Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya.

Selain narkoba, istilah lain yg diperkenalkan khususnya oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia adalah NAPZA. Pengguna Narkotika,

Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di dunia sejak tahun 2006

hingga 2013 mengalami peningkatan. Kasus pemakai dan penggunaanya

sangat merata mulai dari kalangan atas hingga kalangan menengah kebawah

dan banyak terdapat pada usia produktif (UNODC, 2015). Dari dua istilah ini

baik narkoba maupun NAPZA mengacu pada kelompok senyawa yang

umumnya memiliki resiko kecanduan bagi penggunanya (Sutrisna, 2015).

Berdasarkan United Nations Office on Drugs and Crime (2015)

melaporkan bahwa, walaupun kurva terlihat landai namun secara jumlah

totalnya cukup tinggi. Besaran prevalensi penyalahgunaan di dunia diestimasi

sebesar 4,9% atau 208 juta pengguna di tahun 2006 kemudian mengalami

sedikit penurunan pada tahun 2008 dan 2009 menjadi 4,6% dan 4,8%. Namun

kemudian meningkat kembali menjadi 5,2% di tahun 2011 dan tetap stabil

hingga 2013. Secara absolut, diperkirakan ada sekitar 167 sampai dengan 315

juta orang (3,6 – 6,9% dari populasi penduduk dunia yang berumur 15 – 64

tahun) menggunakan narkotika minimal sekali.


BNN (2017) mengungkapkan bahwa penyalahgunaan NAPZA terkait

dengan 3 faktor. Faktor tersebut yaitu : (1) faktor lingkungan yang mencakup

hubungan tidak harmonis dengan orang tua, lingkungan rawan NAPZA,

kurang kontrol sosial, dan tekanan kelompok sebaya; (2) faktor individu yang

mencakup keinginan coba-coba, ingin diterima, ikut tren, cari keikmatan

sesaat, cari perhatian dan ikut tokoh idola; (3) faktor zat yang mencakup

ketergantungan fisik dan psikis, mudah didapat dan relatif murah. Faktor

individu dan lingkungan menjadi predisposisi terjadinya perilaku NAPZA pada

remaja.

Remaja menjadi penyalahguna napza dimulai dengan penggunaan

NAPZA yang seolah ilegal di masyarakat yaitu merokok. Penggunaan

kemudian bertahap mencoba minum alkohol, mariyuana dan ke tingkat yang

lebih berat seperti ekstasi, heroin dan sabu-sabu.

Berdasarkan hasil survei BNN (2017) pada 34 provinsi di Indonesia

melaporkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba trennya mulai

menurun menjadi 1,77 % atau setara dengan +3 juta jiwa dari populasi

penduduk Indonesia mulai usia dari 10-59 tahun. Dengan prevalensi

penyalahgunaan narkoba berdasarkan usia <30 tahun 3,0% (laki-laki 4,1%,

perempuan 1,7%) dan ≥30 tahun 2,8% (laki-laki 3,4%, perempuan 1,5%).

Sedangkan pendidikan dengan rincian tidak sekolah/ tidak tamat SD 3,4%

(laki-laki 4,1%, perempuan 1,6%), tamat SD/ MI sederajat 3,8% (laki-laki

4,6%, perempuan 1,8%), tamat SMP/ MTs sederajat 4,6% (laki-laki 5,5%,

perempuan 2,2%), tamat SMA/MA sederajat 3,0% (laki-laki 3,9%, perempuan

1,4%), tamat Akademi/ PT 2,5% (laki-laki 3,1%, perempuan 1,9%). Prevalensi


tertinggi ada pada kelompok berpendidikan tamat SD dan tamat SMP dengan

berjenis kelamin laki-laki. Hal ini patut menjadi perhatian, dimana sasaran

narkoba menyasar pada kelompok berpendidikan dasar.

Proporsi penyalahguna terbesar berdasarkan kelompok pekerja 59 %,

pelajar 24%, populasi umum 17% dan proporsi jumlah penyalahguna setahun

terakhir berdasarkan jenis kelamin laki-laki 72%, perempuan 28% dengan total

penyalahguna 3.376.115 orang.

BNN (2017) melaporkan prevalensi jumlah penyalahguna setahun

terakhir berdasarkan tingkat ketergantungan coba pakai 0,94% setara dengan

1.908.319 orang, teratur pakai 0,53% setara dengan 920.100 orang, pecandu

bukan suntik 0,26% setara dengan 489.197 orang dan pecandu suntik 0,03%

setara dengan 58.498 orang dihitung dari jumlah populasi usia 10-59 tahun

pada tahun 2017 sebanyak 190.650.400 orang.

Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan,

terlihat dengan makin banyaknya pengguna NAPZA dari semua kalangan.

Namun yang lebih memprihatinkan penyalahgunaan NAPZA saat ini justru

banyak dilakukan oleh kalangan remaja (BNN, 2011)

Keterlibatan remaja dalam penggunaan NAPZA menjadi momok penting

di kalangan masyarakat, bangsa dan Negara karena pada dasarnya remaja

merupakan ujung tombak bagi perkembangan dan kemajuan bangsa dan

Negara. Hal itu dapat terjadi karena belum mampu berfikir positif.

Kemampuan untuk berpikir dan berperilaku positif dari kecil akan

mempengaruhi pertumbuhan dan performa individu ketika dewasa. Proses

konseling dan mentoring selanjutnya perlu memperhatikan preferensi dan


kecenderungan klien atau mentee dalam menaruh ekspektasi pada

lingkungannya (Kiling et al., 2015)

Jawa Barat menjadi Jumlah penyalahguna tertinggi yaitu 1,83% dengan

populasi ±35 juta penduduk dari usia 10-59 tahun. Dibandingkan tahun 2014,

angka prevalensi penyalahguna di Jawa Barat pada tahun 2017 cenderung

menurun dengan selisih 0,58% (BNN, 2017).

Simangunsong (2015), kalangan pelajar yang berada pada kelompok usia

remaja memiliki emosi yang masih labil sehingga sangat rentan untuk

menyalahgunakan NAPZA. Hal tersebut bisa dikarenakan beberapa hal antara

lain rasa ingin tahu yang sangat besar, ikutikutan teman, rasa solidaritas grup

yang kuat sampai dengan faktor keluarga yang kurang perhatian. Anak remaja

biasanya memiliki keinginan untuk mencari tahu sesuatu yang tidak

diketahuinya.

Wardhany (2010, dalam Hawari, 2006) menyatakan ada 3 tahapan dalam

pemakaiaan Narkoba, yaitu: (1) Use (menggunakan), tahap awal ini adalah

dimana pemakai Napza hanya sekedar coba-coba, artinya pemakai hanya

sekedar mencari kesenangan semata. (2) Abuse (menyalahgunakan), dalam

tahap ini pemakai sudah bisa merasakan efek dari pemakaian Napza, frekuensi

pemakaian bertambah (1 atau 2 kali seminggu) yang bersangkutan lebih

cenderung untuk berkumpul dengan teman-teman pemakai Napza, mulai

berani membeli narkoba walaupun dengan cara patungan, apabila ada masalah

dari pemakaian. (3) Addict/user (pengguna), pada tahap ini Napza sudah

menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari sipemakai. Hidupnya


dikendalikan oleh Napza, cara apapun akan di tempuh untuk mencukupi

kebutuhan pemakai Napza seperti mencuri, merampok,dll.

Ganja menjadi jenis narkoba yang paling banyak dikonsumsi dalam

penyalahgunaan narkoba di Indonesia sepanjang 2017 (BNN, 2017)

Wahyuningsih (2011, dalam Indiyah 2005) menyatakan penggunaan

ganja secara terus-menerus tidak hanya membuat orang kecanduaan tetapi juga

dapat merusak otak dan tubuh. Studi terbaru menemukan bahwa kerusakan

otak akibat ganja dapat menimbulkan terjadinya halusinasi yang merupakan

salah satu gejala skizofrenia, hal ini dikarenakan ganja bersifat halusinongen.

Studi baru yang dilakukan oleh Jones (2011), menemukan bahwa

marijuana alias ganja dapat menyebabkan gangguan konsentrasi atau memori.

Penelitian Holmes (2002) menyebutkan bahwa terjadinya halusinasi pada

pengguna Napza diakibatkan karena memakai Napza terlebih dahulu. Bengitu

juga dibuktikan bila seseorang mengkonsumsi Napza jenis kokain secara

berlebihan (overdosis/intoksifikas) ia akan mengalami gejala-gejala gangguan

jiwa seperti halusinasi dan delusi.

Ikawati (2016) menjelaskan bahwa hampir semua jenis NAPZA akan

mengaktifkan satu sistem di otak yang mengatur rasa senang atau biasa disebut

reward system dengan meningkatkan ketersediaan dopamin di otak, di mana

dopamin merupakan suatu jenis neurotrasmitter yang bekerja mengontrol rasa

senang. Jika penyalahguna terus menerus menggunakan NAPZA maka otak

akan beradaptasi dengan keberadaan dopamine yang tinggi. Hal tersebut

menyebabkan penggunaan NAPZA berusaha untuk menjaga agar fungsi

dopamin dalam keadaan stabil atau berusaha menambah dosis NAPZA untuk
mencapai dopamin yang tinggi, dan disertai dengan penggunaan yang

dilakukan secara terus menerus atau kecanduan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan studi kasus

dengan judul “Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan Fenomena Penyalahgunaan Narkoba”.

1.3 Tujuan Penulisan

A. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran dari asuhan keperawatan pada klien

dengan fenomena penyalahgunaan narkoba.

B. Tujuan Khusus

1. Dapat melaksankan pengkajian pada klien dengan penyalahgunaan

narkoba.

2. Dapat menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan

penyalahgunaan narkoba.

3. Dapat menetapkan rencana keperawatan pada klien dengan

penyalahgunaan narkoba.

Anda mungkin juga menyukai