Anda di halaman 1dari 28

Pneumothorak

(REFERAT)

Oleh:
Aprina Adha Widiastini
Reni Agustin
Sabrina Fazriesa

Perceptor :

dr. Tantri Dwi Kaniya, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahluan

Salah satu organ vital manusia adalah paru-paru. Banyak penyakit

paru-paruyang menjadi salah satu penyebab utama kematian seseorang,

salah satunyaadalah pneumothorax. Pneumothorax adalah adanya udara

dalam rongga pleura.Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau

karena trauma (British ThoracicSociety 2003). Tension pneumothorax

disebabkan karena tekanan positif padasaat udara masuk ke pleura pada

saat inspirasi. Pneumothorax dapat menyebabkancardiorespiratory

distress dan cardiac arrest. Pneumothorax disebabkan karenarobekan

pleura atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumothorax

yangtertutup dan terbuka atau menegang ( Tension Pneumothora x).

Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam

rongga pleura. Dengan adanya udara di dalam rongga pleura tersebut,

maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-

paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya

ketika bernafas. Pneumothorak dapat terjadi baik secara spontan maupun

traumatik.Pneumothorak spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan

sekunder. Pneumothorak sekunder berarti ada penyakit yang menyertai,

sedangkan pada pneumothorak primer tidak ada penyakit yang

menyertai.Pneumothorak traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non

iatrogenik.Iatrogenik berarti berkaitan dengan tindakan atau manuver


diagnostik, sedangkan non iatrogenik berarti tidak berhubuhan dengan

manuver diagnostik (Budiono, 2006).

Pneumothorak sering terjadi pada usia muda dengan insidensi

puncak dekade ketiga (20-40 tahun).Laki-laki lebih sering dari wanita

dengan perbandingan 5:1. Resiko pneumothorak spontan pada laki-laki

akan meningkat pada perokok berat dibandingkan golongan non perokok

(Alsagaff, 2009).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya

berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru

terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan

mempunyai tiga lobus sedangkan paru- paru kiri mempunyai dua lobus.

Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi

lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang

disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan

oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2012)

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi

pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang

langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang

menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang

disebut kavum pleura (Guyton, 2014).

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.

Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.

Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang

disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2

yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan


bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal

bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio

berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir

dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli

bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi,

pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus

sampai pertumbuhan somatic berhenti (Saddler, 2013)

Gambar 3. Anatomi paru (Tortora, 2012)

Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan

pernafasan bagian bawah.


1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus 
 paranasal,

dan faring.

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, 
 bronkiolus

dan alveolus paru (Guyton, 2014) Pergerakan dari dalam ke luar paru

terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah

pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah

pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat

berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan

elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu, 


1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,

sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis

internus
Gambar 4. Otot-otot pernafasan inspirasi dan ekspirasi (Tortora,2012).

2.2 Epidemiologi

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumotoraks spontan dan

traumatik. Pneumotoraks spontan merupakan pneumotoraks yang terjadi

tiba-tiba tanpa atau dengan adanya penyakit paru yang mendasari.

Pneumotoraks jenis ini dibagi lagi menjadi pneumotoraks primer (tanpa

adanya riwayat penyakit paru yang mendasari) maupun sekunder (terdapat

riwayat penyakit paru sebelumnya).

Insidensinya sama antara pneumotoraks primer dan sekunder, namun pria

lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1. Pada

pria, resiko pneumotoraks spontan akan meningkat pada perokok berat

dibanding non perokok. Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia

muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40

tahun).

Sementara itu, pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma

langsung maupun tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan

menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik. Pneumotoraks iatrogenik

merupakan tipe pneumotoraks yang sangat sering terjadi (Berck, 2010).

 Umur : Biasanya terjadi pada orang yang ber usia 20-40 tahun

 Seks : Lebih sering pada pria

 Pneumotoraks spontan primer

 Biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi, kurus dan usia

10-30 tahun
 Incidens pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000 orang per

tahun pada laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada

perempuan

 Pneumotoraks spontan sekunder

 Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus

per 100.000 orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000

orang per tahun pada perempuan 26 per 100.000 pasien dengan

penyakit paru obstruktif kronik per tahun (McCool FD, 2008)

 Kejadian pneumotoraks spontan primer adalah 18 per 100.000 orang

per tahun dan 6 per 100.000 perempuan per tahunnya.

 Hal ini terjadi paling sering di usia 20-an, dan pneumotoraks spontan

primer jarang terjadi di atas usia 40.

 Pneumotoraks spontan sekunder biasanya terjadi antara usia 60 dan

65.

 Antara Tahun 1991 dan 1995 tingkat MRS di UK Hospitalbaik

untuk pneumotoraks spontan primer dan sekunder adalah 16,7 per

100.000 orang per tahun dan 5,8 per 100.000 perempuan per tahun.

 Rekurensiakan terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder

pneumotoraks. Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya

dalam waktu 3 tahun. (Korom S, 2011).

2.3 Definisi

Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat

robeknya pleura (Price & Wilson, 2015).


Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum

pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-

paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum

pleura ini dapat ditimbulkan oleh:

1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari

alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut

sebagai closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis

berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan

dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara

semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah

kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.

2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan

antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih

besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati

lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada

saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari

luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps

pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,

akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut.

Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks (Berck, 2010).

2.4 Etiologi

Pneumothorak dapat terjadi setiap kali permukaan paru-paru pecah dan

memungkinkan udara keluar dari paru-paru ke rongga pleura. Hal ini dapat

terjadi ketika luka beberapa tusukan dinding dada yang memungkinkan udara
luar masuk ke ruang pleura. Pneumothorak spontan dapat terjadi tanpa trauma

dada, dan biasanya disebabkan oleh kista kecil pada permukaan paru-paru.

Kista tersebut dapat terjadi tanpa penyakit paru-paru yang berhubungan, atau

mereka dapat berkembang karena gangguan paru-paru yang mendasari,

emfisema yang paling umum.

Pneumothorak dapat terjadi secara artificial, dengan operasi atau tanpa

operasi, atau timbul spontan. Pneumothoraks artifisial disebabkan tindakan

tertentu atau memang disengaja untuk tujuan tertentu, yaitu tindakan

terapi dan diagnosis.

Pneumothorak traumatik terjadi karena penetrasi, luka tajam pada dada, dan

karena tindakan operasi. Pneumotoraks spontan terjadi tanpa adanya trauma.

Pneumotoraks jenis ini dapat dibagi dalam:

 pneumothoraks spontan primer.Disini etiologi tidak diketahui sama sekal

 pneumothorak spontan sekunder. Terdapat penyakit paru atau penyakit d

ada sebagai faktor predisposisinya (Setiati, 2014)

2.5 Klasifikasi

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe

ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:


a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara

tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi

dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang dimiliki sebelumnya,

misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK),

kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma

penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding

dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis,

yaitu:

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang

terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,

barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi

akibat dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis

karena kesalahan komplikasi dari tindakan tersebut. Misalnya pada

parasentesis dada, biopsi pleura.


2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara

mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini

dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan

tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai

permukaan paru (Alsagaff, 2009).

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan

ke dalam tiga jenis, yaitu:

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada

dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di

dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah

menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada

kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada

rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada

waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara dirongga pleura tetap

negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka(Open Pneumothorax)

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura

dengan bronkus yang merupakan bagian dunia luar (terdapat luka terbuka

pada dada). Dalam keadaan tekanan intrapleura sama dengan tekanan

udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.

Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan

oleh gerakan pernapasan.


Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi

tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam

keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser kearah

sisi dinding dada yang terluka (sucking wound) (Alsagaff, 2009).

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin

lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang

bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus

serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel

yang terbuka. Waktu ekspirasi udar di dalam rongga pleura tidak dapat

keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin

tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam

rongga pleura ini dapt menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal

napas (Sudoyo dkk, 2006).

Gambar. Simple pnumotoraks dan tension pneumotoraks


Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka

pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian

kecil paru (<50% volume paru)

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar

paru (>50% volume paru)


2.6 Gejala klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Sesak dirasakan

mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas dengan mulut

tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam

pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak

pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang

6. Tidak menunjukan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,

biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

2.7 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan:

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi

dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong kesisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit


3. Perkusi:

a. Suara pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi

4. Auskultasi

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

2.8 Pemeriksaan penunjang

1. Foto Rontgen Thoraks

Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus pneumotoraks

antara lain:

a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps

akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru

yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler

sesuai dengan lobus paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak massa radio opaque yang

berada didaerah hilus. Keadaan ini menunjukan kolaps paru yang luas

sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan

sesak napas yang dikeluhkan

c. Jantung dan trakea mungkin terdorong kesisi yang sehat, spatium

intercostal melebar, diafragma mendatar dan tertekan kebawah.

Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,

kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan

intrapleura yang tinggi.


Gambar. Foto Rontgen pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjuk anak panah

merupakan bagian paru yang kolaps

Gambar .Gambar ini menunjukkan close-up pneumothorax.Panah merah mengarah ke


garis pleura visceral putih tipis yang adalah tanda terbaik untuk pneumotoraks.
Gambar.Tension pneumothorax di kiri (panah biru) menggeser jantung dan struktur
mediastinum ke kanan (panah merah);kasusini juga menunjukkan tanda sulkus yang
dalam di sebelah kiri(panah kuning).Ada penyakit membran hialin yang
mendasarinya

Gambar.tension pneumothorax sisi kanan dengan sisi kanan lucency dan


pergeseran mediastinum ke kiri.
Gambar. Foto pneumotoraks dengan bayangan udara dalam cavum
pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan
paru (avascular pattern).

Gambar. Tension pneumotoraks total kiri dengan cairan


(hidropneumothorax) mendorong trakea, jantung ke kontralateral
Gambar. Pneumotoraks sinistra (panah putih) yang berada
dibawah tekanan yang tampak seperti perpindahan jantung ke
kanan (panah hitam) dan depresi hemidiafragma kiri (panah
kuning)

Gambar. Pneumotoraks bilateral pada arah panah tebal dan


pneumomediastinum pada arah panah yang tipis
Gambar. Pneumotoraks dextra ( panah putih) dengan pergeseran
jantung (panah hitam) dan trakea (panah merah) ke kiri

12 juni 2018 20 juni 2018 28 juni 2018

Gambar. Pneumotoraks dextra radiologis tampak perbaikan dengan ujung WSD


setinggi ICS 7 kanan

2. Analisis Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi

meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien

dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas

sebesar 10%.
3. CT-scan thorax

CT-scan Thorax lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema

bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan

ektrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan

primer dan sekunder.

Gambar. CT-scan thorax pada kasus pneumotoraks

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan

udara di dalam rongga pleura, memfasilitasi penyembuhan pleura dan

mencegah terjadinya rekurensi secara efektif. Pada prinsipny,

penatalaksanaan pneumothoraks adalah sebagai berikut:

1. Observasi dan Pemberian O2

Bila hubungan antara alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara

di dalam rongga pleura akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan

absorpsi antara berkisar 1,25 % dari volume hemitoraks setiap 24 jam.

Suplemen oksigen akan mempercepat absorbsi udara di rongga toraks

sebanyak 4 x dibandingkan dengan tanpa suplementasi oksigen.


Oksigen akan mengurangi tekanan parsial nitrogen di dalam kapiler darah

sekitar rongga pleura dan akan meningkatkan gradien tekanan parsial

nitrogen. Hal ini akan menyebabkan nitrogen ke dalam kapiler pembuluh

darah di sekitar rongga pleura dan diikuti oleh gas lain. Suplementasi

oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh kasus

pneumotoraks. Observasi dalam beberapa hari dengan foto toraks serial

tiap 12-24 jam selama 2 hari.

Menurut ACCP, penderita dalam kondisi stabil, jika :

- laju napas < 24 x/menit

- denyut jantung 60-120 x/menit

- tekanan darah normal

- saturasi oksigen > 90 %

2. Tindakan Dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks

yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan

intrapleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara

luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura,

sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu

dengan:
1. Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga

pleura, kemudian pipa plastik /slang dipangkal saringan tetesan

dipotong dan dimasukkan ke dalam botol berisi air dan klem

dibuka, akan timbul gelembung-gelembung udara dalam botol.

2. Abbocath : jarum abbocath no. 14 ditusukkan pada posisi yang

tetap di dinding toraks sampai menembus rongga pleura, jarum

dicabut dan kanula tetap ditinggal, kanula ini dihubungkan dengan

pipa infus set, selanjutnya dikerjakan seperti sebelumnya.

3. Pipa water sealed drainage (WSD): Pipa khusus ( toraks kateter )

yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troker

atau klem penjepit bedah. Sebelum trokar yang dimasukkan ke

rongga pleura, terlebih dulu kulit dada tempat trokar akan

dimasukkan didesinfektan, ditutup duk penutup dan diberikan

anastesi lokal dengan xilokain atau prokain, 2 % secukupnya.

Lokasi insisi kulit dapat di ruang antar iga VI mid axillar

line/dorsal axillar line ataupun dapat juga di ruang antar iga II di

garis midclavicula. Setelah trokar masuk ke rongga pleura, busi

penusuk dicabut dan tinggal selontongan pipa. Drain dimasukkan

melalui selontongan tersebut. Pemasukan drain diarahkan ke atas

apabila masuknya di ruang antar iga VI. Bila masuknya di ruang

antar iga II di arahkan ke bawah. Pipa khusus atau kateter tersebut

kemudian dihubungkan dengan pipa lebih panjang dan terakhir

dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol.


Masuknya pipa kaca ke dalam air, sebaiknya 2 cm dari permukaan

air, supaya gelembung udara mudah keluar.

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks

dengan alat bantu torakoskop. Torakoskopi pada PSS harus dilakukan

bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam.

4. Torakotomi

Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan

torakoskopi. Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau

jika bleb atau bulla terdapat di apek paru, maka tindakan torakotomi ini

efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut.


5. Tindakan bedah yaitu:

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari

lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit.

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan

dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan

atau terdapat fistel dari paru yang rusak d. Pleurodesis. Masing-masing

lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu

sama lain di tempat fistel


DAFTAR PUSTAKA

Sadler, Thomas W. 2013. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

Jakarta: EGC.

Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks Spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W.

Setiyohadi, Bambang.Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati.Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

Alsagaff, Hood. Mukty, H. 2009. Abdul.Pneumothoraks. Dasar-Dasar Ilmu

Penyakit Paru. Surabaya : Universitas Airlangga

Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Tortora, Gerrard J. dan Bryan Derrickson. 2012. Principle of Anatomy and

Physiology. USA: John Wiley and Sons Inc.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2015. Patofisiologi.

Jakarta: EGC.

Setiati, Siti., dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna

Publishing.
Berck, M. 2010. Pneumothorax.

http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax-2/

Korom S, Conyurt H, Missbach A, et al. 2011.

Pneumothorax.http://www.patient.co.uk/doctor/Pneumothorax.htm.

McCool FD, Rochester DF, et al. 2008. Pneumothorax.

http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons%20Practice/

141278/all/Pneumothorax

Anda mungkin juga menyukai