Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Biosains Vol. X No. X.

Desember 201x ISSN 2443-12xx (cetak)


ISSN 2460-68xx (online)

POTENSI TEMU HITAM (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Dyah Wulan Budyartini


Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember
Jln. Kalimantan No.37
email_dyahwulan1271@gmail.com

ABSTRAK

Tumbuhan di Indonesia sangat banyak jumlahnya dan beranekaragam, namun yang sudah dikaji
berpotensi sebagai tanaman obat masih sangat sedikit. Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan
salah satu tanaman obat di Indonesia yang sudah banyak diteliti dan diketahui khasiatnya. Temu hitam
mempunyai banyak kandungan senyawa-senyawa yang bermanfaat, salah satunya adalah pati, namun
pengetahuan masyarakat terhadap kandungan senyawa yang terdapat di dalam tanaman obat tersebut masih
sangat rendah. Kemasan sintesis yang terbuat dari plastik pada umumnya dapat menyebabkan masalah
kesehatan dan lingkungan hidp, karena lama terdegradasi, sehingga dapat mencemari lingkungan. Solusi dari
permasalahan tersebut adalah mengubah penggunaan kemasan sintesis menjadi edible film dan edible coating
yang dibuat dari pati temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) yang bersifat aman untuk dikonsumsi. Temu
hitam dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible film dan edible coating karena mengandung
senyawa hidrokoloid pada pati yang dapat membentuk matriks film.

Kata Kunci : Temu hitam, Edible film, Edible coating

POTENTIAL OF TEMU HITAM (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Dyah Wulan Budyartini

ABSTRACT

In Indonesia, plants are very numerous and diverse, but those that have been studied as potential
medicinal plants are still very low. Temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) is one of the medicinal plants in
Indonesia which has been widely researched and known for its efficacy. Temu hitam has many useful
compounds, one of which is starch, but the knowledge of the content of compounds in that medical plants is
still very low. In general synthesis packaging made from plastic can causes health problems and natural
environment, because it takes a long time to degraded, so can pollute the environment. The solution to these
problems is changing the use of synthetic packaging into edible films and edible coatings made from starch of
Temu hitam(Curcuma aeruginosa Roxb.) which is safe for consumption. Temu hitam can be used as a basic
material for making edible films and edible coatings because they contain hydrocolloid compounds in starch
which can form a film matrix.

Keywords: Temu hitam, Edible film, Edible coating

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara terbesar kedua yang terkenal akan kekayaan tumbuhan obat
yang tumbuh subur di dunia, namun hanya beberapa spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan
sebagai bahan baku obat. Tumbuhan obat Indonesia banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional
Indonesia diantaranya sebagai jamu, Obat Herbal Terstandar, dan fitofarmaka. Kemajuan teknologi
dimanfaatkan sebagai usaha peningkatan mutu dan keamanan produk yang bertujuan agar
kepercayaan terhadap manfaat obat bahan alam semakin meningkat, diiringi dengan usaha
meningkatkan status obat tradisional menjadi fitofarmaka, sediaan dibuat dalam bentuk ekstrak atau
fraksi yang terstandar dan memenuhi persyaratan jaminan kualitas, jaminan keamanan dan jaminan
manfaat. Masyarakat mempunyai keyakinan bahwa meminum ramuan obat tradisional tidak
memberikan efek samping yang membahayakan kesehatan bagi pemakai, penelitian mengenai efek

1
Jurnal Biosains Vol. X No. X. Desember 201x ISSN 2443-12xx (cetak)
ISSN 2460-68xx (online)

samping yang tidak diinginkan masih jarang, dan beranggapan bahwa obat-obatan dari bahan alam
cenderung mempunyai sifat lebih aman. Tumbuhan obat di Indonesia sangat bervariasi, salah satu di
antaranya adalah temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb), yaitu tumbuhan obat yang ditemukan di
Indonesia dan sudah terkenal di kalangan masyarakat, baik yang tinggal diperkotaan maupun di
pedesaan dan yang bermanfaat sebagai perangsang nafsu makan (Hestianah et.al., 2010).
Temu hitam (Curcuma aeruginosa) merupakan salah satu rempah-rempah asal Indonesia
yang biasa digunakan sebagai campuran obat atau jamu. Temu hitam diketahui memiliki kandungan
bioaktif seperti fenol, flavonoid, dan minyak atsiri yang apabila dimanfaatkan dengan baik dapat
berguna sebagai bahan pembawa antioksidan (Kusumawati dan Widya, 2013). Penelitian dan
pengembangan tumbuhan obat, baik di Indonesia maupun di luar negeri mulai dikembangkan, tetapi
masih terbatas pada bidang farmakologi maupun fitofarmaka tumbuhan obat berdasarkan indikasi
tumbuhan obat yang dikonsumsi oleh masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Pati
temu hitam berpotensi digunakan dalam berbagai aplikasi, karena memiliki kandungan amilosa
tinggi sekitar 24,45%, dan kandungan amilopektinnya 75,54% yang dapat digunakan untuk
menghasilkan film yang kuat. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk memberikan dan
menyampaikan informasi mengenai potensi temu hitam yang dapat diaplikasikan dalam pembuatan
edible film dari pati temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) dengan penambahan gliserol (Nusa
et.al., 2017).

Hasil dan Pembahasan

 Deskripsi

Curcuma aeruginosa Roxb. atau temu hitam tersebar luas di Asia Tenggara memiliki
nama lokal temu ireng (Sumatra), temu ireng (Jawa Tengah dan Jawa Timur), temu ereng (Madura),
koneng hideung (Jawa Barat), temu lotong (Sulawesi dan Nusa Tenggara), merupakan salah satu
tanaman obat yang tumbuh di Indonesia. Tanaman ini sudah dikenal dan dibudidayakan secara
massal di negara Asia lainnya sepertI Malaysia, Kamboja, dan Myanmar. Rimpang temu hitam
digunakan sebagai obat tradisional karena mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti saponin,
flavonoid, polifenol, triterpenoid, dan glukan. Rimpang temu hitam digunakan untuk ramuan galian
dan anti rematik atau inflamasi, penyakit kulit, batuk dan asma, anti mikroba, anti cendawan, dan
antioksidan. Produksi dan produktivitas temu hitam di Indonesia masih relatif rendah bila
dibandingkan dengan komoditas biofarmaka unggulan lainnya seperti jahe (Setiadi et.al., 2017).
 Kandungan Temu Hitam

Rimpang temu hitam digunakan sebagai obat tradisional karena mengandung


senyawa-senyawa bioaktif seperti saponin, flavonoid, polifenol, triterpenoid, dan glukan. Temu
hitam diketahui memiliki kandungan bioaktif seperti fenol, flavonoid, dan minyak atsiri yang apabila
dimanfaatkan dengan baik dapat berguna sebagai bahan pembawa antioksidan (Kusumawati dan
Widya, 2013). Kandungan kimia lainnnya yang terdapat pada Temu hitam (Curcuma aeruginosa
Roxb.) adalah pati, damar dan lemak, kurkumin, tanin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol,
kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, a, ß, g-elemene, linderazulene,
demethyoxykurkumin, bisdemethyoxykurkumin dan zat pembawa rasa pahit. Kurkumin adalah
senyawa yang peka terhadap lingkungan terutama karena pengaruh ph dan suhu, cahaya serta
radikal-radikal. Senyawa turunan kurkumin disebut kurkuminoid, yang hanya terdapat dua macam,
yaitu desmetoksikurkumin dan bis-desmetoksikurkumin. Kurkumin berfungsi sebagai penambah
nafsu makan, memperbaiki kelainan pada kantong empedu dengan memperlancar pengeluaran
cairan empedu dan pankreas dan sebagai hepatotosik, sehingga terjadi peningkatan aktifitas
pencernaan, serta berkemampuan merangsang perjalanan sistem hormon metabolisme dan fisiologi
tubuh. Kandungan pada temu hitam yang berfungsi sebagai antibakteri adalah sesquitetrpene dan

2
Jurnal Biosains Vol. X No. X. Desember 201x ISSN 2443-12xx (cetak)
ISSN 2460-68xx (online)

monoterpene, sedangkan yang bersifat toksik antara lain, Imethyltetracyclo tetradecane,


epicurzerenon, dan cis-1,3-dimethyl-2- methylene cyclohexane yang menginduksi apoptosis
hepatosit (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Zat toksik yang tekandung dalam rimpang temu hitam apabila masuk ke dalam
jaringan hati akan menyebabkan terjadinya pendarahan, yaitu akan timbul jejas pada sel endotel
dinding pembuluh darah dan pada tempat terjadinya jejas sel endotel menyebabkan darah keluar
menuju jaringan intersisial, sehingga trombosit akan menempel pada tempat terjadinya jejas sel
endotel dan menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah, kemudian terjadi pembendungan
aliran darah dan akhirnya pembuluh darah lisis (Hestianah et.al., 2010).
 Hasil yang diharapkan

Kemasan adalah hal salah satu hal yang penting sebagai pelindung terhadap produk,
selain itu kemasan dimanfaatkan sebagai media promosi untuk memikat konsumen sehingga
konsumen menentukan keputusannya untuk melakukan pembelian produk yang bersangkutan.
Produk dengan kemasan yang menarik akan menimbulkan persepsi konsumen. Kemasan adalah
salah satu bentuk strategi produk yang dipakai oleh perusahaan untuk memperlihatkan produk agar
lebih menarik baik dari segi bentuk, warna, sehingga kualitas produk tetap terjaga. Produk-produk
yang terpajang di rak-rak supermarket dibuat semenarik mungkin untuk menarik para konsumen,
semakin banyak tempat belanja yang self service, maka bungkus sangat penting artinya baik bagi
produsen maupun bagi konsumen. Konsumen beranggapan bahwa dengan bungkus produk yang
menarik dan spesifik maka akan lebih mudah bagi konsumen untuk mendapatkan barang yang
diinginkan/dibutuhkan (Susetyarsi, 2012). Bahan kemasan dewasa ini sangat beragam. Kemasan
pada umumnya terbuat dari :
1. Gelas, bersifat mudah pecah dan transparan.
2. Metal, pada umumya dibuat dari aluminium, mempunyai kekuatan yang tinggi.
3. Kertas, bersifat tidak tahan terhadap kelembaban dan air, sehingga mudah rusak.
4. Plastik, kemasan ini dapat berbentuk kantung, botol, stoples, kotak dan sebagainya.
Penggunaan plastik sebagai kemasan semakin luas karena ongkos produksinya relatif murah, mudah
dibentuk dan dimodifikasi. Kemasan dari plastik ini sifatnya sangat beragam ada yang hanya sekali
pakai, ada yang bisa dipakai berulang-ulang, hal tersebut tergantung dari jenis plastik yang
digunakan (Susetyarsi, 2012).
Kemasan sintesis yang secara umum digunakan selama ini dapat menimbulkan masalah bagi
kesehatan dan lingkungan hidup. Kesadaran akan penggunaan kemasan yang mudah terdegradasi
dan aman bagi kesehatan dan lingkungan hidup masih sangat sedikit, maka sangat diperlukan adanya
edible film dan edible coating. Edible film dan edible coating merupakan suatu lapisan tipis yang
terbuat dari bahan yang dapat dikonsumsi untuk pengemasan makanan (edible film) dan bahan
pelapis makanan (edible coating) dengan cara membungkus, merendam, menyikat atau
menyemprotkan bahan. Edible film dan edible coating berfungsi untuk menghambat (sebagai barrier)
transfer massa uap air karena perbedaan kelembaban udara, gas oksigen, lemak, dan zat terlarut
dalam bahan makanan dan zat adiktif untuk meningkatkan penanganan makanan (Nusa et.al.,2017).
Keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan edible film dan edible coating adalah dapat
dikonsumsi secara langsung bersama produk yang dikemas, tidak mencemari lingkungan, dan
berfungsi sebagai suplemen gizi, sebagai pembawa flavor, pewarna, zat antimikroba dan antioksidan
(Murdianto et.al., 2005).
Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan edible film dan edible coating antara lain
hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipid (asam lemak dan wax), dan campuran (hidrokoloid dan
lemak). Bahan hidrokoloid yang ditambahkan berasal dari polisakarida, yaitu pati temu hitam
(Curcuma aeruginosa Roxb.) Pati temu hitam mengandung komponen hidrokoloid yang
dimanfaatkan untuk pembuatan matriks film. Pati temu hitam mempunyai kandungan amilosa dan
amilopektin yang tinggi, yaitu masing-masing 24,45% dan 75,54%, sehingga berpotensi dalam

3
Jurnal Biosains Vol. X No. X. Desember 201x ISSN 2443-12xx (cetak)
ISSN 2460-68xx (online)

kapasitas pembuatan film dan menghsilkan film yang lebih kuat (Nusa et.al., 2017). Edible yang
terbuat dari bahan karbohidrat bersifat rapuh, maka dibutuhkan plasticizer yaitu bahan yang
ditambahkan dalam pembentukan edible film, sehingga menjadi elastis, fleksibel, dan tidak mudah
rapuh. Gliserol adalah salah satu dari bahan plasticizer yang sering digunakan dalam pembuatan
edible film. Gliserol mempunyai berat molekul rendah dan bersifat hidrofilik (Nusa et.al., 2017).
Penambahan jumlah pati dalam konsentrasi yang semakin besar akan meningkatkan polimer
penyusun matriks film, total padatan edible film semakin besar, sehingga film yang dihasilkan akan
semakin tebal, elongasi akan menurun, tetapi kuat tarik akan mengalami peningkatan. Penurunan
elastisitas tersebut disebabkan oleh karena semakin menurunnya jarak ikatan antarmolekulernya,
karena titik jenuh telah terlampaui, molekul-molekul pemplastis berlebih berada di dalam fase
tersendiri di luar fase polimer dan menurunkan gaya intermolekul antarrantai. Gliserol yang
ditambahkan dalam pembuatan edible film, akan menyebabkan ikatan antara pati dengan pati
digantikan/diubah menjadi ikatan antara pati-gliserol-pati, sehingga ketebalan meningkat seiring
dengan bertambahnya konsentrasi gliserol dalam pasta, selain itu untuk mengurangi ikatan hidrogen
internal dengan meningkatkan ruang kosong antarmolekul sehingga menurunkan kekakuan dan
meningkatkan fleksibilitas film (Nusa et.al., 2017).
Penggunaan edible film semoga dapat membantu dalam mengurangi dan mengatasi
permasalahan kesehatan dan lingkungan hidup, sehingga dapat diterima oleh konsumen. Pembuatan
edible film dari pati temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) memiliki keunggulan dibandingkan
dengan bahan dasar kimia, yang dapat berdampak buruk bagi konsumen. Keuntungan yang
diperoleh apabila menggunakan penggunaan edible film dan edible coating adalah dapat dikonsumsi
secara langsung bersama produk yang dikemas, tidak mencemari lingkungan, dan berfungsi sebagai
suplemen gizi, sebagai pembawa flavor, pewarna, zat antimikroba dan antioksidan (Murdianto et.al.,
2005). Kemasan sintesis masih banyak digunakan sebagai pengemas suatu produk sampai saat ini
dibandingkan dengan penggunaan edible film dari pati temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.), hal
tersebut karena selama ini masyarakat luas hanya mengenal temu hitam/temu ireng sebagai jamu
pengobatan tradisional, dan kurang dalam mengeksplorasi potensi dari temu hitam, yang
sebenarnya temu hitam mengandung banyak senyawa-senyawa kimia yang aman dan dapat
dimanfaatkan oleh manusia misalnya, flavonoid yang dapat menyembuhkan radang karena
mempunyai efek antibakteri, antivirus, antifungal, antihistamin, dan lain sebagainya.

Kesimpulan
Indonesia merupakan negara terbesar kedua yang terkenal akan kekayaan tumbuhan obat
dan/atau rempah-rempah. Potensi pemanfaatan tumbuhan obat masih rendah, hal tersebut
dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kandungan yang terdapat di dalam
tanaman obat tertentu. Kemasan sintesis yang terbuat dari plastik pada umumnya dapat
menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan hidup, karena sukar untuk terdegradasi, sehingga
dapat mencemari lingkungan. Solusi dari permasalahan tersebut adalah mengubah penggunaan
kemasan sintesis menjadi edible film dan edible coating yang dibuat dari pati temu hitam(Curcuma
aeruginosa Roxb.) yang bersifat aman untuk dikonsumsi. Alasan penggunaan temu hitam sebagai
bahan dasar pembuatan edible film dan edible coating adalah adanya kandungan hidrokoloid pada
pati yang dapat membentuk matriks film. Penambahan gliserol bertujuan untuk menjaga elastisitas
film, karena edible yang terbuat dari bahan karbohidrat bersifat rapuh.

Daftar pustaka

4
Jurnal Biosains Vol. X No. X. Desember 201x ISSN 2443-12xx (cetak)
ISSN 2460-68xx (online)

Hestianah, E. P., N. Hidayat, dan S. Koesdarto. 2010. Pengaruh Lama Pemberian Ekstrak Rimpang
Temu Ireng (Curcuma Aeruginosa Roxb.) Terhadap Gambaran Histopatologi Hati Mencit (Mus
Musculus) Jantan. Veterinaria Medika, vol 3(1): 41-44.
Kusumawati, D. H dan W. Dwi Rukmi P. 2013. Karakteristik Fisik Dan Kimia Edible Film Pati Jagung
Yang Diinkorporasi Dengan Perasan Temu Hitam. Jurnal Pangan dan Agroindustri, vol. 1(1) :
90-100.
Murdianto, W., D.W. Marseno , dan Haryadi. 2005. Sifat Fisik dan Mekanik Edible Film Dari Ekstrak
Daun Janggelan (Mesona palustris BI). Agrosains, vol.18(3): 1-6.
Nusa, M.I., S. Naim Siregar, dan L. Muzdalifah. 2017. Pembuatan Edible Film Dari Pati Temu Hitam
(Curcuma aeruginosa Roxb.) Dengan Penambahan Gliserol. Agrintech, vol.1(1): 16-22.
Setiadi, A., N. Khumaida, dan S. Wahyuning Ardie. 2017. Keragaman Beberapa Aksesi Temu Hitam
(Curcuma aeruginosa Roxb.) Berdasarkan Karakter Morfologi. J. Agron. Indonesia, vol.45(1):
71-78.
Susetyarsi. 2012. Kemasan Produk Ditinjau Dari Bahan Kemasan, Bentuk Kemasan Dan Pelabelan
Pada Kemasan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Pada Produk Minuman Mizone
Di Kota Semarang. Jurnal STIE Semarang, vol.4(3): 19-28.
Syamsuhidayat, S.S dan Hutapea, J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia, Edisi kedua. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai