Anda di halaman 1dari 22

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Pengolahan Limbah Drs. Edward HS, MS

ANALISA TPH (TOTAL PETROLEUM HYDROCARBON)


PADA PENCEMARAN TANAH

Kelompok : II (Dua)
Nama : Aldo Seveno Mahendra

Lintang Nirwana

Niko Aulia

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2015
Abstrak
Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) didefinisikan sebagai metoda
analisis yang digunakan untuk mengukur jumlah hidrokarbon minyak bumi dalam
suatu media. Percobaan analisa TPH pada pencemaran tanah ini bertujuan
untuk mengetahui persen TPH dari sampel tanah yang diuji. Percobaan
dilakukan dengan mengekstraksi petroleum hidrokarbon yang terkandung di
dalam sampel tanah dengan menggunakan pelarut n-Heksan. Solven yang
mengandung petroleum hidrokarbon kemudian dioven sehingga didapat
petroleum hidrokarbon dengan berat 0,36 gram. Berdasarkan hasil percobaan,
didapat harga TPH sampel tanah yang diuji sebesar 2,23%. Nilai ini melebihi
batas ambang TPH yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dalam Kepmen LH 128/2003, yaitu hanya 1%. Ini berarti, sampel tanah yang
diuji di dalam percobaan ini tercemar, sehingga apabila tanah ini tidak diolah
(bioremediasi), maka akan menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem makhluk
hidup yang berada dilingkungan ini.

Kata Kunci : Bioremediasi, Total Petroleum Hidrokarbon.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan analisa TPH (Total Petroleum Hidrokarbon) pada
pencemaran tanah yaitu untuk mengetahui persentase TPH sampel tanah yang
diuji.

1.2. Dasar Teori


Aktivitas industri perminyakan (pengeboran, pengilangan, proses produksi
dan transportasi) umumnya menghasilkan limbah minyak dan terjadi tumpahan
baik ditanah maupun perairan. Limbah tumpahan tersebut akan semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas industri perminyakan
dilapangan (Udiharto, 1996 dalam Edward, dkk. 2013). Usaha penanggulangan
minyak bumi secara konvensional hasilnya kurang memuaskan. Membuang bahan
pencemar minyak bumi ketanah dapat mengakitbatkan tercemarnya tanah, dimana
tanah akan menjadi tandus dengan tumbuhnya dekomposer ditanah dan dengan
membenamkan kedalam tanah tidak menanggulangi masalah, bahkan dapat
meresap ke air tanah dan mencemari perairan.
Maka untuk usaha pengolahan tanah tercemar minyak bumi lebih lanjut
perlu dilakukan analisa kandungan minyak yang terdapat ditanah tercemar
tersebut untuk dicarikan solusi lebih lanjut (bioremediasi). Keberadaan limbah
minyak ditanah harus sesuai dengan kriteria nilai akhir yang diperkenankan untuk
dibuang kelingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Nilai batas aman yang telah ditentukan yaitu dibawah 10000 µg/g
(KEMEN LH No. 128 Tahun 2003)
1.2.1 Minyak Bumi
Minyak bumi adalah campuran komplek hidrokarbon plus senyawa organik
dari sulfur, oksigen, dan senyawa-senyawa yang mengandung konsituen logam
terutama nikel, besi, dan tembaga. Minyak bumi sendiri bukan merupakan bahan
yang uniform, melainkan komposisi yang sangat bervariasi, tergantung pada
lokasi, umur lapangan minyak dan juga kedalaman sumur. Dalam minyak bumi
parafinik ringan mengandung hidrokarbon tidak kurang dari 97% sedangkan
dalam jenis asphalitik berat paling murah 50% komponen hidrokarbon. Unsur-
unsur yang terdapat dalam minyak bumi sangat bervariasi. Berdasarkan atas hasil
analisa, diperoleh data sebagai berikut :
 Karbin : 88,3-0,87%
 Hydrogen : 10-14%
 Nitrogen : 0,1-2 %
 Oksigen : 0,05-1,5 %
 Sulfur : 0,05-6,0
Komponen hidrokarbon dalam minyak bumi diklasifikasikan atas tiga bagian,
yaitu :
 Golonganparafinik
 Golongannephthenik
 Golonagan aromatic
Sedangkan golongan olefenik umumnya tidak ditemukan dalam crude oil,
demikian juga hidrokarbon asetilenik sangat jarang. Crude oil mengandung
sejumlah senyawaan non hidrokarbon, terutama senyawaan sulfur, senyawaan
nitrogen, senyawaan oksigen, senyawan organometalik. dan garam-garam organik
(Edward,dkk, 2013).

Senyawaan Sulfur
Crude oil yang densitinya lebih tinggi mempunyai kandungan sulfur yang
lebih tinggi pula. Keberadaan sulfur dalam minyak bumi sering banyak
menimbulkan akibat, misalnya dalam gasolin dapat menyebabkan korosi
(khususnya dalam keadaan dingin atau berair), karena terbentuknya asam yang
dihasilkan dari oksida sulfur dan air.

Senyawaan Oksigen
Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2%
menaik dengan naiknya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa naik apabila
produk itu lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada
dalam bentuk ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidribida,
senyawa monosiklo dan disiklo serta phenol. Sebagai asam karboksilat berupa
asam nepthenat (asam alisklik) asam alifatik.

Senyawaan Nitorgen
Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu
0,1-0,9%. Kandungan tertinggi terdapat pada tipe Asphalitik. Nitrogen
mempunyai sifat racun terhadap katalis dan dapat membentuk gum/getah pada
fuel oil. Kandungan nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi.
Nitrogen kelas dasar yang mempuyai berat molekul yang relatif rendah dapat
diekstrak dengan asam mineral encer, sedangkan yang mempunyai berat molekul
yang tinggi tidak dapat diekstrak dengan asam mineral encer.

KonstituenMetalik
Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada
proses katalitik cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan
produk gasolin, menghasilkan banyak gas dan pembentukan coke. Pada power
generator temperatur tinggi, misalnya oil-fired gas turbin, adanya konsistuen
logam terutama vanadium dapat membentuk kerak pada rotor turbin. Abu yang
dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama
vanadium dapat bereaksi dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan
turunnya titik lebur campuran sehingga merusak refactory itu. Agar dapat diolah
menjadi produk-produknya, minyak bumi dari sumur diangkut kekilang
menggunakan kapal, pipa, mobil tangki atau kereta api. Di dalam kilang minyak,
minyak bumi diolah menjadi produk yang kita kenal secara fisika berdasarkan
treyek didihnya (destilasi), dimana gas berada pada puncak kolom fraksinasi dan
residu (aspal) berada pada dasar kolom fraksinasi. Setiap trayek titik didih disebut
“fraksi”, missal :
0 - 500C : Gas
50 - 850C : Gasoline
85 - 1050C : Kerosin
105 - 1350C : Solar
>1350C : Residu (umpan proses lebih lanjut)

1.2.2 Total Petroleum Hidrokarbon (TPH)


Kegiatan industri perminyakan dapat menimbulkan limbah yang mencemari
lingkungan. Selain itu, proses pengeboran dan pengilangan minyak bumi juga
menghasilkan lumpur minyak dalam jumlah besar. Lumpur minyak merupakan
polutan yang sangat berbahaya, UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 18 tahun 1999
mengkategorikan lumpur minyak sebagai limbah B3 (Bahan Kimia Berbahaya
dan Beracun) (Jannah, 2012).
Petroleum berasal dari kata petra yang artinya batu dan oleum yang artinya
minyak. Petroleum merupakan campuran kompleks. Petroleum terdiri dari
senyawa hidrokarbon (98%), Sulfur (1 – 3%), Nitrogen (< 1%), Oksigen (< 1%),
logam atau mineral (< 1%), Garam (< 1%). Menurut EPA (Environmental
Protection Agency), petroleum hidrokarbon berasal dari minyak mentah (crude
oil). Crude oil ini digunakan untuk membuat produk petroleum, yang dapat
mencemari lingkungan (Jannah, 2012).
TPH adalah jumlah hidrokarbon minyak bumi yang terukur dari media
lingkungan. Hidrokarbon minyak bumi (PHC – Petroleum Hydrocarbon) adalah
berbagai jenis senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi. Dalam
satu jenis campuran minyak bumi akan terdapat rantai hidrokarbon dengan rantai
C3 – C35. Dengan demikian, TPH didefinisikan sebagai metoda analisis yang
digunakan untuk mengukur jumlah hidrokarbon minyak bumi dalam suatu media.
1.2.3 Ambang Batas TPH
Dalam Kepmen LH 128/2003 dicantumkan bahwa kosentrasi TPH
maksimum yang diijinkan untuk mengolah tanah tercemar dengan bioremediasi
adalah 15%. Jika terdapat konsentrasi hidrokarbon minyak bumi diatas 15% maka
harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu yang tujuannya adalah pemanfaatan.
Salah satu contohnya adalah oil recovery. KLH mempertimbangkan bahwa
konsentrasi TPH >15% masih memiliki potensi pemanfaatan.
Petroleum hydrokarbon yang dimaksudkan dalam Kepmen 128/2003 adalah
senyawa yang terdapat pada industri migas dan dihasilkan dari industri migas.
Dengan demikian, keberadaan senyawa ini pada daerah industri. pertimbangan
konsentrasi ambang batas untuk TPH industri migas didasarkan pada proteksi
terhadap tanaman dan sumber air (air tanah dan air permukaan). Hasil studi-studi
ini menunjukkan bahwa konsentrasi hidrokarbon minyak bumi pada <10.000
mg/kg atau 1% tidak menyebabkan dampak negatif pada pertumbuhan berbagai
tanaman ataupun perlindian pada air tanah. Angka 1% ini kemudian digunakan
oleh beberapa negara bagian di US untuk aplikasi pengolahan tanah tercemar di
Industri migas. Pada saat kepmen 128/2003 disusun, belum ada studi di Indonesia
yang menunjukkan berapa angka toksisitas petroleum hidrokarbon untuk
tanaman-tanaman di Indonesia, ataupun resiko terhadap sumber air (air tanah).
Oleh karena itu, angka 1% digunakan sebagai target konsentrasi akhir
bioremediasi di Indonesia. Dengan demikian, jelas tertera dalam judul Kepmen
128/2003 bahwa peraturan ini spespesifik untuk Industri Minyak dan Gas
(Anonim, 2013).

1.2.4 Metode Peng ukuran TPH


Metode-metode yang dapat digunakan untuk mengukur TPHadalah
spectrophotometry inframerah (IR), teknik analisis gravimetri dan gas
kromatografi (GC).Metode Pengukuran TPH berbasis IR digunakan karena
sederhana, cepat dan murah. Namun, penggunaan saat ini sangat menurun dan
terbatas karena larangan seluruh dunia pada produksi Freon dan keterbatasan
penggunaan CCl4 (yang diperlukan untuk ekstraksi sampel dan pengukuran).
Pengukuran dengan spectrophotometerdigunakan untuk mengukur konsentrasi
TPH yang rendah (<500 ppm). Metode pengukuran TPH berbasis
gravimetrimemiliki keterbatasan yang sama seperti metode berbasis IR, tetapi
paling tepat digunakan untuk mengukur TPH dalam konsentrasi besar (%).
Karena prosedur metode gravimetri sederhana, cepat dan murah, metode ini
paling sesuai untuk penghitungan TPH pada tahapan monitoring proses
bioremediasi. Metode untuk pengukuran TPH berbasis GC akan mendeteksi
berbagai jenis hidrokarbon, sensitivitas dan selektivitas yang paling terbaik, dan
dapat digunakan untuk identifikasi TPHserta kuantifikasi. Metoda GC umumnya
dipakai sebagai analisis awal dan akhir karena prosedur analisisanya memakan
waktu yang cukup lama. Dengan demikian, Kepmen LH 128/2003 mengijinkan
untuk menggunakan metoda gravimetri atau spectrophotometri untuk analisis
TPH selama tahap monitoring proses biodegradasi (Jannah, 2012).

1.2.5 Dampak Petroleum Hidrokarbon


Petroleum hidrokarbon merupakan salah satu kontaminan yang dapat
berdampak buruk baik bagi manusia maupun lingkungan. Ketika senyawa tersebut
mencemari permukaan tanah, maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air hujan,
atau masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat beracun, akibatnya,
ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu.
Pencemaran petroleum hidrokarbon atom juga dapat diakibatkan oleh proses
pembuangan limbah industri atau pun rumah tangga, kendaraan bermotor, dan
kegiatan pengeboran minyak. Petroleum hidrokarbon dapat mencemari air secara
langsung melalaui proses kebocoran. Selain itu, petroleum hidrokarbon juga dapat
meresap ke dalam lapisan tanah dan tertahan dalam jangka waktu yang cukup
lama.Sisanya menguap ke udara dan diuraikan oleh cahaya. Uap dari senyawa ini
juga dapat mencemari udara dan berbahaya bagi kesehatan manusia bila terhirup
(Anonim, 2013).
BAB II

PERCOBAAN

2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan analisa TPH (Total Petroleum
Hidrokarbon) pada pencemaran tanah antara lain :

1. Sampel tanah (tercemar minyak bumi)


2. n-Heksan
3. Natrium sulfat (Na2SO4 anhidrat)

2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan analisa TPH (Total Petroleum
Hidrokarbon) pada pencemaran tanah antara lain :
1. Batang pengaduk
2. Corong
3. Cawan porselin
4. Desikator
5. Erlenmeyer 250 ml
6. Gelas ukur
7. Kertas saring
8. Oven
9. Pipet tetes
10. Timbangan analitik

2.3 Prosedur Percobaan


1. Sampel tanah tercemar ditimbang sebanyak 10 gram.
2. Sampel tanah dicampurkan dengan 100 ml n-Heksan di dalam erlenmeyer.
Campuran diaduk selama ± 60 menit.
3. Campuran disaring dengan kertas saring, residu dibuang sedangkan filtrat
ditampung di dalam erlenmeyer lainnya.
4. Filtrat ditambahkan 10 gram Na2SO4 anhidrat dan diaduk ±10 menit.
5. Campuran filtrat dan Na2SO4 kemudian disaring kembali dengan
menggunakan kertas saring, residu dibuang sedangkan filtratnya
dimasukkan ke dalam cawan porslen yang telah diketahui beratnya.
6. Filtrat dioven pada suhu 1050C sampai kering (hanya tersisa residu),
kemudian dimasukkan ke dalam desikator.
7. Cawan yang berisi residu ditimbang dan dicatat. Pengovenan dilakukan
kembali hingga di dapat berat yang konstan.
8. Analisa TPH dilakukan.

2.4 Perhitungan dan Analisa Data


Perhitungan %TPH menggunakan persamaan berikut:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
% 𝑇𝑃𝐻 = 𝑥 100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2.5 Diagram Alir Percobaan
Diagram alir percobaan analisa TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) pada
pencemaran tanah disajikan pada Gambar 2.1.

10 gram sampel tanah + 100


ml n-Heksan

- dimasukkan kedalam erlenmeyer

- dicampur dan diaduk selama ± 60 menit

Campuran tanah + heksan

- campuran berwarna coklat tua

Penyaringan ke-I

- disaring menggunakan kertas saring

Residu (tanah) Filtrat

- ditambahkan 10 gram Na2SO4


anhidrat
- larutan berwarna coklat tua
- terdapat endapan berwarna cream

Penyaringan ke-II
- disaring menggunakan kertas saring

Filtrat
Residu (Na2SO4)
- dimasukkan kedalam cawan
- ditimbang
Pengovenan, 100oC

- ditimbang kembali hingga beratnya konstan

Analisa TPH

Gambar 2.1 Diagram alir percobaan analisa TPH (Total Petroleum


Hidrokarbon) pada pencemaran tanah.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan


Hasil percobaan terhadap analisa TPH (Total Petroleum Hidrokarbon) pada
pencemaran tanah, didapatkan persentase TPH sampel tanah yang diuji sebesar
2,23 %.

3.2 Pembahasan
Tahap pertama yang dilakukan pada percobaan analisa TPH (Total
Petroleum Hidrokarbon) terhadap pencemaran tanah yaitu dimulai dengan
menimbang sebanyak 10 gram sampel tanah yang telah tercemar oleh minyak
bumi (petroleum hidrokarbon) dan dicampurkan dengan 100 ml n-Heksan,
kemudian dilakukan pengaduk ± 60 menit. Pengadukan yang dilakukan bertujuan
supaya sampel terkontakkan seluruhnya dengan pelarut n-Heksan. Penggunaan
larutan n-Heksan sebagai pelarut dikarenakan larutan ini bersifat nonpolar dan
sesuai dengan sampel yang akan dianalisa yaitu tanah yang telah tercemar oleh
minyak bumi. Prinsip like dissolved like menyebabkan larutan n-Heksan ini
mampu melarutkan minyak bumi yang terkandung di dalam sampel tanah
tersebut. Ketika proses pencampuran dan pengadukan, minyak bumi (petroleum
hidrokarbon) yang terkandung didalam sampel tanah akan terikat dengan larutan
n-Heksan dan terekstraksi ke dalam larutan n-Heksan, sehingga menyebabkan
larutan n-Heksan yang sebelumnya berwarna bening berubah warna menjadi
coklat tua. Perubahan warna ini mengindentifikasikan bahwa sampel telah
terbebas dari zat pencemar ini.
Proses selanjutnya yaitu memisahkan sampel tanah dengan larutan
n-Heksan yang telah bercampur dengan minyak bumi. Pemisahan dilakukan
dengan menyaring campuran menggunakan kertas saring yang ditempatkan
didalam corong. Proses penyaringan menghasilkan residu berupa tanah dan filtrat
berupa larutan n-Heksan yang bercampur minyak bumi dengan warna coklat
kehitaman. Adapun rangkaian peralatan pada proses penyaringan disajikan pada
Gambar 3.1, sedangkan filtrat hasil penyaringan disajikan pada Gambar 3.2.

Gambar 2.1 Proses penyaringan


(Sumber: Arsip pribadi)

Gambar 2.2 Filtrat hasil penyaringan


(Sumber: Arsip pribadi)

Filtrat yang telah disaring kemudian ditambahkan dengan 10 gram Natrium


sulfat anhidrat (Na2SO4) dan di aduk ±10 menit. Penambahan padatan Na2SO4
bertujuan untuk mengurangi sisa air yang terkandung di dalam filtrat. Filtrat
kemudian didiamkan sebentar dan terlihat warna larutan coklat tua dan
terbentuknya endapan berwana cream. Filtrat ini kemudian disaring kembali
dengan menggunakan kertas saring yang ditempatkan didalam corong. Proses
penyaringan kedua ini berfungsi untuk memisahkan antara residu berupa Na2SO4
dan sisa air dengan filtrat berupa larutan n-Heksan dan minyak bumi. Kemudian
dilakukan proses pengovenan terhadap filtrat tersebut (proses pengovenan
disajikan pada Gambar 2.3).
Cawan porselin kosong ditimbang untuk mengetahui beratnya, kemudian filtrat
(larutan n-Heksan-minyak bumi) dimasukkan ke dalam cawan tersebut untuk
dilakukan proses pengovenan. Proses pengovenan dilakukan pada suhu 1050C
(sampai beratnya konstan). Proses pengovenan ini dilakukan bertujuan untuk
menguapkan n-Heksan yang masih bercampur dengan minyak bumi (n-Heksan
merupakan senyawa yang sangat mudah menguap) serta untuk menghilangkan
sisa-sisa air yang mungkin masih terdapat di dalam filtrat. Sehingga yang
tertinggal di cawan porselin hanya residu saja, yaitu berupa minyak bumi
(petroleum hidrokarbon), seperti yang disajikan pada Gambar 2.4. Setelah proses
pengovenan selesai (ditandai dengan berat cawan + residu konstan untuk beberapa
kali penimbangan berturut-turut), cawan porslen yang berisi residu di timbang,
sehingga diketahui berat residu atau minyak bumi (petroleum hidrokarbon) yang
terkandung di dalam sampel tanah yang diuji.

Gambar 3.3 Proses pengovenan


(Sumber: Arsip pribadi)
Gambar 3.4 Petroleum Hidrokarbon
(Sumber: Arsip pribadi)

Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan harga TPH sampel tanah yang


diuji sebesar 2,23 %. Nilai ini melebihi batas ambang TPH yang telah ditetapkan
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Kepmen LH 128/2003, yaitu hanya
1%. Ini artinya, sampel tanah yang diuji di dalam percobaan ini sangat tercemar,
sehingga apabila tanah ini tidak diolah (bioremediasi), maka tanah ini sangat
berbahaya dan akan menimbulkan dampak negatif bagi makhluk hidup yang
berada dilingkungan sekitarnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, didapatkan harga TPH
(Total Petroleum Hidrokarbon) dari sampel tanah yang diuji yaitu sebesar 2,23%.
Nilai ini melebihi batas ambang TPH yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dalam Kepmen LH 128/2003, yaitu hanya 1%. Ini artinya,
bahwa sampel tanah yang diuji di dalam percobaan ini tercemar dan apabila tanah
ini tidak diolah (bioremediasi), maka tanah ini berbahaya dan akan menimbulkan
dampak negatif bagi makhluk hidup yang terdapat dilingkungan tersebut.

4.2. Saran
Sebaiknya digunakan pengadukan otomatis agar larutan lebih homogen,
karena waktu proses pengadukan berlangsung cukup lama.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2013. Bioremediasi dan Total Petroleum. [online] Tersedia:


http://www.bioremediasi.blogspot.com [Diakses pada 18 Desember 2012]
Jannah, D.A.K. 2012. Analisis Total Petroleum Hidrokarbon. [online] Tersedia:
http://www.chemistranger.blogspot.com [Diakses pada 18 Desember 2012]
Suhardi, Renni. 2013. Bioremediasi dan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).
[online] Tersedia: http://www.blogs.itb.ac.id [Diakses pada 18 Desember
2012]
Edward, dkk. 2013. Penuntun Praktikum Pengolahan Limbah. Pekanbaru :
Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

Hasil percobaan :

Berat kertas saring = 0,67 gram (C)

Berat cawan kosong = 88,99 gram (B)

Berat sampel = 10 gram (A)

Berat cawan dengan kertas saring dan padatan = 91,69 gram (D)

Berat residu = D-(B+C) (E)

= 91,69 gram – (0,67 gram + 88,99 gram)

= 91,69 gram – 89,66 gram

= 2,03 gram
𝐸
%𝑇𝑃𝐻 = 𝐵+𝐸 × 100%

2,03 𝑔𝑟𝑎𝑚
%𝑇𝑃𝐻 = 88,99 𝑔𝑟𝑎𝑚+2,03 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 100%

2,03 𝑔𝑟𝑎𝑚
%𝑇𝑃𝐻 = × 100%
91,03

%𝑇𝑃𝐻 = 0,0223 × 100%

%𝑇𝑃𝐻 = 2,23%
LAMPIRAN I

LAPORAN SEMENTARA
Judul praktikum : Analisa TPH (Total Petrolium Hidrokarbon) pada
Pencemaran Tanah

Hari/tanggal praktikum : Selasa/2 Oktober 2018

Dosen pengampu : Drs. Edward HS,M.Si

Asisten laboratorium : Maria Simare-mare

Kelompok/anggota : Kelompok 4

1. Aldo Seveno Mahendra


2. Lintang Nirwana
3. Niko Aulia

Hasil percobaan :

Berat kertas saring = 0,67 gram (C)

Berat cawan kosong = 88,99 gram (B)

Berat sampel = 10 gram (A)

Berat cawan dengan kertas saring dan padatan = 91,69 gram (D)

Berat residu = D-(B+C) (E)

= 91,69 gram – (0,67 gram + 88,99 gram)

= 91,69 gram – 89,66 gram

= 2,03 gram
𝐸
%𝑇𝑃𝐻 = 𝐵+𝐸 × 100%

2,03 𝑔𝑟𝑎𝑚
%𝑇𝑃𝐻 = 88,99 𝑔𝑟𝑎𝑚+2,03 𝑔𝑟𝑎𝑚 × 100%

2,03 𝑔𝑟𝑎𝑚
%𝑇𝑃𝐻 = × 100%
91,03

%𝑇𝑃𝐻 = 0,0223 × 100%

%𝑇𝑃𝐻 = 2,23%
Diagram alir percobaan :

10 gram sampel tanah + 100


ml n-Heksan

- dimasukkan kedalam erlenmeyer

- dicampur dan diaduk selama ± 60 menit

Campuran tanah + heksan

- campuran berwarna coklat tua

Penyaringan ke-I

- disaring menggunakan kertas saring

Residu (tanah) Filtrat

- ditambahkan 10 gram Na2SO4


anhidrat
- larutan berwarna coklat tua
- terdapat endapan berwarna cream

Penyaringan ke-II
- disaring menggunakan kertas saring

Filtrat
Residu (Na2SO4)
- dimasukkan kedalam cawan
- ditimbang
Pengovenan, 100oC
- ditimbang kembali hingga beratnya konstan

Analisa TPH

Anda mungkin juga menyukai