad mempunyai sifat-sifat kemanusiaan yang sem- purna seperti kejujuran, kesabaran, keberanian, kebijaksanaan, dan berbagai perilaku terpuji lain. Nilai-nilai luhur dan kepribadian sem- purna itu diajarkan kepada umat Muslim agar mereka mengikuti sifat- sifat terpuji tersebut. Menurut Quraish Shihab, keimanan kepada Nabi membawa pada konsekuensi keimanan kepada nubuwwah dan risélah yang dibawanya. Nubuwwah merupakan pengejewantahan sifat Rasulullah selaku suri teladan bagi umat Islam di seluruh dunia.*° Nilai-nilai luhur tersebut dapat dipraktikkan dalam kehidupan manusia termasuk bidang ekonomi. Bukti-bukti keberhasilan Rasulullah dalam aktivitas bisnis dengan tanpa meninggalkan aspek nilai-nilai luhur me- rupakan bukti bahwa praktik ekonomi mempunyai hubungan dengan misi kenabian.>” Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang dalam praktik ekonominya selalu memperhatikan hubungan harmonis antara pe- dagang dengan konsumen. Hal ini terlihat pada sikapnya yang tidak pernah bersitegang dengan para pembeli. Semua orang yang ber- hubungan dengannya selalu merasa senang, puas, yakin, dan percaya akan kejujurannya.** Tidak seorang pun yang melakukan transaksi bisnis dengan Nabi khawatir tertipu atau dirugikan karena Rasulullah menjunjung tinggi kejujuran dalam berbisnis. Nilai-nilai dasar ekonomi dalam konsep nubuwwah terlihat pada sifat-sifat wajib rasul yang empat.>® Pertama, shiddig (benar dan jujur), yaitu apa pun yang disampaikan Nabi adalah benar dan disampaikan dengan jujur. Tidak mungkin ia berdusta dalam menyampaikan wahyu, membikin-bikin, atau menyelewengkannya. Kebenaran dan kejujuran Nabi mencakup jujur dalam niat, jujur dalam maksud, jujur Syed Mahmood Nasir, Islam Its Concepts and History, (New Delhi: Kitabavan, 1981M.), him. 86 % M. Quraisy Shihab, Lentera Hati, him.36-38. » Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema In- sani Press, 2003 M.), him. 176. 8 Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islami, (Bandung: Alfabeta, 2003 M.), him. 23. » Bandingkan dengan ibid,, hlm. 23-24. a 2 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi dalam perkataan, dan jujur dalam tindakan. Dalam bidang ekonomi, sifat ini berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang berupa integritas kepribadian, keseimbangan emosional, nilai-nilai etis berupa jujur, ikhlas, kemampuan mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah bis- nis secara tepat, dan sebagainya. Kedua, amanah (dapat dipercaya) dengan nilai dasar tepercaya dan nila-nilai dalam berbisnis berupa adanya kepercayaan, tanggung jawab, transparan dan tepat waktu. Ketiga, fathanah (cerdas), memiliki pengetahuan luas, dan dalam bisnis memiliki visi, kepemimpinan yang cerdas, sadar produk dan jasa serta belajar berkelanjutan. Keempat, tabligh (menyampaikan ajaran Islam), nilai dasar dalam bisnis adalah komunikatif, supel, mampu menjual secara cerdas, mampu mendeskripsikan tugas, mendelegasi wewenang, bekerja dalam tim, berkoordinasi, melakukan kendali, dan supervisi. 3. Pemerintahan (Khilafah) Dalam Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Pencipta dan Maha Esa. Sementara itu, manusia merupakan makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk yang paling baik (QS. at-Tin (95) : 3), sesuai dengan hakikat wujud manusia sebagai khalifah dalam kehidupan dunia, yakni melaksanakan tugas kekhalifahan dalam kerangka pengabdian kepada Sang Maha Pencipta. Di muka bumi, manusia diberi amanah untuk memberdayakan seisi alam raya dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan seluruh makhluk. Berkaitan dengan ruang lingkup tugas khalifah ini, Allah SWT berfirman: ee 2 wate ty ooh Walp atch ta 3, Soy SAIN a pa8 g pS Oy pull ga ig Sh “Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di bumi ini, niscaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah diri dari perbuatan yang munkar?” (QS. al- Hajj: 41). Ayat tersebut menyatakan bahwa mendirikan shalat merupakan refleksi hubungan yang baik antara manusia dengan Allah, menunai- 28 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam kan zakat merupakan refleksi dari keharmonisan hubungan dengan sesama manusia, sedangkan ma’rdf berkaitan dengan segala sesuatu yang dianggap baik oleh agama, akal serta budaya, dan munkar ada- lah sebalikya. Dengan demikian, sebagai khalifah Allah di muka bumi, manusia mempunyai kewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang berhubungan baik dengan Allah, dan membina kehidupan masya- rakat yang harmonis serta memelihara agama, akal, dan budaya.*° Menurut M. Umer Chapra, ada empat faktor yang terkait de- ngan khilafah dalam hubungannya dengan ekonomi Islam, yaitu universal brotherhood (persaudaraan universal), resource are a trust (sumber daya alam merupakan amanat), humble life style (gaya hidup sederhana), dan human freedom (kemerdekaan manusia).*! Keempat faktor ini merupakan penyangga khilafah sebagai wahana untuk mencapai kesejahteraan kehidupan dunia dan kesejahteraan di akhirat. Persaudaraan universal yang melibatkan seluruh umat manusia karena setiap orang adalah khalifah Allah di muka bumi tanpa membedakan suku, bangsa, atau negara asal. Persaudaraan ini membawa pada kesamaan derajad sosial (social equity) dan kehormatan umat manusia (dignity of all human beings). 4. Keadilan (‘Adl) Nilai keadilan merupakan konsep universal yang secara khusus berarti menempatkan sesuatu pada posisi dan porsinya. Kata adil da- lam hal ini bermakna tidak berbuat zalim kepada sesama manusia, bu- kan berarti sama rata sama rasa.*? Dengan kata lain, maksud adil di sini adalah me-nempatkan sesuatu pada tempatnya (wadh’u al-sya-i’ ‘ala makénih). Walaupun, sebenarnya konsep adil bukan monopoli ekonomi Islam. Kapitalisme dan sosialisme juga memiliki konsep adil. Bila kapitalisme mendefinisikan adil sebagai yang dapat Anda upayakan (vou get what you deserved), dan sosialisme mendefinisikannya sebagai sama rasa sama rata (no one has privelege to get more than others), maka Islam mendefinisikan adil sebagai tidak menzalimi tidak pula “© M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‘an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidup- an Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2000 M.), hlm.166. “ M, Umer Chapra, Islam and the Economic Challange, him. 205-208. ® Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam.,him. 176. || 29 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi dizalimi (/@ tazhliméin walé tuzhlaman).* Dalam konsep kapitalisme, jika seseorang memperlakukan orang lain sesuai dengan upaya dan jerih payahnya, maka perlakuan itu disebut adil. Keadilan terletak pada sejauhmana dan seberapa ba- nyak orang itu berusaha untuk mendapatkan sesuatu. Kekayaan me- rupakan cerminan hasil usaha orang kaya, sebaliknya kemiskinan juga merupakan cerminan hasil upaya orang miskin. Maka, dalam konsep kapitalisme bukan menjadi kepentingan orang kaya untuk memperhatikan orang miskin dan sesamanya, dan bukan hak orang miskin untuk meminta perhatian orang kaya. Sebaliknya, dalam konsep sosialis, kekayaan adalah hak semua orang dan tidak seorang pun mempunyai hak lebih besar daripada yang lain. Adapun dalam konsep Islam, si kaya berhak menjadi kaya karena usahanya, selama tidak menzalimi orang lain. Di samping itu, terdapat hak orang lain dalam hasil jerih payah seseorang sehingga jika orang itu tidak mengeluarkannya, maka ia disebut tidak adil. Dalam hal ini, pemerataan kekayaan sehingga tidak terjadi kesen- jangan antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin harus dilakukan dalam rangka menjunjung nilai keadilan di bidang ekonomi. Konsep ini sejalan dengan sistem ekonomi Pancasila terutama sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Islam telah mengajarkan bagaimana cara mengurangi kesenjangan itu melalui konsep zakat, infak, sedekah, wakaf, dan sebagainya. Karena itu, sikap adil akan mendekatkan pada nilai ketakwaan. Allah berfirman: aos Stes Sag i der aly tig all cee LSA sth tts Blatt ty pe aba By ba 1 og 2g ga las Lt ST Jo “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, men- dorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 5/al-Maidah: 8) Salim Segaf al-Jufri dkk., Penerapan Syari‘at Islam di Indonesia (Jakarta: Global Me- dia. 2004 M.), him. 86. 30 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam Menurut M. Umer Chapra, keadilan dalam bidang ekonomi me- nyangkut empat hal, yaitu need fulfilment (pemenuhan kebutuhan), respectable source of earning (sumber penghasilan yang terhormat), equitable distribution of income and wealth (distribusi penghasilan dan harta yang berkeadilan), dan growth and stability (perkembangan dan stabilitas).“* Implikasi logis dari persaudaraan dan penggunaan sumber daya alam secara amanah, sebagaimana terlihat pada prinsip tauhid di atas, adalah bahwa sumber alam harus dimanfaatkan untuk memuaskan kebutuhan dasar setiap individu dan menempatkan setiap orang pada standar kehidupan yang manusiawi. Status manusia sebagai khalifah menghendaki agar ia memperoleh harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang benar. Manusia juga berhak menda- patkan penghasilan dan harta secara adil tanpa penindasan dan tekan- an dari pihak mana pun, karena dengan keadilan itu menusia akan dapat menikmati perkembangan dan stabilitas ekonomi. Keadilan dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan (orang miskin). Walaupun, tentunya, Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar-orang perorangan.*® Sebagaimana Fir- man Allah dalam surah az-Zukhrif (43): 32: aes ue anaen hag GAS dy Sons etfs Li “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan du- nia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat menggunakan seba- gian yang lain. Dan Rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan?” “ M, Umer Chapra, Islam and the Economic Challange, him. 210-213 “ Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003 M), him. 107. a n HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi 5. Pertanggungjawaban (Ma’ad) Segala sesuatu yang dilakukan manusia nantinya akan dimintai pertanggungjwabannya di akhirat kelak. Islam mengajarkan bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanya sementara, ada kehidupan sesudah kehidupan dunia ini.° Karena itu, manusia hendaknya tidak menjadikan dunia sebagai tujuan pokok dan segala-galanya karena di samping kehidupan dunia ada kehidupan lagi yang lebih kekal. Di sana manusia akan mendapat kebahagiaan, kesenangan, dan kesempurnaan hidup yang tak terhingga berbeda dengan kehidupan dunia yang penuh dengan kekurangan dan ketidaksempurnaan. Ini bagi orang- orang yang melakukan kebajikan di dunia, termasuk kebajikan dalam bisnis. Akan tetapi, bagi mereka yang suka berbuat dosa, kejahatan, manipulasi, dan kerusakan di muka bumi, dalam kehidupan kelak akan mendapatkan penderitaan, kesusahan, malapetaka, dan siksaan yang pedih dan mengerikan. Tidak ada kebahagiaan bagi mereka. Konsep ma’dd ini tidak ditemukan dalam sistem ekonomi selain Islam. Baik kapitalis maupun sosialis tidak pernah menghubungkan transaksi dan aktivitas ekonomi dengan kehidupan alam akhirat. Bagi mereka pokok segala persoalan adalah materi, benda yang terdapat di hadapan mata dan merupakan tenaga modal ataupun benda yang berupa tenaga manusia dan tenaga organisasi. Tidak tampak oleh mereka bahwa di balik materi itu (tenaga alam dan tenaga modal) terdapat hal gaib, yaitu Tuhan yang Mahakuasa. Mereka juga tidak menyadari bahwa yang materi itu pada akhirnya akan kembali kepada-Nya dan segala yang terkait dengan itu akan dimintai pertanggungjwabannya.*” Konsep ma’éd mengajarkan kepada manusia bahwa segala per- buatan yang mereka lakukan, apa pun motifnya, akan mendapat ba- lasan. Perbuatan baik (amal saleh) akan mendapatkan balasan yang baik pula, yaitu dalam surga dan perbuatan kejahatan akan mendapat balasan buruk dalam neraka. Dengan kata lain, terdapat reward dan punishment (pahala dan siksa) atas segala bentuk perbuatan manusia. “ B, Taman Ali dkk., Ekonomi Syari’ah dalam Sorotan, (Jakarta: Yayasan Amanah, 2003 M), him. 33. © Abdullah Zaky al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002 M.), him. 79. 32 a BAB I + Nilai Dasar Ekonomi Islam Karena itu, tidak selayaknya jika manusia melakukan aktivitas dunia- wi, termasuk bisnis, semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan akibat negatif dari aktivitas itu di akhirat kelak. Tidak selayaknya manusia hanya mementingkan kehidupan dunia, tanpa memperhatikan kehidupan jangka panjang di alam akhirat. Jika dikalkulasi dengan perhitungan bisnis, kehidupan manusia tidak hanya diukur dengan pencapaian keuntungan materiel, tetapi lebih dari itu pencaharian keuntungan di akhirat menjadi target utama sebagaimana firman Allah surah al-Qashdsh (28): 77: US 58 AN ge Sled p53 Sel iN AlN Ae Lng 2h cated 22 Shh 3 pig tod “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (ke- bahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” "4 i ath si Ayat di atas menjelaskan empat hal, yaitu: Pertama, mencari anu- gerah Allah untuk kehidupan akhirat dengan melakukan ibadah mah- dhah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Kedua, tidak melupakan kehidupan dunia, dalam arti melakukan aktivitas muamalah juga dalam rangka beribadah (ibadah ghayr mahdhah) seperti bekerja di kantor, bercocok tanam, berdagang, dan lain-lain. Ketiga, berbuat baik dengan memenuhi norma-norma etika dan tidak berlaku zalim, misalnya tidak menipu, mencuri, korupsi, merampok, dan sebagainya. Keempat, tidak berbuat kerusakan di muka bumi dengan merusak ekologi atau lingkungan alam. BAB 2 MOTIVASI DAN TUJUAN EKONOMI “Barangsiapa memperoleh (meminjam) harta dari manusia dengan mak- sud untuk melunasinya, maka Allah akan melunasinya dan barangsia- pa memperoleh (meminjam) harta dari manusia dengan maksud un- tuk merusaknya, maka Allah akan merusaknya.” (Hadis Nabi dari Abi Hurayrah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari). A. PENGERTIAN MOTIVASI EKONOMI Konsep motivasi biasanya dibahas dalam ilmu psikologi. Secara sederhana, motivasi (motivation: Inggris) dapat didefinisikan sebagai suatu keinginan (desire) untuk mendapatkan suatu objek yang mana juga menggunakan objek lain sebagai medium (perantara).' Menu- rut Mitchell, sebagaimana dikutip oleh J. Winardi, motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbul, diarahkan, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan pada tujuan tertentu.? William J. Stanton mendefinisikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Adapun Abraham Sperling mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimu- lai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif.’ Misalnya, sese- orang bekerja karena ingin mendapatkan uang. Di sini suatu peker- jaan dilakukan karena terdorong oleh keinginan untuk mendapatkan ' Knight Dunlap, Personal Adjustment, (New York: Alexander Hamilton Institute, 1990 M), him. 31. 2 J, Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004 M.), hlm. 1. * A. Anwar Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Rosda Karya, 2004 M.), him. 93. HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi bayaran. Jadi uanglah yang menjadi motifnya bekerja. Motivasi meru- pakan dasar pijakan seseorang melangkahkan kaki menuju tempat usaha, belajar, dan sebagainya. Menurut Mack R. Douglas, motivasi muncul bila seseorang memiliki rencana yang dinamis dan real tentang apa yang hendak dicapainya, dan yang setiap hari mendorongnya ke arah pencapaian tujuan itu.* Inti motivasi adalah harapan, yaitu suatu keinginan yang menga- gumkan yang berupa impian untuk mewujudkan apa yang diingin- kan serta mengembangkan keyakinan dan rencana untuk mencapai tujuan. Harapan-harapan tersebut berasal dari keyakinan spiritual, masyarakat, dan pribadi itu sendiri.’ Motivasi dapat mendorong sese- orang hidup lebih maju dan lebih bersemangat. Manusia yang dewasa secara emosional, menurut Mark R. Douglas, akan jauh lebih mampu memotivasi dirinya dibandingkan dengan orang yang dipenuhi kera- guan, kecemasan serta emosi yang belum dewasa. Beberapa hal yang penting untuk menimbulkan motivasi adalah: kemampuan memer- cayai orang lain, kemampuan untuk menilai diri sendiri, kemampuan seksual, kemampuan memperoleh rasa aman, dan kemampuan un- tuk mengatur dan mengurus pekerjaan tanpa harus sendiri terlibat di dalamnya.® Motivasi berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia. Dalam buku, How to Live 365 Days a Year, John A. Schindler mengungkap- kan enam kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan akan cinta, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mengungkapkan diri, kebutuhan untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, kebutuhan untuk memperoleh pengalaman baru, dan kebutuhan akan harga di- ri.” Menurut Roy Garn dalam The Magic Power of Emotional Appeal, terdapat empat tujuan motivasi, mulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah: Pertama, pertahanan diri, seseorang yang berada dalam keadaan terdesak dan tersudut akan berbuat apa saja untuk me- “Mack R. Douglas, How to Make a Habit of Succeding, (Michigan: Zondervan Publishing House, 1997 M.), him. 188. 5 Ibid., him. 198. ¢ Ibid., hlm. 176. John A. Schindler, How to Live 365 Days a Year, (Englewood Cliffs: N.J., Prentice-Hall, Inc., 1995 M.), him, 198. 36 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi lawan. Motif ini yang terkuat. Kedua, pengakuan, ingin agar dirinya mempunyai arti dan tidak kehilangan identitas serta kebanggaan diri. Ketiga, cinta kasih, dengan cinta kasih kehidupan seseorang menjadi dinamis dan penuh kegembiraan. Keempat, uang, mendapatkan uang yang banyak. Tujuan ini yang paling rendah tingkatannya.® Motivasi mempunyai manfaat yang cukup banyak di antaranya ada- lah: Pertama, untuk meningkatkan semangat, gairah, dan kedisiplinan kerja. Kedua, memupuk rasa memiliki (sense of belonging), loyalitas dan partisipasi. Ketiga, meningkatkan kreatifitas dan kemampuan un- tuk berkembang. Keempat, meningkatkan produktivitas dan prestasi. Kelima, meningkatkan kesejahteraan.? Kelima, meningkatkan moral dan kepuasan. Keenam, mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas, dan lain sebagainya. Motivasi bisa datang dari dua arah, yaitu dari dalam (inside mo- tivation) dan dari luar (outside motivation). Motivasi dari dalam be- rupa harapan-harapan dan keinginan-keinginan (hopes and expecta- tions) untuk melakukan sesuatu atau untuk menjadi orang tertentu. Motivasi dari dalam muncul karena adanya dorongan psikis (internally driven) untuk melakukan sesuatu karena adanya kepuasan yang dise- babkan oleh perbuatan itu. Tidak semua orang mendapat motivasi dari dalam. Karenanya, motivasi dari luar dapat digunakan sebagai alat un- tuk membangkitkan minat. Motivasi dari luar muncul karena adanya dorongan-dorongan yang diperoleh seseorang dari orang lain baik berupa pergaulan, pendapat, maupun saran, atau lingkungan sekitar.'° Motivasi dari dalam (intrinsik) merupakan keinginan yang berasal dari dalam diri seseorang. Misalnya, seseorang sangat ingin mengem- bangkan bisnis atau usahanya dan ingin melihatnya maju. Motivasi ini didorong oleh semangat di dalam dirinya yang sudah lama merintis bisnisnya baik sendirian maupun bekerja sama dengan orang lain. Se- mangat dan minat ini dalam bentuknya yang lain adalah obsesi. Moti- vasi dari luar (ekternal) merupakan dorongan yang berasal dari orang 5 Roy Garn, The Magic Power of Emotional Appeal, (Englewood Cliffs: N.J., Prentice- Hall, Inc., 1992 M.), him. 20. * Ach. Mohyi, Teori dan Perilaku Organisasi, (Malang: Umm Press, 1999 M) him. 162. '© [dri Shaffat, Optimized Learning Strategy: Pendekatan Teoritis dan Praktis Meraih Keberhasilan Belajar, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2009 M.), him. 53. a 7 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi lain misalnya berupa imbalan atau hukuman (reward and punishment) bagi para pekerja di suatu perusahaan. Jika para pekerja bersedia men- curahkan seluruh daya dan upayanya untuk mengembangkan perusa- haan, boleh jadi karena dijanjikan imbalan seperti yang diharapkannya misalnya promosi, kenaikan gaji, bonus, atau ia bekerja keras untuk menghindari hukuman misalnya pemotongan gaji.'’ Sebagaimana dijelaskan sebelumnya ekonomi adalah suatu usaha untuk mendapatkan dan mengatur harta baik materiel maupun non- materiel dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia baik se- cara individu maupun kolektif, yang menyangkut perolehan, pendis- tribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.'? Karena itu, dapat dikatakan bahwa motivasi ekonomi adalah suatu kon- disi atau kecenderungan yang menggerakkan manusia untuk berusaha mendapatkan dan mengatur harta baik materiel maupun nonmateriel dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup mereka baik secara indi- vidu maupun kolektif, yang menyangkut perolehan, pendistribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. B. HADIS TENTANG MOTIVASI EKONOMI Motivasi dan niat dapat memengaruhi status suatu perbuatan. Seseorang yang bekerja dengan rajin dari pagi sampai malam dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, termotivasi oleh kebutuhan- nya itu, untuk memperoleh gaji atau laba dari perdagangan. Ketika se- seorang termotivasi untuk bekerja, maka pada saat itu ia berniat untuk melakukannya. Atau sebaliknya, ketika ia berniat untuk bekerja, maka muncul motivasi untuk melakukannya. Baik niat maupun motivasi dapat memengaruhi keberadaan dan kualitas suatu perbuatan. Dalam suatu Hadis, Rasulullah bersabda: Vy2ih Cond 8 Ue 6g ALIS SS xb ale al orb pT be csi gush BI Gy cae asin os pls ale ta Lio ds " Sadono Sukirno et al., Pengantar Bisnis, (Jakarta: Prenadamedia, 2004 M.), hm. 190- 191. " Taqi al-Din al-Nabhani al-Husayni, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, (Sura- baya: Risalah Gusti, 1999 M.), him. 47. 38 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi tiie LAS 35 spy do US aesg 3 38 535 hai a eH eee oF ya 1 “Dari Amir al-Mukminin Aba Hafsh ‘Umar ibn al-Khaththab r.a. Kata- nya, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa ber- hijrah karena Allah dan Rasulullah, maka hijrahnya itu diterima oleh Allah dan Rasulullah. Dan barangsiapa hijrahnya karena keuntungan dunia yang ingin diperolehnya atau perempuan yang hendak dinikahi- nya, maka hijrahnya itu terhenti pada apa yang ia niat kepadanya.” (HR. al-Bukhéri Muslim). La 525 Niat mempunyai posisi yang penting dalam aktivitas kehidupan umat manusia. Karena begitu pentingnya niat, maka ulama menjadi- kannya sebagai rukun pertama dalam setiap ibadah. Bahkan, faktor yang membedakan antara amal ibadah dan adat kebiasaan adalah niat. Suatu perbuatan adat keseharian jika diniatkan mengikuti tuntunan Allah dan Rasulullah, maka ia berubah menjadi ibadah yang berni- lai pahala. Para ulama menyatakan bahwa hakikat niat adalah sengaja mengerjakan sesuatu bersamaan dengan perbuatan. Hukum niat ada yang wajib dan ada pula yang Sunnah. Biasanya untuk urusan ibadah, niat wajib sedang untuk aktivitas keseharian hukumnya Sunnah. Niat dilakukan pada permulaan suatu pekerjaan dan ditujukan untuk me- lakukan amal kebaikan.'’ Karena begitu pentingnya niat dalam segala bentuk perbuatan sehingga menentukan statusnya, para ulama kemu- dian membuat kaidah-kaidah figh yang berkaitan dengannya, yaitu Uaiwolee ero (segala urusan sesuai dengan maksudnya). Dalam melakukan transaksi bisnis, misalnya, hendaklah seseorang mulai dengan niat yang baik. Apabila niat itu selaras dengan aturan Allah atas transaksi itu, maka perbuatan tersebut menjadi sah, tetapi apabila niat itu tidak selaras dengan aturan Allah, maka perbuatan tersebut tidak sah. Niat dan motivasi menentukan sifat dasar yang sebenarnya dari suatu transaksi, di samping menentukan status hu- 5 Salim Bahreisy, Tarjamah Riyadus Shalihin, jilid 1 (Bandung: PT al-Ma'arif, 1986 M.), him. 11. || 39 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi kum dalam hal sah atau tidak sahnya suatu perbuatan. Suatu hadiah atau donasi yang diberikan bertentangan dengan beberapa ketentuan, maka hadiah atau donasi itu akan berubah menjadi akad jual-beli dan bukan lagi akad hadiah walaupun namanya hadiah atau donasi. Begitu juga dengan akad hawélah (pendelegasian utang). Jika orang yang berutang masih memliki kewajiban untuk melunasi utangnya di sam- ping orang yang menggantinya, maka akad tersebut jatuh pada akad kafalah meskipun nama akadnya hawdlah. Sama halnya dalam kerja sama mudhdrabah jika ada ketentuan yang menyatakan bahwa pihak yang menyediakan modal akan memperoleh semua keuntungannya maka akad itu disebut mudhdrabah tapi akad utang.'* Niat dan motivasi yang mendorong seseorang melakukan sesuatu menjadi faktor pertimbangan karena dari maksud dan motivasi itulah biasanya suatu akibat ditimbulkan. Jika seseorang melakukan aktivitas ekonomi dengan maksud dan motivasi yang baik, maka hasilnya juga akan baik demikian pula sebaliknya. Rasulullah SAW bersabda: 35 2d leg ake th Se og go Be Ald gig SHA Al 36 igs Ag def 355 te ah cSt gat Ag tn Joel Sot 665/528 Big Ma aa “Dari Abit Hurayrah r.a. dari Nabi SAW ia bersabda, “Barangsiapa mem- peroleh (meminjam) harta dari manusia dengan maksud untuk melu- nasinya, maka Allah akan melunasinya dan barangsiapa memperoleh (meminjam) harta dari manusia dengan maksud untuk merusaknya, maka Allah akan merusaknya.” (HR. al-Bukhari) Rasulullah sangat menyukai orang yang suka menolong dan suka memberi untuk kesejahteraan orang lain. Hanya saja, Nabi menya- rankan agar seseorang menjaga diri, merasa cukup dengan apa ada- nya, dan sabar sehingga tidak banyak membutuhkan pertolongan dari orang lain. Ia bersabda: ™ Muhammad Tahir Mansoori, Kaidah-Kaidah Figh Keuangan dan Transaksi Bisnis, (Bo- gor: Ulul Albab Institut, 2010 M.), him. 23. 40 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi ot 3 1 Gh ge Ras oad gp Hel sty “Dari Abit Sa’id al-Khudzri r.a. bahwasanya orang-orang dari kelompok Anshar meminta kepada Nabi SAW dan ia memberi kepada mereka lalu mereka meminta (kembali) dan Nabi memberi lagi hingga habis apa yang dimilikinya. Rasulullah bersabda, “Aku sudah tidak punya apa-apa lagi dan aku tidak akan menyembunyikan sesuatu dari kalian. Barangsiapa menjaga diri, maka Allah akan menjaganya, barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya, barangsiapa yang sabar, maka Allah akan menjadikannya sabar. Tidaklah seseorang diberi suatu pem- berian lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Muslim) Hadis di atas menjelaskan tentang motivasi ekonomi yang berupa upaya untuk menolong sesama. Motivasi Nabi tersebut berdimensi so- sial. Nabi memberikan harta kepada orang-orang Anshar hingga habis dan ia menyarankan agar mereka menjaga diri dari meminta-minta, merasa cukup dengan apa yang mereka miliki, serta bersabar dalam mengonsumsi harta itu. C. MOTIVASI DAN ASAS HUKUM EKONOMI ISLAM Karena motivasi ekonomi ikut menentukan aktivitas dan hasil eko- nomi, maka dalam ajaran Islam motivasi itu harus sejalan dan tidak dapat dilepaskan dengan magashid al-syari’ah yang kemudian mela- hirkan asas-asas hukum ekonomi Islam, yaitu:' Pertama, asas tabéd al-mandfi’, yaitu asas saling bekerja sama de- ngan tujuan untuk dapat saling memberikan manfaat menuju kese- jahteraan bersama. Sikap dan perilaku saling kerja sama dapat menim- bulkan hal-hal positif seperti terciptanya kehidupan yang harmonis, 'S Bandingkan dengan Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004 M,), him. 113. | | 41 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi penuh dengan solidaritas, tolong-menolong, dan menghindari permu- suhan, persaingan tidak sehat, intrik politik, dan sebagainya. Dalam surah 2/al-Bagarah: 273, Allah berfirman: HEE pig Ge Sates Vl Lee a tert gah geal Ugh bsg BY ll Soles Sf pacnny seh eh olathe aladl gotds “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang-orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari me- minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” Kedua, asas pemerataan yang menyangkut prinsip keadilan dalam bidang ekonomi yang menghendaki agar harta tidak dimiliki oleh se- gelintir orang melainkan harus terdistribusikan di kalangan masyara- kat, sebagaimana dikehendaki oleh Allah dalam surah 59/al-Hasyr: 7: di A sly ck 4S coh Jal 52 dot fo ah ots git us 2 eM ini cai 18 3,85 ¥ oF Lt0 ot sick, Aah inae dh di ea mys he Je “Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang- orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sa- ngat keras hukuman-Nya.” Ketiga, asas ’an tarddhin (suka sama suka), yaitu setiap bentuk transaksi ekonomi antar-individu atau kelompok harus berdasarkan pada suka sama suka, tidak boleh adanya pemaksaan, intimidasi, pe- 2 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi nipuan, tekanan, dan sebagainya. Asas suka sama suka ini dimaksud- kan agar tercipta stabilitas ekonomi individu ataupun masyarakat. Mereka bisa dengan leluasa melakukan kegiatan ekonomi tanpa tekan- an dari pihak mana pun, termasuk oleh negara. Kebebasan ekonomi sangat dijunjung oleh Islam, selama dalam batasan norma-norma yang berlaku dan tidak merugikan orang lain. Allah berfirman: 8 HAS ght TS judy per Sia yw Ys guid ay “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling makan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada- mu.’ (QS. 4/an-Nisd’: 29) Keempat, asas keadilan, yaitu segala bentuk aktivitas ekonomi di- lakukan dengan cara yang adil. Dalam Al-Qur’an surah 6/al-An’am: 152, Allah berfirman: SM iy iat pts Se ger ce gh gad ds a ee Sighs SE a potas 285 Ii ah as “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia sampai dewasa. Dan sempurnakanlah ta- karan dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban ke- pada seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kera- batmu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat?” Kelima, asas ‘adam al-gharar, yaitu dalam setiap aktivitas dan transaksi ekonomi tidak boleh adanya tipu daya yang menyebabkan kerugian pihak-pihak tertentu sehingga menimbulkan sikap ketidak- sukaan. Allah berfirman: a 43 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi ent at fete pe * 7 tus ach a eSnt oy eliel iti chy 2 tis 9 stig atch yf, ES tp AG ”Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan- tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar” (QS. 4/ an-Nis@’: 2). Rasulullah pernah melarang transaksi bisnis yang dilakukan de- ngan penipuan sebagaimana sabdanya: iste 3 es ots Son nds a DG J Gis aig Fh oss “Dari Abi Hurayrah r.a., katanya, “Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara melempar dan jual beli yang mengandung penipuan” (HR. Muslim). Keenam, asas al-birr wa al-taqwa, yaitu semua transaksi ekonomi dilakukan dalam rangka untuk melakukan kebajikan dan ketakwaan kepada Allah dan bukan sebaliknya. Dalam surah 5/al-Mdidah ayat 2, Allah berfirman: afb iy dh 2g otgiths Ah de Wich 5 coslllg 3h Jo ites “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan tak- wa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran’. Ketujuh, asas musydrakah, yaitu segala bentuk kerja sama ekono- mi harus memberikan manfaat kepada banyak pihak sehingga dalam kepemilikan terhadap harta, terdapat hak orang lain yang juga harus diberikan. Allah berfirman: 28 8 A Ga Ga 4 pT NG gue!) agthg lie @ Sadth 3 ph petty Steg 6 JO ge 16 YS tn? 44 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi : papal SEU Se plied “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-ta- man (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberi- kan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun (ke- pada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang-orang miskin yang tidak mendapat bahagian.” (QS. 51/adz-Dzériyat: 15-19). D. JENIS-JENIS MOTIVASI EKONOMI ISLAM Kegiatan ekonomi manusia pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh motivasi-motivasi tertentu. Teori tingkah laku dalam ekonomi ter- gantung pada asumsi-asumsi rasionalitas dan motivasi manusia yang melandasi pengambilan keputusan dalam ekonomi dan keadaan-ke- adaan yang secara khusus memotivasi kemunculannya. Motivasi eko- nomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga ia melakukan tindakan ekonomi. Motivasi yang mendorong seseorang melakukan tindakan ekonomi terbagi dalam dua aspek: motivasi intrinsik, yaitu suatu keinginan untuk melakukan tindakan ekonomi atas kemauan sendiri dan motivasi ekstrinsik, suatu keinginan untuk melakukan tin- dakan ekonomi atas dorongan orang lain. Dalam praktiknya, menu- rut teori ekonomi konvensional, secara umum terdapat beberapa jenis motivasi yang mendorong seseorang melakukan aktivitas ekonomi, yaitu: motivasi untuk memenuhi kebutuhan, motivasi untuk memper- oleh keuntungan, motivasi untuk memperoleh penghargaan, motivasi untuk memperoleh kekuasaan, dan motivasi untuk menolong sesama (sosial).'® Menurut Umer Chapra, motivasi ekonomi dalam Islam mencakup hal-hal berikut: Pertama, memperoleh keberuntungan umat manusia (falah). Kedua, mendapatkan kehidupan yang baik (hayah thayyibah). Ketiga, memberikan nilai sangat penting bagi persaudaraan dan ke- adilan sosial ekonomi. Keempat, terciptanya keseimbangan pemuasan ** Lihat Sondang Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003 M.), him. 139. | | 45 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi kebutuhan materiel dan spiritual umat manusia. Dalam Islam and the Economic Challenge, Chapra menulis sebagai berikut: “Islam envisages an economic system fundamentally different from the prevailing systems. It has its roots in the Shariah (Islamic teachings) from which it drives its worldview as well as its goals and strategy. The goals of Islam (magasid al-shariah), unlike those of the predominantly secular- ist systems of the present day-world, are not primarily materialist. They rather based on its own concepts of human well being (falah) and good life (hayat tayyibah) which give utmost importance to brotherhood and socio- economic justice and require a balanced satisfaction of both materiel and the spiritual needs of all human beings.”” Dalam tulisannya yang lain, Umer Chapra juga menjelaskan bah- wa motivasi ekonomi Islam diarahkan untuk mewujudkan magashid al-syariah, yaitu pemenuhan kebutuhan, penghasilan yang diperoleh dari sumber yang baik, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.'* Selanjutnya, jenis-jenis motivasi ekonomi Islam dapat dipaparkan sebagai berikut: 1, Pemenuhan Kebutuhan sehingga Diperoleh Kehidupan yang Baik (Hayah Thayyibah) Menurut Ibrahim Ydsuf, motivasi ekonomi Islam adalah untuk mewujudkan kehidupan yang baik (al-haydh al-thayyibah) sebagai- mana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah 16/al-Nahl ayat 97:!° a2%, a Et Fete y wae TT . I, ae Pash tg Sb te ALAS obs oy SN SS be te ab 7 ae Sglats YAS Ls gob saad “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh batk laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami "' M. Umer Chapra, Islam and the Economic Challange, (Leicester: The Islamic Founda- tion, 192 M), him. 6. "bid, him. 20. ih wa Tiknik al-Tanmiyyah al-Iqtishadiyyah fi al-Islam, (Kai- ro: al-Ittihad al-Dawli li al-Bundk al-Islamiyyah, 1991 M.), him. 221. 46 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan atau- pun keinginannya, selama dengan pemenuhan itu martabat manusia bisa terjaga. Memang, segala yang ada di bumi diciptakan untuk ke- pentingan manusia, tetapi mereka diperintah untuk mengonsumsi ba- rang yang halal dan baik secara wajar dan tidak berlebihan. Rasulullah bersabda: # glbests phos atte tn bee pis 2K SG be 3 Spe Dc ah 9 iba “Dari Hakim ibn Hizam, katanya: Aku meminta (sesuatu) kepada Nabi SAW lalu ia memberikannya kepadaku kemudian aku memintanya lagi dan memberikan kepadaku, lalu aku minta lagi dan ia memberiku lagi. Kemudian Nabi bersabda, “Sesungguhnya harta ini hijau (indah) lagi manis, Barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, maka akan diberkahi dan barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang boros, maka tidak akan diberkahi seperti orang yang makan tapi tidak kenyang-kenyang. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?” (HR. Muslim) Motivasi manusia dalam memenuhi kebutuhannya harus sejalan dengan maslahah. Maslahah hanya bisa dicapai jika manusia hidup da- lam keseimbangan (ekuilibrium) sebab keseimbangan merupakan sun- natullah. Kehidupan yang seimbang merupakan esensi ajaran Islam. Maslahah harus diwujudkan dengan cara-cara yang sesuai dengan ajar- an Islam. Dalam hal mengonsumsi suatu barang, misalnya seseorang dianjurkan untuk mempertimbangkan manfaat dan nilai berkahnya. Ia dapat merasakan manfaat konsumsi bila mendapatkan pemenuhan ke- butuhan fisik dan psikis, Demikian pula, berkah yang akan diperoleh- nya ketika ia mengonsumsi barang yang dihalalkan oleh Allah. | | 47 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi 2. Penghasilan yang Diperoleh dari Sumber yang Baik dan dalam Rangka untuk Memperoleh Keberuntungan Umat Manusia (Falah) Kegiatan ekonomi dalam Islam dimaksudkan untuk memperoleh keberuntungan dan dari sumber yang baik. Dalam Islam telah diatur sumber-sumber ekonomi yang baik (halal) dan yang tidak baik (ha- ram). Allah memerintah supaya umat Islam memperoleh dan mengon- sumsi rezeki dari sumber yang halal. Dalam surah 2/al-Baqarah ayat 172, Allah berfirman: 26 pF 5 od RE BUG GI be UT ST gall wtp tt “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik- baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah. Ayat di atas menjelaskan tentang perintah Allah kepada orang- orang beriman agar makan rezeki Allah yang baik-baik, yang halal, dan agar mensyukuri nikmat Allah itu. Dengan bersyukur, mereka akan mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan serta dalam rangka beriba- dah kepada Allah, karena itu ibadah pada hakikatnya adalah bentuk syukur manusia kepada Tuhan yang telah menciptakan dan memberi- kan karunia kepada mereka. Pada ayat selanjutnya, Allah SWT mela- rang dan mengharamkan umat Islam mengonsumsi makanan tertentu, seperti bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih ti- dak dengan menyebut nama Allah. Allah berfirman dalam surah 2/ al-Bagarah ayat 173: Hb Bi pi Fg es gh eS fit A hs BG $25 25 pth th 3, ole 3h ys Sg “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) se- lain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, 48 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” Orang yang memperoleh harta dengan cara yang baik dan tidak lupa memberikan sebagiannya kepada orang-orang yang membutuh- kan akan mendapatkan nilai positif, karena diterima oleh Allah dan hartanya itu akan terus berkembang serta memiliki nilai berkah. Dalam sebuah Hadis dari Aba Hurayrah, Rasulullah bersabda: al Snes ¥ 28 plas ote ts Wag i al 3 site ped er Ss as de isl YA Lor GE ag chabl FJ ge bs Fo tens “Dari Abii Hurayrah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tida- Klah seseorang bersedekah dengan buah kurma yang diperolehnya dari usaha yang baik (halal) kecuali Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu menumbuhkannya sebagaimana salah seorang di antara kamu menumbuhkan anak kudanya atau unta mudanya hingga menjadi seperti gunung atau lebih besar.” (HR. Muslim) Ekonomi Islam tidak mengingkari adanya motif yang mendorong aktivitas ekonomi dilakukan, yaitu untuk mendapatkan laba atau keun- tungan (profit) sebagaimana yang dikehendaki dalam sistem ekonomi konvensional. Hanya saja, Islam mengarahkan keuntungan dan kepua- san ekonomi sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. Jika aktivitas ekonomi tidak sejalan dengan norma-norma itu, maka ada kemungki- nan dilakukan karena mengikuti langkah-langkah setan yang menjadi musuh dan sekaligus menyesatkan manusia. Allah berfirman: & gia cabs eS a We sh g Gk yd gig . tag Fla 23 “Hai sekalian manusia, makanlah yang hahal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. 2/al-Bagarah: 168) HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Di antara norma yang diajarkan dalam sistem ekonomi Islam ada- lah keuntungan ekonomi diperoleh dari sumber yang baik dan tidak hanya dimaksudkan untuk keuntungan duniawi tetapi juga ukhrawi, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah pada surah 28/al-Qashash ayat 77: US aly WD oe Blas Heh sin ath BT a 5 get 229 dh pil g stodk 25 i ah th gst “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (ke- bahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan?” Karena itu, motif maksimalisasi kepuasan dan keuntungan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional tidaklah dilarang dalam Is- lam. Islam hanya ingin mendudukkannya pada posisi yang benar, yak- ni semua itu dalam rangka maksimalisasi kepuasan dan keuntungan di akhirat, karena bagi Islam, dunia adalah ladang yang hasil panennya akan dipetik di akhirat nanti. Jadi, sesungguhnya keuntungan dunia itu tidak semata-mata untuk kehidupan dunia tetapi juga untuk ke- hidupan akhirat kelak. Kita mungkin masih ingat sejarah pemikiran ekonomi dan ilmu pengetahuan pada umumnya yang bangkit sejak zaman Renaisans, suatu zaman ketika terjadi perubahan ukuran ke- benaran dari yang semula bersandar kepada wahyu dan dogma gereja menjadi bersandar kepada logika, bukti-bukti empiris, dan positivis- me. Perubahan ukuran kebenaran tersebut membuat ilmu pengeta- huan maju pesat, akan tetapi ia menjadi sangat sekuler.”° Ini tidak sejalan dengan konsep dan motif ekonomi Islam yang menghendaki adanya keseimbangan antara wahyu, logika, bukti empiris, dan posi- tivisme yang menjadi dasar kebenaran konsep dan aktivitas ekonomi. ® Tbid., him. 102. 50 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi 3. Distribusi Pendapatan dan Kekayaan yang Adil dengan Memberikan Nilai yang Sangat Penting bagi Persaudaraan dan Keadilan Sosial Ekonomi Dalam ekonomi Islam diajarkan agar pemenuhan kebutuhan eko- nomi ditujukan untuk memenuhi ridha Allah dan menolong sesama manusia. Oleh karena itu, mengakumulasi kekayaan sebanyak-banyak- nya hanya untuk pemuasan kepentingan sendiri dilarang dalam Islam. Sifat serakah merupakah salah satu sifat tercela. Sebaliknya, Islam mengajarkan agar mengeluarkan sebagian harta yang dimilikinya untuk kepentingan sesama baik melalui zakat, infak, sedekah dan sebagainya sehingga kekayaan tidak terakumulasi pada segelintir orang saja. pg hag aha gh BA tag 28s LSM cas 3S gh YT OF opi Says fy i ya ts “Agar supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terima- lah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan ber- takwalah kepada Allah. Sesunguhnya Allah sangatlah keras hukuman- Nya.” (QS. 59/al-Hasyr: 7) Umat Islam senantiasa dimotivasi agar memiliki kesadaran untuk mendistribusikan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain tentu dengan niat dan motivasi untuk mendapatkan ridha Allah dan mencapai kebahagiaan hakiki, yakni kebahagiaan spiritual. Tanpa ada motivasi seperti ini, maka manusia akan senantiasa dihinggapi oleh sifat serakah, Rasulullah pernah memperingatkan agar manusia hati- hati terhadap sikap serakah ini karena tidak sedikit manusia yang ter- jangkit penyakit serakah itu. Ia bersabda: hil TTY SAS Sop a ee ah ag J dG ct 3 cb Ah gig CANS 6h 9 ye SEG IE Cay ZN be Gi 5 tela ty ct 3 “Dari Anas r.a., katanya, Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya seorang manusia mempunyai harta sebanyak dua lembah niscaya ia akan men- HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi carinya lembah yang ketiga dan tidak akan penuh mulut manusia itu ke- cuali dengan tanah (kematian) dan Allah akan mengampuni orang yang bertobat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) Dengan motivasi untuk mencapai kebahagiaan hakiki dengan cara menolong orang lain yang membutuhkan, maka kekayaan akan ter- distribusikan secara merata. Prinsip pemerataan inilah yang diajarkan oleh Islam dalam berekonomi sehingga diharapkan dapat mengangkat derajat kaum miskin dari kesulitan ekonomi. Harta yang diperoleh, sebagaimana dikatakan oleh Syawqi Ahmad DunyA, sebagiannya digu- nakan untuk diberikan kepada orang lain sehingga terbentuk solidari- tas sosial yang kuat, Umat Islam berkewajiban memberikan sebagian harta mereka kepada orang-orang yang membutuhkannya.?" Melalui distribusi harta kekayaan secara adil diharapkan masyarakat Islam dapat berubah menjadi lebih sejahtera dan karenanya mereka dapat beribadah dengan tekun dalam rangka mendapat ridha Allah.?? Menu- rut M. Umer Chapra, ekonomi Islam merupakan sistem yang memo- tivasi kekuatan untuk mencapai tujuan berupa pemenuhan kebutuhan dengan kesetaraan distribusi penghasilan dan harta kekayaan.?> Islam menghendaki keadilan dalam distribusi pendapatan. Keadil- an distribusi merupakan tujuan pembangunan yang menuntut komit- men umat Islam untuk merealisasikannya walaupun tidak bisa lepas dari tingkat rata-rata pertumbuhan riil. Keadilan distribusi tercermin pada adanya keinginan untuk memenuhi batas minimal pendapatan riil yaitu had al-kifayah bagi setiap orang. Islam tidak bertujuan pada terjadinya pendistribusian yang berimbang semata, boleh saja terjadi selisih kekayaan dan pendapatan setelah terpenuhinya had al-kifayah. Akan tetapi, kebutuhan ini memenuhi ukuran kebutuhan yang dapat menggerakkan orang untuk bekerja.* Rasulullah memerintah umat Islam agar bersegera menafkahkan sebagian harta mereka karena ketika distribusi harta kekayaan suatu % syawqi Ahmad Dunya, Tamil al-Tanmiyyah fi al-Iqtishad al-Islam, (Beirut: Muas- sasah al-Risdlah, 1984 M), him. 89. % Ibrahim Yasuf, Istirdtijiyyah, him. 221. % M, Umer Chapra, Islam and the Economic Challange, him. 7. ™ Muhammad Syawai al-Fanjari, al-Islam wa al-Musykilah al-Iqtishddiyyah, (Mesir: Maktabah al-Anglo al-Mishriyyah, tth,, him. 82. 52 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi saat sudah merata, maka akan kesulitan untuk mendistribusikan seba- gian harta itu, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu Hadis Riwayat Muslim: [f- ae — 2 a. pe a = or aie dh peg Ste ys ois 3B Sie Lae Oi ye 35 ues op 24 25, = : So 2 [i ps iy. 3E AN Sys as ods hey os a fc 7 ie 2 ie < my . = PAE IS ef ets 95 Sn sags in te Ce ga “Dari Maid ibn Khdlid katanya, aku mendengar Haritsah ibn Wahab ber- kata, aku mendengar Rsulullah SAW bersabda: “Bersedekahlah, karena (pada suatu saat) akan ada seorang laki-laki yang berjalan menawarkan sedekahnya, maka orang yang akan diberinya berkata, Seandainya kamu membawanya kemaren, maka aku akan menerinya, adapaun sekarang aku tidak membutuhkannya’. Maka, tidak ada orang yang mau meneri- ma sedekah itu.” (HR. Muslim) > Terciptanya Pertumbuhan dan Stabilitas Ekonomi Salah satu motivasi ekonomi Islam adalah terciptanya pertumbuh- an ekonomi yang berkelanjutan sehingga tercapai kesejahteraan ma- syarakat yang semakin meningkat pula. Pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan kesejahteraan semakin meningkat merupakan salah satu tujuan ekonomi Islam. Tujuan ekonomi Islam ini sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan diciptakan dan diturunkannya ma- nusia ke muka bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi, pe- makmur bumi (imarah al-ardh), yang diciptakan untuk beribadah ke- pada-Nya.25 Dalam surah 2/al-Bagarah ayat 30, Allah berfirman tentang tu- juan diciptakannya manusia sebagai khalifah di muka bumi: 5s laa cee yh ae oth g Jot 3) Spkch th Jo 55 Ws pled §) IG i gyi Ste ated 385 cal Mates 13 3 2 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pembangunan Ekonomi Umat, (Jakarta: Depertemen Agama RI, 2009 M.), him. 304. a 53 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi bps ¥ “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguh- nya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan da- rah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan me- nyucikan Engkau.” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. 2/al-Bagarah: 30) Dengan misi sebagai khalifah, manusia diharapkan supaya men- jaga dan memakmurkan bumi, sebagaimana firman Allah dalam surah 11/Had ayat 61: BS A ye 3S ve ah ips gh ts JG tee pital 538 ly cap bY Ls F ape as pGacy pith 5. palall “Dan kepada Tsamid (Kami utus) saudara mereka Saleh. Saleh berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu se- lain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadi- kan kamu memakmurkannya, karena itu mohonlah ampun kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”. Yang dimaksud dengan al-imdrah dalam ayat ini adalah al-tanmiy- yah al-igtishadiyyah, yaitu pembangunan ekonomi. Menurut Ahmad ibn ‘Ali al-Jashshash, ayat tersebut menunjukkan bahwa umat manusia wajib mengelola bumi sebagai lahan pertanian dan pembangunan.° Bahkan sebagian mufasir menyatakan bahwa ayat tersebut mewajib- kan manusia memakmurkan dan memajukan jagat raya” Karena itu, menurut Muhammad Syawgi al-Fanjari, motivasi ekonomi dalam Is- lam antara lain untuk memenuhi kebutuhan yang memadai (al-had al- kiféyah) bagi setiap pribadi Muslim yang dilakukan dengan melaku- % Ahmad ibn Ali al-Jashshash, Ahkdm al-Qur’én, juz III (Kairo: Mathba’ah al-Awqaf al-Islamiyyah, 1335 H.), hlm. 432. ® Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’én, juz. IX (Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1369 H.), him. 648. 54 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi kan pembangunan di bidang ekonomi.”* Pangkal dari segala tujuan penciptaan manusia adalah untuk ber- ibadah kepada Allah. Allah menciptakan manusia di muka bumi de- ngan satu tujuan utama, yaitu agar mereka menyembah dan beribadah kepada-Nya. Allah berfirman dalam surah 51/adz-DzGriyat ayat 56: Sata NEF Me tee os Tl og GH elle ts; “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (menyembah) kepada-Ku.” Motivasi ekonomi Islam juga dimaksudkan untuk mewujudkan ke- sejahteraan sehingga setiap individu dapat melaksanakan dan komit- men terhadap ajaran agamanya.”° Dengan kesejahteraan yang mema- dai dan merata akan muncul efek-efek positif seperti solidaritas dan ketahanan sosial, komitmen yang kuat terhadap agama, ketahanan dan stabilitas ekonomi dan politik, dan sebagainya. Menurut Rasulullah, stabilitas itu muncul apabila terpenuhi segala kebutuhan manusia baik fisik maupun psikis. Rasulullah bersabda: = (+ , a. | sae oe wore als; ag atts at Joo la p25 od pach 3 ape of MW a 56 Bf ce cfef ns ct Gps hg a ty ain acy ar ay, cil 55 ld “Dari ‘Abd. Allah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh beruntung orang yang beragama Islam, diberi rezeki yang cukup, dan merasa puas dengan apa-apa yang diberikan oleh Allah.” (HR. Muslim) Rezeki yang cukup diimbangi dengan sikap menerima terhadap nikmat dan karunia Allah dengan cara mensyukurinya serta tidak ber- sikap rakus akan menciptakan stabilitas ekonomi yang pada giliran berikutnya juga akan mendorong adanya pertumbuhan dan pemba- ngunan ekonomi yang berkelanjutan. Kondisi umat Islam sebagaima- na dijelaskan dalam Hadis dia atas adalah umat yang sejahtera lahir dan batin. % Muhammad Syawai al-Fanjari, al-Islém wa al-Musykilah, hlm. 81. ® Mahmud al-Rabi, “al-Manhaj al-Islami fi al-Tanmiyyah al-Igtishadiyyah wa al-Ijti- mitiyyah”, dalam Majallah al-Dirdsah al-Tijériyyah wa al-Islémiyyah, Nomor 3 Tahun ke-1 Juli 1984 M., him. 31. | | 55 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi 5. Terciptanya Keseimbangan Pemuasan Kebutuhan Materiel dan Spiritual Umat Manusia Salah satu kekhasan ekonomi Islam adalah motif aktivitas ekonomi adalah mencari keuntungan dunia dan akhirat sebagai tugas khalifah Allah dalam kerangka ibadah dalam arti yang luas. Hal ini sesuai de- ngan perintah Allah agar manusia menggapai kebahagiaan akhirat tan- pa melupakan kebahagiaan dan kesejahteraan duniawi,®° sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah 28/al-Qashash ayat 77 di atas. Harta tidak semata-mata dimaksudkan untuk tercapainya kepuas- an secara materiel yang berkapasitas duniawi, pemenuhan kebutuhan fisik, tanpa memperhatikan aspek spiritual yang berupa pemenuhan kebutuhan psikis. Karena itu, dalam Islam terdapat aturan-aturan agar harta tidak hanya berfungsi sebagai pemuas hawa nafsu tetapi dalam rangka beribadah kepada Allah. Harta sangat penting, bahkan dalam ushal al-figh ia termasuk salah satu dari lima aspek yang dilindungi, yang terkenal dengan al-uméar al-dhardriyyah li al-nas yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.>' Hal ini sejalan dengan tujuan sya- ri’ah yaitu hikmah dan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, rahmat, kebahagiaan dan ke- bijaksanaan. Tindakan apa pun yang bertentangan dengan keadilan, dan mengubah rahmat menjadi kesulitan, kesejahteraan menjadi ke- sengsaraan dan hikmah menjadi kebodohan, maka semua itu tidaklah termasuk dalam bingkai syari’ah Islam.” Menurut Islam, kedudukan ekonomi tidak terletak pada materinya tetapi pada nilai dan manfaatnya. Sebuah harta dinyatakan berharga apabila harta itu mempunyai nilai manfaat dan sebaliknya jika harta itu tidak memberikan manfaat apalagi menimbulkan mudharat, maka tidak disebut berharga. Karena itu, barang-barang yang najis dan ha- ram, meskipun jika diperjualbelikan mahal, tidak dianggap bernilai dalam Islam. Minuman keras bermerek, misalnya, meskipun harga perbotolnya ratusan ribu bahkan jutaan rupiah, tidak dianggap sebagai barang yang bernilai dan berharga. ® Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000 M), him. 16 3 Wahbah al-Zuhayli, Ushi al-Fiqh al-Islémi, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2002 M.), hm. 102. 8 Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, dm al-Muwagi‘in, Juz Ill, (Beirut: Dar al-Kutub al- *Imiyyah, 1993 M.), him, 11. 56 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi E, TUJUAN DAN POSTULAT-POSTULAT EKONOMI ISLAM Sejalan dengan motivasi ekonomi di atas, secara umum ekonomi Islam mempunyai tujuan sebagai berikut: Pertama, menyediakan dan menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua orang untuk berperan serta dalam kegiat- an-kegiatan ekonomi. Peran serta individu dalam kegiatan ekonomi merupakan tanggung jawab keagamaan. Individu diharuskan menye- diakan dan menopang kebutuhan hidupnya sendiri dan orang-orang yang bergantung padanya. Individu harus kreatif dan penuh semangat. Di tingkat kolektif, sistem ekonomi Islam harus mampu menciptakan dan membuka peluang yang luas dan sama (equal) bagi setiap orang untuk berperan serta. Semangat partisipasi haruslah serasi dan koope- ratif. Segala jenis praktik yang keliru perlu diminimalisasi dan akhir- nya dilenyapkan. Islam yakin bahwa kerja sama ekonomi adalah kunci sukses. Efisiensi dan kemajuan ekonomi dapat tercapai dan diperta- hankan dalam suatu lingkungan yang membuat setiap orang bekerja secara serasi. Kedua, memberantas kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuh- an-kebutuhan dasar bagi semua individu masyarakat. Kemiskinan bu- kan hanya penyakit ekonomi, tetapi juga memengaruhi spiritualitas individu. Pendekatan Islam dalam pemberantasan kemiskinan adalah dengan merangsang dan membantu setiap orang untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Masyarakat dan penguasa dalam sistem ekonomi Islam berkewajiban untuk menjamin bahwa semua kebutuhan pokok individu terpenuhi. Efisiensi dan produkti- vitas ekonomi tidak akan tercapai jika kebutuhan-kebutuhan ini ti- dak terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh penduduk merupakan prasyarat bagi pencapaian stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Ketiga, mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, serta meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Islam memandang posisi ekonomi manusia tidak statis. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa se- gala yang ada di muka bumi diciptakan Allah untuk manusia. Gagas- an tentang peningkatan kesejahteraan ekonomi manusia merupakan sebuah proposisi religius. Karena terdapat sintesis antara aspek-aspek | | 57 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi materiel dan spiritual dalam skema Islam mengenai kegiatan manusia, kemajuan ekonomi yang dikehendaki Islam akan pula memberi sum- bangan bagi perbaikan spiritual manusia. Hal ini tentunya jika ekono- mi ditempatkan pada tempat yang sebenarnya, bukan sebagai tujuan segala kegiatan dan kehidupan manusia.* Dari motivasi dan tujuan ekonomi tersebut dapat dibuat postu- lat-postulat ekonomi Islam yang berupa kerangka konseptual ruang gerak ekonomi Islam. Pertama, alam semesta, termasuk manusia, ada- lah milik Allah yang memiliki kemahakuasaan dan kedaulatan sepe- nuhnya dan sempurna atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia meru- pakan tatanan makhluk tertinggi di antara makhluk-makhluk yang diciptakan-Nya dan segala sesuatu yang ada di muka bumi dan di la- ngit ditempatkan di bawah perintah manusia. Dia diberi hak untuk me- manfaatkan semua ini sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat yang sebanyak-ba- nyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah. Kedua, manusia adalah makhluk pengemban amanat Allah un- tuk memakmurkan kehidupan di bumi dan diberi kedudukan sebagai khalifah Allah yang wajib melaksanakan petunjuk-petunjuk-Nya. Ketiga, Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap peri- laku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Dia telah menetapkan kewajiban-kewajiban tertentu terhadap manusia; penampilan (perilaku) mereka yang ditetap- kan dalam hukum Allah (Syariah) harus diawasi oleh masyarakat se- cara keseluruhan berkenaan dengan hak-hak manusia dan kewajiban mereka dengan manusia lain. Keempat, status khalifah atau pengem- ban amanat Allah berlaku umum bagi semua manusia; tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keun- tungan dari alam semesta. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam kesempatannya, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu diciptakan Allah * Ibid., hh. 23-25. 58 a BAB 2 + Motivasi dan Tujuan Ekonomi dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka diperintah secara instingtif untuk hidup bersama, dan saling memanfaatkan kete- rampilan mereka masing-masing. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Islam memberikan superioritas kepada majikan terhadap pe- kerjaannya dalam kaitan dengan harga diri sebagai manusia atau de- ngan statusnya dalam hukum. Kelima, individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Tidak ada pembedaan yang bisa diterapkan atau di- tuntut berdasarkan warna kulit, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban ekonomi setiap individu disesuai- kan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial. Ke- enam, dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebajikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan. Manusia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Islam menentukan berbagai macam bentuk kerja yang halal dan yang haram. Kerja yang halal saja yang dipandang sah. Hasil kerja manusia diakui sebagai miliknya. Ketujuh, kehidupan adalah proses dinamik menuju peningkatan. Ajaran Islam memandang kehidupan manusia di dunia sebagai pacuan dengan waktu. Umur manusia sangat terbatas dan banyak sekali peningkatan yang harus dicapai dalam rentang waktu yang sangat terbatas itu. Ke- baikan dan kesempurnaan merupakan tujuan-tujuan dalam proses ini. Kedelapan, tidak boleh membikin mudarat dan tidak pula dimuda- ratkan baik mudarat yang direncanakan secara sadar dan dilakukan oleh seseorang atau tidak secara sadar. Mudarat harus dilenyapkan tanpa mempertimbangkan niat yang melatarbelakanginya. Namun, kita harus realistik bahwa menghilangkan mudarat sama sekali dari kehidupan manusia adalah tidak mungkin. Kesembilan, aktivitas eko- nomi berpusat pada dua hal kasb, yaitu mengusahakan, menghasilkan, dan memperoleh barang-barang (objektif), dan infak, yaitu menggu- nakan, memakai, dan menghabiskan barang-barang itu untuk keper- luan tertentu (subjektif) baik untuk pribadi, masyarakat, atau negara. Kesepuluh, pokok-pokok ekonomi berkenaan dengan kewajiban be- rusaha (wujub al-’amal), menghilangkan pengangguran (muqt al- bathdlah), mengakui hak milik (igrér al-milkiyah al-syakhshiyah), menjadikan harta untuk kesejahteraan agama dan sosial (ja’l al-mal fi a 59 BAB 3 PRODUKSI “Hendaklah seseorang di antara kalian berangkat pagi-pagi sekali menca- ri kayu bakar, lalu bersedekah dengannya dan menjaga diri (tidak minta- minta) dari manusia lebih baik daripada meminta kepada sescorang, di- beri ataupun tidak. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (memberi) kepada orang yang menjadi tanggungjawabmu”” (Hadis Nabi dari Ab Hurayrah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim) A. PENGERTIAN PRODUKSI Sejak manusia berada di muka bumi, produksi ikut juga menyer- tainya. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi. Menurut Adiwarman Karim, sesung- guhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.' Dalam bahasa Arab, arti produksi adalah al-intaj dari akar kata nataja, yang berarti mewujudkan atau mengadakan sesuatu, atau pela- yanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas.? Produksi adalah menciptakan manfaat atas sesuatu benda. Secara terminologi, kata produksi berarti menciptakan dan menambah ke- gunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan ber- tambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari semula. Secara umum, produksi adalah penciptaan guna (utility) yang berarti kemam- puan suatu barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi tertentu.> * Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007 M,), him. 102. ? Rustam Efendi, Produksi dalam Islam, (Yogyakarta: Megistra Insania Press 2003 M.) him. 11-12. 5 CE, Ferguson, Teori Ekonomi Mikro 2, (Bandung: Tarsito, 1983 M.), him. 1. HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan dis- tribusi. Kegiatan produksi yang menghasilkan barang dan jasa, ke- mudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa, kegiatan produksi melibatkan banyak faktor pro- duksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah in- put dengan output yang dapat dihasilkan dalam suatu waktu terten- tu. Dengan kata lain, produksi, distribusi, dan konsumsi merupakan rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya saling memengaruhi, namun produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan tersebut. Tidak ada distribusi tanpa produksi, sedangkan ke- giatan produksi merupakan respons terhadap kegiatan konsumsi atau sebaliknya. Dalam kajian ekonomi, produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh kon- sumen. Pada saat kebutuhan manusia masih sedikit dan sederhana, kegiatan produksi dan konsumsi dapat dilakukan oleh manusia se- cara sendiri. Artinya, seseorang memproduksi barang atau jasa ke- mudian dia mengonsumsinya. Akan tetapi, seiring dengan berjalan- nya waktu dan beragamnya kebutuhan konsumsi serta keterbatasan sumber daya yang ada (kemampuannya), maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan sendiri barang dan jasa yang dibutuhkannya, akan tetapi membutuhkan orang lain untuk menghasilkannya.> Oleh karena itu, kegiatan produksi dan konsumsi dilakukan oleh pihak-pihak yang berbeda. Dan, untuk memperoleh efisiensi dan meningkatkan pro- duktivitas lahirlah istilah spesialisasi produksi, diversifikasi produksi, dan penggunaan teknologi produksi. Dalam ekonomi Islam, produksi juga merupakan bagian terpen- ting dari aktivitas ekonomi bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu dari rukun ekonomi di samping konsumsi, distribusi, infak, zakat, nafkah, dan sedekah. Hal ini dikarenakan produksi adalah kegiatan “ arthur Thompson and John Formby, Economics of the Firm: Theory and practice (New Jersey: Prentice Hall, 1993 M.), hlm. 9-10. $ Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pembangunan Ekonomi Umat (Jakarta: Depertemen Agama RI, 2009 M,), him, 302. 62 a BAB 3 + Produksi manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang kemudian man- faatnya dirasakan oleh konsumen. Produksi dalam perspektif Islam tidak hanya berorientasi untuk memperoleh keuntungan yang seba- nyak-banyaknya, meskipun mencari keuntungan tidak dilarang. Da- lam ekonomi Islam, tujuan utama produksi adalah untuk kemaslahat- an individu dan masyarakat secara berimbang. Islam sesungguhnya menerima motif berproduksi sebagaimana motif dalam sistem ekono- mi konvensional, hanya saja lebih jauh Islam juga menambahkan nilai- nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bagi Islam memproduksi se- suatu bukanlah sekadar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual di pasar, tetapi lebih jauh menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial.* Dalam Al-Qur’an surah 57/al-Hadid ayat 7, Allah berfirman: phe bs gals dealt 23a Ce ys vil seis ay 55H ph iat, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah seba- gian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. ‘Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (se- bagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar” Dengan kata lain, di samping produksi dimaksudkan untuk men- dapatkan utilitas, juga dalam rangka memperbaiki kondisi fisik-ma- teriel dan spiritual-moralitas manusia sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam, yaitu keba- hagiaan dunia dan akhirat. Dalam ekonomi Islam terdapat keyakinan adanya Allah SWT sehingga peran dan kepemilikan dalam ekonomi dipegang oleh Allah. Konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif memaksimalkan keuntungan dunia tetapi lebih penting untuk mencapai secara maksimal keuntungan akhirat. Untuk menjamin terwujudnya kemaslahatan individu dan masyarakat, sistem ekonomi Islam menyediakan beberapa landasan teoretis seperti keadil- an ekonomi (al-‘addlah al-igtishddiyyah), jaminan sosial (al-takéful © Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Prenadame- dia Group, 2010 M.) him. 106. || 63 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi al-ijtima’7), dan pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi produktif secara efisien. Kegiatan produksi yang pada dasarnya halal, harus dilakukan de- ngan cara-cara yang tidak mengakibatkan kerugian dan madharat da- lam kehidupan masyarakat. Produksi barang-barang yang halal adalah dibenarkan, tetapi apabila produksi itu dilakukan dengan mengandung unsur tipuan atau pemerasan, maka hal ini tidak memenuhi landasan ekonomi Islam.’ Dilihat dari segi manfaat aktivitas produksi dalam ekonomi Islam terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, dibenarkan dalam syariah Islam, yaitu sejalan dengan ke- tentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi, ijma’ dan qiyas. Kedua, tidak mengandung unsur mudarat bagi orang lain. Ketiga, keluasan cakupan manfaat dalam ekonomi Islam yang mencakup manfaat di dunia dan akhirat.® B. KONSEP PRODUKSI DALAM HADIS NABI Rasulullah sangat menghargai umatnya yang selalu bekerja dan berproduksi dalam rangka memenuhi kebutuhan materiel dan spiri- tualnya.? la mendorong umat Islam agar rajin bekerja, berangkat pagi- pagi sekali untuk mencari karunia Allah agar dapat memberi dan ber- bagi nikmat kepada orang lain, tidak meminta-minta, dan agar dapat memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungjawab me- reka. Dalam hadis riwayat Aba Hurayrah, Nabi bersabda: 5s SN ss log os dh ay ete J 338 > 5 D5 A ge y git a Blass ath do bs ial Katey ARE oh ge shat ed ack Sys ats acss gf all Slag hes Gis tgp Ls 5 7 Ahmad Azhar Basyir, Garis Besar Sistem Ekonomi Islam, (Yogyakarta: BPFE, 1984 M.), him. 13. § Bandingkan dengan Jaribah ibn Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi, Umar bin al-Khath- thab, terjemah Asmuni Solihan (Jakarta: Khalifa, 2006 M.) him. 40. °‘Abd. al-Wahhab al-Washabi, al-Barakah fi Fadhl al-Sa‘t wa al-Harakah, (Kaito: Mak- tabah Khanji Dar Syurdiq, 2005 M.), him. 57-58. 64 a BAB 3 + Produksi “Dari Abit Hurayrah r.a., katanya, aku mendengar Rasulullah SAW ber- sabda, “Hendaklah seseorang di antara kalian berangkat pagi-pagi sekali mencari kayu bakar, lalu bersedekah dengannya dan menjaga diri (ti- dak minta-minta) dari manusia lebih baik daripada meminta kepada seseorang baik diberi ataupun tidak. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (memberi) kepada orang yang menjadi tang- gung jawabmu.” (HR. Muslim) Hadis di atas menjelaskan tentang beberapa hal terkait dengan aktivitas ekonomi, yaitu: (a) dorongan untuk rajin bekerja dengan me- rangkat pagi-pagi sekali, (b) dorongan untuk bekerja dan berproduksi, (c) dorongan untuk melakukan distribusi, (d) dorongan untuk hidup kesatria dengan tidak meminta-minta, dan (e) dorongan untuk ber- tanggung jawab dalam ekonomi keluarga. Aktivitas produksi mencakup semua pekerjaan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mulai dari bertani, berindustri, usaha jasa, dan lain sebagainya. Dalam perspektif Islam semua usaha itu masuk dalam kategori ibadah. Bahkan hal itu me- nempati porsi sembilan puluh persen dari ibadah. Sebab, bekerja yang produktif akan membantu manusia dalam menunaikan ibadah-ibadah wajib, seperti; shalat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya, semua ibadah itu menempati sepuluh persen dari ibadah.'° Bahkan, Rasu- lullah SAW mendorong untuk bekerja dan berproduksi serta melarang pengangguran walaupun manusia memiliki modal financial yang men- cukupi, sebagaimana sabda Rasul: “Yang paling pedih siksa manusia di hari kiamat adalah orang yang cukup yang menganggur” (HR. al- Daylami). Hadis ini menjadi landasan Ja’far yang mengatakan kepada Mu’azd ketika ia tidak bekerja karena kecukupan finansial dan kaya, dengan mengatakan: “Hai Mu’adz, apakah Anda tidak bisa berdagang atau Anda zuhud dalam hal itu?”. Mu’adz menjawab: “Saya bukannya tidak bisa berdagang dan tidak pula zuhud. Saya lakukan itu karena saya memiliki banyak harta dan harta itu cukup sampai saya mening- gal”. Kemudian Ja’far berkata: “Jangan kau tinggalkan pekerjaan itu, Muhammad Abd. al-Halim ‘Umar, “al-Manhaj al-Islami fi Majal al-Intdj”, dalam Sha- lih Kamil, Kitéb al-Qiydm al-Akhlaqiyyah al-Istamiyyah wa al-Iqtishdd, (Mesir: Pusat Riset Ekonomi Islam Universitas al-Azhar, 2000 M.), him. 12. a 65 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi karena hal itu akan menghilangkan nilai rasionalitas Anda.”"! Rasulullah mendorong umat Islam agar senantiasa berproduksi supaya mendapatkan dan menghasilkan sesuatu. Jika seseorang mem- punyai lahan produksi, tetapi ia tidak mampu untuk melakukannya, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain agar memproduksinya. Jangan sampai lahan produksi itu dibiarkan sehingga menganggur. Rasulullah bersabda: ied deat y 5 7 , WW as *% pig oto da he hh Ns 5 6 ae + we dt pe! wee cere 8ST wy ree re eee nid paced gle gonbg Giggs OM plete 7 OG pig GIES ty BY Ug “Dari Jabir r.a., katanya, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mem- punyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menanaminya. Jika ia tidak bisa atau tidak mampu menanami, maka hendaklah diserahkan kepa- da orang lain (untuk ditanami) dan janganlah menyewakannya.” (HR. Muslim) % Hadis di atas menenjelaskan tentang pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi. Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak disukai oleh Nabi Muhammad karena tidak bermanfaat bagi yang punya dan orang-orang di sekelilingnya. Sebaiknya tanah itu digarap untuk dapat ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan. Peng- garapan bisa dilakukan oleh si empunya tanah atau diserahkan kepada orang lain. Dalam Hadis di at: menggarap tanah yang dimilikinya agar terproduksi biji-bijian dan buah-buahan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan hajat hidup orang banyak. Nabi melarang membiarkan aset produksi yang berupa , Nabi menganjurkan agar umat Islam tanah menganggur tanpa sentuhan penggarapan karena di samping mubazir juga dapat mengurangi tingkat produksi pertanian. Menurut Muhammad ibn Hasan al-Syaybani (132-189 H/750-804), pekerjaan manusia dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni: ijarah (sewa-menye- "Muhammad al-Jamal, Mawsi’ah al-Iqtishad al-Islémi, (Mesir: Dar al-Kitab al-Mishr, 1989 M.), him. 147. 66 a BAB 3 + Produksi wa), tijérah (perdagangan), zird’ah (pertanian), dan shind’ah (indus- tri). Menurutnya, lapangan pekerjaan yang terbaik adalah pertanian.'? Dalam menjalankan aktivitas produksi harus diperhatikan aspek kehalalan. Dalam ekonomi Islam, tidak semua aktivitas yang meng- hasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat terkait erat dengan halal haramnya suatu ba- rang atau jasa dan cara memperolehnya. Dengan kata lain, aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang dapat dise- but sebagai aktivitas produksi." Karena itu, menurut M.M. Metwally, dalam sebuah perusahaan misalnya, asumsi-asumsi produksi harus dilakukan untuk barang halal dengan proses produksi dan pasca-pro- duksi yang tidak menimbulkan kemudaratan. Semua orang diberikan kebebasan untuk melakukan usaha produksi asalkan halal dan tidak menimbulkan kemudaratan itu.'* Rasulullah menghendaki keseimbangan antara produksi dan kon- sumsi, tidak terjadi isréf (berlebih-lebihan) baik dalam hal produk- si maupun konsumsi. Seorang produsen atau konsumen tidak boleh melakukan isrdf, tetapi hendaknya dalam memproduksi atau mengon- sumsi itu dilakukan dengan moderat. Kegiatan produksi dan konsum- si harus dilakukan secara seimbang sehingga akan terwujud stabilitas ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam Shahih al-Buk- hari dan Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: 1th 505 aie oh pS Fath of nes 28h ot ae whe Bags log he th So a dyes ti oe Sao shall Uk & ae dF ikl a 3 gibit iy del bs dD Ag pt pac del pct Bin se Sh 3h Gots oll ys 4 Ay] pt " Lihat dalam Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja- Grafindo Persada, 2006 M.), him. 257. * Ibid. «MLM. Metwally, “A Behavioural Model of An Islamic Firm,” dalam Readings in Micro- economics: An Islamic Perspektif, (Malaysia: Longman Malaysia, 1992 M.), him, 131-138. a 67 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi -Ge2 tig Tb “Dari ‘Urwah ibn Zubayr dan Sa’id ibn al-Musayyib bahwa Hakim ibn Hizdm berkata: Aku meminta (sesuatu) kepada Nabi SAW lalu ia mem- berikannya kepadaku kemudian aku memintanya lagi dan memberikan kepadaku, lalu aku minta lagi dan ia memberiku lagi. Kemudian Nabi bersabda, “Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini hijau (indah) lagi manis. Barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, maka akan diberkahi dan barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang boros, maka tidak akan diberkahi seperti orang yang makan tapi tidak kenyang-kenyang. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?” (HR. al-Bukhari) SF al log ote a Le gis Tks Oe oe 5 pS OF Be Gar dich tik 3 26 F gihbt dhe @ gibt 5 op Da a pe iy diel tas ag DAS py “Dari Hakim ibn Hizam, katanya: Aku meminta (sesuatu) kepada Nabi SAW lalu ia memberikannya kepadaku kemudian aku memintanya lagi dan ia memberikan kepadaku, lalu aku minta lagi dan ia memberiku lagi. Kemudian Nabi bersabda, “Sesungguhnya harta ini hijau (indah) lagi manis, Barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, maka akan diberkahi dan barangsiapa yang mengambilnya dengan jiwa yang boros, maka tidak akan diberkahi seperti orang yang makan tapi tidak kenyang-kenyang. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.” (HR. Muslim) Aktivitas produksi dan konsumsi merupakan kegiatan yang sangat berkaitan yang tidak dapat dipisahkan karena satu sama lainnya saling berhubungan dalam sebuah proses kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, aktivitas produksi harus balance dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya tidak balance maka akan terjadi ketimpangan dalam kegi- atan berekonomi. Hal ini dapat dideskripsikan, apabila barang/jasa yang diproduksi itu lebih banyak dari permintaan konsumsi maka 68 a BAB 3 + Produksi akan terjadi ketimpangan ekonomi yaitu berupa penumpukan out- put produksi sehingga terjadi kemubadziran. Inilah yang disebut israf (produksi yang berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap seba- gai bentuk dosa sehingga output produksi itu tidak ada nilai maslahah dan kehilangan berkahnya. Sebaliknya, jika permintaan konsumsi le- bih banyak dari output produksi, maka akan menimbulkan problema- tika ekonomi yang berupa tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan ketidakstabilan sosial ekonomi. Demikian pula, Islam melarang seseorang memproduksi atau me- ngonsumsi produk atau barang yang haram seperti alkohol, babi, an- jing, bangkai, heroin, narkotika, binatang yang tidak disembelih atas nama Allah, dan binatang buas. Hal ini berbeda dengan konsep pro- duksi dalam tatanan ekonomi konvensional yang tidak mengenal istilah halal dan haram, karena yang menjadi prioritas kerja sistem ekonomi ini adalah memenuhi keinginan pribadi dengan mengumpulkan laba, harta, dan uang, tanpa mempersoalkan apakah produksi itu halal atau haram.'> Rasulullah memperingatkan dengan keras agar menghindari barang-barang atau produk-produk yang haram, sebagaimana disab- dakannya: ely at ts ce ah 6 di ts th cog gst gf oat in sb AUS sel bass ch dy i duds eit Sskegl Ap ge og bits ts fo hs og A ce Ud Hyg) tas OF Bag ads ys Bhs 3 a oe oktcly SA eqissh “Dari Nu’mén ibn Basyir r.a. katanya, Nabi SAW bersabda, “Yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas, dan di antara keduanya adalah per- kara yang samar-samar (subhat). Maka barangsiapa yang meninggalkan sesuatu dosa yang samar, maka pada dosa yang jelas akan lebih mening- galkannya. Barangsiapa yang terjatuh pada suatu dosa yang diragukan, maka lebih dekat terjatuh pada dosa yang lebih jelas. Maksiat itu pan- ‘5 Mohammad Nejatullah Siddiqi, Kegiatan Ekonomi dalam Islam, (Jakarta: Bumi Ak- sara, 1996 M.), him. 46. || 69 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi tangan Allah, barangsiapa mengelilingi sekitar pantangan itu, maka bisa jadi ia jatuh ke dalamnya.” (HR. al-Bukhari) Islam dengan tegas mengklasifikasikan barang-barang (sil’ah) atau komoditas ke dalam dua kategori. Pertama, barang-barang yang disebut Al-Qur’an dengan thayyibat, yaitu barang-barang yang secara hukum halal dikonsumsi dan diproduksi. Kedua, khabdits, yaitu ba- rang-barang yang secara hukum haram dikonsumsi dan diproduksi,'* seperti penegasan Al-Qur’an dalam surah 7/al-A’raf ayat 157: ee ds of as Sth op poet saath, paps ey ine Ea gh IBY sere 2555 Boasy Sm pgs ~Syflaah 38 SB ts PT cosh ap aig tapas tig “(Yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (nama- nya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakan- nya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qurian), mereka itulah orang-orang yang beruntung” Aktivitas produksi didorong oleh Rasulullah dan dilakukan oleh para sahabatnya. Para sahabat Nabi sangat rajin dalam bekerja. Ke- banyakan mereka sebagai pedagang dan memproduksi serta menjual barang-barang tertentu. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan mereka mempunyai semangat untuk bekerja se- bagaimana kata ‘Aisyah, istri Nabi: ER RES Bh path DEE pagar the A ps cde (Para sahabat Nabi adalah pekerja untuk diri mereka sendiri dan me- ' Rustam Efendi, Produksi dalam Islam, (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003 M.) him. 14. 70 a BAB 3 + Produksi reka mempunyai semangat kerja yang tinggi). Memproduksi sesuatu dengan hasil karya sendiri sangat disukai oleh Rasulullah, bahkan Nabi Dawud a.s. mengonsumsi sesuatu yang diproduksinya sendiri. Dalam suatu Hadis riwayat Miqd4m, Rasulullah bersabda: .. * Sy tae ee ot hited ET a 2 pg ade At dhe BH ots 36 to A as ELD fs SH at 25 cet eb * SF ere Le rach fet pe ale 595 2 Lig a Jab ge 8b Of 5, px bs va tel p28 ty 08 6 5p RU “Dari Migdém r.a. dari Nabi SAW ia bersabda, “Tidaklah seseorang me- ngonsumsi makanan yang lebih baik daripada mengonsumsi makanan hasil kerja (produksi)-nya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud a.s. mengonsumsi dari hasil kerjanya sendiri.” (HIR. al-Bukhari) Sebaliknya, Rasulullah sangat mencela seorang Muslim yang ma- las, tidak mau bekerja, dan suka meminta-minta pada orang lain seba- gaimana sabdanya: CAD de 35 ghey ate tn Le i Mes 6 6 8 af 3 Git tgy Bend J peed ys des ep ops hugh “Dari Abii Hurayrah, katanya: Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa meminta-minta harta kepada orang lain dalam rangka untuk mem- perbanyak (hartanya), sesungguhnya ia meminta bara api, maka henda- Klah ia mempersedikit atau memperbanyaknya’ (HR. Muslim) 2 soe eae ee as fb hh de Ls al pe 8 5 gdh 3 gis acted os abe pt Des ep Op te key Gis thy (F “Dari Hamzah ibn ‘Abd. Allah ibn ‘Umar bahwa ia mendengar ayahnya berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah sescorang meminta-miinta kepada orang lain hingga datang pada hari kiamat dan di wajahnya tidak terdapat sedikit daging pun.” (HR. Muslim) Dalam Hadis lain, Nabi SAW menganjurkan bekerja dan berpro- duksi yang disertai dengan kejujuran bahkan ia memberikan dorongan | | 71 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi optimisme bahwa pedagang yang jujur akan masuk surga bersama para nabi, para syuhada’, dan orang-orang jujur, sebagaimana sabdanya: Eh tae We Te a ae ee en i Keo ait Apts IG SG ee teh pas cep yee of 38 eh chee ge oe oy ee tate ye eRe ee ee oe gs Sei GW ps Spek BAT ph gis wl wcfee ate Sy fe, Sp Aete WE 72D ete. te petted spling ae ail Soo sal 525 JE ER ty, obs ceed ata sesh ce istge ei ge ot dos 2) bet aaah 635 AS Bias FA 6s LM Spiel jo tel “Dari Abii Sa’id al-Khudzri r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pe- dagang yang tepercaya, jujur akan bersama dengan para nabi, para shid- digin, dan syuhada”. (AR. al-Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad, Rasu- lullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur lagi tepercaya akan bersama dengan para Nabi, para shiddigin, dan para syuhada’ pada hari Kiamat?” (HR. Ahmad) C. TUJUAN DAN PRINSIP-PRINSIP PRODUKSI DALAM ISLAM Tujuan produksi dalam Islam sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan diciptakan dan diturunkannya manusia ke muka bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi (2/al-Bagarah: 30), pemak- mur bumi (imdrah al-ardh) (11/Had: 61), yang diciptakan untuk be- ribadah kepada-Nya (51/adz-Dzériyat: 56).'’ Dengan memahami tu- juan penciptaan manusia tersebut, kita lebih mudah memahami tujuan produksi dalam Islam.'* Sebagai khalifah, manusia mendapat amanat untuk memakmurkan bumi. Ini berarti bahwa manusia diharapkan manusia campur tangan dalam proses-proses untuk mengubah dunia dari apa adanya menjadi apa yang seharusnya. Sejalan dengan berla- kunya hukum alam (sunnatullah), alam telah dirancang oleh Allah un- tuk tunduk pada kepentingan manusia, dirancang dan dimaksudkan untuk memenuhi kesejahteraan manusia.'° "’Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, Tafsir Al-Qur’an Tematik: Pembangunan Ekonomi Umat, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009 M.), hm. 304. 8 [bid., hlm. 310-315. © Ismail Raji al-Farugi, Islam: Sebuah Pengantar, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1992 M), him. 63. 2 a BAB 3 + Produksi Karena itu, mereka harus melakukan berbagai aktivitas termasuk di bidang ekonomi di antaranya berproduksi. Melakukan aktivitas produksi merupakan kewajiban manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga tercapai kesejahteraan lahir dan batin. Semua aktivitas ekonomi tersebut dimaksudkan sebagai bagian dari ibadah dan rasa syukur kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta, sebagai rahmat dan karunia yang diberikan-Nya kepada manusia. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan po- kok umat manusia dan berusaha agar setiap orang dapat hidup de- ngan layak, sesuai dengan martabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain, tujuan produksi adalah tercapainya kesejahteraan ekonomi. Menurut M. Abdul Mannan, sebagaimana dikutip oleh Eko Suprayit- no, dalam sistem produksi Islam, konsep kesejahteraan ekonomi digu- nakan dengan cara yang luas, dengan bertambahnya pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya produksi melalui pemanfaatan sum- ber-sumber daya secara maksimum, baik manusia maupun alam (ben- da) serta ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses pro- duksi.*” Dengan demikian, semakin bertambahnya income pendapatan manusia dan semakin banyaknya manusia yang terlibat dalam kegiatan produksi, maka kesejahteraan manusia akan dapat terwujud secara lebih luas. Menurut M.N. Shiddigi, sebagaimana dikutip oleh Rustam Efendi, produksi dalam Islam mempunyai beberapa tujuan, yaitu: (a) peme- nuhan kebutuhan-kebutuhan individu secara wajar, (b) pemenuhan kebutuhan-kebutuhan keluarga, (c) bekal untuk generasi mendatang, dan (d) bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.?" Dalam ekonomi konvensional, tujuan produksi secara makro adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mencapai kemakmuran nasional suatu negara. Secara mikro, tujuan produksi meliputi: (a) menjaga kesinambungan usaha perusahaan dengan jalan meningkatkan proses produksi secara terus-menerus, (b) meningkat- ® Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008 M,), hlm. 178-179. 2 Rustam Efendi, Produksi, hlm. 27-33. a 2B HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi kan keuntungan perusahaan dengan cara meminimumkan biaya pro- duksi, (c) meningkatkan jumlah dan mutu produksi, (d) memperoleh kepuasan dari kegiatan produksi, dan (e) memenuhi kebutuhan dan kepentingan produsen serta konsumen. Terlihat bahwa di antara tu- juan produksi dalam ekonomi konvensional adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam Islam yang bertujuan untuk memberikan maslahah yang maksimum bagi konsumen. Walaupun tujuan utama ekonomi Islam adalah memaksi- malkan maslahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemaslahatan yang bisa di- wujudkan dalam berbagai bentuk di antaranya: (a) memenuhi kebu- tuhan manusiawi pada tingkat moderat, (b) menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya, (c) menyiapkan persediaan barang/ jasa di masa depan, dan (d) memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.”? Dengan demikian, tujuan produksi dalam Islam adalah untuk me- menuhi segala bentuk kebutuhan manusia. Dengan terpenuhinya ke- butuhan manusia ini diharapkan bisa tercipta kemaslahatan atau kese- jahteraan baik bagi individu maupun kolektif. Produksi tidak hanya dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan individu saja akan tetapi juga harus dapat mencukupi kebutuhan umat Islam pada umumnya. Di samping itu, dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan pro- dusen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan materiel dan spritual untuk menciptakan maslahah, maka motivasi produsen tentu juga mencari maslahah, yang juga sejalan dengan tu- juan kehidupan umat Islam.25 Prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi ada- lah kesejahteraan ekonomi yang merupakan salah satu tujuan kegiatan produksi. Kesejahteraan ekonomi tidak hanya menjadi tujuan ekono- mi Islam, dalam sistem kapitalis terdapat pula konsep memproduksi % Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008 M), him. 233. ® [bid., him. 239-240. 74 a BAB 3 * Produksi barang dan jasa yang didasarkan pada asas kesejahteraan ekonomi. Hanya saja, kesejahteraan menurut ekonomi Islam tidak boleh men- gabaikan pertimbangan kesejahteraan umum yang menyangkut per- soalan-persoalan moral, pendidikan, agama dan sebagainya, berbeda dengan ekonomi kapitalis yang mengukur kesejahteraan ekonomi dari segi materi semata.”* Dapat dikatakan bahwa tujuan produksi dalam Islam adalah untuk menciptakan maslahah yang optimum bagi individu ataupun manusia secara keseluruhan. Dengan maslahah optimum ini, maka akan dica- pai falah (keberuntungan) yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup manusia. Falah adalah kemuliaan hi- dup di dunia dan akhirat yang akan memberikan kebahagiaan yang hakiki bagi manusia. Kemuliaan dan harkat martabat manusia harus mendapat perhatian utama dalam keseluruhan aktivitas produksi. Se- gala aktivitas yang bertentangan dengan kemuliaan dan harkat marta- bat kemanusiaan dapat dikatakan bertentangan dengan ajaran Islam. Sejalan dengan tujuan produksi dalam Islam di atas, ada beberapa prinsip produksi menurut ajaran Islam, yaitu: (a) memproduksi ba- rang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi, (b) mence- gah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memeli- hara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam, (c) produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran, (d) produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat, (e) produksi dimaksud- kan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas mental-spiritual ataupun fisik, (f) produksi terkait dengan tugas ma- nusia di muka bumi sebagai khalifah Allah, yaitu memakmurkan bumi dan alam semesta, (g) teknik produksi diserahkan kepada keinginan, kapasitas, dan kemampuan manusia, (h) dalam berinovasi dan bereks- perimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, meng- hindari mudarat dan memaksimalkan manfaat,” (i) mengoptimalkan ™ M, Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1997 M.) him. 54. 25 Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana Pre- nadamedia Group, 2010 M.) him. 101. | | 75 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi fungsi dan kreativitas indra dan akal, (10) memberdayakan alam se- mesta sebagai sumber daya produksi, (j) terjadinya keseimbangan an- tara aktivitas produksi untuk kehidupan dunia dan akhirat, (k) aktivi- tas produksi dilandasi oleh moral dan akhlak mulia, dan (1) produksi ramah lingkungan. D. MEKANISME PRODUKSI DALAM ISLAM Berdasarkan pertimbangan kemaslahatan (altruistic considera- tions), menurut M. Abdul Mannan, pertimbangan mekanisme produksi tidak semata-mata didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva permintaan pasar tidak dapat memberikan data se- bagai landasan bagi suatu perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya dalam sistem konvensional, perusahaan diberikan kebebasan untuk berproduksi, namun cende- rung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar (ef- fective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyara- kat terabaikan.”° Gambaran mekanisme produksi dalam Islam dapat dilakukan den- gan menggunakan analisis kurva atau garis. Gambaran mekanisme produksi adalah menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang diproduksi dan biaya yang dikeluarkan. Hal ini dapat digambar meng- gunakan kurva sebagai berikut: a. Kurva Biaya (Cost) Untuk memproduksi suatu produk tertentu dibutuhkan biaya tetap (fixed cost = FC) dan biaya keseluruhan (total cost = TC). Produk yang dihasilkan dijual untuk mendapatkan penerimaan, maka akan di temukan total penerimaan dari hasil penjualan produk atau disebut to- tal revenue (TR). Hubungan antara FC, TC dan TR dapat digambar- kan dalam grafik Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi berikut: 2% M.Abdul Mannan, “The Behaviour of The Firm and Its Objective in an Islamic Frame- work”, dalam Readings in Microeconomics: An Islamic Perspektif (Malaysia: Longman, 1992 M.), him. 120-130. 76 a BAB 3 * Produksi Revenue/Permintaan 4 Quantitas Biaya yang dikeluarkan oleh produsen dibedakan menjadi biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Fixed cost adalah besaran biaya yang dikeluarkan tidak dipengaruhi oleh berapa banyak output atau produk yang dihasilkan. Variabel cost adalah biaya yang besarnya ditentukan langsung oleh berapa banyak output yang dihasilkan. Total cost adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang (FC = FC + VC). Total penerimaan (total revenue) adalah jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual. Adanya beban bunga yang harus dibayar produsen (sebagai biaya tetap), maka biaya tetap produsen naik, yang gilirannya juga meningkatkan biaya total dari TC ke Tei. Naiknya biaya total akan menggeser atau mendorong titik i,pas (break even point) dari suatu Q ke Q berikutnya. Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Bunga berikut: HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi b. Kurva Penerimaan (Revenue) Dalam kaitan dengan total penerimaan ada tiga model, yaitu: Re- venue Sharing (rs), Profit Sharing (ps), dan Profit and Lose Sharing (pls). 1) Revenue Sharing Dalam sistem bagi hasil yang berubah adalah kurva total peneri- maan (TR). Kurva ini akan berputar ke arah jarum jam dengan titik O (origin) sebagai sumbu putarnya. Kurva TR ini akan berputar se- hingga dapat sampai mendekati sumbu horizontal sumbu X. Revenue Sharing adalah mekanisme bagi hasil di mana seluruh bia- ya ditanggung oleh pengelola modal. Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Titik BEP adalah titik impas yang terjadi ketika TR berpotongan dengan kurva TC (BEP terjadi ketika TR = TC). Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Revenue Sharing berikut: Rp, 4 Q Mekanisme revenue sharing memiliki persamaan dan perbedaan dengan mekanisme bunga. Persamaannya adalah bergesernya Q ke Qi/ Qrs (bahwa Qi > Q dan Ors > Q) pada kedudukannya di titik BEP. Sementara perbedaannya adalah jika mekanisme bunga yang bergerak adalah kuva biaya tetap dan biaya total, namun pada mekanisme reve- nue sharing kurva yang bergeser adalah kurva total penerimaan (TR) searah jarum jam. 78 a BAB 3 * Produksi 2) Profit Sharing Dalam akad hukum ekonomi Islam dikenal akad mudhdrabah, yaitu akad yang disepakati antara pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman pembagian keun- tungan. Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Profit Sharing berikut: Penerimsan (Rp) t TR TRps Pada profit sharing, seluruh biaya ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi adalah keuntungan. Kurva TR pada mekanisme bagi ha- sil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan). Di samping akad mudhdrabah, ada akad musydrakah. Bagi un- tung yang terjadi pada tataran atas tidak perlu simetris dengan bagi rugi yang terjadi pada tataran bawah, karena bagi untung berdasarkan nisbah, sedangkan bagi rugi berdasarkan penyertaan modal masing- masing. 3) Profit dan Loss Sharing Dalam akad bagi untung dan bagi rugi dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi untung dan bagi rugi tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi untung didasarkan pada nisbah, se- mentara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan modal. Bagi untung terjadi antara kurva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kurva TC dan TR, dengan sumbu putarnya dari titik 0. Objek yang dibagihasilkan adalah TR — TC. a 79 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi Dalam merancang suatu kegiatan produksi, ada beberapa lang- kah yang perlu diperhatikan, yaitu: Pertama, meramalkan permintaan dengan menentukan jumlah produksi barang yang dibutuhkan pasar dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu, ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan: (a) mengumpulkan informasi mengenai kebutuhan para pelanggan, (b) melakukan riset mengenai besarnya pasar dan persaingan yang dihadapi dalam pasar tersebut, dan (c) apabila di- perlukan, meminta jasa konsultan atau orang-orang yang mempunyai kompetensi untuk melihat prospek usaha dalam memasarkan barang- nya. Kedua, merencanakan kapasitas produksi, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Ketiga, memilih lokasi usaha dengan terlebih dahulu mempertimbangkan biaya-biaya yang akan dikeluar- kan; biaya untuk tenaga kerja, pembelian tanah untuk usaha, listrik, cukup tidaknya tenaga ahli, dan sebagainya. Keempat, merancang tata letak usaha. Kelima, melaksanakan kegiatan produksi.2” E. FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI DALAM ISLAM Dalam sistem ekonomi konvensional, produksi diartikan dengan upaya atau kegiatan untuk menambah nilai pada suatu barang. Arah kegiatan ditujukan kepada upaya-upaya pengaturan yang sifatnya da- pat menambah atau menciptakan kegunaan (utility) dari suatu barang atau jasa. Untuk melaksanakan kegiatan produksi tersebut tentu saja perlu dibuat suatu perencanaan yang menyangkut apa yang akan di- produksi, berapa anggaran dan bagaimana pengendalian dan peng- awasannya. Bahkan perlu dipikirkan pula ke mana hasil produksi akan didistribusikan karena pendistribusian dalam bentuk penjualan hasil produksi pada akhirnya merupakan penunjang untuk kelanjut- an produksi. Pada hakikatnya, kegiatan produksi akan dapat dilak- sanakan bila tersedia faktor-faktor produksi. Secara garis besar, faktor-faktor produksi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu faktor manusia dan faktor non-manusia. Yang termasuk faktor manusia adalah tenaga kerja atau buruh dan wira- usahawan, sementara faktor non-manusia adalah sumber daya alam, ® Sadono Sukirno et al., Pengantar Bisnis, (Jakarta: Prenadamedia, 2004 M.), him. 156- 164. 80 a BAB 3 * Produksi modal (kapital), mesin, alat-alat, gedung, dan input-input fisik lainnya. Di kalangan para ahli ekonomi Muslim, belum ada kesepakatan tentang faktor-faktor produksi. Menurut al-Mawdddi, faktor pro- duksi terdiri atas amal atau kerja (labour), tanah, (land), dan modal (capital). Adapun menurut M. Abdul Mannan, faktor produksi ha- nya berupa amal (kerja) dan tanah. Modal bukanlah merupakan fak- tor produksi yang independen, karena modal bukanlah faktor dasar. Modal merupakan manifestasi dan hasil atas suatu pekerjaan. Dalam ekonomi konvensional, modal (capital) yang telah diberikan menuntut adanya return, yang biasanya berupa bunga.> Abd@ Su’fd menyatakan bahwa faktor-faktor produksi dalam Is- lam sama dengan faktor-faktor produksi dalam ekonomi konvensio- nal, yaitu: sumber daya alam (tanah), usaha manusia (tenaga kerja), modal (kapital), dan organisasi (wirausaha). Baik modal fisik mau- pun uang akan mengalami depresiasi sementara tanah tidak, sehingga sewa tetap (fixed rent) dapat dikenakan pada modal tetapi tidak dapat dikenakan pada tanah. Sewa tetap ini bisa mencakup biaya untuk pe- meliharaan dan depresiasi. Implikasi dari hal tersebut adalah bahwa pemanfaatan tanah dengan cara muzdra’ah yaitu bagi hasil pertanian (share cropping) lebih sesuai daripada sewa tanah untuk pertanian.” Karena itu, Rasulullah melarang sewa tanah untuk pertanian, sebagai- mana sabdanya: . = les l-. a ay . . oS BF oA leg ats tt Lee dh Jy Hi ch ue le 3 GEAtg) ai “Dari Jabir ibn ‘Abd Allah bahwasanya Rasulullah SAW melarang menye- wakan tanah pertanian” (HR. Muslim) Meskipun terjadi perbedaan pendapat di atas, beberapa ahli eko- nomi Islam, sebagaimana ahli ekonomi konvensional, membagi fak- tor-faktor produksi menjadi empat, yaitu tanah (sumber daya alam), tenaga kerja (sumber daya manusia), modal, dan organisasi.°° % Said Sa’ad Marthan, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global, hlm.1. ® Mustofa Edwin Nasution, Ekonomi Islam, hlm.103. %M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam, him. 55-60. a 81 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi 1. Sumber Daya Alam Allah menciptakan alam di dalamnya mengandung banyak seka- li kekayaan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia. Manusia sebagai makhluk Allah hanya bisa mengubah kekayaan tersebut menjadi ba- rang kapital atau pemenuhan yang lain. Menurut ekonomi Islam, jika alam dikembangkan dengan kemampuan dan teknologi yang baik, maka alam dan kekayaan yang terkandung di dalamnya tidak akan terbatas, berbeda dengan pandangan ilmu ekonomi konvensional yang menyatakan kekayaan alam terbatas dan kebutuhan manusia yang ti- dak terbatas. Islam memandang kebutuhan manusia bersifat terbatas dan hawa nafsu mereka yang tidak terbatas. Sumber daya alam diciptakan Allah untuk dikelola oleh umat ma- nusia. Seluruh isi bumi, secara sengaja diciptakan oleh-Nya untuk ke- pentingan dan kebutuhan manusia. Allah berfirman: 7 ea = oan . «fe pill: Be Se shah gd LS aii gl 28 gle dl ga ple ott I Bs oe “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. 2/al-Bagarah: 29) Tanah merupakan sumber daya alam yang diperuntukkan bagi manusia agar diolah sehingga dapat menjadi lahan produktif. Sejak diciptakan dan ditempatkan di bumi, manusia pertama, yaitu Adam dan istrinya, Hawa, telah memulai kerja mengolah tanah yang dapat menumbuhkan dan memproduksi tanam-tanaman dan tumbuh-tum- buhan. Allah menempatkan mereka berdua di bumi sebagai tempat untuk hidup sampai ajal menjemput. Allah berfirman: ger A Bess Js Sere a et 3 kh “Dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (QS. 2/al-Baqarah: 36) Aktivitas produksi pertanian kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah 30/ar- Rim ayat 9: 82 a BAB 3 * Produksi eS AS Wht pi Mant HS ae oe wei wt Est at Bok slanggae Ue ST tages CoS Lats O58 pa A “Apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan mem- perhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan.” Allah menurunkan hujan sehingga tanah atau bumi menjadi hijau dan menumbuhkan banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh manusia dan binatang yang ada di atasnya. Ia berfirman: 2) tee ae a ie spe es ce KY at dt al &y Sak sgt ate we gee 5g. Go ay 3d “a5 “Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari langit lalu jadilah bumi itu hijau. Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (QS. 22/al-Hajj: 63) es Lebih jelas lagi, Allah menerangkan bahwa dari tanah yang mati (tandus), setelah turunnya hujan itu, menjadi subur sehingga menum- buhkan biji-bijian yang dapat dikonsumsi oleh umat manusia. Allah berfirman: z 2b pot yee et, popes. a = Sgt a5 & ge ash was tall ath oh Gi “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka adalah tanah yang mati (tandus), Kami hidupkan tanah itu dan Kami keluarkan dari- padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan? (QS. 36/Yasin: 33) Konsep tanah sebagai sumber daya alam mengandung arti yang luas termasuk semua sumber yang dapat diperoleh dari udara, laut, gunung, sampai dengan keadaan geografis, angin, dan iklim terkan- dung dalam cakupan makna tanah. Menurut Suherman Rosyidi, tanah bukanlah sekadar tanah untuk ditanam atau ditinggali saja, tetapi ter- || 83 HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi masuk pula di dalamnya segala sumber daya alam.>' Pada hakikatnya, seluruh alam ini berperan memberikan faedah kepada manusia dan mereka boleh menggunakan sumber daya alam yang tersembunyi dan berpotensi untuk memuaskan keinginan manusia yang sesungguhnya tidak terbatas.>? Jelasnya, tanah (land) yang merupakan sumber alam meliputi se- gala sesuatu yang ada di dalam, di luar, ataupun di sekitar bumi yang menjadi sumber-sumber ekonomi, seperti pertambangan, pasir, tanah pertanian, sungai, dan lain sebagainnya. Bumi biasa diberdayakan un- tuk pertanian, perternakan, pendirian kawasan industri, perdagangan, sarana transportasi, ataupun pertambangan. Termasuk dalam faktor produksi tanah adalah: (a) bumi (tanah) yang mencakup permukaan tanah yang di atasnya manusia dapat berjalan, mendirikan bangunan, rumah, dan perusahaan, (b) mineral seperti logam, bebatuan dan se- bagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat dimanfaat- kan oleh manusia, (c) gunung sebagai suatu sumber lain yang menja- di sumber tenaga asli yang membantu dalam mengeluarkan harta kekayaan. Gunung-gunung berfungsi sebagai penadah hujan dan ke- mudian menjadi aliran sungai-sungai, dari situ banyak makhluk men- dapatkan rezeki masing-masing, (d) hutan sebagai sumber kekaya- an alam yang penting. Hutan memberikan bahan api, bahan-bahan mentah untuk industri kertas, damar, perkapalan, perabotan rumah tangga, dan sebagainya, dan (e) hewan yang mempunyai kegunaan memberikan daging, susu, dan lemak untuk tujuan ekonomi, industri, dan perhiasan. Sebagian hewan digunakan untuk tenaga kerja dan alat transportasi. Sebagian dari fungsi tanah antara lain dijelaskan dalam Al-Qur’an surah 32/as-Sajadah: 27 sebagai berikut: pam ae FE ss A gh pith auch 525 Gigs By 4 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi; Pendekatan kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, Cet. ke 3 (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999 M.), him. 56. ® Afzahur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1, terjemah Soeroyo dan Nastangin (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995 M.) him. 225. 84 a BAB 3 * Produksi “Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami mengha- lau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tum- buhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri, Maka apakah mereka tidak memper- hatikan?” (QS. 32/as-Sajadah: 27). Ayat di atas menjelaskan tentang fungsi tanah sebagai penyerap air hujan dan kemudian tumbuh tanaman-tanaman dengan beragam jenisnya. Tanaman itu dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam. Tanaman tersebut juga dikonsumsi oleh hewan ternak, hewan ternak diambil manfaatnya (diproduksi) oleh manusia dalam berbagai bentuknya seperti diambil daging, susu, dan lain sebagainya. Ayat tersebut juga mendorong manusia untuk berpikir tentang pe- manfaatan sumber daya alam dan proses terjadinya hujan. Jelas sekali terdapat petunjuk adanya siklus produksi dari proses turunnya hujan kemudian tumbuh tanaman, menghasilkan dedunan dan buah-buahan yang segar, lalu dikonsumsi oleh manusia dan hewan, dan selanjutnya hewan dikonsumsi oleh manusia. Siklus mata rantai makanan yang berkesinambungan yang dijelaskan dalam ayat di atas, tentunya harus disertai dengan prinsip efisiensi dalam memanfaatkan seluruh hasil produksi. Allah berfirman: wdegpith 22 Sy apf pty Ws “Makan dan minumlah kalian dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguh- nya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. 7/ al-Araf: 31). Rasulullah menyarankan agar sumber daya alam yang berupa tanah hendaknya digarap sebagai lahan produksi. Tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi. Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak memberikan bermanfaat bagi manusia. Sebaiknya tanah itu digarap, ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen sehingga dapat memenuhi kebutu- han dasar berupa pangan. Rasulullah bersabda: Spb a ce 55 play oe a be dh ys 6 do a Gp pla asd gan Wb ieag aig Ot ets 7 Op wa a 8s HADIS EKONOMI: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi GIRS tig) 8 Sigs “Dari Jabir r.a., katanya, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mempu- nyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menanaminya. Jika ia tidak bisa atau tidak mampu menanami, maka hendaklah diserahkan kepada orang lain (untuk ditanami) dan janganlah menyewakannya.” (HR. Muslim). 2. Sumber Daya Manusia Allah menciptakan manusia dengan maksud agar memakmurkan bumi, dalam arti mereka memanfaatkan sumber daya alam di bumi dan menjadi tenaga-tenaga yang bertugas mengelola dan memproduksi hasil-hasil bumi sehingga tercapai kesejahteraan hidup. Allah berfir- man dalam surah 11/Hid ayat 61: “Mea pS hthg BAM ge Stel 9p “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu memakmurkannya” Dalam ayat di atas, kata kunci dari faktor produksi sumber daya manusia terdapat dalam kata wasta’marakum yang berarti kamu me- makmurkannya. Di sini, manusia sebagai khalifah di muka bumi diha- rapkan oleh Allah untuk menjadi pemakmur bumi dalam pemanfa- atan tanah dan alam. Kata pemakmur mengindikasikan manusia yang selalu menjadikan alam ini makmur dan tidak menjadi perusak atau pengeksploitasi alam secara tidak bertanggung jawab. Manusia, de- ngan kemampuan akal-rasionalnya, diperintah oleh Allah agar meng- olah alam untuk kesinambungan alam itu sendiri. Menurut Ahmad ibn Ali al-Jashshash, ayat tersebut menunjukkan bahwa umat manusia wajib mengelola bumi sebagai lahan pertanian dan pembangunan.° Menurut sebagian mufasir, ayat tersebut mewajibkan manusia agar memakmurkan dan memajukan jagat raya.** Muhammad Syawdi al- Fanjari menyatakan bahwa motivasi ekonomi dalam Islam antara lain untuk memenuhi kebutuhan yang memadai (al-had al-kifayah) bagi 8 Ahmad ibn Ali al-Jashshash, Ahkdm al-Qur’én, juz III (Kairo: Mathba’ah al-Awqaf al-Islamiyyah, 1335 H.), him. 432. ™ Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’én, juz. IX (Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1369 H.), hm. 648. 86 a

Anda mungkin juga menyukai