Anda di halaman 1dari 24

8

BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Masa Kerja

1. Pengertian Masa Kerja

Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja

disuatu tempat. Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada

suatu kantor, badan dan sebagainya. Masa kerja dapat mempengaruhi

tenaga kerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh

positif kepada tenaga kerja bila dengan lamanya seseorang bekerja maka dia

akan semakin berpengalaman dalam melakukan tugasnya. Sebaliknya akan

memberikan pengaruh negatif apabila semakin lamanya seseorang bekerja

maka akan menimbulkan kebosanan. Semakin lama seseorang dalam

bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan

oleh lingkungan kerja tersebut. Pada tenaga kerja di pabrik penggergaji

kayu semakin lama terpapar debu dan terus menerus dapat mempengaruhi

kesehatan terutama saluran pernafasan (Suma'mur, 2009).

2. Klasifikasi Masa Kerja

Masa kerja dapat memberikan dampak positif pada kinerja apabila

dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul perasaan terbiasa dengan

keadaan dan menyepelekan pekerjaan maka akan menimbulkan kebosanan.

8
9

Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu

(Suma'mur, 2009) :

a. Masa kerja baru = < 6 tahun

b. Masa kerja sedang = 6 – 10 tahun

c. Masa kerja lama = > 10 tahun

B. Konsep Pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang

banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar

tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi

(Syaifuddin, 1996). Sistem pernapasan terdiri atas paru-paru dan sistem saluran

yang menghubungkan jaringan paru dengan lingkungan luar paru yang

berfungsi untuk menyediakan oksigen untuk darah dan membuang

karbondioksida (Potter Patricia A.& Perry, 2009).

1. Anatomi pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar

yang mengandung oksigen kedalam tubuh serta menghembuskan udara

yang mengandung karbon dioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari

tubuh.

Dalam paru – paru terjadi pertukaran zat oksigen dari udara yang

masuk ke dalam darah dan karbon dioksida akan dikeluarkan melalui

traktus respiratorius kemudian masuk ke dalam tubuh melalui kapiler


10

vena pulmonalis masuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra)

dilanjutkan ke aorta untuk disebarkan ke seluruh tubuh (jaringan dan sel)

disini terjadi oksidasi (pembakaran) sebagai ampas dari pembakaran

adalah karbon dioksida dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran darah

vena masuk ke jantung diteruskan ke bilik kanan kemudian keluar melalui

arteri pulmonalis ke jaringan paru – paru akhirnya akan dikeluarkan ke

lapisan epitel dari alveoli. Saluran penghantar udara yang membawa

udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan

bronkiolus. Dibawah ini gambar anatomi pernapasan pada manusia

(gambar 2.1)

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan Manusia


11

a. Hidung

Hidung dibentuk oleh tulang dan kartilago. Bagian yang kecil dibentuk

oleh tulang, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective

tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan

menjadi lubang kiri dan kanan oleh sputum.

b. Rongga hidung

Hidung yang berambut berfungsi menyaring partikel-partikel asing

yang berukuran besar agar tidak masuk keseluruh pernapasan bawah.

c. Faring (tekak)

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (±13 cm) yang

berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan

esofagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring

digunakan pada saat menelan (digestion) seperti juga pada saat

bernapas. Faring bedasarkan letaknya dibagi menjadi tiga, yaitu di

belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut (orofaring), dan di

belakang laring (laringofaring)

d. Laring (pangkal tengkorak)

Laring merupakan struktur yang lengkap dari kartilago, kartilago

tiroid, epiglotis, kartilago krikoid dan dua buah kartilago aritenoid.

Laring terletak pada garis tengah bagian depan leher, terbenam dalam

kulit, kelenjar tiroid dan beberapa otot kecil, serta pada bagian depan

laring ofaringeus dan bagian atas esofagus.


12

e. Trakhea (batang tengkorak)

Trakea merupakan tuba yang lentur atau fleksibel dengan panjang

sekitar 10 cm dan lebar 2,5 cm. Trakea menjalar dari kartilago krikoid

ke bawah depan leher dan ke belakang manubrium sternum, untuk

berahir pada sudut dekat sternum. trakhea terbentuk dari 16-20 helai

kartilago yang terbentuk C di hubungkan satu sama lainnya dengan

jaringan fibrosa.

f. Bronkus (cabang-cabang tengkorak)

Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea. Bronkus kanan

lebih pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir vertikal dengan trakea.

Dan dan bronkus kiri sebaliknya lebih panjang, lebih sempit, dan

sudutnya lebih runcing jika ada benda asing terinhalasi, maka benda

itu lebih memungkinkan berada di bronkus kanan. Disebut saluran

penghantar udara karena fungsi utamanya adalah menghantarkan

udara ketempat pertukaran gas di paru.

g. Alveoli (gelembung paru-paru)

Inilah yang memberi bentuk paru tanpak seperti spon jaringan kapiler

darah yang mengelilingi alveoli tambah oleh serat elastis. Jaringan

elastis ini menjaga posisi antara alveoli dengan bronkhilous

respiratorius. Adanya recoil dari serat ini selama ekspirasi akan

mengurangi ukuran alveoli dan membantu mendorong udara keluar

dari paru.
13

h. Paru – paru

Paru - paru terletak pada rongga thorak, berbentuk kerucut dengan

apeks berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya pada diafragma.

Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus, sedangkan paru-paru kiri

mempunyai dua lobus. Kelima lobus ini merupakan lobus yang

terlihat, setiap paru- paru dapat dibagi lagi menjadi beberapa sub-

bagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut

bronkopulmonari segmen.

i. Rongga torak

Rongga torak berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh

darah besar. Bagian luar rongga thorak terdiri atas dua belas (12)

pasang tulang iga (kosta). Pada bagian atas torak di daerah leher

terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu skaleneus dan

sternokleidomastoideus.

2. Fisiologi Pernapasan

Proses respirasi dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama menurut

(Potter Patricia A.& Perry, 2009) yaitu sebagai berikut:

a. Ventilasi pulmonal, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfir dan

alveoli paru-paru.

b. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.

c. Transportasi oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan

tubuh ke dan sel-sel.


14

3. Tanda - Tanda dan Gejala Gangguan Pernapasan

Gangguan pada saluran pernafasan ditandai dengan gejala - gejala

menurut (Potter Patricia A.& Perry, 2009) sebagai berikut :

a. Gejala Lokal

Gejala yang bersifat setempat diantaranya batuk, sesak, pengeluaran

dahak, batuk darah, nyeri dada.

b. Gejala Umum

Beberapa penyakit memberi juga gejala umum, seperti pusing dan

mabuk kepala, tidak suka makan, rasa lesu/lemah, keringat dingin dan

sebagainya. Gejala-gejala dada akut seperti batuk, gatal pada hidung,

bersin / pilek, hidung tersumbat, demam, suara serak, keluar dahak,

sakit kepala, bunyi mengi dan iritasi saluran nafas atas muncul pada

saat kerja biasa.

3. Volume dan Kapasitas Fungsi Paru

Prose pernapasan di paru – paru melalui suatu mekanisme pergerakan

dinding thorak yang dipengaruhi oleh siklus perubahan tekanan udara

didalam paru pada saat ekspirasi dan inspirasi. Setiap adanya perubahan

pola napas maka di paru – paru akan terjadi perubahan olume udara dan

pasitas paru. Dibawah ini merupakan gambaran perubahan volume dan

kapasitas paru (Guyton, 2007):

a. Volume paru

Selama pernapasan berlangsung, volume selalu berubah – ubah.

Dimana mengembang sewaktu inspirasi dan mengempis sewaktu


15

ekspirasi. Dalam keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan

berlangsung hampir tanpa disadari.

Beberapa parameter yang menggambarkan volume paru adalah :

1) Tidal volume adalah volume udara dalam pernapasan biasa

(normal), volume rata – rata dalam pernapasan normal adalah 500

cc, dan hanya 350 cc yang sampai di paru – paru dan menagalami

difusi, sedangkan 150 cc mengisi saluran napas dari hidung

sampai bronkus terminalis yang disebut ruang rugi fisiologik.

Pada beberapa penderita gangguan saluran napas denga pola napas

yang dangkal akan menurunkan tidal volume (volume udara

efektif yang sampai di alveoli).

2) Inspiratory reserve volume adalah volume cadangan inspirasi atau

volume udara ekstra yang bisa diisap secara maksimal setelah fase

inspirasi biasa, volume IRV untuk laki – laki ± 3,3 liter,

sedangkan wanita ± 1,9 liter.

3) Ekspiratori reserve volume adalah volume cadangan ekspirasi atau

volume udara ekstra yang biosa dikeluarkan dengan ekspirasi

maksimal, setelah akhir ekspirasi biasa. Volue ERV untuk laki –

laki ± 1 liter, dan wanita ± 1,9 liter.

4) Residual volume adalah julah volue udara yang masih tersisa di

paru, setelah ekspirasi maksimal dan setelah inspirasi maksimal,

residual rata – rata adalah 1200 cc.


16

b. Kapasitas Fungsi Paru

Kapasitas fungsi paru merupakan penjumlahan dari dua volume atau

lebih, yang termasuk pemeriksaan kapasitas fungsi paru – paru

adalah (Wahyudi, 2016) :

1) Kapasitas Inspirasi (Inspiraroty Capacity = IC) adalah volume

udara yang masuk setelah inspirasi maksimal atau sama dengan

volume cadanagn inspirasi ditambah volume tidal (IC = IRV +

TV) ± 3500 cc.

2) Kapasitas Vital (Vital Capacity), volume udara yang dikeluarkan

melalui ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan

inspirasi maksimal. Kapasitas vital besarnya sama dengan volume

inspirasi cadangan ditambah volume tidal (VC = IRV + ERV +

TV) ± 4600 cc.

3) Kapasitas Paru Total (Total Lung Capacity = TLC) adalah

kapasitas vital ditambah volume sisa (TLC = VC + RV atau TLC

= IC + ERV + RV) ± 5800 cc.

4) Kapasitas Residu Fungsional (Fungtional Residual Capacity =

FRC) adalah volume ekspirasi cadangan di tambah volume sisa

(FRC = ERV + RV) ± 2300 cc.

5) Kapasitas paru total (Total Lung Capacity = TLC) adalah jumlah

udara di dalam paru pada akhir inspirasi maksimal, gabungan dari

FRV + VT + ERV + RV.


17

Kegunaan pemeriksaan fungsi paru adalah mendeteksi penyakit paru

dengan gangguan pernapasan sebelum bekerja, kemudian secara

berkala selama kerja untuk menemukan penyakit secara dini serta

menentukan apakah seseorang mcmpunyai fungsi paru normal,

restriksi, obstruksi atau bentuk campuran (mixed). Tujuan

epidemiologis adalah menilai bahaya di tempat kerja dan

mendapatkan standar bahaya tersebut (Herlita Laga, 2013). Untuk

melihat hasil dari pengukuran dari nilai tidal volume paru dengan alat

spirometer dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini :

Tabel 2.2 Kapasitas Vital Paru dan interpretasinya.

NO Klasifikasi Nilai
1 Baik Sekali >4,48
2 Baik 3,91-4,47
3 Sedang 3,05-3,90
4 Kurang 2.48-3,09
5 Kurang sekali <2,47
Sumber : Patriana, 2013

Interpretasi dari hasil spirometri biasanya langsung dapat dibaca dari

print out setelah hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai

prediksi sesuai dengan tinggi badan, umur, berat badan, jenis

kelamin, dan ras yang datanya telah terlebih dahulu dimasukkan ke

dalam spirometer sebelum pemeriksaan dimulai.


18

4. Persiapan Tindakan pengukuran Tidal Volume

a. Bahan dan Alat :

1) Alat spirometer yang telah dikalibrasi untuk volume dan arus

minimal 1 kali dalam seminggu.

2) Mouth piece sekali pakai.

b. Responden :

1) Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan

2) Tidak boleh makan terlalu kenyang, sesaat sebelum pemeriksaan

3) Tidak boleh berpakaian terlalu ketat

4) Penggunaan bronkodilator kerja singkat terakhir minimal 8 jam

sebelum pemeriksaan dan 24 jam untuk bronklodilator kerja

panjang.

5) Memasukkan data ke dalam alat spirometri, data berikut :

a) Identitas diri (Nama)

b) Jenis kelamin

c) Umur

d) Berat badan

e) Tinggi badan

f) Suhu ruangan

c. Ruang dan fasilitas :

1) Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik

2) Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh < 170C atau > 400C
19

3) Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit

infeksi saluran napas dilakukan pada urutan terakhir dan setelah

itu harus dilakukan tindakan antiseptik pada alat.

5. Prosedur Tindakan

Kapasitas vital (Vital Capasity, VC)

a. Pilih pemeriksaan kapasitas vital pada alat spirometri.

b. Menerangkan manuver yang akan dilakukan.

c. Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga

tidak ada kebocoran.

d. Instruksikan responden menghirup udara sebanyak mungkin dan

kemudian udara dikeluarkan sebanyak mungkin melalui mouth piece.

Manuver dilakukan minimal 3 kali.

C. Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Keselamatan kerja

a. Pengertian

Perlindungan tenaga kerja memliki beberapa aspek dan salah satunya

yaitu perlindungan keselamatan, perlindungan tersebut bermaksud agar

tenaga kerja secara aman melakukan kerjanya secara aman melakukan

kerjanya sehari – hari untuk meningkatkan produktivitas.

Keselamatan kerja adalah perlindungan atas keamanan kerja yang

dialami pekerja baik fisik maupun mental dalam lingkungan pekerjaan

(Ridley, 2004 dalam Kani, 2013). Menurut (Setiawan, 2013) keselamatan


20

kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, alat

kerja, bahan dan pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungannya

serta cara – cara melakukan pekerjaan.

Menurut (Kani, 2013) kondisi pekerja sangat menentukan terjadinya

kecelakaan kerja. Faktor-faktor yang menentukan kondisi pekerja yaitu :

1) Kondisi mental dan kondisi fisik tersebut sangat berpengaruh dalam

menjalaankan proses produksi karena dengan kondisi mental dan fisik

yang buruk dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

2) Kebiasaan kerja yang baik dan aman pada saat melakukan pekerjaan,

pekerja harus dapat dituntut untuk bekerja secara disiplin agar tidak

lalai yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

3) Pemakaian alat-alat pelindung diri kurangnya kesadaran dalam

pemakaian alat-alat pelindung karena dirasa tidak nyaman oleh pekerja

dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

2. Kesehatan Kerja

a. Pengertian

Kesehatan kerja adalah keadaan dimana tenaga kerja merasa aman dan

nyaman, dengan kondisi dan kesehatan dan kepribadiannya; kebutuhan

dan kesejahteraan hidupnya, keamanan karyawan saat bekerja (Setiawan,

2013).

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat

tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan


21

gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama

dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap

kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal

mungkin (Busyairi, 2014).

Kesehatan kerja adalah kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan

para pekerja. Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan

yang menganalisa akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat

kesehatan pekerja yang bersangkutan, baik kesehatan fisik maupun

kesehatan mental, serta menganalisa alternatif usaha preventif dan kuratif

terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja dan lingkungan

kerja. Kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya adalah manusia atau

pekerja. (Grahanintyas, 2012) :

3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

a. Pengertian

Menurut (Depnakes, 2010) keselamatan dan kesehatan kerja adalah

segala daya upaya pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah,

menanggulangi dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan dampak

melalui langkah – langkah identifikasi, analisis dan pengendalian bahaya

dengan menerapkan pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan

perundang- udnagan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

Menurut (Basir, 2009) di Indonesia berbagai peraturan undang –

undang seperti ketentuan pokok tentang perlindungan tenaga kerja dalam


22

UU No. 14 tahun 1969 dan UU No. 1 tahun 1970 serta peraturan lainnya

yang melengkapi dalam ketentuan tersebut khususnya dalam pasal 9 dan

10 tercantum beberapa seperti “Tiap tenaga kerja mendapatkan

perlindungan atas keselamatan, kesehatan kesusilaan, pemeliharaan moril

manusia atas perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan

agama”.

b. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan

mengungkapkan kelemahan yang mungkin akan terjadi kecelakaan.

Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab

akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian cermat

dilaukan atau tidak. Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah

sebagai berikut :

1) Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja

baik secara fisik, social, dan psikologis.

2) Setiap perlengkapan dan perlatan kerja digunakan sebaik – baiknya.

3) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

4) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi

kerja.

c. Cara Penanggulangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk menanggulangi potensi bahaya yang disebabkan oleh potensi

bahaya sikap pekerja yang tidak memenuhi standard dalam keselamatan

kerja dan prosedur kerja yang baik adalah (Restuputri, 2015) :


23

1) Berupa jadwal pelatihan K3 tentang penggunaan APD yang akan

diselenggarakan oleh pihak manajemen. Bagi para pekerja yang yang

tidak dapat menghadiri pelatihan akan dikenakan sanksi. Bentuk dari

sanksi yang akan dijatuhkan sesuai dengan kesepakatan pihak

perusahaan.

2) Membuat worksheet dalam penggunaan APD di area kerja supaya

para pekerja dapat langsung membaca apa saja potensi bahaya yang

akan mereka alami apabila tidak menggunakan APD.

3) Membuat visual display mengenai penggunaan Alat Pelindung Diri

(APD) pada area kerja yang memiliki potensi-potensi kecelakaan

kerja dan membuat Standard Operating Procedure (SOP)

penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Visual display dipasang di

beberapa tempat untuk memberikan himbauan kepada para pekerja

agar selalu menggunakan APD dengan baik.

D. Konsep Alat Pelindung Diri

1. Pengertian

Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan sesorang dalam

melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi diri dari

sumber bahaya tertentu, baik yang berasal dari pekerjaan maupun

lingkungan pekerjaan dan berguna dalam usaha untuk mencegah atau

mengurangi kemungkinan cedera atau sakit (Muntiana, 2014).


24

Alat pelindung diri merupakan suatu alat yang mempunyai

kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang berfungsi

mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Perlindungan tenaga

kerja melalui usaha – usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan

lingkungan kerja sangat perlu di utamakan. Namun kadang – kadang

bahaya masih belum dapat di kendalikan sepenuhnya, sehingga di

gunakan alat – alat pelindung diri. Alat pelindung harus nyaman di pakai,

tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif

(Muntiana, 2014).

2. Jenis – jenis alat pelindung diri

Dalam bekerja menggunakan mesin gergaji yang menghasilkan debu

maka pekerja memerlukan alat pelindung diri yang sesuai. Alat pelindung

diri yang wajib digunakan oleh pekerja penggergaji kayu saat bekerja

mengaplikasikan menurut adalah :

a. Kaca mata

Kaca mata yang digunakan bertujuan untuk melindungi dari percikan

debu yang terbang terbawa angina. Jenis kaca mata yang digunakana

untuk bekerja adalah kaca mata yang terbuat dari bahan plastik.

b. Masker

Masker yang digunakan bertujuan untuk melindungi area pernapasan

agar terhindar dari menghirup debu hasil dari gergaji kayu. Jenis

masker yang digunakan saat bekerja ini adalah jenis masker yang tahan
25

terhadap debu agar debu tidak dapat menembus masuk kedalam

saluran pernapasan maupun saluran pencernaan

c. Sarung tangan

Sarung tangan yang digunakan yang terbuat dari bahan karet panjang

hingga menutupi bagian pergelangan tangan. Hal ini bertujuan untuk

melindungi tangan dari kayu yang sudah terpotong.

3. Faktor yang mempengaruhi penggunaan alat pelindung diri (APD)

(Sejati, 2014) :

a. Kedisiplinan dalam penggunaan alat pelindung diri (APD)

b. Frekuensi penggunaan alat pelindung diri (APD)

c. Pemahaman tentang alat pelindung diri (APD)

4. Konsep Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Masker

a. Pengertian

Pemakaian alat pelindung diri masker untuk melindungi saluran

pernafasan dari paparan debu sebenarnya sangat praktis dalam

pelaksanaannya. Fenomena pemakaian masker ini sangat menarik

untuk dikaji lebih mendalam karena kesehatan dan keselamatan para

pekerja harus lebih diutamakan. Mengingat akibat jangka panjang

yang ditimbulkan apabila para pegawai pengamplasan tidak memakai

masker dapat membahayakan kesehatan (Sejati, 2014).

b. Teknik menggunakan masker yang benar adalah sebagai berikut

(Cucunawangsari, 2006 dalam (Haryono, 2013)) :

1) Masker harus menutupi hidung dan mulut rapat-rapat.


26

2) Tali atau pita plastik harus berada pada tempatnya dan terikat

dengan baik.

3) Hindari memegang masker yang sudah terpasang, karena dapat

mengurangi fungsinya untuk memberikan perlindungan.

4) Masker harus diganti setiap hari ( masker bedah ). Jika masker

dari kain harus dicuci bersih setiap kali setelah dipakai.

5) Gantilah masker jika sudah rusak.

c. Pengetahuan Penggunaan Masker

Menurut (Wawan, 2010 dalam (Haryono, 2013)), faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:

1) Tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan pekerja,

diharapkan mampu menerima informasi pengetahuan termasuk

menambah pengetahuan dari pendidikan kesehatan.

2) Informasi, informasi yang bermanfaat diharapkan dapat

menambah pengetahuan termasuk pengetahuan tentang manfaat

pemakaian masker.

3) Budaya, lingkungan kerja dapat mempengaruhi kebiasaan

pekerja menggunakan masker.

4) Pengalaman, pengalaman pekerja dalam menggunakan masker

berkaitan dengan keluhan yang pernah dirasakan apabila tidak

menggunakan masker.
27

d. Manfaat Penggunaan masker

Pekerja yang menggunakan masker mempunyai keuntungan

lebih besar dari pada tidak menggunakan masker. Keuntungan dalam

menggunakan masker adalah pekerja dapat meminimalkan paparan

dan keracunan debu yang masuk ke saluran pernapasan pekerja serta

memberikan keuntungan masa kerja lebih panjang karena pekerja

terhindar dari paparan debu beracun yang dapat meracuni tubuh atau

bahkan mematikan (Haryono, 2013).

e. Dampak Pekerja Tidak Menggunakan APD Masker

Dampak pekerja apabila pada saat berkerja tidak menggunakan

masker maka akan terpapar debu pengamplasan. Kondisi seperti ini

dapat mengakibatkan gangguan kesehatan antara lain (Haryono, 2013):

1) Gangguan kesehatan pada organ paru-paru

Alat fisiologi tubuh yang mengatur kapasitas pernafasan adalah

paru-paru, apabila paru- paru ini terganggu oleh benda asing atau

debu maka seseorang akan terjadi sakit pada seluran pernapasan

tersebut. Debu penggergajian sangat berbahaya karena

pertikelnya yang kecil dan tajam. Apabila terhirup atau masuk

kedalam tubuh kita dan nantinya akan menempel atau tertancap

di paru-paru dapat mengakibatkan kanker atau gangguan paru

paru.
28

2) Gangguan kesehatan pada saraf yang diakibatkan oleh debu

Salah satu fungsi tubuh yang mengatur dan mempunyai kualitas

gerak dan selanjutnya menjadi pusat dari organ-organ lainnya

adalah saraf. Apabila syaraf kita tercemar oleh debu maka terjadi

kemunduran aktifitas iritasi sensorik, hal ini dapat terjadi jika

tidak segera ditanggulangi maka mengakibatkan selaput radang

yang terkena iritasi.

3) Transfer oksigen oleh hemoglobin terganggu akibat debu

Oksigen yang telah kita hirup dari udara selanjutnya diedarkan

keseluruh tubuh kita dengan perentara darah yaitu hemoglobin.

Debu dapat menghambat proses tersebut apabila masuk kedalam

tubuh kita.

E. Penelitian Terkait

1. Peneliti yang dilakukan (Tri, 2016) yang berjudul “Hubungan Paparan

Debu Kayu Di Lingkungan Kerja Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada

Pekerja Di PT. Arumbai Kasembadan, Banyumas” , Penelitian

menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan crossectional.

Hasil penelitian yang telah di lakukan 27 responden, analisa data dengan

uji fisher exact menggunakan software SPSS. Ada hubungan antara masa

kerja dengan gangguan fungsi paru pada pekerja di industri PT Arumbai

Kasembadan, Banyumas yang ditunjukkan nilai p 0, 026 maka p < 0,05,

nilai RP 13, 5 (95% CI 1,572 – 115,935) artinya pekerja dengan masa


29

kerja > 5 tahun memeliki resiko 13,5 kali untuk mengalami gangguan

fungsi paru dibandingkan dengan karegori masa kerja < 5 tahun.

2. Peneliti yang dilakukan (Amalia, 2015) yang berjudul “Hubungan Masa

Paparan Debu Dan Kebiasaan Merokok Dengan Fungsi Paru Pada

Pekerja Mebel Antic Lho Di Jepara”, penelitian ini menggunakan

penelitian observasional dengan pendektan cross sectional, populasinya

adalah semua pekerja tetap Mebel Antik Loh Di Jepara pengambilan

sampel yang dilakukan secara total sampling yang berjumlah 46 pekerja

yang dijadikan sebagai sampel. Data primer diperoleh dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik dengan menggunakan alat spirometri. Hasil uji statistik

diperoleh nilai P = 0,000, maka dapat di simpulkan bahwa ada hubungan

signifikan anatara masa paparan dengan fungsi paru pada pekerja mebel

dengan nilai OR = 0,267.

3. Penelitian yang dilakukan oleh (Fernando, 2015) yang berjudul

“Hubungan Lama Paparan Debu Kayu Dan Kebiasaan Merokok Dengan

Gangguan Fungsi Paru Pada Tenaga Kerja Mebel Di CV. Mariska Dan

CV. Mercusuar Desa Leilem Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa”

Peneliti menggunakan penelitian survei analitik dengan pendekatan cross

sectional, besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh total populasi

yang berjumlah 32 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan

wawancara dan menggunakan alat spirometer. Analisis data yang

gunakan fisher’s exact test dengan menggunakan bantuan SPSS versi

20.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 responden menyatakan


30

tidak ada hubungan antara lama paparan debu kayu dengan gangguan

fungsi paru dengan nilai probablitas sebesar 1,000 p > 0,005.

4. Penelitin yang dilakukan (Senduk, 2015) dengan judul “Kapasitas Vital

Paru Pekerja Mebel Dengan Masa Kerja Di Kelurahan Kampong Islam

Manado”. Peneliti menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan

pendekatan cross sectional, penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus

2016. Alat yang digunakan menggunakan kuisoner dan alat spirometri

dengan jenis Held Spirometry Microloop Casefusion. Sampel yang

digunakan menggunakan total sampling yang berjumlah 40 responden.

Data analisis menggunakan Chi-Square. Terdapat 30% pekerja mebel

memiliki KVP normal dan 70% tidak normal dengan nilai p = 0,073.

5. Penelitian yang dilakukan (Melliyana, 2016) yang berjudul “Faktor –

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Jatindo

Ukir Jepara Tahun 2016”. Penelitian menggunakan metode kuantitatif

dengan jenis penelitian survei analitik pendekatan cross sectional dimana

variabel bebas dan variable terikat dilakukan secara bersamaan. Uji

statistic menggunakan uji fisher exact dengan bantuan SPSS. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian adalah wawancara dan alat

spirometri. Teknik yang digunakan pengambilan responden dengan

menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah 47 pekerja

dan samplenya adalah 32 responden. Hasil uji statistik masa kerja

sebagian besar lama (31,2%) dengan nilai (p- value = 1,000) bahwa tidak

ada hubungan antara lama paparan debu denga masa kerja.


31

6.

Anda mungkin juga menyukai