Anda di halaman 1dari 12

KEGIATAN III

SUMBERDAYA ALAM KARST DAN PENGLOLAANYA

Disusun oleh:

Kelompok 2

Deanita Ramadhana Arinda (16308141002)


Afrian Yoga Anjasfara (16308141003)
Yustichia Endarsti (16308141006)
Riska Andriani Pamungkas (16308141042)
Sumiyati (16308141046)
Fitri Andrianingsih (16308144002)
Alviati Nur Indahsari (16308144032)

Kelas : Biologi B

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGENTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan
1. Mengetahui latar belakang dan sejarah pemanfaatan sumberdaya alam
disuatu wilayah
2. Mengidentifikasi macam-macam sumberdaya alam berdasarkan
pengamatan di lapangan dan acuan pustaka
3. Mengklasifikasikan macam-macam sumberdaya alam yang ditemukan
sesuai dengan karakteristik atau sifatnya
4. Mengemukakan gagasan tentang pola pemanfaatan sumberdaya alam
sesuai dengan karakteristiknya
5. Mengajukan gagasan atau ide pengelolaan sumberdaya alam disuatu
wilayah yang menjamin kelestarianya

B. Lokasi Praktikum
Dusun Groyokan, Sambirejo, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta

C. Waktu Pelaksanaan
Hari, tanggal : Jum’at, 30 Maret 2018
Waktu : 09.00 – 14.30 WIB

D. Langkah Kerja

Menentukan lokasi yaitu didaerah Dusun Groyokan, Sambirejo,


Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

Mengidentifikasi komponen biotik, abiotik, dan mengenalisis keadaan


lingkungan tersebut.

Mencari narasumber, mulai dari pengelola, pedagang, pengunjung dan


warga sekitar lokasi wisata tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN
Membahas geomorfologi daerah karst tidak bisa lepas dari batuan
dominannya yaitu batuan gamping (White,1988). Batuan gamping adalah batuan
sedimen yang biasanya didominasi oleh kalsium karbonat dalam bentuk mineral
kalsit (Ford and Williams, 1992). Selanjutnya, oleh Dreybrodt (1988) dijelaskan
bahwa proses kimia yang dominan terjadi di batuan gamping adalah proses
pelarutan yang dimulai dari jatuhnya air hujan yang jenuh dengan gas
karbondioksida dan membentuk kesetimbangan dalam air yang asam sebagai
H2CO3 (asam karbonat). Karena sifatnya yang asam, maka air tersebut akan
dengan mudah melarutkan batuan gamping dan meninggalkan kation kalsium
dan anion bikarbonat terlarut dalam air. Karena sifatnya yang demikian, maka di
daerah berbatuan gamping lebih didominasi oleh sistem aliran bawah permukaan
dibandingkan dengan sistem permukaan. Sementara itu, proses pelarutan
tersebut, jika sudah mencapai tahap tertentu akan memunculkan tipe topografi
yang lain dari yang biasa ditemukan di tempat lain, yang dikenal sebagai tipe
topografi karst (Alpha, et. al, 2002).
Bertahun-tahun bukit kapur di Pedukuhan Nglengkong, Groyokan
Sambirejo Prambanan itu, menjadi sumber mata pencaharian warga. Mereka
menambang dan memperoleh pendapatan dari sana. Tapi mulai tahun lalu,
penambangan tersebut dihentikan. Larangan pemerintah, ternyata tak memutus
kreativitas warga. Melihat tebing bekas penambangan, warga sekitar punya ide
lain. Ide muncul, tatkala melihat bekas-bekas galian meninggalkan gurat-gurat
yang indah. Perpaduan warga putih berkilau semburat kuning dan coklat dalam
bidang tebing yang begitu luas, memberikan panoramic yang menarik.
Tebing Breksi belum genap dua tahun menjadi objek wisata, yang dibuka
sejak Mei 2015 untuk para wisatawan. Lokasi wisata ini langsung menjadi objek
wisata favorit banyak orang terutama bagi mereka anak-anak muda yang mulai
mempublish tempat ini melalui media sosial mereka. Sebelum jadi lokasi wisata,
Tebing Breksi hanyalah tebing-tebing bebatuan. Tak ada keindahan yang
menarik wisatawan. Hanya tampak alam liar yang dieksploitasi manusia dengan
cara penambangan yang salah.
Aktivitas penambangan Tebing Breksi, Sambirejo, Prambanan telah
berlangsung puluhan tahun yang lalu. Namun dengan turunnya SK Gubernur
tentang penetapan kawasan geo-heritage Sambirejo, aktivitas penambangan
dinonaktifkan. Keluarnya SK Gubernur ini sontak mendapat penolakan dari
beberapa penambang yang masih bertahan di Tebing Breksi. Tebing Breksi
berada di wilayah luar space cagar budaya Candi Ijo. Salah satu bagian dari
wilayah pertambangan rakyat yang ada di Sambirejo. Wilayah luar space ini
berada diurutan paling akhir dari kawasan inti yang berada di wilayah Candi Ijo,
kawasan pendukung, dan kawasan barrier.
Wilayah Penambangan Rakyat (WPR) sendiri merupakan hasil koordinasi
antara Dinas SDM dengan Sumber Daya Air dan Mineral wilayah Sleman
dengan alokasi luas wilayah sebesar 1,2 hektar. Pengalokasian ini diperuntukkan
sebagai usaha rakyat untuk mencukupi kebutuhannya bukan untuk
pertambangan dan untuk mewadahi pertambangan rakyat daerah. Selain itu,
WPR juga bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada wilayah cagar
budaya (www.koranopini.com).
Larangan pemerintah, ternyata tak memutus kreativitas warga. Melihat
tebing bekas penambangan, warga sekitar punya ide lain. Ide muncul, tatkala
melihat bekas-bekas galian meninggalkan gurat-gurat yang indah. Perpaduan
warga putih berkilau semburat kuning dan coklat dalam bidang tebing yang
begitu luas, memberikan panoramic yang menarik.
Berdasarkan pengamatan sumber daya alam di wilayah Tebing Breksi
dapat ditemukan sumber daya alam biotik dan abiotik yaitu

Sumber daya alam abiotik Pemanfaatan yang sudah ada Deskripsi kondisi sumber daya Sumber daya alam biotik Pemanfaatan yang sudah ada Deskripsi kondisi sumber daya
Batu kapur Spot foto, ukiran dari batu Sumberdaya sudah diubah secara total, yang awalnya tambang menjadi tempat wisata Tanaman buah Dijadikan kebun buah

E m b u n g Sebagai wadah air hujan Masih dalam perbaikan untuk pengembangan tempat wisata tersebut I k a n Sebagai peliharaan di embung

Tanah (lahan kosong) Sebagai bumi perkemahan Tepat ersebut masih dalam perbaikan karena belum dijadikan bumi perkemahan yang besar.

Pemberhentian aktivitas pertambangan ini muncul, setelah sejumlah


peneliti melakukan kajian. Hasilnya, batuan kapur breksi disana ternyata adalah
endapan abu vulkanik dari Gunung Api Purba Nglanggeran. Maka, kawasan ini
masuk dalam cagar budaya dan harus dilestarikan. Sama halnya dengan
keberadaan Gunung Api Purba Nglanggeran, Candi Ijo, Situs Ratu Boko dan
sebagainya. Pada lokasi ini terdapat singkapan batuan endapan debu gunungapi
purba, membentuk morfologi bukit. Oleh penduduk lokal bukit ini ditambang
menghasilkan kupasan tebing setinggi 30 m.
Penambangan dihentikan selain dialihkan untuk tempat wisata juga dapat
mengurangi kerentanan karst. Kerentanan lingkungan menjadi kata yang dikenal
dan sering muncul pada sekitar tahun 1990-an, termasuk kata kerentanan karst
(Leibundgut, 1998). Menurutnya, topik penelitian tentang kerentanan akuifer
karst muncul ke permukaan akibat perkembangan sistem drainase karst yang
memungkinkan akufer karst memiliki tingkat kerentanan yang tinggi.
Selanjutnya, oleh Gunn (1986) kerentanan kars didefinisikan pada penurunan
potensi sumberdaya alam karst baik itu secara kualitas dan kuantitas.
Lebih jauh lagi, menurut Leibundgut (1998), secara detail kekerentana
(vulnerability) di daerah karst dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu (1)
kerentanan intrinsik (intrinsic permeability), yaitu kerentanan yang diakibatkan
oleh sifat daerah karst itu sendiri dan (2) kerentanan spesifik (spesific
vulnerability), yaitu kerentanan akibat ancaman aktual seperti limbah domestik,
penggunaan lahan, dll. Menurut Quinlan et al. (1991), tingkat kerentanan
intrinsik tergatung dari faktor-faktor sebagai berikut : • Ketersediaan lapisan
tanah yang sangat penting sebagai zona filtering bahan pencemar • Karakteristik
sifat infiltrasi (diffuse). Pada karst yang tertutup lebat oleh vegetasi, tingkat
bahya rentannya rendah, sementara jika banyak sungai yang masuk ke dalam
tanah (point recharge) , maka tingkat bahaya kerentanannya akan tinggi
1. Perkembangan zone epikarst. Epikarst adalah zone dekat permukaan
yang merupakan tempat utama penyimpan airtanah
2. Perkembangan topografi dan sistem karst, lebih dominan fissure/diffuse
(lorong-lorong kecil) atau conduit (lorong-lorong besar). Keempat faktor
tersebut saling terkait dan bervariasi secara spasial pada suatu kawasan
karst, dan terkait juga dengan sistem aliran dan kecepatan air mengalir
akan sangat menentukan dalam penentuan tingkat bahaya kerentanan
karst.
Pemanfaatan sumber daya alam yang paling menonjol ialah pertambangan
batu kapur itu sendiri. Setelah area pertambangan diubah menjadi objek wisata
maka batu kapur tidak ditambang melainkan dikelola. Pengelolaan sumber daya
alam berupa batu kapur dijadikan ukiran-ukiran untuk objek wisata. Pada bukit
batu kapur dibuat tangga yang dari batu kapur itu sendiri sehingga pengunjung
dapat naik sampai atas bukit batu kapur. Pengelolaan sumber daya alam sangat
memperhatikan lingkungan sekitar. Pemberhentian aktivitas pertambangan
dimaksudkan juga untuk menghentikan eksploitasi secara besar-besaran.
Terdapat pula potensi lain yang dapat dimanfaatkan yaitu, Dari atas bukit
pandangan sangat leluasa ke segala arah. Di sebelah barat, terpampang bandara
berikut landan pacu pesawat yang terlihat begitu mungil. Juga jalur KA yang
panjang tak berujung. Di sebelah utara, terlihat Merapi, Merbabu dan Prambanan
yang megah. Sedangkan di sisi timur dan selatan, terlihat alur sungai yang
menembus bukit serta perkampungan warga dan hijaunya alam yang masih
lestari. Jika anda dating pagi buta, maka sempat menyaksikan keluarnya sang
surya. Sebaliknya bila sore hingga petang, Anda akan menjadi saksi datangnya
malam.
Lokasi ini juga dekat dengan Candi Prambanan, Situs Ratu Boko, Candi
Ijo, Candi Barong. Kalau ingin lebih maksimal, sebaiknya datang pagi hari
sehingga bisa berkeliling ke destinasi lain di sekitarnya.Tiket Masuk: Masih
sukarela ,tiket parkirnya Rp 2000,-.
BAB III
PENUTUP

A. Rekomendasi Kelompok
1. Penanya : Adinda Yuslia R
Pertanyaan :
a. Adakah perubahan dan kerugian dari pembuatan wisata Tebing
Breksi terhadap lingkungan?
b. Bagaimanakan dampak debu terhadap lingkungan dan pengunjung?
c. Bagaimanakah penggunaan dan pemanfaatan air di Tebing Breksi?
Jawaban :
a. Pembuatan Tebing Breksi yang tadinya digunakan untuk
penambangan belum begitu memberikan kerugian atau dampak
negatif terhadap lingkungan, karena pembuatannya hanya dengan
memberikan seni seperti ukiran, pemberian tangga jalan dan lain-
lain, sehingga tidak terlalu mengeksploitasi sumber dayanya.
Dampak negatif yang ada umumnya adalah polusi kendaraan
pengunjung, namun dampak tersebut menurut para narasumber
belum begitu dirasakan.
b. Debu yang ada umunya tidak begitu banyak, karena pasti dilakukan
penyiraman rata-rata empat kali sehari untuk mengurangi debu.
Sehingga debu tidak begitu mengganggu para pengunjung dan
lingkungan.
c. Dalam penggunaan air, wisata Tebing breksi masih menggunakan
air PAM untuk keperluan seperti warung, kamar mandi, mushola,
dll. Sedangkan untuk penyiraman dari debu pengelola membeli air
menggunakan mobil tangki. Hal tersebut dikarenakan wilayah
Tebing Breksi sulit untuk membuat sumur atau sumur yang dibuat
tidak dapat keluar air, sehingga untuk saat ini masih menggunakan
air PAM.

2. Penanya : Krisna Dwi M


Pertanyaan :
a. Apakah penyiraman mengunakan mobil tangki menghambat atau
mengganggu pengunjung?
b. Apakah manfaat dari pembuatan embung? Dan mengapa air yang
didalam embung tersebut keruh?
Jawaban :
a. Penyiraman menggunakan mobil tangki umumnya tidak
mengganggu para wisatawan, karena pada saat penyiraman, para
wisatawan diarahkan untuk menjauhi area penyiraman dan waktu
penyiraman juga hanya sebentar.
b. Pembuatan embung saat ini masih dimanfaatkan untuk
penampungan air hujan saja dan akan dilakukan pengembangan
lebih lanjut. Pengaruh kekeruhan air di embung, mungkin
disebabkan oleh debu yang ada dan memang belum dilakukan
pengelolaan serta perawatan maksimal sehingga embung masih
terlihat kotor dan keruh.

3. Penanya : Linda Arum Sari


Pertanyaan :
Pembuatan tempat wisata Tebing Breksi tersebut termasuk
ekploitasi atau tidak? dan bagaimanakah tindakan konservasinya?
Jawaban :
Pembuatan Tebing Breksi bukan merupakan eksploitasi karena
pengelola tidak mengambil sumber daya secara berlebihan. Pembuatan
Tebing Breksi hanya melakukan pengembangan yang masih berbasis wisata
alam, sehingga tidak menimbulkan kerusakan seperti kondisi sebelumnya
yaitu saat masih dilakukan penambangan. Salah satu usaha pemulihan lahan
adalah reklamasi lahan bekas tambang. Pengelolaan dan perlindungan
dilakukan melalui pengembangan kualitas lingkungan, sarana prasarana,
dll. Sebagai contoh, sampah yang ada dilingkungan dikelola dengan cara
dikumpulkan setiap sore atau malam hari untuk disalurkan ke tempat
pembuangan sementara untuk transit di bagian bawah kawasan wisata
Tebing Breksi menggunakan truk, setelah penuh sampah kemudian
disalurkan ke tempat pembuangan akhir.

4. Kesimpulan
Kawasan wisata tebing breksi, merupakan endapan lava letusan gunung
api purba yang terjadi sekitar 26 juta tahun silam. Setelah ditemukan oleh
masyarakat, kawasan ini dijadikan pertambangan batu breksi. Namun, setelah
beberapa waktu aktivitas pertambangan dihentikan untuk meminimalisir
kerusakan alam lebih lanjut. Selanjutnya, warga desa memanfaatkan bekas
tambang ini menjadi kawasan wisata tebing breksi untuk tetap dapat memenuhi
kebutuhan hidup para mantan penambang, sekaligus memperbaiki kondisi
alam di kawasan tersebut.
Sumber daya yang ada di kawasan wisata tebing breksi utamanya
berupa batuan kapur yang keras. Batuan itu diukir sehingga menarik perhatian
wisatawan. Selain itu, di beberapa bagian batuan itu dibuat tadah hujan
sehingga menyerupai waduk. Tekstur batuan yang keras menyebabkan air
sukar merembes sehingga terbentuklah semacam waduk. Beberapa sisi mulai
ditanami beberapa jenis tanaman seperti buah, bunga, dan lain-lain. Batu
kapur/breksi di kawasan wisata ini bertekstur sangat keras dan sulit merembes
air sehingga sangat baik ketika dijadikan tadah hujan. Namun akan lebih baik
ketika ada pengolahan lebih lanjut terhadap air tersebut agar menjadi air bersih
sehingga dapat dimanfaatkan warga sekitar. Adanya pasokan air yang
mencukupi juga dapat mendukung percepatan pertumbuhan tanaman di sekitar
area wisata sehingga memperbaiki ekosistem sekitarnya. Berdasarkan keadaan
lapangannya, kawasan wisata tersebut sangat berdebu, untuk
meminimalisirnya selain dengan penghijauan dapat juga dilakukan dengan
pembuatan aspal di lantai wisata tersebut. Namun secara keseluruhan,
pengelolaan tempat di kawasan wisata tebing breksi ini sudah baik. Sebab
selalu ada inovasi dan perbaikan yang dilakukan oleh pengelola, yang selalu
mempertimbangkan kondisi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Alpha, T.R., Galloway,J.P., Tinsley, J.C.,2002, Karst Topography Computer


Animations and Paper Model, Open-File Report 97-536-A, .US.
Department of The Interior U.S.

Geological Survey Dreybrodt, W.,1988, Process in Karst Systems-Physics,


Chemistry and Geology, Springer-Verlag, Bremen Ford, D. and
Williams, P. 1992. Karst Geomorphology and Hydrology, Chapman and
Hall, London

Gunn, J., 1986, Solute Process and Karst Landform. In:Solute Process (ed. by
S.T. Trudgill), 363-437. Wiley, Chickester, UK.

Leibundgut, C., 1998, Karst Hydrology (Proceedings of Workshop W2), Rabat,


Morocco, IAHS Publication no. 247

Quinlan, J.F., Smart, P.L.Schindel, G.M., Alexander, E.C.Jr, Edwards, A.J. &
Smith, A.R., 1991, Recommended Administratuve Regulatory
Definition of Karst Aquifer, Principles for Classification of Carbonate
Aquifers and Practical Evaluation of Vulnerability of Karst Aquifer. In
Proceedings of the 3rd Conf. On Hydrogeology, geology and
Management of Groundwater in Karst Terrains, 573-635. National Water
Well Association, Dublin, Ohio.

http://jalanjogja.com/sejarah-penyelamat-tebing-breksi-prambanan/ diakses
pada tanggal 10 April 2018 pukul 10.00 WIB.

http://www.koranopini.com/nasional/lingkunganhidup/tebing-breksi-antara-
wisata-dan-tambang-liar diakses pada tanggal 10 April 2018 pukul 10.35
WIB.
LAMPIRAN

Gambar 1. Objek Tebing Breksi

Gambar 2. Perairan di Breksi Gambar 3. Bumi Perkemahan

Gambar 4. Perkebunan Buah Gambar 5. Penyiraman Air


Gambar 6. Penyewaan Mobil Jeep Gambar 7. Wawancara Pengunjung

Gambar 8. Wawancara Pengunjung Gambar 9. Wawancara Warga Sekitar

Anda mungkin juga menyukai