Anda di halaman 1dari 115

ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI

INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA


PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

RIBUT WAHYUDI

NIM: 105081002586

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
ANALISIS VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI INSTRUMEN
MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh
Ribut Wahyudi
NIM 105081002586

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Arief Mufraini Lc. Msi


NIP.195706171958031002 NIP.19770122200312000

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini, hari Selasa Tanggal 20 Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Sembilan telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Ribut Wahyudi NIM: 105081002586
dengan Judul Skripsi “ANALISIS VECTOR AUTOREGRESSIVE (VAR)
TRANSAKSI INSTRUMEN MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA“. Memperhatikan penampilan
mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Oktober 2009

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Herni Ali HT, SE, MM Suhendra, SAg, MM


Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid. MS


Penguji Ahli
ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) TRANSAKSI INSTRUMEN
MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh
Ribut Wahyudi
NIM 105081002586

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Arief Mufraini Lc. Msi


NIP.195706171958031002 NIP.19770122200312000

Penguji Ahli

Prof. Dr. Achmad Rodoni, MM


NIP. 19690203 200112 1 003

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini, hari Kamis Tanggal 21 Bulan Januari Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ribut Wahyudi NIM: 105081002586 dengan Judul
Skripsi “ANALISIS VECTOR AUTO REGRESSIVE (VAR) INSTRUMEN
MONETER SYARIAH TERHADAP KINERJA PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA“. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Januari 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof. Dr. Abdul Hamid. MS Arief Mufraini Lc. Msi


Ketua Penguji Sekretaris

Prof. Dr. Achmad Rodoni, MM


Penguji Ahli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Ribut Wahyudi
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Februari 1987
3. Alamat : Jl. Jombang Raya Kp. Masjid RT 001/03
No.44 Desa Jombang, Ciputat, Tangerang
15414
4. Telepon & HP : (021) 74700707 / 08561388216
5. Agama : Islam
6. Status : Belum Menikah
7. Kebangsaan : Indonesia
8. Moto Hidup : “What We Do That Will Be Done To Us”
9. Anak Ke Dari : 2 dari 2
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : SDN Jombang I 1993-1999
2. SMP : SMPN III Ciputat 1999-2002
3. SMA : SMA I Ciputat 2002-2005
4. S1 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005-2010

III. PENDIDIKAN INFORMAL


1. Lembaga Bahasa Universitas Indonesia (LBUI) General English Basic-
Intermediate 2004-2005
2. International Language Programs (ILP) Ciputat Talking English 2009
3. Brevet Perpajakan A-B Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Desember 2009 - Juli
2010.
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Tukiman
2. Tempat & Tanggal Lahir : Wonosari, 14 April 1958
3. Ibu : Warsi
4. Tempat & Tanggal Lahir : Wonogiri, 11 April 1960
5. Alamat : Jl. Jombang Raya Kp. Masjid RT 001/03 No.44
Desa Jombang, Ciputat, Tangerang 15414
6. Telepon : (021) 74700707
ABSTRACT

Monetary sector in modern economy are significant variable in creating


economy stability in a country. Central bank holding on key position in optimalize
banking function in a economy, one of their function is a intermediary institution
between surplus spending unit and defisit spending unit. The purpose of this research
is to analysis response of Assets, DPK, NPF, and Financing syariah banking caused
shock from syariah monetary instruments in period of 2004-2008 and to analysis how
important contribution from Assets, DPK, NPF, and Financing syariah banking with
syariah monetary instrument movement in period of 2004-2008.
This research use two syariah monetary instrument SWBI and PUAS. Data
used in this research are monthly from period 2004-2008. The analysis tool that used
in this research is VAR with use software EVIEWS 5.0.
The result of research shows that Assets has positive response PUAS’s shock,
DPK hasn’t response from PUAS’s shock, NPF has positive response from PUAS’s
shock, and Financing has positive response from PUAS shock . Each independent
variables shows the different contribution to movement LQ 45 stock price from
percentage so low to percentage enough high.

Keywords: SWBI, PUAS, Shock, Syariah Banking Performance.


ABSTRAK

Sektor ekonomi dalam perekonomian modern merupakan variabel ekonomi yang


signifikan dalam menciptakan kestabilan ekonomi suatu negara. Bank sentral
memegang peranan penting di dalam mengoptimalkan fungsi dan peran perbankan
dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah lembaga intermediasi antara pihak
yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis respon dari aset, DPK, NPF dan pembiayaan
perbankan syariah akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah periode
tahun 2004-2008 dan untuk menganalisis besarnya kontribusi variabel aset, DPK,
NPF dan pembiayaan akibat pergerakan transaksi instrumen moneter syariah periode
tahun 2004-2008. .
Penelitian ini menggunakan dua instrumen moneter syariah yaitu SWBI dan
PUAS. Data yang digunakan adalah data bulanan dari periode 2004-2008. Adapun
alat analisis yang digunakan dalam penelitian adalah VAR dengan menggunakan
software EVIEWS 5.0.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa aset merespon positif akibat shock yang
terjadi pada PUAS, DPK tidak merespon akibat shock yang terjadi pada PUAS, NPF
merespon positif shock yang terjadi pada PUAS dan pembiayaan merespon positif
akibat shock yang terjadi pada PUAS. Setiap variabel independen memperlihatkan
kontribusi yang berbeda-beda terhadap transaksi instrumen moneter syariah dari
persentase yang sangat rendah sampai persentase yang cukup tinggi.

Kata kunci: SWBI, PUAS, shock, kinerja perbankan syariah


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah
diberikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak yang turut andil dalam proses penulisan skripsi ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:” Analisis Vector Auto Regressive
(VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah di
Indonesia”, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang membantu saya dalam
penulisan skripsi ini dengan balasan yang lebih baik lagi, mereka adalah:
1. Orang tua tersayang Bpk. Tukiman dan Ibu Warsi yang senantiasa
memberikan doa, motivasi dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian skripsi ini.
2. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms dan Bpk. Arief Mufraini Lc, Msi yang selalu
memberikan saran-saran dan inspirasi-inspirasi yang bermakna kepada penulis
dalam segala bentuk dan kesempatan.
3. Bpk. Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial, Bpk. Prof. Dr. Ahmad Rodhoni selaku Pudek I Akademik sekaligus
Bpk. Indoyama Nasarudin selaku Ketua Jurusan Manajemen yang telah
banyak memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi peneliti.
4. Terima kasih untuk kakak tercinta Listiyany S.Sos dan Budi Dwi Haryono
yang telah banyak membantu penulis, memberikan motivasi setiap waktu
untuk selalu segera menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman seperjuangan dari SMA sampai kuliah, yaitu Andri Setiawan, Taufan,
Andri Hari Prasetyo, Taufan Ver Dino, Syahrul Hidayat dan Edi Kurniawan.
6. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, baik itu teman-teman dari kelas
Manajemen E dan Manajemen Perbankan yang tak bisa disebutkan satu
persatu.
7. Terima Kasih kepada seluruh civitas akademik UIN Syarief Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi jauh dari sempurna, tetapi harapan penulis
skripsi ini dapat membawa nama baik almamater terutama Fakultas Ekonomi dan
dapat membantu peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 19 Desember 2009


Penulis,

Ribut Wahyudi
DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...................................................................... i

ABSTRACT................................................................................................. iii

ABSTRAK...................................................... ................................... iv

KATA PENGANTAR......................................................................... v

DAFTAR ISI....................................................................................... vii

DAFTAR TABEL............................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xi

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian....................................................... 1

B. Perumusan Masalah................................................................ 5

C. Tujuan dan Manfaat................................................................ 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dan Konsep Dasar Bank........................................... 8

B. Instrumen Kebijakan Moneter Islam.......................................... 18

C. Assets And Liability Management Bank Syariah....................... 26

D. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah.................................... 28

E. Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia.................................... 30

F. Non Performing Financing (NPF)............................................ 34

G. Penelitian Sebelumnya.............................................................. 34
H. Kerangka Pemikiran................... .............................................. 37

I. Hipotesis Penelitian................................................................... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian......................................................... 39

B. Metode Pemilihan Sampel....................................................... 39

C. Metode Pengumpulan Data..................................................... 39

D. Metode Analisis....................................................................... 40

E. Operasional Variabel Penelitian............................................... 46

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian............................. 48

1. Awal Perkembangan Bank Syariah....................................... 48

2. Perkembangan Bank Syariah Saat Ini................................... 52

B. Analisis dan Pembahasan........................................................... 55

1. Analisis Deskriptif................................................................... 55

2. Analisis Pengujian Statistik..................................................... 68

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan.................................................................................... 85

B. Implikasi........................................................................................ 86

C. Saran.............................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 88

LAMPIRAN.............................................................................................. 90
DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

4.1 Jumlah Aset Perbankan Syariah 55


4.2 Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah 58
4.3 Pembiayaan Perbankan Syariah 60
4.4 Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah 62
4.5 Jumlah Outstanding SWBI Perbankan Syariah 64
4.6 Jumlah Volume Transaksi PUAS 66
4.7 Hasil Uji PP Data Tingkat Level 69
4.8 Hasil Uji PP Data Tingkat Difference 70
4.9 Hasil Uji Kointegrasi DPK, ASET, NPF, Pembiayaan
dan PUAS 72
4.10 Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal Untuk Data Yang
Didefferencing (Digunakan pada pengujian VECM) 73
4.11 Respon Aset Terhadap PUAS 75
4.12 Respon DPK Terhadap PUAS 76
4.13 Respon NPF Terhadap PUAS 77
4.14 Respon Pembiayaan Terhadap PUAS 78
4.15 Variance Decomposition ASET Terhadap PUAS 79
4.16 Variance Decomposition DPK Terhadap PUAS 80
4.17 Variance Decomposition NPF Terhadap PUAS 81
4.18 Variance Decomposition Pembiayaan Terhadap PUAS 83
DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Skema Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) 21


2.2 Skema Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) 25
2.3 Kerangka Pemikiran 37
4.1 Faktor Pendorong Perkembangan Bank Syariah 54
4.2 Grafik Aset Bank Syariah 56
4.3 Grafik DPK Perbankan Syariah 59
4.4 Grafik Pembiayaan Perbankan Syariah 61
4.5 Grafik Non Performing Financing Perbankan Syariah 63
4.6 Grafik SWBI Perbankan Syariah 65
4.7 Grafik PUAS Perbankan Syariah 67
DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Data Time Series 90


2 Uji Stasioner pada Tingkat Level 92
3 Uji Stasioner pada Tingkat First Difference 98
4 Uji Kointegrasi 103
5 Vector Error Correction Model (VECM) 104
6 Grafik IRF (Impulse Response) 106
7 Grafik Variance Decomposition) 107
Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi
Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja
Perbankan Syariah Di Indonesia

SWBI dan PUAS (Y)


Aset Perbankan Syariah (X1), DPK (X 2),
Pembiayaan (X3), dan NPF (X4)

Pengumpulan Data Time

Uji Stationeritas data

Stasioner Tidak Stationer

Stationer Di
VAR Bentuk Level Deferensi Data

VAR Bentuk
Diferensi Tidak Terjadi

Ya

VECM

Impulse Response dan


Variance Decomposition

Analisis dan Kesimpulan


A
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Bank sentral memegang peranan yang penting dalam mengoptimalkan fungsi

dan peran perbankan dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah sebagai

tempat meminjam uang bagi bank-bank komersial, termasuk bank syariah yang

sedang mengalami kesulitan likuiditas ataupun menempatkan dananya dalam kondisi

over likuiditas. Fungsi ini sangat penting untuk dilakukan guna meningkatkan

kestabilan perekonomian dan pada akhirnya mempertahankan tingkat kepercayaan

publik yang tinggi terhadap sistem perbankan. Selama ini kebijakan moneter yang

dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian uang beredar ditempuh

dengan operasi pasar terbuka (Sri Widyastuti : 2009).

Agar operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat dilaksanakan,

maka dalam rangka pengendalian moneter, diciptakan suatu piranti yang sesuai

dengan prinsip syariah dalam bentuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dan

Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah (PUAS). Ketentuan mengenai

PUAS dan SWBI ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)

No.2/8/PBI/2000 dan No.2/9/PBI/2000 tanggal 28 Februari 2000 yang mulai berlaku

sejak 1 Maret 2000. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dapat pula menjadi

sarana penitipan dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas.

Dari sisi bank syariah piranti tersebut merupakan sarana penempatan kelebihan

likuiditas. Bank Indonesia dapat memberikan bonus (return) kepada bank-bank

pemegang SWBI apabila penitipan tersebut dalam rangka kontraksi moneter

berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian berbeda dengan Sertifikat Bank


Indonesia pada bank konvensional, SWBI tidak dimaksudkan untuk memberikan

sinyal tingkat return syariah sebagai pengganti suku bunga pada Bank Indonesia

(Sudarsono : 2003).

Demikian juga dengan upaya lain yang bisa dilakukan bank syariah jika

mengalami kelebihan likuiditas melalui Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS),

perbankan syariah dapat berinvestasi pada sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank

(IMA) dalam PUAS. Dengan adanya dukungan dari Bank Indonesia dalam

memfasilitasi tersedianya instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah dan

tersedianya pasar uang syariah.. Maka hal ini akan berdampak pada kinerja

perbankan syariah. Perbankan syariah dapat lebih leluasa mengelola portofolio

usahanya, dengan memanfaatkan instrumen moneter syariah tersebut. Selain sebagai

upaya untuk operasi pasar terbuka, instrumen moneter syariah juga secara tidak

langsung akan mempengaruhi likuiditas, profitabilitas, dan pembiayaan bank syariah.

Namun kecenderungan untuk menempatkan dana pada instrumen moneter syariah

akan membuat fungsi intermediasi perbankan syariah akan tidak optimal (Deky

Anwar : 2006).

Ketidak efektifan sistem perbankan konvensional dan instrumen keuangan

yang disediakan oleh Bank Indonesia dalam menyerap likuiditas perbankan nasional

pada saat krisis moneter pada tahun 1998, menyebabkan tumbuhnya perbankan

syariah sebagai dan instrumen keuangan syariah sebagai alternatif (Sri Widyastuti :

2009). Perbankan syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat

signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada bulan September 2009 sudah terdapat

lima Bank Umum Syariah dan jumlah perkembangan jumlah Unit Usaha Syariah

(UUS) sampai dengan September 2009 sejumlah 24 UUS dari sebelumnya 19 pada

tahun 2006 (Bank Indonesia: 2009).


Aset yang dimiliki oleh bank syariah juga mengalami kenaikan yang sangat

signifikan, hingga September 2009 berjumlah Rp 58 Triliun lebih dibandingkan pada

tahun 2005 yang hanya sebesar Rp 20 Triliun, juga perkembangan dana pihak ketiga

terus mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh adanya fatwa MUI yang

mengharamkan bunga bank pada akhir Desember 2003. Terlihat bahwa tahun-tahun

sesudahnya dana pihak ketiga terus meningkat. Seperti diketahui bahwa bank syariah

memiliki 3 produk utama yaitu murabaha (jual-beli), mudharabah (bagi hasil), dan

musyarakah (kemitraan usaha).

Dari ketiga komponen tersebut justru yang paling menonjol mewarnai bisnis

perbankan syariah di Indonesia adalah murabahah (Sri Widyastuti : 2009).

Kenyataan ini berbeda dengan pengelolaan perbankan syariah di negara-negara

lainnya dimana peran mudharabah dan musyarakah sangat menonjol. Dominasi

pembiayaan murabahah ini bukan sesuatu yang unik bagi kasus perbankan syariah di

Indonesia, tetapi juga merupakan karakter umum bank syariah di banyak negara

muslim lainnya. Di samping itu, bukti preferensi bank syariah pada sektor industri

dan pertanian yang diharapkan menjadi motor pertumbuhan di negara berkembang

tidak konsisten. Sebagian survei mengindikasikan alokasi pembiayaan yang

berimbang, sedangkan survei lain menunjukkan bank syariah terutama menyalurkan

pembiayaan ke sektor jasa dan perdagangan, demikian juga dengan masalah yang

ditimbulkan karena tersedianya instrumen keuangan bagi bank syariah (Deky Anwar :

2006). Posisi jumlah dana bank syariah yang ditempatkan pada Sertifikat Wadiah

Bank Indonesia (SWBI) mencapai Rp 2,635 Triliun pada September 2009 dan posisi

volume transaksi PUAS mencapai Rp 251 Miliar pada September 2009 (Bank

Indonesia: 2009).

Gejala meningkatnya dana perbankan syariah pada Sertifikat Investasi


Mudharabah Antarbank (IMA) sebagai instrumen pasar uang antar bank berdasarkan

prinsip syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) harus disikapi

sebagai fenomena yang bersifat sementara. Fenomena penempatan dana perbankan

syariah pada PUAS dan SWBI merupakan indikasi dari tidak tersalurkannya

pembiayaan perbankan syariah dengan baik dan optimal sehingga perbankan syariah

mencari alternatif untuk berinvestasi pada instrumen yang ada agar tidak terdapatnya

dana yang menganggur (idle fund).

Penempatan idle fund perbankan syariah pada instrumen moneter PUAS dan

SWBI masih merupakan keputusan subjektif perbankan syariah di Indonesia. Karena

penempatan dana tersebut lebih didasari oleh motif memaksimalkan keuntungan

tanpa mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan oleh masing-masing instrumen

moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah secara keseluruhan. Upaya

perbankan syariah yang tergolong agresif dalam memanfaatkan instrumen moneter

syariah tidaklah dapat dibenarkan, karena hal ini akan berakibat pada sedikitnya

pembiayaan yang bisa disalurkan kepada masyarakat. Yang pada akhirnya akan

memperlambat sektor riil dan memperbesar transaksi semu pada sektor moneter

(Deky Anwar : 2006).

Namun demikian juga besarnya jumlah dana pihak ketiga, asset dan

sedikitnya pembiayaan yang disalurkan akan mengakibatkan perbankan syariah

melirik instrumen SWBI dan PUAS sebagai sarana untuk menutupi biaya operasional

dan pembayaran nisbah bagi hasil dana pihak ketiga, yang diambilkan dari persentase

bonus SWBI dan nisbah bagi hasil sertifikat IMA pada PUAS.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat

hubungan antara instrumen moneter syariah dengan kinerja perbankan syariah.

Dalam konteks instrumen moneter syariah dan perbankan syariah dapat dijelaskan
hubungan antar variabelnya, bahwa besarnya transaksi dan frekuensi yang terjadi

pada SWBI dan PUAS secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi

kepada kinerja perbankan syariah berupa dana pihak ketiga, pertumbuhan aset,

jumlah pembiayaan dan non performing financing (Sri Widyastuti : 2009

sebagaimana Ikatan Ahli Ekonomi Indonesia : 2005)

Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Vector Auto Regressive

(VAR) Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja Perbankan Syariah Di

Indonesia”.

B. Perumusan Masalah,

Pada penelitian ini penulis mengidentifikasi permasalahan utama diantara

beberapa masalah yang ada dalam kaitannya dengan transaksi instrumen moneter

syariah terhadap kinerja perbankan syariah, yaitu:

1. Bagaimana respon dari aset, DPK, NPF dan pembiayaan perbankan syariah

terhadap shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah?

2. Berapa besar kontribusi aset, DPK, NPF, dan pembiayaan perbankan syariah

terhadap transaksi instrumen moneter syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Secara umum tujuan dari penulisan ini tidak lain untuk ikut serta memberikan

kontribusi penulis terhadap pemikiran, kajian, dan praktik perbankan syariah di

Indonesia. Adapun tujuan khusus penulisan ini adalah:

1. Menganalisis respon dari aset, DPK, NPF, dan pembiayaan bank syariah

akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah .

2. Menganalisis besarnya kontribusi aset, DPK, NPF, dan pembiayaan perbankan

syariah akibat shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah.


Berdasarkan tujuan penulisan tersebut, dari keempat variabel (Jumlah

Pembiayaan, Dana Pihak Ketiga, Aset dan Non Performing Financing) akan diketahui

variabel mana yang berpengaruh dengan transaksi instrumen moneter syariah.

2. Manfaat Penulisan

Dari penelitian dan penulisan mengenai pengaruh antara transaksi instrumen

moneter syariah dengan kinerja perbankan syariah tersebut akan diperoleh manfaat

bagi pihak-pihak sebagai berikut:

1. Bagi bank, dapat dijadikan sebagai koreksi untuk memperbaiki kondisi

internal perusahaannya dalam menentukan keputusan dalam menggunakan

jumlah dana yang menganggur (idle fund).

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian

berikutnya yang berkaitan dengan transaksi instrumen moneter syariah

terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia.

3. Bagi perkembangan ilmu ekonomi, studi empiris ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam perkembangannya terutama

mengenai transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan

syariah di Indonesia di kemudian hari.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Konsep Dasar Bank

Bank berasal dari kata Italia “banco” yang artinya peti/lemari atau bangku.

Bangku inilah yang digunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya

kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi Bank (Zainul

Arifin 1:2007). Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga

keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito.

Kemudian bank dikenal juga sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi

masyarakat yang membutuhkannya. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai

tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk

pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah,

dan pembayaran lainnya (Kasmir 25:2009).

Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan

pelayanan jasa kepada masyarakat. Agar pengertian bank menjadi jelas, ada beberapa

definisi atau rumusan yang dikemukakan antara lain, menurut Undang-undang

Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan

Undang-undang No.10 Tahun 1998 dapat dijumpai dalam pasal 1 ayat 1, 2, 3 dan 4,

yaitu:

1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya.
3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional

dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran.

4. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secra

konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Selain itu, dibawah ini merupakan beberapa pengertian mengenai definisi dari

bank menurut pendapat beberapa ahli (Malayu Hasibuan 2:2007), yaitu:

1. G.M. Verryn Stuart

Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the

money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the

new money. (Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan

orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang

lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam).

2. B.N. Ajuha

Bank provided means by which capital is transferred from those who cannot

use it to profitable to those who can use it productively for the society as whole.

Bank provided which channel to invest without any risk and at a good rate of

interest. (Bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat mengunakan

secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif

untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan

tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik).

3. Malayu Hasibuan
Bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana, dan penyalur

kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter, serta dinamisator

pertumbuhan ekonomi.

Menurut Malayu Hasibuan bank sangat penting dan berperan untuk

mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah:

1. Pengumpul dana dari pihak yang kelebihan dana dan penyalur kredit kepada

masyarakat yang membutuhkan dana.

2. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat.

3. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis, dan

ekonomis.

4. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C (Letter of Credit).

5. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.

Drs. Mohammad Hatta mengemukakan bahwa bank adalah sendi kemajuan

masyarakat dan sekiranya tidak ada bank maka tidak akan ada kemajuan seperti saat

ini. Negara yang tidak mempunyai banyak bank yang baik dan benar adalah negara

yang terbelakang. Perusahaan saat ini diharuskan memanfaatkan jasa-jasa perbankan

dalam kegiatan usahanya jika ingin maju.

Bank pada dasarnya merupakan perantara antara pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, usaha pokok bank didasarkan

atas empat hal pokok (M. Hasibuan 5:2009), yaitu:

1). Denomination Divisibility

Artinya bank menghimpun dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana

yang masing-masing nilainya relatif kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya

akan sangat besar. Dengan demikian, bank dapat memenuhi permintaan pihak

yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit.


2). Maturity Flexibility

Artinya bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk

simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro,

rekening koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan

sebagainya.

3). Liquidity Transformation

Artinya dana yang disimpan oleh para penabung kepada bank umumnya

bersifat likuid. Karena itu, dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan

bentuk tabungannya.

4). Risk Diversification

Artinya bank dalam menyalurkan kredit kepada banyak pihak atau debitor dan

sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank

dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.

1. Jenis-Jenis Bank

Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis

perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jika kita melihat jenis

perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan

sebelumnya, yaitu Undang Undang Nomor 14 Tahun 1967, maka terdapat beberapa

perbedaan. Namun, kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama

lainnya.

Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi bank dan kepemilikan

bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau

jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya.


Sedangkan, kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan saham yang ada

serta akte pendiriannya (Kasmir, 34:2009).

Adapun jenis perbankan menurut Kasmir dapat ditinjau dari beberapa segi,

antara lain:

a. Dilihat dari Segi Fungsinya

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 jenis

perbankan menurut fungsinya terdiri dari:

1) Bank Umum

2) Bank Pembangunan

3) Bank Tabungan

4) Bank Pasar

5) Bank Desa

6) Lumbung Desa

7) Bank Pegawai

8) Dan Bank Lainnya

Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan

ditegaskannya lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998

maka jenis perbankan hanya terdiri dari dua macam saja, yaitu Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR). Dimana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah

fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa dan Bank Pegawai menjadi

Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

b. Dilihat dari Segi Kepemilikannya

Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang yang

memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan

penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.


Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Bank Milik Pemerintah

Di mana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah

sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh

bank milik pemerintah antara lain: Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat

Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN).

Sedangkan bank milik pemerintah daerah (pemda) terdapat di daerah tingkat I

dan tingkat II masing-masing provinsi. Sebagai contoh: BPD DKI Jakarta, BPD

Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, dan BPD lainnya.

2) Bank Milik Swasta Nasional

Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional

serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian

keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta

nasional antara lain: Bank Muamalat, Bank Central Asia, Bank Danamon, Bank

Bumi Putra, dan Bank Internasional Indonesia.

3) Bank Milik Koperasi

Kepemilikan saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum

koperasi. Sebagai contoh adalah Bank Umum Koperasi Indonesia.

4) Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik

swasta asing maupun pemerintah asing. Jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh

pihak luar negeri. Contoh bank asing yang terdapat di Indonesia antara lain: Bank

Of America, ABN AMRO Bank, Standard Chartered Bank.

5) Bank Milik Campuran


Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh oleh pihak asing dan pihak

swasta nasional. Kepemilikan sahamnya mayoritas dipegang oleh warga Negara

Indonesia. Contoh bank campuran yang terdapat di Indonesia antara lain:

Sumitomo Niaga Bank, Mitsubishi Buana Bank, Inter Pacific Bank, Bank Sakura

Swadarma.

c. Dilihat Dari Segi Statusnya

Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, maka bank

umum dapat dibagi kedalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian

berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut.

Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam

melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas

pelayanannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh status tersebut diperlukan

penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu. Status bank yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

1) Bank Devisa

Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang

berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke

luar negeri, inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan

pembayaran Letters of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk

menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

2) Bank Non Devisa


Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi

sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti

halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank

devisa, di mana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.

d. Dilihat Dari Segi Cara Menentukan Harga

Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menetukan harga baik

harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok, yaitu:

1) Bank Yang Berdasarkan Prinsip Konvensional

Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang

berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa

Indonesia di mana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh kolonial Belanda.

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya,

bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu:

• Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti

giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk

pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga

tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila

suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal

dengan nama negative spreads, hal ini terjadi di Indonesia pada akhir

tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999.

• Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau

menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu.

Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.


2) Bank Yang Berdasarkan Prinsip Syariah

Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia.

Namun, di luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah bank yang

berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama.

Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya

sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan

prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank

dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan

perbankan lainnya.

Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang

berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut:

• Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)

• Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah)

• Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)

• Pembiayaan barang modal berdasrkan sewa murni tanpa pilihan (Ijarah)

• Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang

disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah wa Iqtina)

Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang

berdasarkan pada prinsip syariah juga menentukan biaya sesuai dengan syariah

Islam.

Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prinsip syariah dasar

hukumnya adalah Al-Qur’an dan sunnah rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah
mengaharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank

yang berdasarkan prinsip syariah bunga adalah riba.

B. Instrumen Kebijakan Moneter Islam

1. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS)

Pasar uang adalah tempat terjadinya transaksi tagihan keuangan berjangka

waktu pendek (umumnya kurang dari satu tahun) (Kasmir 235:2009).

Penggunaan istilah pasar uang bukan berarti dalam syariah uang dianggap sebgai

komoditi, sehingga dapat diperjualbelikan. Istilah pasar uang semata-mata hanya

menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan investasi jangka pendek antarbank

berdasarkan prinsip syariah.

Piranti yang digunakan dalam PUAS ini adalah Sertifikat IMA (Investasi

Mudharabah Antarbank). Hal ini berarti prinsip syariah yang digunakan adalah

mudharabah (bagi hasil). Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana

(investor) dengan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu guna

memperoleh keuntungan. Keuntungan tersebut akan dibagikan kepada kedua

belah pihak berdasarkan prinsip nisbah yang yang telah disepakati sebelumnya.

Dengan demikian bank yang memiliki kelebihan dana bukan memberikan

pinjaman, tetapi melakukan investasi kepada bank yang mengalami kekurangan

dana dengan jangka waktu investasi paling lama 90 hari. Nisbah bagi hasil yang

disepakati bank dapat digunakan sebagai indikator tingkat likuiditas bank penerbit

IMA. Semakin tinggi nisbah bagi hasil yang diterima bank pembeli sertifikat

IMA mengindikasikan semakin ketat likuiditas dari bank penerbit sertifikat IMA

(Buchori : 2002).

Sertifikat IMA diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah bagi bank yang

seluruh kegiatannya berdasarkan prinsip syariah, seperti Bank Muamalat dan


Bank Syariah Mandiri. Bagi bank konvensional yang memiliki kantor cabang

syariah, Sertifikat IMA diterbitkan oleh Unit Usaha Syariahnya (UUS), seperti

Bank BNI, Bank Danamon, Bank IFI dan lainnya. Seluruh bank umum termasuk

bank umum konvensional dapat berpartisipasi dalam PUAS. Namun demikian,

bank umum konvensional hanya dapat berperan sebagai pembeli Sertifikat IMA,

sedangkan bank umum syariah maupun bank umum konvensional yang

mempunyai Unit Usaha Syariah dapat bertindak sebagai pembeli maupun penerbit

Sertifikat IMA.

Sertifikat IMA yang diterbitkan harus diserahkan kepada bank pembeli

Sertifikat IMA sebagai bukti telah melakkan penanaman dana. Sertifikat IMA

yang belum jatuh tempo dapat dipindahtangankan atau dijual kepada pihak lain.

Pemindahtanganan ini hanya dapat dilakukan oleh bank pembeli pertama,

sedangkan pembeli kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada bank

lain sampai dengan berakhirnya jangka waktu Sertifikat IMA tersebut.

Pembatasan ini dilakukan untuk mencegah kesan terjadinya jual beli uang yang

dapat menjurus pada kegiatan spekulatif. Agar bank penerbit dapat melakukan

pembayaran kepada Bank yang berhak, maka bank pemegang sertifikat terakhir

wajib memberitahukan kepemilikan Sertifikat IMA tersebut kepada penerbit.

Pada saat Sertifikat IMA jatuh waktu, bank penerbit melakukan pembayaran

sebesar nilai nominal investasi (face value) kepada bank terakhir pemegang

sertifikat, sedangkan imbalan dibayar setiap awal bulan kepada bank pemegang

sertifikat.

Hal ini dimaksudkan agar pembayaran imbalan sesuai dengan realisasi hasil

investasi yang telah terjadi. Bank penerbit harus menginformasikan nilai nominal

investasi, nisbah bagi hasil, jangka waktu, dan tingkat indikasi imbalan Sertifikat
IMA pada Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) Bank Indonesia pada hari

penerbitan. Bank penerbit juga harus melaporkan tingkat realisasi imbalan

sertifikat IMA pada hari kerja pertama setiap bulan (Buchori : 2009), untuk lebih

jelas mengenai skema PUAS dapat dilihat pada gambar 2.1.


Sumber : Buchori (2002)

a. Persyaratan Investasi Mudharabah Antarbank (IMA)

Sertifikat IMA yang diterbitkan oleh bank pengelola dana memenuhi

persyaratan sebagai berikut (Buchori : 2002):

(1) Sekurang-kurangnya mencantumkan

• Kata-kata “SERTIFIKAT INVESTASI MUDHARABAH

ANTARBANK”

• Tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat IMA

• Nomor seri Sertifikat IMA

• Nilai Nominal Investasi

• Nisbah bagi hasil

• Jangka waktu investasi

• Tingkat indikasi imbalan, yaitu tingkat imbalan deposito investasi

Mudharabah (sebelum didistribusikan) pada bulan sebelumnya

• Tanggal pembayaran nilai nominal invetasi dan imbalan

• Tempat pembayaran

• Nama bank penanam dana

• Nama bank penerbit dan dan tanda tangan pejabat yang berwenang
(2) Berjangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari

(3) Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau UUS

b. Perhitungan Imbalan Investasi Mudharabah Antarbank

Besarnya imbalan sertifikat IMA dihitung berdasarkan jumlah nominal

investasi, tingkat imbalan deposito investasi mudharabah sesuai dengan jangka

waktu penanaman dan dan nisbah bagi hasil yang disepakati. Rumus perhitungan

besarnya imbalan Sertifikat IMA sebagai berikut:

X = P x R x t/360 x k

Keterangan:

X = Besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana

P = Nilai nominal investasi

R = Tingkat imbalan deposito investasi Mudharabah

T = Jangka waktu investasi

K = Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana

2. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah sertifikat yang diterbitkan

Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip

Wadiah (Zainul 170:2006).

Undang-Undang No.23 Tahun 1999 mengamanatkan bahwa dalam

melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia harus mengakomodasi

perkembangan bank syariah. Seiring dengan semakin banyak dan kian

berkembangnya bank-bank syariah, Bank Indonesia menerapkan instrumen

moneter syariah dengan menggunakan prinsip wadiah (titipan), yaitu Sertifikat

Wadiah Bank Indonesia (SWBI) guna menarik kelebihan likuiditas perbankan


syariah. Dari sisi bank syariah, SWBI ini dapat dijadikan piranti pasar uang

syariah karena dapat berfungsi sebagai penitipan jangka pendek.

Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas penitipan dana yang

diperhitungkan pada saat jatuh tempo. Jumlah dana yang dititipkan dimaksud

sekurang-kurangnya Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Penitipan dana

diatas nominal tersebut hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp 50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah). Jangka waktu waktu penitipan dana ditetapkan 1 (satu)

minggu, 2 (dua) minggu, dan 1 (satu) bulan yang dinyatakan dalam hari. Dalam

SWBI tidak boleh ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian

yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia, dan SWBI tidak boleh

diperjualbelikan.

Penyelesaian transaksi dilakukan pada hari kerja yang sama. Bank yang

permohonan penitipan dananya disetujui Bank Indonesia akan didebet rekening

gironya sebesar nilai titipan dana. Pada saat penitipan dana telah jatuh waktu,

Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro sebesar nilai titpan dana ditambah

dengan bonus apabila Bank Indonesia pada saat itu memang perlu dilakukan

kontraksi moneter melalui bank syariah.

Pemberian dan besarnya bonus sepenuhnya tergantung Bank Indonesia.

Sebagai acuan dapat digunakan tingkat indikasi imbalan PUAS yang merupakan

rata-rata tertimbang dari tingkat indikasi imbalan Sertifikat IMA yang terjadi pada

PUAS pada tanggal penitipan dana. Apabila pada tanggal penitipan dana tidak

terjadi transaksi PUAS, maka sebagai acuan perhitungan bonus dapat digunakan

tingkat indikasi imbalan PUAS terakhir atau rata-rata tingkat imbalan deposito

investasi mudharabah sebelum didistribusikan pada bulan sebelumnya dari seluruh


bank syariah dan UUS (Buchori : 2002). Mekanisme penyelesaian transaksi

SWBI secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2
SKEMA SWBI

PROSES PENITIPAN
DANA

Penerbit

(1)
PIPU
AksesPenitip
Informasi Akses Informasi (2)

Perminta
OPU
Permintaan Penitipan via 3,4,5
Telp/fax/reuter (3)
BANK
UMUM (4) Persetujuan Penitipan
(6)
Pendebetan penitipan
Penegasan SPTP via surat (5) dana
KELEBIHAN
DANA (7) Penyerahan Sertifikat
OPU
7,8
Pengembalian SWBI setelah due (8)

(9)
(10) Pengembalian Dana + “Bonus” Pengembalian dana

PROSES PENGEMBALIAN BANK


DANA INDONESIA
Sumber : Buchori (2002)

Apabila saldo rekening giro bank atau UUS tidak cukup untuk menyelesaikan

transaksi sehingga transaksi penitipan dana dibatalkan, maka bank atau UUS

dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan. Jika pembatalan transaksi

penitipan dana terjadi lebih dari dua kali dalam dalam kurun waktu enam bulan, selain

dikenakan sanksi administratif, bank atau UUS dikenakan pula sanksi kewajiban

membayar sebesar 0,1% dari kekurangan transaksi. Bank atau UUS yang mengambil

titipan dana sebelum jatuh waktu tidak diberikan bonus dan dikenakan sanksi

kewajiban membayar sebagai berikut:

Jumlah Dana Titipan Biaya Administrasi

Rp 500 juta s.d Rp 100 Miliar Rp 5 juta

> Rp 100 Miliar s.d Rp 500 Miliar Rp 10 juta

> Rp 500 Miliar Rp 15 juta

Sumber : Buchori (2002)

C. Assets Dan Liability Management Pada Bank Syariah

Sebagaimana dengan bank konvensional, bank syariah pun merupakan

lembaga intermediasi antara penabung dan investor. Perbedaan pokok antara bank

syariah dan bank konvensional terletak pada dominasi prinsip berbagi hasil dan

berbagi risiko (profit and loss sharing) yang melandasi sistem operasionalnya. Hal

ini antara lain tercermin pada beberapa karakteristik berikut:

• Berbeda dengan bank konvensional, bank islam hanya menjamin pembayaran

kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan (wadiah), tetapi tidak

menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito. Bank Islam juga

tidak menjamin pembagian keuntungan atas deposito. Mekanisme pangaturan


realisasi pembagian keuntungan final atas deposito pada bank syariah tergantung

pada kinerja bank, tidak sebagaimana bank konvensional yang menjamin

pembayaran keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan

mengabaikan performancenya.

• Sistem operasional bank Islam berdasarkan berdasarkan pada sistem equity di

mana setiap modal adalah berisiko. Oleh karena itu hubungan kerja sama antara

bank Islam dengan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan

berbagi risiko.

• Dalam menggunakan kegiatan pembiayaan bank Islam menggunakan model

pembiayaan Syariah yaitu PLS dan non-PLS. Sehubungan dengan itu bank Islam

melakukan pooling dana-dana nasabah dan berkewajiban menyediakan

manajemen investasi yang professional.

Berdasarkan karakteristik tersebut, maka risiko yang dihadapi oleh bank Islam

lebih terfokus pada risiko likuiditas dan risiko kredit dan tidak akan pernah

mengalami risiko karena fluktuasi tingkat bunga. Likuiditas bank syariah banyak

bergantung pada:

a. Tingkat kelabilan (Volatility) dari simpanan nasabah

b. Kepercayaan pada dana-dana non-PLS

c. Kompetensi teknis yang berhubungan dengan pengaturan struktur liabilitas

d. Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas.

e. Akses kepada pasar antar bank dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender

of last resort dari Bank Sentral.

Teknik duration gap management dapat diaplikasikan oleh bank Islam, bukan

dalam rangka menghindari risiko tingkat bunga, melainkan untuk mengatur cash flow

atau mengendalikan likuiditasnya.


Kualitas earning assets bank Islam akan bergantung pada beberapa hal berikut:

a. Level, distribusi dan tingkat kesulitan dari aset yang diklasifikasikan

b. Level dan komposisi dari berkurangnya nilai aset

c. Kecukupan dari cadangan penilaian kembali

d. Bukti adanya kemampuan untuk mengadministrasikan dan memperoleh kembali

kredit bermasalah.

Hasil akhir dari manajemen aset liabilitas itu akan bermuara pada kemampuan

untuk menutup kerugian dan penyediaan kecukupan modal, trend pendapatan yang

semakin baik, kompetitif terhadap peer group-nya, dan kualitas dan komposisi

pendapatan bersih yang semakin baik.

Assets Liability management bank Islam lebih banyak bertumpu pada kualitas

aset, dan hal itu akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan kualitas

pengelolaan liabilitasnya. Kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya

sebagai professional investment manager akan sangat menentukan kualitas aset yang

dikelolanya. Teknik fund gap management tidak relevan untuk digunakan sebagai

alat manajemen aset liabilitas bank Islam, karena bank Islam tidak berurusan dengan

risiko tingkat bunga (Zainul Arifin 132:2006).

D. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah

Dana pihak ketiga bank syariah adalah dana yang berasal dari simpanan

masyarakat Dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, hanya

dalam prinsipnya saja yang membedakan, pada bank konvensional menggunakan

sistem bunga sedangkan pada bank syariah menggunakan prinsip wadiah dan

mudharabah. Ada 3 (tiga) macam yang termasuk dalam Dana Pihak Ketiga (Bank

Syariah) yaitu:
1. Simpanan Giro Wadiah

Simpanan giro menurut Bank Indonesia adalah simpanan yang penarikannya

hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro ataupun

pemindahbukuan. Dalam bank syariah simpanan giro ini menggunakan prinsip

wadiah, dalam pelaksanaannya wadi’ah dibedakan menjadi dua jenis (Wiyono

33:2005), yaitu:

• Wadiah Yad Al Amanah adalah akad pentitpan uang dimana pihak penerima

titipan tidak diperkenankan menggunakan uang simpanan yang dititipkan dan

tidak bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan

akibat kalalaian penerima titipan.

• Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah akad penitipan uang dimana pihak penerima

titipan dengan atau tanpa izin pemilik uang dapat memanfaatkan uang tersebut

dan harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan.

Sifat-sifat Simpanan Giro Wadiah menurut Malayu Hasibuan, antara lain:

a) Giro wadiah merupakan titipan yang dengan seizin penitip dapat

dipergunakan oleh bank.

b) Sebagai konsekuensi dari yad adh dhamanah menjamin keutuhan dana

c) Merupakan salah satu cara penyimpanan dana, alat pembayaran giral dengan

menggunakan media cek, bilyet giro dan perintah bayar lainnya.

d) Bank atas kehendak sendiri, tanpa perjanjian di muka dapat memberikan

semacam bonus kepada para nasabahnya.

2. Simpanan Deposito Mudharabah


Deposito mudharabah adalah investasi melalui simpanan pihak ketiga yang

penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu dengan

mendapatkan imbalan bagi hasil (Hasibuan 42:2007). Imbalan dibagi dalam bentuk

berbagi pendapatan (revenue sharing) atas penggunaan dana itu secara syariah dengan

rasio pembagian pendapatan, misalnya 60:40, yaitu 60% bagi deposan dan 40% bagi

bank. Jangka waktu deposito mudharabah berkisar antara 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan,

dan 12 bulan.

3. Simpanan Tabungan Mudharabah dan Wadiah

Tabungan mudharabah adalah simpanan pihak ketiga di Bank Syariah yang

penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai dengan perjanjian.

Dalam hal ini bank syariah bertindak sebagai Mudharib dan deposan sebagai shahib

al mal. Bank sebagai Mudharib akan membagi keuntungan kepada shahib al mal

sesuai dengan nisbah yang telah disetujui bersama. Pembagian keuntungan dapat

dilakukan setiap bulan berdasarkan saldo minimal yang mengendap selama periode

tersebut. Tabungan ini juga dapat menggunakan prinsip wadiah tergantung

kesepakatan di awal antara pihak pemilik dana dengan pihak yang dititipkan.

E. Pembiayaan Bank Syariah Di Indonesia

Di dalam sistem ekonomi syariah pada umumnya akad untuk melakukan

transaksi pembiayaan terbagi menjadi dua kelompok (Wiyono 28:2009 sebagaimana

Zulkifli : 2003), yaitu:

1. Akad Tabarru

Akad tabarru digunakan untuk transaksi yang bersifat tolong menolong tanpa

mengharapkan adanya keuntungan materiil dari pihak-pihak yang melakukan

perikatan, kecuali mendapat balasan dari Allah SWT semata. Walaupun demikian,
dalam transaksi yang bersifat tabarru’ ini dibolehkan untuk memungut biaya transaksi

yang akan digunakan habis dalam pengelolaan transaksi tabarru’ ini, sehingga benar-

benar tidak ada unsur keuntungan materiil yang diperoleh.

Yang termasuk akad dalam transaksi tabarru’ ini antara lain:

• Akad Qardh

Transaksi qardh timbul karena salah satu pihak meminjamkan obyek perikatan

yang berbentuk uang kepada pihak lainnya, tanpa berharap mengambil

keuntungan materiil apapun.

• Akad Rahn

Transaksi rahn timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek

perikatan yang berbentuk uang kepada pihak lainnya yang disertai dengan

jaminan.

• Akad Hawalah

Transaksi hawalah timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek

perikatan yang berbentuk uang untuk mengambil alih piutang/utang dari pihak

lain.

• Akad Wakalah

Transaksi wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek

perikatan yang berbentuk jasa atau juga bisa disebut sebagai meminjamkan

dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain.

• Akad Wadiah
Transaksi wadiah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek

perikatan yang berbentuk jasa yang lebih khusus yaitu custodian (penitipan dan

pemeliharaan).

• Akad Kafalah

Transaksi kafalah timbul jika salah satu pihak memberikan obyek yang

berbentuk jaminan atas kejadian tertentu di masa yang akan datang (contingent

guarantee).

• Akad Wakaf

Transaksi yang timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang

berbentuk uang ataupun obyek lainnya tanpa disertai kewajiban mengembalikan.

2. Akad Transaksi Tijarah

Pembiayaan pada bank syariah terutama untuk sektor swasta pada umumnya

bersifat orientasi laba (Wiyono 36:2005). Aktivitas pada sektor swasta ini befungsi

menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi melalui kegiatan produksi,

distribusi, dan konsumsi. Sifat dasar, transaksi dan kontrak dalam ekonomi dapat

dikategorikan menjadi dua (Wiyono 36:2006 sebagaimana Zulkifli : 2003), yaitu:

a) Natural Certainty Contract

Natural Certainty Contract (NCC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalam

bisnis yang memiliki kepastian keuntungan dan pendapatannya baik dari segi jumlah

dan waktu penyerahannya. Yang termasuk dalam kontrak transaksi NCC dalam

perekonomian Islam adalah:

• Akad Murabahah

Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli suatu barang sebesar harga

perolehan barang ditambah margin yang telah disepakati oleh para pihak, dimana

penjual menginformasikan terlebih dahulu harga perolehan kepada pembeli.


• Akad Salam

Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dengan cara

pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu.

• Akad Istishna

Perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dalam bentuk

pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang

disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.

• Akad Ijarah

Perjanjian pembiayaan berupa transaksi sewa menyewa atas suatu barang

dan/atau jasa antara pemilik obyek sewa termasuk kepemilikan hak pakai atas

obyek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang

disewakan. Apabila terjadi perpindahan kepemilikan ketika akhir periode maka

akad tersebut dinamakan Ijarah Muntahiyah Bitamlik.

b) Natural Uncertainty Contract (NUC)

Natural Uncertainty Contract (NUC) adalah suatu jenis kontrak transaksi

dalam bisnis yang mengandung ketidakpastian. Yang termasuk dalam kontrak

transaksi NCC antara lain:

• Mudharabah

Perjanjian pembiayaan/penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)

kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang

sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak

berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

• Musyarakah

Perjanjian pembiayaan atau penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana

dan atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang

disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-

masing.

F. Non Performing Financing (NPF)

Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio antara pembiayaan

bermasalah terhadap total pembiayaan pada bank syariah. Dalam laporan keuangan

biasanya NPF bank syariah menggunakan persentase dalam melaporkan tingkat NPF-

nya namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah jumlah yang tertera dalam

laporan keuangan bank syariah.

G. Penelitian Sebelumnya

Sebagai landasan dalam penelitian mengenai dampak instrumen moneter

syariah terhadap kinerja perbankan syariah, penulis menggunakan beberapa penelitian

yang dulu pernah dilakukan.

Penelitian yang berkaitan dengan instrumen moneter syariah sudah dilakukan oleh

beberapa orang peneliti, antara lain:

1) Sri Widyastuti (2009) dan Deky Anwar (2006) dalam penelitiannya yang

mengambil judul analisis dampak transaksi instrumen moneter syariah

terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia mencoba mencari tahu

dampak yang ditimbulkan akibat transaksi instrumen moneter syariah terhadap

kinerja perbankan di Indonesia selama periode 2001-2006. Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah SWBI dan PUAS sebagai variabel

dependen dan pembiayaan, aset, dan pihak ketiga, dan NPF sebagai variabel

independent. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel independen

kinerja perbankan syariah lebih cepat meredam shock yang terjadi pada

intrumen moneter SWBI dibandingkan dengan PUAS. Dan variabel aset dan
NPF lebih berperan dalam dominasi transaksi SWBI sedangkan yang

mendominasi dalam transaksi instrumen moneter PUAS adalah aset dan NPF.

2) Indah Nurfitri Adi (2006) dalam penelitiannya yang mengambil judul analisis

pengaruh penempatan dana pada SWBI dan PUAS terhadap FDR (Financing

To Deposits Ratio) Perbankan Syariah di Indonesia mencoba menganalisis

pengaruh antara SWBI dan PUAS sebagai variabel dependen dan FDR

(Financing To Deposits Ratio) sebagai variabel independent. Hasil penelitian

ini secara bersama-sama SWBI dan PUAS memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap FDR, namun secara parsial hanya variabel SWBI yang signifikan

terhadap FDR.

3) Amin Budi Pramuharjdo (2005) dalam penelitiannya yang berjudul analisis

pengaruh kebijakan moneter terhadap deposito, pembiayaan, dan likuiditas

perbankan syariah di Indonesia mencoba menganalisis instrumen-instrumen

moneter seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan variabel-variabel

makroekonomi seperti inflasi, GDP riil, dan pangsa pasar bank syariah

terhadap bank konvensional sebagai variabel independen, sedangkan variabel

dependentnya adalah kinerja perbankan syariah yakni, jumlah deposito,

tingkat likuiditas dan pembiayaan perbankan syariah. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap

deposito, likuiditas, dan pembiayaan perbankan syariah di Indonesia,

sedangkan pangsa pasar bank syariah terhadap bank konvensional

berpengaruh positif.
H. Kerangka Pemikiran

Analisis Vector Auto Regressive (VAR) Transaksi


Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja
Perbankan Syariah Di Indonesia

SWBI dan PUAS (Y)


Aset Perbankan Syariah (X1), DPK (X2),
Pembiayaan (X3), dan NPF (X4)

Pengumpulan Data Time Series

Uji Stationeritas data

Stasioner Tidak Stationer

Stationer Di
VAR Bentuk Level Deferensi Data

VAR Bentuk
Diferensi Tidak Terjadi Kointegrasi

Ya

VECM

Impulse Response dan


Variance Decomposition

Analisis dan Kesimpulan

Gambar 2.3
I. Hipotesis

Sesuai dengan kerangka pemikiran, latar belakang, dan pembatasan masalah,

untuk mencapai tujuan penelitian ini maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ho : Variabel Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF diduga tidak berpengaruh

terhadap transaksi PUAS dan SWBI

Ha : Variabel Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF diduga berpengaruh terhadap

transaksi PUAS dan SWBI

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Bank Umum Syariah dan Unit

Usaha Syariah di Indonesia tanpa Bank Perkreditan Rakyat Syariah dari laporan

keuangan bulanan dan laporan keuangan publikasi Bank Indonesia dalam kurun

waktu bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Desember 2008. Ruang lingkup

penelitian ini adalah membahas variabel bebas (independent variable) yang terdiri dari

Aset Perbankan Syariah (X1), Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah (X2),

Pembiayaan Perbankan Syariah (X3), dan Non Performing Financing bank syariah

(X4). Sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah Sertifikat Wadiah Bank

Indonesia dan Pasar Uang Antarbank Syariah.

B. Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini metode penentuan sample yang digunakan oleh penulis

adalah convenience sampling yaitu peneliti menggunakan data yang tersedia yaitu

Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah

Indonesia. Metode ini dipilih karena Bank Indonesia merupakan satu-satunya

institusi yang berhak mengeluarkan data perbankan secara keseluruhan adalah Bank

Indonesia.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian kali ini adalah:

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Untuk mendapatkan landasan dan konsep yang kuat agar dapat memecahkan

permasalahan, maka penulis mengadakan penelitian kepustakaan dengan

mengumpulkan literatur-literatur ilmiah, beberapa buku, artikel dan jurnal

yang berkaitan dengan penelitian ini.


2. Field Research

Pengumpulan data dan keterangan seperti laporan keuangan, dan data lain

yang berhubungan dengan penelitian ini, diperoleh dari Bank Indonesia.

Penelusuran data dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a) Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil cetakan

b) Penelusuran dengan komputer untuk data dalam format laporan elektronik.

D. Metode Analisis

1. Pengujian Stasioneritas

Suatu variabel dikatakan stasioner jika nilai rata-rata, varians, dan

kovariansnya selalu konstan pada setiap titik waktu. Stasioner dari sebuah variabel

menjadi penting karena pengaruhnya pada hasil estimasi regresi. Regresi antara

variabel-variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu

(spurious regression), di mana nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi menjadi

tidak valid dan sulit untuk dijadikan pedoman. Ada beberapa cara yang tepat dapat

dilakukan untuk mengukur keberadaan stasionaritas, salah satunya adalah dengan

menggunakan Phillip Pheron Test (PP), yaitu jika nilai mutlak PP statistiknya lebih

besar dari Mc Kinnnon Critical Value (tergantung dari tingkat keyakinan yang dipilih

1%, 5%, atau 10%), maka dapat disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Pada

penelitian ini nilai kritis yang digunakan adalah 5% yang mana tidak terlalu rendah

dan tidak terlalu tinggi. Cara yang cukup cepat adalah dengan melihat nilai Prob-nya,

apabila lebih kecil dari 0,05 (5%), maka data sudah stasioner. Solusi yang dapat

dilakukan apabila berdasarkan uji PP diketahui suatu series adalah non stasioner

adalah dengan melakukan difference non stationary processes (Widarjono, 347:2007).

Metode PP digunakan dalam uji stasioneritas data karena metode PP dapat

menangkap perubahan struktur data yang terjadi pada suatu variabel, dimana dalam
hal ini uji ADF tidak dapat melakukannya. Perubahan struktur data perlu diperhatikan

karena hal itu dapat menyebabkan data terlihat seperti tidak stasioner, sehingga

kesimpulan yang diambil jika perubahan struktur tidak dimasukan ke dalam

perhitungan akan mengarah pada penerimaan hipotesis yang salah.

2. Uji Kointegrasi

Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang atau ekuilibrium antara

variabel-variabel yang tidak stasioner (Widarjono : 2007). Dengan kata lain, walau

secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun kombinasi antar

variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Berkaitan dengan hal ini, maka langkah

selanjutnya di dalam estimasi VAR adalah uji kointegrasi untuk mengetahui

keberadaan hubungan antar variabel. Uji kointegrasi yang digunakan adalah uji

Johansen Cointegration Test. Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji likelihood

ratio (LR). Jika nilai hitung LR lebih besar dari nilai kritis LR maka kita menerima

adanya kointegrasi sejumlah variabel dan sebaliknya jika nilai hitung LR lebih kecil

dari nilai kritisnya maka tidak ada kointegrasi. Pada langkah ini kita akan mengetahui

apakah model penelitian ini merupakan VAR tingkat diferensi jika tidak ada

kointegrasi dan VECM bila terdapat kointegrasi.

3. Vector Autoregression (VAR)

Metode analisis yang digunakan untuk mengestimasi model penelitian ini

adalah VAR (Vector Autoregression). Model VAR adalah model persamaan regresi

yang menggunakan data time series. Model VAR ini dibangun dengan pertimbangan

meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena

ekonomi dengan baik. Penggunaan metode VAR dikarenakan metode ini dianggap

lebih efisien, tepat, dan tidak bias dalam mengestimasi koefisien yang diinginkan.
Dalam pengujian terhadap pengaruh variabel-variabel kinerja perbankan

syariah terhadap transaksi instrumen moneter syariah dapat dilakukan melalui model

VAR sebagai berikut:

Yt = b 10 + γ11Yt-1 + b 12 Zt-1 + εyt (3.1)

Zt = b 20 + b21Yt-1 + γ22 Zt-1 + εzt (3.2)

Dimana:

Yt adalah k vektor dari serial variabel endogenous

Zt adalah d vektor dari serial variabel eksogenous

b10 adalah vektor intersep (n x 1)

γ11 & b12 adalah matrik koefisien (n x n)

εyt dan εzt adalah error pada variabel 1 dan 2

Kata vector menunjukkan hubungan dengan dua atau lebih variabel di dalam

model, jadi di dalam model VAR semua variabel dianggap sebagai variabel endogen

meskipun variabel tersebut eksogen. Sehingga dapat dikatakan bahwa Yt (sebagai

variabel endogen) tidak hanya dipengaruhi oleh variabel masa lalunya tetapi juga

dipengaruhi oleh masa lalu variabel lainnya, meskipun itu variabel eksogen.

Begitupun halnya dengan Zt (sebagai variabel eksogen) tidak hanya dipengaruhi oleh

variabel masa lalunya tetapi juga dipengaruhi oleh masa lalu variabel endogen

(Widarjono 373 : 2007).

Sebagaimana penjelasan sebelumnya, model VAR menganggap bahwa semua

variabel ekonomi adalah saling tergantung dengan yang lain. Oleh karena itu,

persamaan model VAR untuk penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut:

Y1t = β01 + β11Y1t-1 + ... + βn1Y1t-p + α11Y2t-1 + ... + αn1Y2t-p + χ11Y3t-1 + ... + χn1Y3t-p +

θ11Y4t-1 + ... + θn1Y4t-p + Φ11Y5t-1 + ... + Φn1Y5t-p + e1t (3.3)


Y2t = β02 + β12Y2t-1 + ... + βn2Y2t-p + α12Y1t-1 + ... + αn2Y1t-p + χ12Y3t-1 + ... + χn2Y3t-p +

θ12Y4t-1 + ... + θn2Y4t-p + Φ12Y5t-1 + ... + Φn2Y5t-p + e2t (3.4)

Y3t = β03 + β13Y3t-1 + ... + βn3Y3t-p + α13Y1t-1 + ... + αn3Y1t-p + χ13Y2t-1 + ... + χn3Y2t-p +

θ13Y4t-1 + ... + θn3Y4t-p + Φ13Y5t-1 + ... + Φn3Y5t-p + e3t (3.5)

Y4t = β04 + β14Y4t-1 + ... + βn4Y4t-p + α14Y1t-1 + ... + αn4Y1t-p + χ14Y2t-1 + ... + χn4Y2t-p +

θ14Y3t-1 + ... + θn4Y3t-p + Φ14Y5t-1 + ... + Φn4Y5t-p + e4t (3.6)

Y5t = β05 + β15Y5t-1 + ... + βn5Y5t-p + α15Y1t-1 + ... + αn5Y1t-p + χ15Y2t-1 + ... + χn5Y2t-p +

θ15Y3t-1 + ... + θn5Y3t-p + Φ15Y4t-1 + ... + Φn5Y4t-p + e5t (3.7)

Dimana:

Y1 = Instrumen Moneter Syariah

Y2 = Aset

Y3 = DPK

Y4 = Pembiayaan

Y5 = NPF

p = Panjangnya Kelambanan

Alasan pemilihan metode VAR dalam penelitian ini adalah:

a. Ada beberapa analisis penting yang bisa dihasilkan di dalam model

VAR, yaitu Impulse Response dan Variance Decomposition. Analisis

Impulse response ini melacak respon dari variabel endogen di dalam sistem

VAR. karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan di dalam variabel

gangguan (e). Sedangkan analisis Variance decomposition ini

menggambarkan relatif pentingnya setiap variabel di dalam sistem VAR

karena adanya shock.


b. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, nilai masing-masing variabel

selain dipengaruhi oleh nilai variabel itu sendiri di masa lampau tapi juga

dipengaruhi oleh nilai masa lampau dari semua variabel endogen lain dalam

model. Dari hal tersebut berdasarkan dibuat model yang bersifat dinamis

dengan menspesifikasi masing-masing variabel dengan struktur selang atau

lag.

Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan metode

ini, yaitu harus melakukan uji stasioner dari setiap data time series yang digunakan di

dalam model. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaaan VAR dengan

metode standar dan series yang non stasioner akan berujung pada dua pilihan VAR,

yaitu VAR dalam bentuk difference atau VECM.

a. VAR in Difference

Dalam banyak kasus data time series seringkali menunjukkan tidak

stasioner. Bila hal ini terjadi maka kita perlu melakukan uji stasioneritas

data pada tingkat diferensi. Ketika uji stasioneritas data diferensi ini

menghasilkan data diferensi yang stasioner, namun secara teoritis tidak

terjadi hubungan antar variabel karena tidak menunjukkan adanya

kointegrasi maka modelnya disebut dengan model VAR in difference.

b. Vector Error Correction Model (VECM)

Model VECM digunakan apabila data time series tidak stasioner pada

level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi sehingga

menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel. Adanya kointegrasi

ini maka model VECM disebut model VAR yang teristriksi.

1. Analisis di dalam model VAR


Ada beberapa analisis penting yang bisa dihasilkan di dalam model VAR pada

penelitian ini, yaitu:

a. Impulse Response

Impulse response ini merupakan salah satu analisis penting di dalam model

VAR. Analisis Impulse response ini melacak respon dari variabel endogen

di dalam sistem VAR karena adanya goncangan (shocks) atau perubahan

di dalam variabel gangguan. Respon yang dihasilkan bisa positif, negatif

dan tidak merespon. Respon positif karena di atas garis horizon dan

searah, respon negatif karena di bawah garis horizon dan berlawanan arah,

sedangkan tidak merespon ditunjukkan dengan grafik dimana responnya

cenderung mendatar dekat pada garis horizon (Widarjono 380:2007).

b. Variance Decomposition

Analisis variance decomposition ini menggambarkan relatif pentingnya

setiap variabel di dalam sistem VAR karena adanya shock. Variance

decomposition berguna untuk memprediksi kontribusi persentase varian

setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem

VAR (Widarjono 383:2007).

Software yang digunakan sebagai alat bantu penelitian adalah Eviews 5.0 dan

juga digunakan program Microsoft Excel 2003 dan Microsoft Word 2003 dalam

membantu memudahkan pengoperasian software yang digunakan dalam penelitian.

E. Operasional Variabel Penelitian

Variabel operasional adalah sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai yang

diterapkan dalam suatu penelitian untuk. Variabel Operasional yang akan diteliti

sebagai berikut:
1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independent adalah tipe variabel yang menjelaskan atau

mempengaruhi variabel yang lain. Dalam penelitian ini terdiri dari empat

macam, yaitu:

a. Aset Perbankan Syariah

Aset yang dimiliki oleh bank syariah dan unit usaha syariah tanpa

memperhitungkan jumlah aset Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

b. Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah

Jumlah dana yang diperoleh bank syariah yang berasal dari simpanan

masyarakat yang berupa simpanan giro wadiah. Tabungan mudharabah

dan wadiah, dan deposito mudharabah.

c. Pembiayaan Bank Syariah

Jumlah pembiayaan yang diberikan dalam berbagai macam bentuk,

seperti Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Ijarah, dan akad lainnya

yang sesuai dengan prinsip syariah.

d. Non Performing Financing

Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio antara pembiayaan

bermasalah terhadap total pembiayaan pada bank syariah.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi oleh

variabel yang mendahuluinya. Variabel ini disebut variabel “Y” yang menjadi

variabel terikat dalam penelitian kali ini adalah jumlah transaksi SWBI dan

PUAS.

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Awal Perkembangan Bank Syariah

Berdirinya bank syariah di Indonesia ditandai dengan berdirinya Bank

Muamalat Indonesia, sebenarnya ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada

sejak tahun 1970-an. Dimana pembicaraan mengenai bank syariah muncul pada

seminar nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada

tahun 1976 dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu-

Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhinneka Tunggal Ika. Namun ada

beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide pendirian bank syariah ini,

adapun alasan tersebut antara lain: pertama, operasi bank syariah yang menerapkan

bagi hasil belum diatur, dan karena itu tidak sejalan dengan UU pokok perbankan

yang berlaku, yakni UU No 14/1967. Kedua, konsep bank syariah dari segi politis

berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau konsep negara Islam, dan Karena

itu tidak dikehendaki oleh pemerintah. Ketiga, masih dipertanyakan, siapa yang

bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu. Sementara pendirian bank baru

dari Timur Tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin

membuka kantornya di Indonesia.

Akhirnya gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi pada tahun 1988 di

saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi

liberalisasi industri perbankan. Para ulama waktu itu berusaha untuk mendirikan

bank bebas bunga, tapi tidak satupun perangkat hukum yang dijadikan dasar kecuali

bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0%. Setelah adanya

rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua,

Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990. Hasil lokakarya tesebut dibahas lebih mendalam
dalam Musyawarah Nasional (Munas) IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang

berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat

Munas IV MUI dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di

Indonesia.

BMI lahir sebagai hasil kerja tim perbankan MUI tersebut di atas akte

pendirian PT Bank Muamalat Indonesia dan ditandatangani pada tanggal 1 November

1991. Pada saat akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak

Rp 84 Miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam cara silahturahmi Presiden di

Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen sebesar modal disetor awal

sebesar Rp 101.126.382.000,-. Dana tersebut berasal sari Presiden dan Wakil

Presiden, sepuluh Menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti

Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT

PAL, PT PINDAD. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan

sebagai yayasan penopan BMI. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut pada

tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia secara resmi mulai beroperasi.

Berdirinya Bank Muamalat Indonesia secara formal dengan dikeluarkannya

UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sejak diterapkannya UU ini berarti

Indonesia telah menganut dual banking system, yakni secara makro dua sistem

perbankan, yaitu Sistem Konvensional dan Sistem Bagi Hasil (Syariah), yang

memberikan layanan jasa perbankan bagi masyarakat. Namun, harus diakui bahwa

UU tersebut belum cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena masih

menggunakan istilah bank bagi hasil. Pengertian bank bagi hasil yang dimaksudkan

dalam UU tersebut belum sesuai dengan cakupan pengertian bank syariah yang lebih

luas dibandingkan hanya sekedar bank bagi hasil. Di samping itu, hingga tahun 1998

belum terdapat pemikiran lanjutan untuk mengembangkan perbankan syariah lebih


serius. Termasuk pengembangan pasar uang syariah.

Sementara itu PP No.72 Tahun 1992 sebagai peraturan pelaksanaan dari UU

No.7 Tahun 1992 menyatakan bahwa bank umum dan BPR konvensional tidak

diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

Peraturan itu telah menjadi pembatas bagi berkembangnya bank syariah karena jalur

pertumbuhan jaringan kantor bank syariah hanya melalui perluasan kantor bank

syariah yang telah ada atau pembukaan bank syariah baru yang relative besar

investasinya. Situasi demikian membuat Bank Muamalat Indonesia sebagai satu-

satunya pemain tunggal di pasar berkaitan dengan masalah mitra kerjasama dalam

pengelolaan likuiditas.

Menyadari permasalahan tersebut diatas, maka UU No.7 Tahun 1992 diubah

dengan UU No.10 Tahun 1998 yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat

dan kesempatan yang lebih luas bagi pengembangan bank syariah di Indonesia.

Dalam UU No.10 Tahun 1998 dinyatakan secara tegas penggunaan istilah bank

syariah dengan berbagai jenis kegiatan operasionalnya yang relatif lebih luas

dibandingkan dengan kegiatan bank konvensional. Selain itu bank konvensional

dimungkinkan utuk membuka kantor yang melakukan kegiatan usaha dengan

menggunakan prinsip syariah. Dengan demikian secara mikro berarti Indonesia telah

menganut dual banking system, yakni suatu bank konvensional dimungkinkan untuk

menerapkan dua sistem secara bersamaan, yaitu Sistem Konvensional dan Sistem

Syariah.

Selanjutnya pada tahun 1999 dikeluarkan UU No.23 tentang Bank Indonesia

yang menyatakan bahwa dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai

rupiah, Bank Indonesia di antaranya mempunyai tugas pokok mengatur dan

mengawasi bank (Pasal 8), termasuk bank umum dan BPR syariah. Tugas pokok
tersebut mempertegas bahwa Bank Indonesia berkewajiban mengembangkan bank

syariah antara lain dengan menyusun ketentuan dan menyiapkan infrastruktur yang

sesuai dengan karakteristik bank syariah. Disamping itu, pasal 10 UU No.23 Tahun

1999 menegaskan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter

berdasarkan prinsip-prinsip syariah, antara lain dengan menggunakan operasi pasar

terbuka (open market operation) di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bank Indonesia memandang perlu untuk

menyusun suatu ketentuan yang berkaitan dengan pasar uang syariah. Selain untuk

membantu bank syariah dalam meningkatkan pengelolaan dan efisiensi pengelolaan

dananya, pasar uang syariah ini juga sekaligus dapat digunakan Bank Indonesia

selaku otoritas moneter sebagai salah satu indikator dan sarana dalam melaksanakan

kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan dalam UU

No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Hal ini mengingat berdasarkan

perkembangan pasar uang syariah dapat diketahui tingkat likuiditas perbankan

syariah, sehingga Bank Indonesia dapat menggunakannya sebagai indikator untuk

menerapkan kebijakan kontraksi atau ekspansi moneter.

Dalam kegiatan operasional, bank dapat mengalami kelebihan atau

kekurangan dana. Dalam hal terjadi kelebihan, maka bank melakukan penempatan

kelebihan likuidasi sehingga bank memperoleh keuntungan. Sedangkan bila bank

mengalami kekurangan likuidasi maka bank memerlukan saran untuk menutupi

kekurangan likuidasi dalam rangkan kegiatan pembiayaan sehingga kegiatan

operasional bank dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini bank dapat menerbitkan

Sertifikat Investasi Mudharabah (IMA) yang merupakan sarana penanaman dana bagi

bank syariah maupun konvensional, sehubungan dengan tugas Bank Indonesia untuk
menjaga stabilitas moneter, Bank Indonesia menyerap kelebihan likuiditas bank-bank

syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).

2. Perkembangan Bank Syariah Saat Ini

Perkembangan bank syariah saat ini tumbuh cukup baik, hal ini dipengaruhi

oleh tiga sebab, pertama, bank syariah lebih baik dalam mempertahankan kinerjanya

dibanding bank konvensional saat krisis ekonomi berlangsung. Kedua, turunnya

kinerja perbankan konvensional ini menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat

terhadap sistem bank konvensional, maka hal ini menjadi titik tolak bagi pelaku

perbankan untuk menggunakan sistem perbankan syariah. Ketiga, melihat

perkembangan riil bank syariah membuat beberapa bank konvensional membuka

bank syariah.

Hingga September tahun 2009 jumlah bank-bank syariah umum dan bank

umum yang membuka cabang bank syariah tercatat di Bank Indonesia berjumlah lima

buah bank umum syariah yaitu, Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Mega

Syariah, Bank Rakyat Indonesia Syariah dan Bank Bukopin Syariah. Pada akhir

September 2009 tercatat 660 jumlah kantor bank syariah dan 24 Unit Usaha Syariah

dengan jumlah kantor sebanyak 264 buah (Bank Indonesia : 2009).

Dilihat dari pembiayaan bank syariah pada September 2009 menunjukkan

pembiayaan mencapai Rp 44 triliun dibandingkan dengan tahun 2004 yang hanya

sebesar Rp 12 Triliun (Bank Indonesia : 2009). Dilihat dari komposisi pembiayaan

minat bank syariah masih terfokus pada pembiayaan murabahah dibandingkan dengan

pembiayaan jenis mudharabah dan musyarakah. Hal ini menunjukkan kehati-hatian

dalam pembiayaan mudharabah maupun musyarakah. Kenyataan ini disebabkan,

pertama, menurun dan rendahnya pembiayaan mudharabah bank syariah disebabkan

tingginya resiko pembiayaan dimana bank syariah menyediakan dana 100% dan bila
terjadi kerugian maka bank yang harus menanggung kerugian tersebut. Sedangkan

rendahnya pembiayaan musyarakah disebabkan selain bank menyediakan kesepakatan

juga tidak adanya lembaga penjamin yang meminimalisir resiko ketidakpastian usaha

pada saat proses penggunaan dana, sehingga dengan keberadaan lembaga penjamin,

besarnya laba bias diprediksikan. Kedua, belum lengkapnya peraturan perundangan

yang mengakomodir adanya moral hazard di kalangan pengguna dana

(Sudarsono:2003).

Sementara itu, jumlah aset dan DPK terus menunjukkan peningkatan setiap

tahunnya, hal ini membuktikan tingkat kepercayaan yang terus meningkat di kalangan

masyarakat seiring dengan kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Ada

beberapa faktor yang mendorong dan mempengaruhi perkembangan bank syariah,

selengkapnya dapat dilihat dari gambar 4.1.

Gambar 4.1
Faktor Pendorong Perkembangan Bank Syariah

Pengurus dan Pemilik


- Integritas dan Kompetensi
- Kepatuhan pada prinsip Syariah
- Kepatuhan terhadap prudential
regulation

Nasabah/Masyarakat Perbankan Kompetitor/Subtitusi


- Integritas syariah yang - Perbankan Konvensional
- Kompetensi sehat dan sejalan - Lembaga Keuangan
- Loyalitas dengan Lainnya
kebutuhan
masyarakat

Regulator, Pengawas, dan Badan Lainnya Infraskturktur


- BI: Perijinan, Pengaturan, dan Pengawasan - Kondisi Makro Ekonomi
- DSN: Fatwa Kegiatan Usaha dari DPS - Sektor Riil
- IAI, PSAK, PAPSI, Pedoman Audit - Fiskal dan Luar Negeri
- Badan Arbitrasi
- Dan Lain-lain
Sumber: Sudarsono (2002), sebagaimana Harisman (2003)

B. Analisis Dan Pembahasan

1. Analisis Deskriptif

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan Eviews

5.0 dan Microsoft Excel 2003, untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari

variabel-variabel yang diteliti, yaitu terdiri dari variabel independen; aset bank

syariah, DPK bank syariah, Pembiayaan dan NPF bank syariah, sedangkan variabel

dependen; instrumen moneter syariah. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

a. Aset Bank Syariah di Indonesia

Tabel 4.1
Jumlah Aset Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)

Periode 2004 2005 2006 2007 2008


Januari 8758 15372 20585 26949 35836
Februari 9218 15567 20460 27690 37551
Maret 9499 16359 50546 28473 38344
April 9843 17016 21090 28368 40071
Mei 10293 17338 21903 29000 41083
Juni 11023 17743 22701 29209 42981
Juli 11505 17840 22862 29900 43479
Agustus 12205 18233 23578 30145 44340
September 12720 18454 24313 31803 45857
Oktober 13463 18733 25056 33016 46282
November 14036 19692 25488 33288 47179
Desember 15326 20880 26722 36538 49555
Rata-rata/Bln 11490,75 17768,92 25442 30364,92 42713,17
Sumber :Bank Indonesia, Data diolah

Selama periode penelitian jumlah aset yang dimiliki oleh bank

syariah cenderung menunjukkan trend yang terus meningkat di setiap

periodenya. Hal ini disebabkan semakin besarnya kepercayaan

masyarakat terhadap bank syariah untuk menyimpan uangnya di bank

syariah. Selain itu, besarnya jumlah aset bank syariah dipengaruhi


oleh pembiayaan yang diberikan serta transaksi instrumen moneter

seperti Investasi Mudharabah Antarbank dalam Pasar Uang Antarbank

Syariah maupun penempatan pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa total aset perbankan

syariah di Indonesia pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp

8,758 triliun. Selama periode penelitian jumlah aset perbankan syariah

di Indonesia terus mengalami trend peningkatan dan tercatat sebesar

Rp 49,555 triliun pada akhir periode penelitian yaitu bulan Desember

tahun 2009. Rata-rata terendah terjadi pada tahun 2004 dan rata-rata

tertinggi pada tahun 2008.

Grafik mengenai perkembangan jumlah aset yang dimiliki

perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat pada grafik 4.1

Grafik 4.1
Aset Bank Syariah
50000

40000

30000

20000

10000

0
2004 2005 2006 2007 2008

ASET

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan grafik 4.1 jumlah aset bank syariah menunjukkan

trend kenaikan sepanjang periode penelitian. total aset perbankan

syariah di Indonesia pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp


8,758 triliun. Selama periode penelitian jumlah aset perbankan syariah

di Indonesia terus mengalami trend peningkatan dan tercatat sebesar

Rp 49,555 triliun pada akhir periode penelitian yaitu bulan Desember

tahun 2008.

Jumlah aset bank syariah terus meningkat sepanjang periode

penelitian disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor jumlah

nasabah yang terus meningkat, jumlah bank umum syariah yang

bertambah selama periode penelitian, keuntungan yang diperoleh dari

pembiayaan yang diberikan, serta pendapatan dari transaksi instrumen

moneter syariah. Hal-hal tersebut semakin menunjukkan peran penting

perbankan syariah dalam menjalankan aktivitasnya sebagai pelaksana

kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah dan menjalankan

fungsinya sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki

kelebihan dana dengan pihak yang mebutuhkan dana.

Walaupun banyak pemberitaan yang menyatakan bahwa

perbankan syariah belum menunjukkan kinerja yang maksimal tetapi

berdasarkan data tersebut yang terus meningkat sepanjang periode

penelitian, menunjukkan kepercayaan publik yang terus meningkat

untuk melakukan transaksi di bank syariah.

b. Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Indonesia

Tabel 4.2
Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)

Periode 2004 2005 2006 2007 2008


Januari 6623 11891 15135 20515 27696
Februari 6818 11764 14873 21054 29121
Maret 7023 12259 14956 21883 29552
April 7382 12799 15188 22008 31064
Mei 7740 12840 15835 22571 31705
Juni 8316 13358 16433 22714 33049
Juli 8683 13323 16508 23232 32898
Agustus 9348 13617 17107 23309 323588
September 9676 13358 17976 24680 33569
Oktober 10100 13586 18856 25473 34118
November 10559 13489 19347 25658 34422
Desember 11490 15582 20672 28012 36852
Rata-rata/Bln 8646,5 13155,5 16907,17 23425,75 56469,5
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah

Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah adalah dana yang

diperoleh dari simpanan masyarakat yang berupa simpanan giro

wadiah, simpanan tabungan mudharabah atau wadiah, dan deposito

mudharabah. Semakin besarnya DPK akan semakin menambah

jumlah kewajiban yang harus diberikan kepada nasabah, oleh karena

itu bank syariah harus memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi

kewajibannya. Untuk memenuhi likuiditasnya bank syariah dapat

memperolehnya melalui pembiayaan yang diberikan, atau transaksi

instrumen moneter syariah.

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diamati bahwa jumlah DPK bank

syariah terus mengalami kenaikan, tercatat pada awal periode peneltian

sebesar Rp 6,623 triliun dan pada akhir periode tercatat sebesar Rp

36,852 triliun. Jumlah rata-rata terendah tercatat pada tahun 2004 dan

tertinggi pada tahun 2008.

Grafik 4.2
DPK Perbankan Syariah Indonesia
40000

35000

30000

25000

20000

15000

10000

5000
2004 2005 2006 2007 2008

DPK

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan grafik 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah DPK

bank syariah terus meningkat hingga akhir periode penelitian. Hal ini

menunjukkan semakin banyaknya nasabah yang menitipkan uangnya

di bank syariah. Semakin besarnya jumlah DPK, bank syariah dituntut

untuk memenuhi kebutuhan likuidtasnya untuk memenuhi

kewajibannya kepada pemilik dana yang menempatkan uangnya di

bank syariah. Dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya bank syariah

dapat memperolehnya dari keuntungan yang didapat dari pembiayaan

yang diberikan atau transaksi pada instrumen moneter syariah.

c. Pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia

Tabel 4.3
Pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)

Periode 2004 2005 2006 2007 2008


Januari 5861 11665 15042 20219 27107
Februari 5764 12139 15367 20463 28424
Maret 6416 12959 15997 20820 29629
April 7025 13484 16590 21354 31022
Mei 7552 14015 17367 21920 32293
Juni 8356 14270 18162 22969 34100
Juli 8860 14450 18527 23687 35190
Agustus 9542 14773 19038 24638 36572
September 10131 14753 19663 25590 37681
Oktober 10683 15122 20088 26149 38097
November 10979 14959 20391 26548 38529
Desember 11490 15232 20445 27944 38195
Rata-rata/Bln 8554,917 13985,08 18056,42 23525,08 33903,25
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.3 pembiayaan bank syariah terus

meningkat setiap periodenya. Sebagai lembaga intermediasi bank

syariah dalam periode penelitiannya cenderung mengalami trend

peningkatan. Pada awal periode penelitian tercatat sebesar Rp 5,861

triliiun dan pada akhir periode tercatat sebesar Rp 38,195 triliun.

Jumlah rata-rata tertinggi tercatat pada tahun 2008 dan terendah pada

tahun 2004.

Pembiayaan yang terus meningkat sepanjang periode peneltian

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, semakin meningkatnya

kepercayaan publik untuk menitipkan uangnya di bank syariah dan

bertambahnya jumlah bank umum syariah sepanjang periode penelitian

yang sebelumnya berjumlah 3 buah menjadi 5 buah pada akhir periode

penelitian.

Grafik 4.3
Grafik Pembiayaan Bank Syariah Indonesia
40000

35000

30000

25000

20000

15000

10000

5000
2004 2005 2006 2007 2008

PMBY

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan grafik 4.3 selama periode penelitian jumlah

pembiayaan yang disalurkan menunjukkan trend kecenderungan naik.

Hal ini mengindikasikan pembiayaan yang terus meningkat selama

periode penelitian bank syariah telah menjalankan fungsinya sebagai

lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dan

dengan pihak yang membutuhkan dana.

Meskipun besarnya pembiayaan masih di dominasi oleh akad

murabahah dibandingkan dengan akad musyarakah dan mudharabah

disebabkan oleh besarnya risiko yang akan ditanggung akan tetapi hal

ini dapat dijadikan pelajaran bagi bank syariah untuk memperbaiki

perannya sebagai lembaga intermediasi, mengingat bank syariah dapat

dikatakan sedang dalam proses mencari bentuk yang tepat dalam

menjalankan aktivitasnya, untuk itu dukungan pemerintah melalui

undang-undang yang diberlakukan.


d. NPF Perbankan Syariah

Tabel 4.4
Jumlah NPF Perbankan Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)

Periode 2004 2005 2006 2007 2008


Januari 153 331 532 1046 1132
Februari 152 388 610 1133 1183
Maret 167 359 684 1194 1237
April 175 445 661 1311 1362
Mei 179 478 729 1353 1596
Juni 197 549 768 1423 1442
Juli 236 579 872 1558 1469
Agustus 275 613 968 1633 1478
September 279 696 1008 1602 1554
Oktober 283 629 1019 1629 1711
November 311 616 1068 1501 1913
Desember 270 429 971 1131 1509
Rata-rata/Bln 223,08 509,3 824,17 1376,17 1465,5
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.4 jumlah Non Performing Financing (NPF)

bank syariah cenderung fluktuatif pada periode awal penelitian dan

meningkat pada akhir periode penelitian. Pada awal periode tercatat

sebesar Rp 153 miliar dan pada akhir periode jumlah NPF bank syariah

tercatat sebesar Rp 1,59 Triliun. Semakin besarnya NPF bank syariah

diakibatkan semakin meningkatnya pembiayaan yang diberikan,

namun apabila terjadi penurunan disebabkan oleh debitor yang

melunasi kewajibannya. Rata-rata NPF tertinggi tercatat pada tahun

2008 dan terendah pada tahun 2004.

Grafik 4.4
Grafik Non Performing Financing Bank Syariah
2000

1600

1200

800

400

0
2004 2005 2006 2007 2008

NPF

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan grafik 4.4 jumlah NPF bank syariah meskipun

mengalami peningkatan selama periode penelitian, tetapi cenderung

menurun pada periode tahun 2005 dan pada tahun 2007. Semakin

rendah nilai NPF bank syariah semakin baik kinerja bank syariah

tersebut.

Peningkatan jumlah NPF bank syariah menyebabkan bank

syariah harus mencari alternatif untuk memenuhi kewajibannya kepada

nasabah, yaitu dapat dilakukan dengan transaksi instrumen moneter

syariah seperti SWBI atau PUAS.

e. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)

Tabel 4.5
Jumlah Outstanding SWBI Bank Syariah Indonesia
(Dalam Miliar Rupiah)

Periode 2004 2005 2006 2007 2008


Januari 2051 883 2156 2663 3189
Februari 1988 5009 1696 3002 3717
Maret 1567 487 1148 3325 2135
April 1250 449 1171 3166 2829
Mei 1062 413 1092 2801 3119
Juni 711 538 1188 2036 3079
Juli 309 439 872 1555 1175
Agustus 540 360 1117 983 438
September 415 507 1046 1311 413
Oktober 369 317 1190 1761 453
November 447 532 1547 1644 1063
Desember 1094 2395 2357 2599 2824
Rata-rata/Bln 983,6 1027,42 1381,67 2237,17 2036,17
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.5 jumlah outstanding SWBI menunjukkan

trend yang fluktuatif sepanjang periode penelitian. Pada awal periode

penelitian jumlah outstanding SWBI tercatat sebesar Rp 2,051 triliun

sedangkan pada akhir periode tercatat sebesar Rp 2,824 triliun. Trend

ini disebabkan bahwa dalam penempatan dana dalam SWBI masih

merupakan keputusan subjektif oleh bank syariah dalam rangka

memenuhi likuiditasnya dengan tingkat risiko yang lebih kecil jika

dibandingkan risiko dalam pembiayaan terutama mudharabah dan

musyarakah atau Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS). Rata-rata

terbesar tercatat pada tahun 2007 dan terendah pada tahun 2004.

Grafik 4.5
Grafik SWBI
6000

5000

4000

3000

2000

1000

0
2004 2005 2006 2007 2008

SWBI

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan grafik 4.5 jumlah outstanding SWBI perbankan

syariah memiliki trend yang fluktuatif sepanjang periode penelitian.

Keputusan untuk melakukan investasi dalam bentuk SWBI memang

masih menjadi keputusan subjektif bank dalam memenuhi kebutuhan

likuiditasnya, mengingat keuntungan yang diperoleh melalui SWBI

sangat kecil jika dibandingkan dengan PUAS. Berbeda dengan sistem

bunga pada bank konvensional SWBI hanya memberikan bonus

apabila penanaman modal pada SWBI terjadi pada saat kontraksi

moneter atau kebijakan bank sentral untuk memberikan bonus.

f. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)

Tabel 4.6
Jumlah Volume Transaksi PUAS
(Dalam Miliar Rupiah)

Periode 2004 2005 2006 2007 2008


Januari 3 4 579 764 1471
Februari 8 84 725 729 603
Maret 19 35 845 681 651
April 2 167 1017 376 1749
Mei 0 102 1488 807 1963
Juni 24 25 1557 652 1506
Juli 40 78 1085 781 2391
Agustus 4 122 1507 934 3420
September 0 451 2289 1063 3812
Oktober 64 577 701 794 2401
November 50 420 690 1139 3197
Desember 24 678 762 1169 3827
Rata-rata/Bln 19,8 228,6 1103,75 824,086 2249,25
Sumber : Bank Indonesia, Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.6 jumlah volume transaksi PUAS bank

syariah cenderung mengalami kenaikan setiap periodenya, meskipun

terjadi penurunan dalam periode tertentu. Hal ini disebabkan PUAS

merupakan salah satu alternatif bagi perbankan dalam memenuhi

kebutuhan likuiditasnya. Rata-rata tertinggi jumlah volume transaksi

PUAS terjadi pada tahun 2008 dan tertinggi pada tahun 2004.

Grafik 4.6
Grafik PUAS
4000

3000

2000

1000

0
2004 2005 2006 2007 2008

PUAS

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan grafik 4.6 diketahui bahwa volume transaksi

PUAS cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun

terjadi penurunan pada periode tertentu. Terus meningkatnya jumlah

transaksi pada PUAS disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

semakin meningkatnya jumlah NPF bank syariah yang menyebabkan

bank syariah mencari alternatif untuk memenuhi kewajibannya kepada

nasabah dan keinginan bank syariah untuk mendapatkan keuntungan

yang lebih besar jika dibandingkan penempatan dana pada SWBI yang

keuntungannya lebih kecil jika dibandingkan keuntungan pada

transaksi PUAS.

2. Analisis Pengujian Statistik

a. Uji Stationeritas
Stasioner dari sebuah variabel menjadi penting karena pengaruhnya

pada hasil estimasi regresi. Regresi antara variabel-variabel yang tidak

stasioner akan menghasilkan fenomena regresi palsu (spurious regression), di

mana nilai koefisien yang dihasilkan dari estimasi menjadi tidak valid dan

sulit untuk dijadikan pedoman. Dalam penelitian ini digunakan Uji Phillips-

Peron dalam pengujian stationeritas data dari variabel yang diteliti. Pengujian

ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang memiliki rata-rata, varian dan

kovarian yang konstan pada setiap titik waktu.

Uji Hipotesis Phillips-Peron:

Ho : data tidak stasioner

Ha : data stasioner

Tolak Ho jika PP Test > Critical Value

Terima Ho jika PP Test < Critical Value

Berikut ini disajikan hasil uji stasioneritas dari setiap data yang digunakan

dalam penelitian ini dengan menggunakan Uji Phillips Peron (PP), yaitu:

Tabel 4.7
Hasil Uji PP Data Tingkat Level

Variabel PP Test Mc Kinnon Prob Keterangan


Critical
t-statistics Value 5%

Aset 3.208.431 -2.911.730 1.0000 Tidak Stationer

DPK 2.664071 -2.911730 1.0000 Tidak Stationer


Pembiayaan 1.626919 -2.911.730 0.9994 Tidak Stationer

NPF -0.951181 -2.911.730 0.7648 Tidak Stationer

SWBI -3.832.266 -2.911.730 0.0044 Stationer

PUAS -0.028742 -2.911.730 0.9517 Tidak Stationer


Sumber : Lampiran 1, Data Diolah

Dari rangkuman hasil pengolahan pada tabel 4.7 di atas dapat dilihat

nilai t-statistic dan critical value 5%. Nilai stastistik PP di atas kemudian akan

dibandingkan dengan Mc Kinnnon Critical Value untuk mengukur

stasioneritas suatu variabel serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih

kecil dari 0,05. Pada pengujian stasioneritas data pada tingkat level terhadap

seluruh variabel diketahui bahwa hanya variabel SWBI saja yang stationer

pada tingkat level karena nilai mutlak PP statistiknya lebih besar dari Mc

Kinnnon Critical Value, hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyatstuti (2009) dimana

variabel SWBI tidak stationer pada tingkat level.

Jika data stasioner pada tingkat level maka kita tidak perlu melakukan

uji kointegrasi. Dengan demikian apabila data stasioner pada tingkat level

maka model VAR yang kita punyai disebut model non struktural karena tidak

memerlukan keberadaan hubungan secara teoritis antar variabel yang dikenal

dengan nama VAR bentuk level. Sedangkan jika data tidak stasioner pada

tingkat level perlu dilakukan difference non stationary processes untuk

menstasionerkan data tersebut. Seperti uji akar-akar unit sebelumnya,

keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat

dengan membandingkan antara nilai statistik PP dengan nilai kritis distribusi

statistik Mackinnon serta dengan melihat Prob-nya yaitu harus lebih kecil dari
0,05. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada

diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu.

Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu

dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang

stasioner.

Berikut ini adalah hasil uji stationeritas 1st difference dari uji PP:

Tabel 4.8
Uji Stationeritas Tingkat Difference

Variabel PP Test Mc Kinnon Prob Keterangan


Critical
t-statistics Value 5%
DPK -8.987.302 -2.912.631 0.0000 Stationer
Aset -8.715.265 -2.912.631 0.0000 Stationer
Pembiayaan -5.654.874 -2.912.631 0.0000 Stationer
NPF -5.880.962 -2.912.631 0.0000 Stationer
PUAS -9.200.592 -2.912.631 0.0000 Stationer
Sumber : Lampiran 2, Data Diolah

Dengan membandingkan nilai PP statistik dengan nilai kritis Mackinnon di

atas (pada tabel 4.8) dapat dilihat keberadaan unit root dari setiap variabel

yang digunakan di dalam model. Melalui pengujian stasioneritas pada tingkat

difference pertama, terlihat dengan jelas bahwa semua data tersebut menjadi

stasioner, yaitu baik variabel kinerja perbankan syariah (DPK, ASET, NPF

dan Pembiayaan) maupun instrumen moneter syariah (PUAS).

Jika data time series Y dan X tidak stasioner pada tingkat level tetapi

menjadi stasioner pada diferensi yang sama yaitu maka kedua data adalah

terkointegrasi. Dengan kata lain uji kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika

data yang digunakan dalam penelitian berintegrasi pada derajat yang sama.

(Widarjono, 2007).

b. Uji Kointegrasi
Setelah melakukan uji stasioner, selanjutnya melakukan uji

kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang atau

ekuilibrium antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Dengan kata lain,

walau secara individual variabel-variabel tersebut tidak stasioner, namun

kombinasi antar variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Uji kointegrasi ini

menggunakan metode Johansen Cointegration Test dengan data stasioner pada

tingkat difference pertama. Hasil uji kointegrasi untuk masing-masing

hubungan dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9
Hasil Uji Kointegrasi
DPK, ASET, NPF, PEMBIAYAAN dan PUAS

Hypothesize
d Trace 5 Percent 1 Percent
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value

None ** 0.721347 165.0405 68.52 76.07


At most 1 ** 0.583692 96.03997 47.21 54.46
At most 2 ** 0.406985 48.71812 29.68 35.65
At most 3 ** 0.261572 20.50124 15.41 20.04
At most 4 * 0.073574 4.126754 3.76 6.65

Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level


Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 1% level
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Sumber : Lampiran 4, Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel-variabel

diatas memiliki nilai trace statistic yang lebih besar jika dibandingkan dengan
critical value-nya, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel saling

terkointegrasi dan memiliki hubungan jangka panjang.

c. Penentuan Panjang Lag

Pendekatan VAR maupun VECM sangat sensitif terhadap panjang lag

data yang digunakan. Penentuan panjang lag dimanfaatkan untuk mengetahui

lamanya periode keterpengaruhan suatu variabel terhadap variabel masa

lalunya maupun terhadap variabel endogen lainnya. Kriteria yang digunakan

dalam pengujian ini adalah Schwatz Information Criterion (SIC), karena SIC

memberi timbangan yang lebih besar, jika ada kontradiksi antara nilai AIC dan

SIC maka yang digunakan adalah kriteria dari SIC. Berdasarkan kriteria

tersebut maka panjang lag yang optimal adalah panjang lag yang

meminimalkan nilai SIC. Hasil uji SIC untuk data yang didifferencing dapat

dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10
Hasil Perbandingan Panjang Lag Optimal
Untuk Data Yang Didefferencing
Digunakan Pada VECM

Variabel Lag SIC


ASET 1 -13.37568*
DPK 2 -12.90235
NPF 3 -12.49134
PMBY 4 -11.65129
PUAS 5 -10.99899
6 -12.04055
Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.10 dapat kita simpulkan bahwa penentuan panjang

lag untuk data yang didefferencing terletak pada lag pertama. Disebabkan

karena nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan lag-lag yang lain.

a. Pengujian Vector Auto Regression (VAR)


Setelah melakukan uji stasioner dengan metode Phillips Peron (PP)

dan uji kointegrasi dengan metode Johansen Cointegrastion Test, maka

langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian VAR.

Model VAR ini dibangun dengan meminimalkan pendekatan teori

dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik,

karena seringkali teori ekonomi yang ada belum mampu menentukan

spesifikasi yang tepat.

Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pembentukan

VAR, yaitu pertama adalah melakukan uji stasioneritas data. Jika data

stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai model VAR biasa

(unrestricted VAR). Sebaliknya jika data stasioner pada tingkat difference,

maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan jangka panjang

atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi

maka berimplikasi pada Vector Error Correction Model (VECM), sedangkan

jika tidak terkointegrasi maka berimplikasi pada VAR dengan data difference

(VAR in difference).

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa data

SWBI stasioner pada tingkat level maka selanjutnya dilakukan analisis data

dengan menggunakan Vector Auto Regression (VAR). Karena hanya variabel

SWBI saja yang stationer pada tingkat level sementara variabel yang lain

stationer pada tingkat difference maka SWBI tidak dapat dianalisis lebih lanjut

karena tidak ada variabel eksogen yang stationer pada tingkat level sehingga

kita tidak dapat mengetahui dampak yang terjadi terhadap variabel eksogen

terhadap shock yang terjadi pada instrumen moneter syariah. Sedangkan data
Aset, DPK, NPF, Pembiayaan, dan PUAS stasioner pada tingkat difference

maka selanjutnya dilakukan analisis Vector Error Correction Model (VECM).

1) Hasil analisis Vector Error Correction Model (VECM) pada variabel Aset,

DPK, NPF, dan Pembiayaan dan PUAS

Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa model yang tepat

untuk menganalisis hubungan antara variabel Aset, DPK, Pembiayaan,

NPF terhadap PUAS adalah Vector Error Correction Model (VECM).

Panjang kelambanan optimal adalah satu berdasarkan kriteria SIC. Hasil

estimasi model VECM ditunjukkan pada lampiran 5.

a. Impulse Respons

Tabel 4.11
Respon Aset Terhadap PUAS

Response of
LOG(ASET):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 0.022002 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000


2 0.017076 -0.006047 0.000340 0.002228 0.001666
3 0.015356 -0.003427 0.000264 0.002745 0.001972
4 0.016722 -0.003659 0.000452 0.002078 0.001673
5 0.016790 -0.003501 8.71E-05 0.002245 0.002151
6 0.016904 -0.003585 -1.20E-05 0.002018 0.002137
7 0.016960 -0.003520 -0.000128 0.001983 0.002181
8 0.016961 -0.003595 -0.000130 0.001934 0.002126
9 0.016911 -0.003600 -0.000117 0.001959 0.002101
10 0.016878 -0.003621 -8.02E-05 0.001973 0.002066

Sumber: Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.11 diatas respon yang diterima oleh akibat

transaksi PUAS adalah positif. Dikatakan positif karena garis yang

ditunjukkan grafik pada grafik IRF cenderung berada diatas garis horizontal

(Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009), bahwa shock yang terjadi pada

PUAS berpengaruh positif pada Aset.


Seperti yang kita ketahui bahwa aset bank syariah dalam neraca terdiri

dari Dana Pihak Ketiga, penempatan pada bank lain, penempatan pada Bank

Indonesia, dan termasuk di dalamnya adalah pembiayaan. Jika dilihat dari

hasil uji IRF variabel aset memiliki pengaruh yang positif, ini artinya apabila

terjadi shock pada transaksi PUAS maka jumlah aset yang dimiliki akan

bertambah.

Tabel 4.12
Respon DPK Terhadap PUAS
Response of
LOG(DPK):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 0.025248 0.017050 0.000000 0.000000 0.000000


2 0.025370 0.004924 0.002321 -0.000563 -0.001554
3 0.021094 0.009040 0.001379 0.002486 0.000829
4 0.022681 0.008091 0.002304 0.000934 -0.000459
5 0.022801 0.008903 0.001672 0.001543 0.000508
6 0.023079 0.008508 0.001650 0.001073 0.000380
7 0.023134 0.008771 0.001391 0.001109 0.000586
8 0.023213 0.008609 0.001383 0.000956 0.000486
9 0.023152 0.008639 0.001354 0.000996 0.000487
10 0.023117 0.008584 0.001403 0.000990 0.000422

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.12 respon yang diterima oleh DPK akibat shock

yang terjadi pada PUAS adalah tidak merespon. Dikatakan tidak merespon

karena jika dilihat dari grafik IRF respon yang diterima oleh DPK cenderung

berada sejajar dengan garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti

(2009), bahwa DPK tidak merespon terhadap shock yang terjadi pada PUAS .

Berdasrkan hasil uji IRF variabel DPK tidak memberikan respon skibat

shock yang terjadi pada PUAS, yang artinya besarnya jumlah transaksi

intrumen PUAS tidak akan menambah jumlah DPK pada bank syariah.
Tabel 4.13
Respon NPF Terhadap PUAS
Response of
LOG(NPF):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 -0.058298 -0.012354 0.082464 0.000000 0.000000


2 -0.041528 0.037051 0.083372 0.007914 -0.003900
3 -0.017985 0.028315 0.080970 0.003978 0.011646
4 -0.012187 0.037308 0.067812 0.000340 0.024426
5 -0.001842 0.037655 0.059709 -0.008622 0.027754
6 0.001225 0.037280 0.054227 -0.012256 0.028966
7 0.000606 0.035119 0.053277 -0.013982 0.026986
8 -0.001614 0.034041 0.054275 -0.013376 0.024959
9 -0.003604 0.033209 0.056078 -0.012288 0.023317
10 -0.004884 0.033135 0.057448 -0.011158 0.022669

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.13 diatas respon yang diterima NPF akibat terjadi

shock pada PUAS adalah merespon positif hal ini ditunjukkan dengan grafik

IRF yang berada diatas garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti

(2009) dimana pengaruh shock yang terjadi pada PUAS terhadap variabel NPF

adalah positif.

Berdasarkan hasil uji IRF respon yang diterima akibat adanya shock

pada transaksi instrumen moneter syariah adalah positif, hal ini menunjukkan

bahwa semakin besar jumlah NPF pada bank syariah akan meningkatkan

jumlah transaksi pada PUAS. Bank syariah memiliki kewajiban untuk

membayar keuntungan dari dana yang dititipkan oleh nasabah, hal itu

dilakukan dengan keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan. Namun jika

tingkat pengembalian pembiayaan cenderung terhambat, dalam artian NPL

meningkat maka bank syariah harus mencari alternatif lain dalam memenuhi

kebutuhan likuiditasnya, yaitu dengan melakukan transaksi pada PUAS.


Tabel 4.14
Respon Pembiayaan Terhadap PUAS

Response of
LOG(PMBY):
Period LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 0.007708 0.000779 0.002188 0.014907 0.000000


2 0.003521 -0.002998 0.005333 0.019353 0.007298
3 0.006704 0.003741 0.002170 0.018145 0.011510
4 0.012902 0.004418 -0.001397 0.014772 0.014455
5 0.015170 0.004741 -0.004677 0.012773 0.016223
6 0.015951 0.004204 -0.006086 0.011296 0.016072
7 0.015575 0.003695 -0.006323 0.010991 0.015416
8 0.014788 0.003198 -0.005822 0.011212 0.014637
9 0.014080 0.003014 -0.005207 0.011664 0.014151
10 0.013700 0.002985 -0.004743 0.012018 0.013949

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.14 respon yang diterima pembiayaan adalah

positif. Dikatakan merespon positif karena dalam grafik IRF menunjukkan

garis respon Pembiayaan terhadap shock yang terjadi pada PUAS berada

diatas garis horizontal (Lihat Lampiran 7). Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Deky Anwar (2006) dan Sri Widyastuti (2009) bahwa

pengaruh yang diakibatkan oleh shock yang terjadi pada PUAS akan

berpengaruh positif pada Pembiayaan.

Berdasarkan uji IRF jumlah pembiayaan akan meningkatkan jumlah

transaksi instrumen moneter PUAS, sebab besarnya jumlah pembiayaan yang

diberikan akan berakibat pada meningkatnya NPF bank syariah. Dan

dampaknya bank syariah harus memenuhi kebutuhan likuiditas melalui

transaksi instrumen moneter PUAS.

b. Variance Decomposition

Tabel 4.15
Respon ASET Terhadap PUAS

Variance
Decompos
ition of
LOG
(ASET):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 0.022002 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000


2 0.028638 94.58436 4.458000 0.014057 0.605090 0.338491
3 0.032851 93.73102 4.476265 0.017146 1.158085 0.617488
4 0.037142 93.59476 4.472112 0.028236 1.219052 0.685844
5 0.041028 93.44809 4.392985 0.023589 1.298332 0.837006
6 0.044616 93.37978 4.360616 0.019956 1.302472 0.937180
7 0.047951 93.35110 4.314077 0.017988 1.298541 1.018296
8 0.051071 93.32554 4.298772 0.016501 1.288169 1.071014
9 0.053994 93.30094 4.290264 0.015233 1.284044 1.109518
10 0.056759 93.27708 4.289611 0.013985 1.282807 1.136514

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.15 akibat shock yang terjadi pada PUAS

menjelaskan perubahan pada variabel Aset sebesar 0,34% pada periode kedua

dan diakhir periode tercatat sebesar 1,13%. Variabel aset yang dijelaskan oleh

variabel itu sendiri sebesar 100% dan terus menurun hingga periode kesepuluh

dan tercatat sebesar 93,3%. Sedangkan sisanya pada akhir periode variabel

Aset yang dijelaskan variabel itu sendiri sebesar 93,3% dan sisanya

dipengaruhi oleh DPK, NPF dan Pembiayaan masing-masing sebesar 4,2%,

0,013% dan 1,28%.

Jika kita melihat hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi

yang diberikan oleh variabel aset kecil, hal ini disebabkan variabel aset terdiri

dari beberapa variabel lain yang termasuk dalam penelitian ini, yaitu

pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga. Sehingga kontribusi yang diberikan oleh

variabel aset juga dipengaruhi oleh variabel lain yang terdapat dalam

penelitian ini, akibatnya besaran dari kontribusi variabel aset menjadi lebih

kecil jika dibandingkan variabel lainnya dalam penelitian ini.

Tabel 4.16
Respon DPK Terhadap PUAS
Variance
Decompos
ition of
LOG
(DPK):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 0.030466 68.67941 31.32059 0.000000 0.000000 0.000000


2 0.040052 79.86033 19.63341 0.335935 0.019787 0.150541
3 0.046256 80.67098 18.53949 0.340740 0.303789 0.144992
4 0.052210 82.19205 16.95383 0.462141 0.270460 0.121523
5 0.057710 82.88141 16.25632 0.462230 0.292833 0.107208
6 0.062766 83.58855 15.58049 0.459888 0.276767 0.094303
7 0.067492 84.04086 15.16351 0.440183 0.266353 0.089093
8 0.071911 84.44945 14.79050 0.424711 0.252295 0.083046
9 0.076059 84.75600 14.51160 0.411365 0.242695 0.078342
10 0.079976 85.01177 14.27691 0.402835 0.234838 0.073645

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.16 akibat shock yang terjadi pada PUAS

menjelaskan perubahan pada variabel DPK sebesar 0,15% pada periode kedua

dan pada akhir periode tercatat sebesar 0,073% pada akhir periode. Pada awal

periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar 31,32%

sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset sebesar 68,67%.

Sedangkan pada akhir periode variabel DPK yang dijelaskan oleh variabel itu

sendiri sebesar 14,2% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel Aset, NPF, dan

Pembiayaan sebesar masing-masing 85%, 0,40%, dan 0,23%.

Berdasarkan uji Variance Decomposition kontribusi yang diberikan

oleh variabel DPK sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh karena Dana Pihak

Ketiga yang dikumpulkan dari nasabah difokuskan terlebih dahulu dalam hal

pembiayaan, sebab bank harus menjalankan fungsinya sebagai lembaga

intermediasi.

Tabel 4.17
Respon NPF terhadap PUAS

Variance
Decompos
ition of
LOG
(NPF):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 0.101743 32.83216 1.474388 65.69345 0.000000 0.000000


2 0.143101 25.01872 7.449091 67.15206 0.305847 0.074279
3 0.168258 19.23915 8.220140 71.73080 0.277128 0.532785
4 0.187207 15.96534 10.61182 71.06583 0.224197 2.132816
5 0.202181 13.69622 12.56666 69.65006 0.374086 3.712980
6 0.214938 12.12196 14.12754 67.99292 0.656123 5.101459
7 0.226262 10.93973 15.15798 66.90223 0.973960 6.026102
8 0.236861 9.987156 15.89707 66.29891 1.207638 6.609221
9 0.247100 9.197916 16.41312 66.06875 1.356942 6.963270
10 0.257136 8.530033 16.81747 66.00357 1.441391 7.207537

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa pada periode kedua

akibat shock yang terjadi pada PUAS, variabel NPF menjelaskan perubahan

sebesar 0,07% dan tercatat pada akhir periode sebesar 7,2%. Pada awal

periode respon yang diterima oleh varibel NPF yang dijelaskan oleh variabel

itu sendiri sebesar 65,69% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh Aset dan DPK

masing-masing sebesar 32,8% dan 1,47%. Pada akhir periode respon yang

diterima oleh variabel NPF yang dijelaskan oleh variabel itu sendiri sebesar

66% dan sisanya dipengaruhi oleh Aset sebesar 8,5%, DPK 16.8%, dan

Pembiayaan sebesar 1,44%.

Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition besarnya kontribusi

yang diberikan oleh variabel NPF cukup besar jika dibandingkan dengan

variabel Aset dan DPK, hal ini menujukkan bahwa NPF merupakan salah satu

indikator yang paling penting dalam meningkatnya jumlah transaksi instrumen

PUAS. Bank harus memenuhi kewajibannya terhadap nasabah, namun

apabila dana likuid yang didapat dari pembiayaan terhambat, bank dapat

melakukan transaksi PUAS untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya agar

dapat memenuhi kewajibannya terhadap nasabah.


Tabel 4.18
Respon Pembiayaan Terhadap PUAS
Variance
Decompos
ition of
LOG
(PMBY):
Period S.E. LOG(ASET) LOG(DPK) LOG(NPF) LOG(PMBY) LOG(PUAS)

1 0.016942 20.70073 0.211274 1.667736 77.42026 0.000000


2 0.027652 9.392121 1.254801 4.345063 78.04285 6.965166
3 0.035917 9.051406 1.828937 2.940477 71.78051 14.39867
4 0.043648 14.86687 2.263126 2.093606 60.05878 20.71761
5 0.051048 19.69921 2.517202 2.369928 50.16765 25.24602
6 0.057454 23.25901 2.522477 2.993112 43.47000 27.75540
7 0.062894 25.54201 2.450218 3.508488 39.32977 29.16952
8 0.067516 26.96191 2.350569 3.788272 36.88699 30.01226
9 0.071618 27.82695 2.266121 3.895390 35.43490 30.57663
10 0.075414 28.39656 2.200443 3.908662 34.49713 30.99721

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan tabel 4.18 akibat shock yang terjadi pada PUAS

menjelaskan perubahan pada pembiayaan pada awal periode sebesar 0%

sisanya dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, Aset, DPK dan NPF masing-

masing sebesar 77,4%, 20%, 0,21% dan 1,66%. Sedangkan pada akhir

periode shock yang terjadi pada PUAS menjelaskan perubahan pada variabel

pembiayaan adalah sebesar 30,99%, sisanya dipengaruhi oleh variabel itu


sendiri, Aset, DPK dan NPF masing-masing sebesar 34,49%, 28,39%, 2,2%

dan 3,9%.

Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition variabel pembiayaan

menunjukkan jumlah kontribusi yang paling besar jika dibandingkan dengan

variabel lainnya dalam penelitian ini. Besarnya jumlah pembiayaan akan

menambah jumlah transaksi instrumen PUAS, sebab semakin besar jumlah

pembiayaan akan semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh bank akan

ketidakmampuan debitor untuk mengembalikannya sehingga jumlah NPF

akan meningkat. Oleh sebab itu bank syariah harus mencari alternatif lain

untuk memenuhi kebutuhan likuiditas agar dapat memenuhi kewajibannya

terhadap nasabah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dengan tujuan penelitian yaitu menguji respon variabel kinerja

perbankan syariah di Indonesia (Aset, DPK, Pembiayaan, dan NPF) akibat shock yang

terjadi pada instrumen moneter syariah (SWBI dan PUAS), dan mengetahui

kontribusi variabel kinerja perbankan syariah terhadap shock yang terjadi pada

variabel instrumen moneter syariah untuk periode penelitian bulan Januari Tahun

2004 sampai dengan bulan Desember tahun 2008 dengan menggunakan Impulse

Respons dan Variance Decomposition , maka hasil dari pengujian adalah sebagai

berikut:

1. Berdasarkan hasil impulse response menunjukkan bahwa:

a. Aset merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS

b. DPK tidak merespon akibat shock yang terjadi pada PUAS

c. NPF merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS

d. Pembiayaan merespon positif akibat shock yang terjadi pada PUAS

2. Berdasarkan hasil variance decomposition menunjukkan bahwa:

a. Aset mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS

antara 0,34% sampai dengan 1,14%.

b. DPK mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS

antara 0,07% sampai dengan 0,15%

c. NPF mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada PUAS

antara 0,07% sampai dengan 7,20%.

d. Pembiayaan mampu memberikan kontribusi terhadap shock yang terjadi pada

PUAS antara 6,9% sampai dengan 30,99%.


B. Implikasi Penelitian

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh

transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di

Indonesia, semoga hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi berbagai pihak

yang memiliki minat mengenai perbankan syariah:

a. Bagi lingkungan akademis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi

penelitian selanjutnya di bidang manajmeen perbankan, khususnya penelitian

mengenai instrumen moneter syariah dan pengaruhnya terhadap kinerja

perbankan syariah.

b. Bagi Bank Syariah

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam

pengelolaan likuiditasnya serta pengambilan keputusan dalam melakukan

pembiayaan atau transaksi instrumen moneter syariah.

c. Bagi masyarakat

Penelitian diharapkan berguna sebagai salah satu pengetahuan mengenai

analisis instrumen moneter syariah dan kontribusi yang diberikan variabel

kinerja perbankan syariah terhadap instrumen moneter syariah.

C. Saran

Sebagai penulis, saya menyadari banyak kekurangan dan jauh dari sempurna

dalam penelitian ini. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya saya menyarankan:
1. Menambah jumlah populasi penelitian dan metode analisis yang berbeda serta

pada penelitian selanjutnya peneliti dapat menambah jumlah variabel yang

dibahas.

2. Diharapkan peneliti menggunakan variabel seperti rasio keuangan bank

syariah, seperti profitabilitas, likuiditas, rasio kecukupan modal. Untuk

mengetahui kontribusinya terhadap transaksi instrumen moneter syariah.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Pustaka Alvabet, Jakarta,


2006.

Arifin, Zainul. “Strategi Pengembangan Pasar Uang Syariah”, Jurnal Buletin


Ekonomi Moneter dan Perbankan, Jakarta, 1999.

Anwar, Deky. “Dampak Transaksi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Kinerja


Perbankan Syariah”, Tesis tidak dipublikasikan, 2006

Buchori, Ahmad. “Kebijakan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Pasar Uang


Syariah”, Jurnal Hukum dan Bisnis, Jakarta 2002.

Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007.

Hasibuan, Malayu, SP. “Dasar-Dasar Perbankan”, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2007.

Kasmir. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, Rajawali Pers, Jakarta, 2009.

Mabruroh. “Manfaat Dan Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Analisis Kinerja


Keuangan Perbankan”. Jurnal Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2004.

Nurfitri Adi, Indah. “Analisis Pengaruh Penempatan Dana pada SWBI dan PUAS
terhadap FDR Perbankan Syariah”, Tesis Tidak Dipublikasikan, Jakarta
2006.

Perwataatmadja, Karnaen A dan Tanjung, Hendri. “Bank Syariah Teori, Praktik, dan
Peranannya”, Celestial Publishing, Jakarta, 2007.

Pramuhardjo, Amin Budi. “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Terhadap


Deposito, Pembiayaan, dan Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia”,
Tesis tidak dipublikasikan, Jakarta, 2005

Riyadi, Slamet. ”Banking Asset And Liability Management” , Lembaga Penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004

Sudarsono, Heri. “Perkembangan dan Prospek Bank Syariah di Indonesia”, Jurnal


Fokus Ekonomi, Jakarta, 2003

Widarjono, Agus, “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi”, Ekonosia, Yogyakarta. 2007.

Widyastuti, Sri, “Penggunaan Transaksi Instrumen Moneter Syariah Untuk


Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah”, Jurnal Akuntabilitas Universitas
Pancasila, Jakarta, 2009.
Winarno, Wing Wahyu, “Analisis Ekonometrika dan Stastistika dengan Eviews”,
UPP STIM YKPN, 2009

Wiyono, Slamet. ”Akuntansi Perbankan Syariah”, Grasindo, Jakarta, 2005

www.bi.go.id yang diakses pada tanggal 10 November 2009


LAMPIRAN 1

Data Time Series


(Dalam Miliar Rupiah)

Tahun PUAS SWBI Aset DPK Pembiayaan NPF


Jan-04 3 2051 8758 6623 5861 153
Feb-04 8 1988 9218 6818 5764 152
Mar-04 19 1567 9499 7023 6416 167
Apr-04 2 1250 9843 7382 7025 175
Mei-04 0 1062 10293 7740 7552 179
Jun-04 24 711 11023 8316 8356 197
Jul-04 40 309 11505 8683 8860 236
Agu-04 4 540 12205 9348 9542 275
Sep-04 0 415 12720 9676 10131 279
Okt-04 64 369 13463 10100 10683 283
Nov-04 50 447 14036 10559 10979 311
Des-04 24 1094 15326 11490 11490 270
Jan-05 4 883 15372 11891 11665 331
Feb-05 84 5009 15567 11764 12139 388
Mar-05 35 487 16359 12259 12959 359
Apr-05 167 449 17016 12799 13484 445
Mei-05 102 413 17338 12840 14015 478
Jun-05 25 538 17743 13358 14270 549
Jul-05 78 439 17840 13323 14450 579
Agu-05 122 360 18233 13617 14773 613
Sep-05 451 507 18454 13358 14753 696
Okt-05 577 317 18733 13586 15122 629
Nov-05 420 532 19692 13489 14959 616
Des-05 678 2395 20880 15582 15232 429
Jan-06 579 2156 20585 15135 15042 532
Feb-06 725 1696 20460 14873 15367 610
Mar-06 845 1148 50546 14956 15997 684
Apr-06 1017 1171 21090 15188 16590 661
Mei-06 1488 1092 21903 15835 17367 729
Jun-06 1557 1188 22701 16433 18162 768
Jul-06 1085 872 22862 16508 18527 872
Agu-06 1507 1117 23578 17107 19038 968
Sep-06 2289 1046 24313 17976 19663 1008
Okt-06 701 1190 25056 18856 20088 1019
Nov-06 690 1547 25488 19347 20391 1068
Des-06 762 2357 26722 20672 20445 971
Jan-07 764 2663 26949 20515 20219 1046
Feb-07 729 3002 27690 21054 20463 1133
Mar-07 681 3325 28473 21883 20820 1194
Apr-07 376 3166 28368 22008 21354 1311
Mei-07 807 2801 29000 22571 21920 1353
Jun-07 652 2036 29209 22714 22969 1423
Jul-07 781 1555 29900 23232 23687 1558
Agu-07 934 983 30145 23309 24638 1633
Sep-07 1063 1311 31803 24680 25590 1602
Okt-07 794 1761 33016 25473 26149 1629
Nov-07 1139 1644 33288 25658 26548 1501
Des-07 1169 2599 36538 28012 27944 1131
Jan-08 1471 3189 35836 27696 27107 1132
Feb-08 603 3717 37551 29121 28424 1183
Mar-08 651 2135 38344 29552 29629 1237
Apr-08 1749 2829 40071 31064 31022 1362
Mei-08 1963 3119 41083 31705 32293 1596
Jun-08 1506 3079 42981 33049 34100 1442
Jul-08 2391 1175 43479 32898 35190 1469
Agu-08 3420 438 44340 323588 36572 1478
Sep-08 3812 413 45857 33569 37681 1554
Okt-08 2401 453 46282 34118 38097 1711
Nov-08 3197 1063 47179 34422 38529 1913
Des-08 3827 2824 49555 36852 38195 1509
LAMPIRAN 2

Uji Stasioner Pada Tingkat Level

DPK

Null Hypothesis: DPK has a unit root


Exogenous: Constant
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic 2.664071 1.0000


Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 352580.2


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 225676.3

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(DPK)
Method: Least Squares
Date: 12/13/09 Time: 23:57
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

DPK(-1) 0.019528 0.009615 2.031032 0.0469


C 149.8788 195.0307 0.768488 0.4454

R-squared 0.067486 Mean dependent var 512.3559


Adjusted R-squared 0.051126 S.D. dependent var 620.1737
S.E. of regression 604.1121 Akaike info criterion 15.67871
Sum squared resid 20802234 Schwarz criterion 15.74913
Log likelihood -460.5219 F-statistic 4.125089
Durbin-Watson stat 2.502680 Prob(F-statistic) 0.046925

ASET

Null Hypothesis: ASET has a unit root


Exogenous: Constant
Bandwidth: 0 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic 3.208431 1.0000


Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 346209.6


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 346209.6

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(ASET)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 11:59
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

ASET(-1) 0.023335 0.007273 3.208431 0.0022


C 116.5046 195.4191 0.596178 0.5534

R-squared 0.152971 Mean dependent var 691.4746


Adjusted R-squared 0.138111 S.D. dependent var 644.8109
S.E. of regression 598.6295 Akaike info criterion 15.66047
Sum squared resid 20426365 Schwarz criterion 15.73090
Log likelihood -459.9840 F-statistic 10.29403
Durbin-Watson stat 2.666616 Prob(F-statistic) 0.002192
NPF
Null Hypothesis: NPF has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -0.951181 0.7648


Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 10983.72


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 10831.71

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(NPF)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:02
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

NPF(-1) -0.026195 0.027412 -0.955577 0.3433


C 45.74610 27.57081 1.659222 0.1026

R-squared 0.015767 Mean dependent var 22.98305


Adjusted R-squared -0.001500 S.D. dependent var 106.5462
S.E. of regression 106.6261 Akaike info criterion 12.20984
Sum squared resid 648039.5 Schwarz criterion 12.28027
Log likelihood -358.1904 F-statistic 0.913127
Durbin-Watson stat 1.665244 Prob(F-statistic) 0.343321
PMBY

Null Hypothesis: PMBY has a unit root


Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic 1.626919 0.9994


Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 202480.5


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 371830.0

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(PMBY)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:07
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PMBY(-1) 0.016128 0.006806 2.369734 0.0212


C 236.8599 144.2050 1.642523 0.1060

R-squared 0.089684 Mean dependent var 548.0339


Adjusted R-squared 0.073714 S.D. dependent var 475.6720
S.E. of regression 457.8047 Akaike info criterion 15.12407
Sum squared resid 11946351 Schwarz criterion 15.19450
Log likelihood -444.1601 F-statistic 5.615640
Durbin-Watson stat 1.449157 Prob(F-statistic) 0.021209

SWBI
Null Hypothesis: SWBI has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -3.832266 0.0044


Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 775772.3


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 736741.0

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(SWBI)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:10
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

SWBI(-1) -0.431177 0.110670 -3.896067 0.0003


C 664.7497 203.9246 3.259782 0.0019

R-squared 0.210300 Mean dependent var 13.10169


Adjusted R-squared 0.196446 S.D. dependent var 999.6505
S.E. of regression 896.0984 Akaike info criterion 16.46729
Sum squared resid 45770564 Schwarz criterion 16.53771
Log likelihood -483.7850 F-statistic 15.17934
Durbin-Watson stat 2.047288 Prob(F-statistic) 0.000259

PUAS
Null Hypothesis: PUAS has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 8 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -0.028742 0.9517


Test critical values: 1% level -3.546099
5% level -2.911730
10% level -2.593551

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 197611.5


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 138061.2

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(PUAS)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:13
Sample (adjusted): 2004M02 2008M12
Included observations: 59 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PUAS(-1) -0.040170 0.066442 -0.604585 0.5479


C 98.35867 80.90368 1.215750 0.2291

R-squared 0.006372 Mean dependent var 64.81356


Adjusted R-squared -0.011060 S.D. dependent var 449.7863
S.E. of regression 452.2668 Akaike info criterion 15.09973
Sum squared resid 11659081 Schwarz criterion 15.17016
Log likelihood -443.4421 F-statistic 0.365523
Durbin-Watson stat 2.220801 Prob(F-statistic) 0.547854
LAMPIRAN 3

Hasil Uji Stationeritas Bentuk Difference

DPK
Null Hypothesis: D(DPK) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -8.987302 0.0000


Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 358189.8


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 423563.5

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(DPK,2)
Method: Least Squares
Date: 12/13/09 Time: 23:59
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(DPK(-1)) -1.277545 0.141353 -9.037945 0.0000


C 650.8530 104.8154 6.209515 0.0000

R-squared 0.593273 Mean dependent var 38.53448


Adjusted R-squared 0.586010 S.D. dependent var 946.6329
S.E. of regression 609.0831 Akaike info criterion 15.69566
Sum squared resid 20775007 Schwarz criterion 15.76671
Log likelihood -453.1742 F-statistic 81.68445
Durbin-Watson stat 1.790552 Prob(F-statistic) 0.000000

ASET
Null Hypothesis: D(ASET) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 5 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -8.715265 0.0000


Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 401932.8


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 733226.9

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(ASET,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:02
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(ASET(-1)) -1.187798 0.140034 -8.482196 0.0000


C 819.8690 125.6279 6.526172 0.0000

R-squared 0.562321 Mean dependent var 33.03448


Adjusted R-squared 0.554505 S.D. dependent var 966.6637
S.E. of regression 645.2035 Akaike info criterion 15.81088
Sum squared resid 23312100 Schwarz criterion 15.88193
Log likelihood -456.5156 F-statistic 71.94764
Durbin-Watson stat 1.777827 Prob(F-statistic) 0.000000

NPF
Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -5.880962 0.0000


Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 11333.69


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 9187.850

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(NPF,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:06
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(NPF(-1)) -0.968086 0.157540 -6.145001 0.0000


C 22.42813 15.00803 1.494409 0.1407

R-squared 0.402737 Mean dependent var -6.948276


Adjusted R-squared 0.392072 S.D. dependent var 138.9567
S.E. of regression 108.3442 Akaike info criterion 12.24238
Sum squared resid 657354.2 Schwarz criterion 12.31343
Log likelihood -353.0290 F-statistic 37.76104
Durbin-Watson stat 1.711534 Prob(F-statistic) 0.000000

PMBY
Null Hypothesis: D(PMBY) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -5.654874 0.0000


Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.


Residual variance (no correction) 196586.7
HAC corrected variance (Bartlett kernel) 270352.9

Phillips-Perron Test Equation


Dependent Variable: D(PMBY,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:10
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(PMBY(-1)) -0.675564 0.128494 -5.257568 0.0000


C 376.4196 93.53247 4.024481 0.0002

R-squared 0.330480 Mean dependent var -4.086207


Adjusted R-squared 0.318524 S.D. dependent var 546.6028
S.E. of regression 451.2290 Akaike info criterion 15.09570
Sum squared resid 11402026 Schwarz criterion 15.16675
Log likelihood -435.7753 F-statistic 27.64202
Durbin-Watson stat 2.161311 Prob(F-statistic) 0.000002

PUAS
Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 11 (Newey-West using Bartlett kernel)

Adj. t-Stat Prob.*

Phillips-Perron test statistic -9.200592 0.0000


Test critical values: 1% level -3.548208
5% level -2.912631
10% level -2.594027

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Residual variance (no correction) 196806.1


HAC corrected variance (Bartlett kernel) 125325.1
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(PUAS,2)
Method: Least Squares
Date: 11/16/09 Time: 12:14
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 58 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(PUAS(-1)) -1.166282 0.133665 -8.725418 0.0000


C 75.00181 59.73756 1.255522 0.2145

R-squared 0.576184 Mean dependent var 10.77586


Adjusted R-squared 0.568616 S.D. dependent var 687.3966
S.E. of regression 451.4808 Akaike info criterion 15.09682
Sum squared resid 11414755 Schwarz criterion 15.16787
Log likelihood -435.8077 F-statistic 76.13292
Durbin-Watson stat 2.104853 Prob(F-statistic) 0.000000

LAMPIRAN 4

Uji Kointegrasi

Date: 12/14/09 Time: 00:17


Sample (adjusted): 2004M07 2008M12
Included observations: 54 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: ASET DPK NPF PMBY PUAS
Lags interval (in first differences): 1 to 5

Hypothesized Trace 5 Percent 1 Percent


No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value

None ** 0.721347 165.0405 68.52 76.07


At most 1 ** 0.583692 96.03997 47.21 54.46
At most 2 ** 0.406985 48.71812 29.68 35.65
At most 3 ** 0.261572 20.50124 15.41 20.04
At most 4 * 0.073574 4.126754 3.76 6.65

Trace test indicates 5 cointegrating equation(s) at the 5% level


Trace test indicates 4 cointegrating equation(s) at the 1% level
*(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level

LAMPIRAN 5

Vector Error Correction Estimates

Vector Error Correction Estimates


Date: 12/16/09 Time: 13:46
Sample (adjusted): 2004M03 2008M12
Included observations: 52 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

Cointegrating Eq: CointEq1

LOG(ASET(-1)) 1.000000

LOG(DPK(-1)) -1.664289
(0.14607)
[-11.3937]

LOG(NPF(-1)) 0.167409
(0.04139)
[ 4.04492]

LOG(PMBY(-1)) 0.625768
(0.15145)
[ 4.13180]

LOG(PUAS(-1)) -0.040825
(0.01032)
[-3.95525]

C -0.803311

Error Correction: D(LOG(ASET)) D(LOG(DPK)) D(LOG(NPF)) D(LOG(PMBY)) D(LOG(PUAS))

CointEq1 0.015778 0.028590 -0.627658 -0.233031 3.156754


(0.05413) (0.07495) (0.25029) (0.04168) (1.97833)
[ 0.29151] [ 0.38147] [-2.50770] [-5.59112] [ 1.59567]

D(LOG(ASET(-1))) 0.106880 0.872444 -2.061175 0.192145 -5.466325


(0.24507) (0.33934) (1.13325) (0.18871) (8.95728)
[ 0.43613] [ 2.57101] [-1.81882] [ 1.01821] [-0.61027]

D(LOG(DPK(-1))) -0.293388 -0.679670 1.728948 -0.418422 1.422768


(0.18473) (0.25579) (0.85424) (0.14225) (6.75196)
[-1.58821] [-2.65712] [ 2.02397] [-2.94149] [ 0.21072]

D(LOG(NPF(-1))) -0.001230 0.023193 0.099049 0.074749 -0.334467


(0.03631) (0.05028) (0.16790) (0.02796) (1.32712)
[-0.03387] [ 0.46130] [ 0.58992] [ 2.67349] [-0.25203]

D(LOG(PMBY(-1))) 0.104106 -0.022617 1.006632 0.288737 -8.022546


(0.14814) (0.20513) (0.68504) (0.11407) (5.41459)
[ 0.70275] [-0.11026] [ 1.46946] [ 2.53117] [-1.48165]

D(LOG(PUAS(-1))) 0.003012 -0.001041 -0.031166 0.000856 -0.332358


(0.00444) (0.00614) (0.02052) (0.00342) (0.16217)
[ 0.67877] [-0.16943] [-1.51902] [ 0.25060] [-2.04948]

C 0.028139 0.020998 0.018318 0.023614 0.395979


(0.00660) (0.00914) (0.03052) (0.00508) (0.24122)
[ 4.26368] [ 2.29784] [ 0.60025] [ 4.64667] [ 1.64158]

R-squared 0.134306 0.192503 0.316048 0.589804 0.260092


Adj. R-squared 0.018880 0.084836 0.224855 0.535111 0.161438
Sum sq. resids 0.021784 0.041768 0.465826 0.012917 29.10226
S.E. equation 0.022002 0.030466 0.101743 0.016942 0.804187
F-statistic 1.163570 1.787955 3.465684 10.78395 2.636396
Log likelihood 128.4386 111.5139 48.81004 142.0271 -58.69368
Akaike AIC -4.670715 -4.019767 -1.608078 -5.193350 2.526680
Schwarz SC -4.408047 -3.757099 -1.345411 -4.930682 2.789347
Mean dependent 0.026656 0.026985 0.035962 0.029206 0.012480
S.D. dependent 0.022213 0.031847 0.115562 0.024848 0.878192

Determinant resid covariance (dof


adj.) 1.05E-13
Determinant resid covariance 5.11E-14
Log likelihood 426.7924
Akaike information criterion -14.87663
Schwarz criterion -13.37568

LAMPIRAN 7

Grafik IRF
Response to Cholesky One S.D. Innov ations
Response of LOG(ASET) to LOG(ASET) Response of LOG(ASET) to LOG(DPK) Response of LOG(ASET) to LOG(NPF) Response of LOG(ASET) to LOG(PMBY) Response of LOG(ASET) to LOG(PUAS)
.025 .025 .025 .025 .025

.020 .020 .020 .020 .020

.015 .015 .015 .015 .015

.010 .010 .010 .010 .010

.005 .005 .005 .005 .005

.000 .000 .000 .000 .000

-.00 5 -.005 -.005 -.005 -.005

-.01 0 -.010 -.010 -.010 -.010


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LOG(DPK) to LOG(ASET) Response of LOG(DPK) to LOG(DPK) Response of LOG(DPK) to LOG(NPF) Response of LOG(DPK) to LOG(PMBY) Response of LOG(DPK) to LOG(PUAS)
.030 .030 .030 .030 .030

.025 .025 .025 .025 .025

.020 .020 .020 .020 .020

.015 .015 .015 .015 .015

.010 .010 .010 .010 .010

.005 .005 .005 .005 .005

.000 .000 .000 .000 .000

-.00 5 -.005 -.005 -.005 -.005


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LOG(NPF) to LOG(ASET) Response of LOG(NPF) to LOG(DPK) Response of LOG(NPF) to LOG(NPF) Response of LOG(NPF) to LOG(PMBY) Response of LOG(NPF) to LOG(PUAS)

.08 .08 .08 .08 .08

.04 .04 .04 .04 .04

.00 .00 .00 .00 .00

-.04 -.04 -.04 -.04 -.04

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LOG(PMBY) to LOG(ASET) Response of LOG(PMBY) to LOG(DPK) Response of LOG(PMBY) to LOG(NPF) Response of LOG(PMBY) to LOG(PMBY) Response of LOG(PMBY) to LOG(PUAS)
.020 .020 .020 .020 .020

.016 .016 .016 .016 .016

.012 .012 .012 .012 .012

.008 .008 .008 .008 .008

.004 .004 .004 .004 .004

.000 .000 .000 .000 .000

-.00 4 -.004 -.004 -.004 -.004

-.00 8 -.008 -.008 -.008 -.008


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LOG(PUAS) to LOG(ASET) Response of LOG(PUAS) to LOG(DPK) Response of LOG(PUAS) to LOG(NPF) Response of LOG(PUAS) to LOG(PMBY) Response of LOG(PUAS) to LOG(PUAS)
.8 .8 .8 .8 .8

.6 .6 .6 .6 .6

.4 .4 .4 .4 .4

.2 .2 .2 .2 .2

.0 .0 .0 .0 .0

-.2 -.2 -.2 -.2 -.2

-.4 -.4 -.4 -.4 -.4


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

LAMPIRAN 8

Grafik Variance Decomposition


Variance Decomposition
Percent LOG(ASET) variance due to LOG(ASETPercent
) LOG(ASET) variance due to LOG(DPK)
Percent LOG(ASET ) variance due to LOG(NPF)
Percent LOG(ASET ) variance due to LOG(PMBY)
Percent LOG(ASET ) variance due to LOG(PUAS)
100 100 100 100 100

80 80 80 80 80

60 60 60 60 60

40 40 40 40 40

20 20 20 20 20

0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Percent LOG(DPK) variance due to LOG(ASETPercent


) LOG(DPK) variance due to LOG(DPK)Percent LOG(DPK) variance due to LOG(NPF)Percent LOG(DPK) variance due to LOG(PMBY)
Percent LOG(DPK) variance due to LOG(PUAS)
90 90 90 90 90

80 80 80 80 80
70 70 70 70 70

60 60 60 60 60

50 50 50 50 50
40 40 40 40 40

30 30 30 30 30
20 20 20 20 20

10 10 10 10 10

0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Percent LOG(NPF) variance due to LOG(ASETPercent


) LOG(NPF) variance due to LOG(DPK)Percent LOG(NPF) variance due to LOG(NPF)Percent LOG(NPF) variance due to LOG(PMBY)
Percent LOG(NPF) variance due to LOG(PUAS)
80 80 80 80 80

70 70 70 70 70

60 60 60 60 60

50 50 50 50 50

40 40 40 40 40

30 30 30 30 30

20 20 20 20 20

10 10 10 10 10

0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(ASET


Percent
) LOG(PMBY) variance due to LOG(DPK)
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(NPF)
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(PMBY)
Percent LOG(PMBY) variance due to LOG(PUAS)
80 80 80 80 80

70 70 70 70 70

60 60 60 60 60

50 50 50 50 50

40 40 40 40 40

30 30 30 30 30

20 20 20 20 20

10 10 10 10 10

0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(ASETPercent


) LOG(PUAS) variance due to LOG(DPK)
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(NPF)
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(PMBY)
Percent LOG(PUAS) variance due to LOG(PUAS)
80 80 80 80 80

70 70 70 70 70

60 60 60 60 60

50 50 50 50 50

40 40 40 40 40

30 30 30 30 30

20 20 20 20 20

10 10 10 10 10

0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Anda mungkin juga menyukai