Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang
kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler, juga adanya pengaruh sistem saraf. Penyakit ini kadang-
kadang disertai artritis, miopati, enteropati, penyakit jantung spondilitis, dan sindrom
imunodifisiensi. 1,2
Prevalensi psoriasis bervariasi antara 0,1-11,8% di berbagai populasi dunia.
Insidensi di Asia cenderung rendah (0,4%). Tidak ada perbedaan insidensi pada pria
ataupun wanita. Beberapa variasi klinisnya antara lain psoriasis vulgaris (85-90%)
dan srtritis psoriatika (10%). Seperti lazimnya penyakit kronis, mortalitas psoriasis
rendah namun morbiditas tinggi, dengan dampak luas pada kualitas hidup pasien
ataupun kondisi sosioekonominya. Penyakit ini terjadi pada segala usia, tersering
pada usia 15-30 tahun. Puncak usia kedua pada usia 57-60 tahun. Bila terjadi pada
usia dini (15-35), terkait dengan HLA (Human Leukocyte Antigen) I antigen
(terutama HLA Cw6), serta ada riwayat keluarga, lesi kulit akan lebih luas dan
persisten.3,5
Metotreksat adalah golongan obat antimetabolit yang bersifat sebagai
antagonis folat. Metotreksat merupakan pengobatan pada penyakit neoplastik,
psoriasis berat, dan rematoid atritis pada dewasa. Metotreksat mengahambat enzim
dehidrofolat reduktase dengan kuat dan dapat berlangsung lama. Dehidrofolat
reduktase adalah enzim yang mengkatalisis dehidrofolat (FH2) menjadi
tetrahidrofolat (FH4). Tetrahidrofolat merupakan metabolit aktif dari asam folat yang
berperan sebagai kofaktor penting dalam berbagai reaksi transfer satu atom karbon
pada sintesis protein dan asam nukleat. 4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Psoriasis merupakan penyakit inflamatorik kronik dengan manifestasi
klinis pada kulit dan kuku. Lesi kulit biasanya merupakan plak eritematosa
oval, berbatas tegas, meninggi, dengan skuama berwarna keperakan, hasil
proliferasi epidermis maturasi prematur dan kornifikasi inkomplet keratinosit
dengan retensi nuklei di stratum korneum (parakeratosis). Lesi klasik psoriasis
adalah plak eritematosa berbatas tegas, meninggi, diselubungi oleh skuama
putih. Lesi kulit cenderung simetris, meskipun dapat unilateral.5,6
Klasifikasi psoriasis berdasarkan lesi kulit yang sering terjadi yaitu
psoriasis plakat/vulgaris yang sering terjadi hampir 90% kasus, psoriasis gutata,
psoriasis pustulosa, eritroderma, psoriasis kuku dan psoriasis atritis. 2,6

B. Metotreksat
Metotreksat adalah analog 4-amino, N10- metil asam folat. Metotreksat
mengahambat enzim dehidrofolat reduktase dengan kuat dan dapat berlangsung
lama. Dehidrofolat reduktase adalah enzim yang mengkatalisis dehidrofolat
(FH2) menjadi tetrahidrofolat (FH4). Tetrahidrofolat merupakan metabolit aktif
dari asam folat yang berperan sebagai kofaktor penting dalam berbagai reaksi
transfer satu atom karbon pada sintesis protein dan asam nukleat. Antagonis
folat membasmi sel dalam fase S, terutama pada fase pertumbuhan yang pesat.
Namun dengan efek penghambatan terhadap sintesis RNA dan protein,
metotreksat menghambat sel memasuki fase S, sehingga bersifat swabatas (self
limiting) terhadap efek sitotoksiknya. 4
Metotreksat merupakan pengobatan yang sudah lama dikenal dan masih
sangat efektif untuk psoriasis. Metotreksat msmpu menekan proliferasi limfosit
dan produksi sitokin, sehingga obat ini bersifat imunosupresif. Penggunaan
metotreksat terbukti efektif untuk psoriasis tipe plakat berat rekalsitran, dan

2
juga merupakan indikasi untuk penanganan jangka panjang pada psoriasis berat
seperti psoriasis pustulosa dan psoriasis eritroderma.2

C. Mekanisme kerja Metotreksat


Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim dehidrofolat reduktase,
sehingga menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan
hambatan replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek
hambatan sintesis DNA, dan juga menghambat perbaikan dan replikasi sel.
Obat ini bekerja spesifik pada fase S siklus sel. Pada psoriasis, tingakt produksi
sel-sel epitel di kulit sangat meningkat lebih dari kulit normal, khususnya
tingkat diferensiasi dan proliferasi. Bersasarkan patogenesis ini akan menjadi
dasar untuk penggunaan metotreksat untuk mengontrol psoriasis.4

D. Farmakokinetik Metotreksat
1. Absorpsi dan Distribusi
Metotreksat diberikan dengan rute (oral, subkutan, intramuskular dan
intravena). Pada dewasa, penggunaan dalam bentuk oral penyerapannya
tergantung dosis yang diberikan. Kadar puncaknya pada serum dicapai
dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah pemberian. Pada dosis 30 mg/m2atau
kurang, metotreksat umumnya baik diserap dengan bioavailabilitas rata-rata
60%. Metotreksat sekitar 50% terikat dalam protein. Pada penggunaan oral
penyerapan obat menjadi sebagian tidak aktif pada gastrointestinal dan di
hati, yang berarti bioavailibilitasnya rendah. Metotreksat tidak menembus
sawar darah otak dan cairan serebrospinal (CSF) dalam jumlah terapi ketika
diberikan secara oral dan parenteral. 7
2. Metabolisme
Setelah absorpsi, metotreksat mengalami metabolisme di hati dan
intraseluler ke bentuk polyglutamat yang dapat di konversi kembali ke
metotreksat oleh enzim hidrolase. Polyglutamat ini bertindak sebagai

3
inhibitor sintesis dihirofolat reduktase dan timidil. Metotreksat sebagian di
metabolisme oleh flora intestinal setelah diberikan per oral. Waktu paruh
terminal dilaporkan metotreksat adalah 3-10 jam untuk pasien yang
menerima pengobatan dengan psoriasis dengan dosis rendah (<30 mg/m2). 7
3. Ekskresi
Metoreksat di ekskresi serta eliminasi terutama terjadi diginjal, tergantung
pada dosis dan rute pemberian. Ekskresi ginjal terjadi oleh filtrasi
glomerulus dan sekresi tubular aktif. Gangguan fungsi ginjal, serta
penggunaan bersamaan obat-obatan seperti asam organik lemah yang juga
menjalani sekresi tubular, terbukti dapat meningkatkan kadar serum
methotrexate. Korelasi yang sangat baik telah dilaporkan antara
methotrexate clearance dan endogen kreatinin. Pembersihan Metotreksat
sangat lambat sehingga dapat meningkatkan toksisitas di dalam tubuh.
Toksisitas metotreksat untuk jaringan normal lebih tergantung pada durasi
paparan obat daripada tingkat puncak yang dicapai obat dalam serum.
Bebarapa penelitian mengatakan konsentrasi metotreksat tatap tinggi untuk
waktu yang lama. 7

E. Efek samping
1. Gastrointestinal
Menurut penelitian 26% pasien mengalami mual, muntah, dan diare serta
sekitar 10-15% pasien mengalami stomatitis pada pasien dengan pengobatan
metotreksat yang dapat mengakibatkan dehidrasi. Jika dehidrasi maka
pemberian methotrexate harus dihentikan sampai pemulihan terjadi.
Metotreksat harus digunakan dengan hati-hati pada penyakit ulkus peptikum
atau kolitis ulserativa. 8
2. Ginjal
Salah satu efek samping yang disebabkan oleh metoreksat adalah gangguan
pada ginjal yaitu ditemukan pada 2-4% kasus mengalami gagal ginjal akut

4
yang terjadi karena nekrosis pada tubular ginjal. Gejala gagal ginjal akut
umumnya asimtomatik, gejala biasanya akan muncul pada 2-3 minggu
setelah pemberian metotreksat secara intravena. Hemodialisa dan
hemofiltrasi sangat membantu dalam mengobati intoksikasi metotreksat
dengan gagal ginjal akut. 9, 10
3. Hematologi
Metotreksat dapat menekan hematopoiesis dan menyebabkan anemia.
Sekitar 3-10% pasien yang menjalani pengobatan menggunakan metotreksat
mengalami anemia aplastik, pansitopenia, leukopenia, neutropenia dan/atau
trombositopenia. Pada pasien dengan keganasan dan sudah ada penurunan
hematopoietik, obat harus digunakan dengan hati-hati, dan mungkin tidak
dapat diberikan pengoabatan metotreksat, karena dapat memperburuk
kondisinya. Pada psoriasis dan rheumatoid arthritis, metotreksat harus
dihentikan segera jika ada penurunan yang signifikan terhadap pemeriksaan
darah lengkap. Dalam pengobatan penyakit neoplastik, metotreksat harus
dilanjutkan hanya jika manfaat potensial menjamin risiko mielosupresi yang
parah. Hasil studi mengatakan 3% pasien dengan psoriasis yang
menggunakan metotreksat dapat menyebabkan pansitopenia. 9,11
4. Hepar
Metotreksat memiliki potensi akut (peningkatan transaminases) dan kronis
(fibrosis dan sirosis) hepatotoksisitas. Toksisitas kronis berpotensi fatal;
umumnya terjadi setelah penggunaan jangka panjang (umumnya dua tahun
atau lebih) dan setelah dosis total minimal 1,5 gram. Dalam penelitian pada
pasien psoriasis, hepatotoksisitas tampaknya terjadi dengan total dosis
kumulatif dan tampaknya kejadian hepatotoksik dapat meningkat dengan
alkoholisme, obesitas, diabetes dan usia lanjut. Hasil studi mengatakan
bahwa 10% pasien dengan mengonsumsi metotreksat jangka panjang telah
mengalami gejala hepatotoksik (akut maupun kronis). 11

5
Pada psoriasis, tes fungsi hati, termasuk albumin serum, harus dilakukan
secara berkala sebelum dosis diberikan, tetapi seringkali hasilnya normal,
tetapi dapat berkembang menjadi fibrosis atau sirosis. Lesi fibrosis atau
sirosis dapat terdeteksi hanya dengan biopsi. Rekomendasi umum adalah
untuk mendapatkan biopsi hati pada; 1) sebelum terapi atau segera setelah
mulai terapi (2 sampai 4 bulan), 2) dosis kumulatif total 1,5 gram, dan 3)
setelah setiap tambahan 1,0 sampai 1,5 gram. 8
5. Paru
Sekitar 5% pasien mengalami pneumonitis setelah mengonsumsi
metotreksat dosis rendah. Mekanisme terjadinya penumonitis diakibatkan
oleh reaksi hipersensitivitas dari metotreksat yang di mediasi oleh aktivasi
dari sel T. Metotreksat menyebabkan pengeluaran sitokin dari sel alveolar
tipe 2 yang menyebabkan alveolitis akibat terkumpulnya sel-sel inflamatori.
Metotreksat juga menstimulasi fibroblas paru dan sel epitelial yang akan
menyebabkan eusinofil ikut berkumpul, yang kemudian akan menyebabkan
fibrosis paru. Gejala klinis biasanya muncul pada penggunaan metotreksat
setelah beberapa tahun di terapi. 11
6. Kulit
Sekitar 1-3% efek samping yang terjadi dengan pengobatan metotreksat
adalah reaksi kulit (rash, pruritus), sindrom Stevens-Johnson, dermatitis
eksfoliatif, nekrosis kulit, dan eritema multiforme, telah dilaporkan pada
anak-anak dan orang dewasa, dalam beberapa hari pemberian oral,
intramuskular, intravena, atau administrasi metotreksat intratekal. 10,11
7. Neurotoksisitas
Metoreksat menginduksi neurotoksisitas akut, subakut maupun kronik,
mekanisme toksitasnya belum sepenuhnya diketahui namun beberapa
hipotesis mengatakan metoreksat menghambat reaksi transmetilasi yang
berfungsi mengubah formasi protein, lipid dan myelin. Metoreksat
menurunkan kecepatan methionin dan S-adenosyl metionin pada cairan

6
cerebrospinal dan meningkatkan level S-adenosy hemosistein dan
hemosistein, peningkatan kecepatan hemosistein mungkin merupakan
respon dari vaskular phenomena dari penggunaan metotreksat yang
menyebabkan neurotoksisitas. Sekitar 11 % pasien mengalami gejala klinis
neurotoksistas yang diakibatkan oleh metotreksat yaitu paraplegia, serebelar
disfungsi, dan kejang (subakut metotreksat neurotoksisitas) sedangkan
gejala klinis pada kronik neurotoksisitas setelah diobservasi beberapa
bulang smapai beberapa tahun kenudian yaitu neurotik leukoencephalopati
yang progresi dapat mengganggu fungsi kognitif, kejang, ataksia, spastik
dan atau koma. 11

F. Kontraindikasi
Metotreksat dapat menyebabkan kematian atau mempunyai efek
teratogenik pada janin bila diberikan kepada wanita hamil. Methotrexate
merupakan kontraindikasi pada wanita hamil dengan psoriasis atau rheumatoid
arthritis dan harus digunakan dalam pengobatan penyakit neoplastik hanya
ketika potensi manfaat lebih menguntungkan melampaui risiko pada janin.
Pasien dengan psoriasis atau rematoid atritis dengan alkoholisme, penyakit liver
yang diakibatkan alkohol atau penyakit liver kronik lainnya seharusnya tidak
diberikan metotreksat karena akan memperburuk penyakitnya. Perhatikan
anjuran yang tertera di kemasan obat, karena formulasi metotreksat dan
pengencer yang mengandung pengawet tidak boleh digunakan untuk terapi
metotreksat intratekal dosis tinggi. Beberapa golongan obat yang dapat
meningkatkan toksisitas metotreksat NSAID (salisilat, ibuprofen, naproxen),
antibiotik (sulfonamid, penisilin, ciprofloxasin, trimetropim), dan obat
golongan lainnya seperti (barbiturat, penintoin, sulfonilurea, furosemid, diuretik
tiazid, dan etanol). 7,11

7
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa diambil dari judul refarat ini yaitu sebagai berikut :
1. Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik
yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel
epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga adanya pengaruh sistem saraf.
Psoriasis terdiri dari beberapa tipe yaitu psoriasis plakat, psoriasis
eritroderma, psoriasis kuku, psoriasis atritis, psoriasis pustulosa dan
psoriasis gutata.
2. Efek samping penggunaan metotreksat yaitu dapat menyebabkan gangguan
gastrointestinal, neutoksisitas, gangguan pada ginjal, gangguan pada kulit,
gangguan pada hematologi dan gangguan pada sistem respirasi terutama
paru.

Anda mungkin juga menyukai